Tinta Media: Kemiskinan
Tampilkan postingan dengan label Kemiskinan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kemiskinan. Tampilkan semua postingan

Jumat, 02 Juni 2023

Pinjaman Tanpa Agunan Tidak Menyelesaikan Kemiskinan

Tinta Media - Upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan menawarkan pinjaman tanpa agunan kepada pelaku UMKM, dinilai oleh narator Muslimah Media Center (MMC) tidak akan menyelesaikan kemiskinan.
 
“Upaya memberikan modal usaha pada rakyat tanpa agunan sejatinya tidak akan menyelesaikan kemiskinan negeri ini, sebab usaha rakyat akan tetap berada dalam cengkraman perusahaan raksasa yang sewaktu-waktu sangat mudah mematikan perusahaan kecil sesuai kepentingan perusahaan raksasa,” ujarnya dalam program Serba-Serbi MMC: Penyaluran Bantuan Modal Digenjot, Benarkah Solusi Mengatasi Kemiskinan? Senin (29/5/2023) di kanal Youtube Muslimah Media Center.
 
Ia memberikan alasan, pinjaman modal tanpa agunan kepada UMKM ini lahir dari sistem ekonomi kapitalis yang saat ini diterapkan di negeri ini. Sistem ekonomi kapitalis meniscayakan liberalisasi ekonomi yang mengandalkan pasar bebas untuk mewujudkan kesejahteraan dan keadilan ekonomi.
 
"Kesejahteraan dianggap bisa terwujud ketika terjadi akumulasi kapital, dimana semua uang rumah tangga harus diserahkan kepada perusahaan, agar perusahaan memiliki modal baru untuk meningkatkan produksi dan menyerap tenaga kerja sehingga pendapatan masyarakat akan naik. Hal ini dilakukan untuk mengejar pertumbuhan ekonomi yang tinggi," bebernya.
 
Untuk menunjang hal tersebut, lanjutnya, diciptakanlah jantung penggerak ekonomi yang saat ini dikenal dengan lembaga perbankan.
 
"Lembaga ini berfungsi mempercepat penyerapan modal dari sektor rumah tangga ke sektor perusahaan, tak terkecuali usaha mikro, kecil dan menengah, padahal dalam keadaan sehat atau tidak ada kebocoran pasar, " jelasnya.
 
Sistem ekonomi kapitalisme, kata Narator, hanya akan menghasilkan hegemoni ekonomi, yaitu perusahaan besar memakan perusahaan kecil, menguasai bahan baku, atau terjadi proses konglomerasi dari hulu ke hilir.
 
"Selain itu perusahaan besar akan menguasai perusahaan negara atau privatisasi BUMN, hingga akhirnya pengusaha menjadi penguasa sejati negeri ini. UMKM hanyalah solusi sesaat untuk sekedar bertahan hidup di tengah penerapan sistem ekonomi kapitalis," tandasnya.
 
Sistem kapitalis, ucapnya, membuat negara berlepas tangan dari tanggung jawab utamanya sebagai ro'in [pengurus urusan rakyat]. Segala komoditas di kapitalisasi mulai dari pendidikan, perdagangan, kesehatan, hingga sumber daya alam yang mestinya menjadi sumber penghidupan rakyat, semua di kapitalisasi oleh para korporat.
 
Sistemik
 
Narator lalu memberikan kesimpulan bahwa untuk mengatasi kemiskinan haruslah secara sistemik dalam arti tidak bertahan dengan sistem kapitalis yang rusak berikut sistem politik demokrasi yang menopangnya.
 
“Sistem yang mampu mengeluarkan rakyat dari masalah ekonomi, termasuk kemiskinan hanyalah sistem  Islam. Dalam pandangan  Islam, paradigma negara  Islam (Khilafah) dalam melayani rakyatnya adalah paradigma riayah. Negara wajib memenuhi kebutuhan asasi setiap warga negaranya, bukan membiarkan rakyat berjuang sendiri memenuhi kebutuhannya tersebut," bebernya.
 
Negara, sambungnya, wajib mengelola sumber utama kas negara yakni sumber daya alam dengan prinsip riayah, bukan bisnis. Haram bagi negara menyerahkan penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam milik umum kepada swasta.
 
"Dari sumber inilah negara  Khilafah mampu mewujudkan kesejahteraan bagi rakyatnya. Penerapan syariat  Islam dalam bingkai  Khilafah sungguh akan menyelamatkan hidup manusia dari kemiskinan dan kesengsaraan," pungkasnya. [] Sri Wahyuni

Kamis, 01 Juni 2023

MMC: Mengatasi Kemiskinan di Negeri Ini Harus secara Sistemik

Tinta Media - Muslimah Media Center (MMC) menyatakan, mengatasi kemiskinan di negeri ini harus secara sistemik, tidak bisa bertahan dengan sistem kapitalis. 

“Mengatasi kemiskinan di negeri ini haruslah secara sistemik, yakni tidak bertahan dengan sistem kapitalis yang rusak berikut sistem politik demokrasi yang menopangnya,” tutur narator MMC pada Serba-serbi MMC: Penyaluran Bantuan Modal Digenjot, Benarkah Solusi Mengatasi Kemiskinan? melalui kanal YouTube Muslimah Media Center (MMC), Senin (29/5/2023).

Ia mengatakan, harus dipahami bahwa kemiskinan di negeri ini justru terjadi karena penerapan sistem ekonomi kapitalis.

Menurutnya, dalam sistem ini segala komoditas dikapitalisasikan, mulai dari perdagangan, pendidikan, kesehatan, hingga Sumber Daya Alam (SDA) yang mestinya menjadi sumber penghidupan rakyat.

“Semua di kapitalisasi oleh para korporat,” ujarnya. 

Di sisi lain, narator menjelaskan, sistem ini membuat negara berlepas tangan dari tanggung jawab utamanya sebagai ra’in (pengurus urusan rakyat).

“Pemerintah seakan hanya bertindak sebagai regulator yang membuka link bagi rakyat yang ingin membuka usaha, padahal negaralah yang memiliki kewajiban menciptakan lapangan kerja yang luas bagi rakyatnya,” jelasnya.

Ia pun menegaskan, upaya memberikan modal usaha pada rakyat sejatinya tidak akan menyelesaikan kemiskinan negeri ini, sebab usaha rakyat akan tetap berada dalam cengkraman perusahaan raksasa kapitalis yang sewaktu-waktu sangat mudah mematikan perusahaan kecil sesuai kepentingan perusahaan raksasa.

” UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) hanyalah solusi sesaat untuk sekadar bertahan hidup di tengah penerapan sistem ekonomi kapitalis,” tegasnya.

Sistem Islam

Menurut MMC, yang mampu mengeluarkan rakyat dari masalah ekonomi termasuk kemiskinan hanyalah sistem Islam. Sebab sambungnya, paradigma dalam pemerintahan Islam atau Khilafah dalam melayani rakyatnya adalah paradigma ri’ayah (pelayan yang mengurusi rakyatnya).

“Negara wajib memenuhi kebutuhan asasi setiap warga negaranya, bukan membiarkan rakyat berjuang sendiri memenuhi kebutuhannya tersebut," ujarnya.

Tentang pembiayaannya? Narator menegaskan, negara dalam pemerintahan Islam wajib mengelola kekayaan SDA milik umum sebagai sumber utama pemasukan khas negara, yakni dengan prinsip ri’ayah (pelayan yang mengurusi rakyatnya), bukan bisnis haram yang menyerahkan penguasaan dan pengelolaannya kepada swasta. 

“Dari sumber utama inilah, negara Khilafah akan mampu mewujudkan kesejahteraan bagi rakyatnya," pungkasnya. [] Muhar

Senin, 24 April 2023

Kemiskinan Merata di Indonesia, Pemerintah Gagal Tuntaskan Persoalan Hingga ke Akarnya

Tinta Media - Kemiskinan di Indonesia sudah merata di seluruh wilayah. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN), Suharso Monoarfa mengungkapkan bahwa ada sejumlah provinsi terkategori upper middle income (pendapatan tinggi menengah). Di antaranya adalah wilayah Kalimantan Utara, Riau, Kepulauan Riau, Sulawesi Tengah, Sumatera Selatan, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Kepulauan Bangka Belitung, dan Sumatera Utara. Akan tetapi, angka kemiskinan masih tinggi. Suharso menyebutkan bahwa target pengentasan kemiskinan ekstrem 0% pada 2024 diturunkan menjadi 2,5%, sehingga pemerintah perlu mengentaskan kemiskinan terhadap 5,6 juta orang pada 2024.

Ancaman kemiskinan ekstrem ini merupakan salah satu masalah besar yang kompleks di Indonesia. Padahal, pendapatan Domestik Regional Bruto perkapita mencapai lebih dari US$4200. Provinsi penghasil Batu Bara dan CPO (Crude Palm Oil) pun berpendapatan tinggi. Namun, fakta kemiskinan juga tinggi, bahkan provinsi kategori upper middle ini justru paling banyak rakyat miskinnya. 

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan bahwa pemerintah akan fokus pada penurunan tingkat kemiskinan di Indonesia pada tahun 2024 dengan menargetkan angka kemiskinan ekstrem akan menurun menjadi 0% dan angka kemiskinan turun menjadi 6,5%.

Artinya, pemerintah akan mengerahkan semua anggaran pendanaan tahun 2023 dan 2024 secara maksimal, sehingga tahun 2024 ditargetkan semua jenis kemiskinan dapat dihapuskan.

Akan tetapi, tingginya angka kemiskinan dan kemiskinan ekstrem di Indonesia saat ini menunjukkan kegagalan pemerintah dalam menuntaskan persoalan hingga ke akarnya. Ini karena kebijakan-kebijakan tersebut tidak disesuaikan dengan kebijakan yang memudahkan rakyat dalam memenuhi kebutuhan pokok hingga kebutuhan kesehatan dan pendidikan. 

Selama langkah yang dilakukan tidak mengacu pada syariat dan tidak lepas dari penerapan sistem kapitalisme sekuleristik, maka sudah bisa dipastikan bahwa kegagalan akan terus terjadi. Ini karena kapitalisme adalah penyebab utama kemiskinan struktural. Sistem ini hanya fokus pada peredaran kekayaan yang tidak adil, tidak menjadikan pelayan rakyat sebagai prioritas utama dan tidak bisa dinikmati seluruh rakyat, tapi dinikmati orang kaya atau pemilik modal saja. 

Keuntungan besar pun mengalir mudah ke kantong-kantong para kapitalis. Maka sangat jelas, sejatinya kapitalis sekuler ini tidak menjamin kesejahteraan pada rakyat. Rakyat harus membayar mahal segala kebutuhannya dan negara tidak bertindak tegas, tetapi hanya mampu sebagai regulator.

Lantas, bagaimana solusi untuk mengentaskan kemiskinan yang terjadi saat ini? Tentunya dengan sistem yang amanah, yaitu Islam secara kaffah melalui ekonomi Islam yang dijalankan oleh negara. Khalifah akan mengelola harta untuk memenuhi seluruh kebutuhan rakyat. Jadi, sistem kapitalisme harus dicampakkan dan diganti dengan sistem Islam yang berstandarkan halal haram dalam setiap aspek kehidupan dan mampu menjadi solusi untuk mengakhiri lingkaran kemiskinan.

Wallahu a'lam bisshawwab.

Oleh: Avin
Muslimah Jember

Selasa, 14 Februari 2023

Ironi Kemiskinan di Negeri Seribu Pulau

Tinta Media - Indonesia merupakan negara kaya dengan sumber daya alam yang melimpah. Namun, kemiskinan justru terjadi di berbagai daerah. Bahkan, terjadi kemiskinan ekstrem seperti di Kabupaten Bekasi. Berdasarkan hasil pencocokan data lapangan yang dilakukan Dinsos setempat, sebanyak 3.961 jiwa warga Kabupaten Bekasi masuk kategori penduduk miskin ekstrem. (Republika.co.id 28/1/2023)

Begitu pula di Kabupaten Bogor, Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Pertahanan (DPKPP) terus mengejar target perbaikan Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) di Kabupaten Bogor. Ditargetkan akan ada 1.200 RTLH yang akan diperbaiki pada 2023.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Margo Yuwono menegaskan tentang sulitnya mencapai target kemiskinan ekstrem nol persen dan miskin 7 persen di 2024, mengingat angka kemiskinan ekstrem di Maret 2022 masih mencapai 2,04 persen dan penduduk miskin pada September 2022 sebesar 9,57 persen. (Kumparanbisnis, 30/1/2023)

Kita tak bisa menutup mata atas fakta tersebut. Sangatlah ironis, di negara yang kaya akan SDA, tetapi masih banyak rakyat yang hidup di bawah garis kemiskinan. Hutan, laut, minyak bumi, barang tambang, dan hasil bumi lainnya tidak dapat dirasakan oleh rakyat.  

Jika kita perhatikan, hal tersebut terjadi karena kesalahan negara dalam mengelola sumber daya alam. Pengelolaan SDA malah diserahkan kepada swasta, baik di dalam maupun di luar negeri. Akhirnya, merekalah yang notabene sebagai pemilik perusahaan, yang meraup untung dan menikmati hasilnya.

Inilah yang terjadi jika sistem kapitalis dijadikan landasan. Ini berbeda dengan sistem Islam. Islam mewajibkan pengelolaan sumber daya alam dilakukan oleh negara. Negara akan mempergunakan hasil SDA ini untuk memenuhi kebutuhan pokok rakyat, seperti kebutuhan sandang, pangan, dan papan. 

Rakyat akan mendapatkan pemenuhan kebutuhan pokok, pelayanan kesehatan, pendidikan, dan kebutuhan lainnya dari negara, yang pembiayaannya dari hasil SDA. Mengapa demikian? Karena SDA adalah milik umum. Sehingga, hanya negaralah yang berhak mengelolanya berdasarkan hadits Rasulullah: 

"Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal yaitu air, padang rumput, dan api." (HR. Abu Daud)

Artinya, sumber daya alam yang dimiliki negara hanya boleh dikelola oleh negara untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Sumber daya alam tersebut tidak boleh dikelola, bahkan diserahkan kepada pihak swasta demi keuntungan. Wallahu'alam bishawwab.

Oleh: Iis Isanti
Ummahat Peduli Umat

Jumat, 10 Februari 2023

Kemiskinan Ini Salah Siapa?

Tinta Media - Kemiskinan di Indonesia menjadi problem berkepanjangan. Kemiskinan didefinisikan sebagai keadaan tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar, seperti pangan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Seseorang baru bisa disebut mampu jika kelima hal di atas terpenuhi.

Persentase angka kemiskinan di tahun 2021 dan 2022 sangatlah besar. Pada tahun 2021, di perkotaan persentasenya 7,50% dan di desa 12,29%. Sedangkan pada tahun 2022, di perkotaan naik menjadi 7,53% dan di desa naik menjadi 12,36%. Dengan jumlah penduduk Indonesia saat ini, kenaikan persentase sedikit saja sudah menyangkut kesejahteraan jutaan masyarakat. Lalu, mengapa hal ini terjadi?

Larasati Prayoga et al. (2021) menyatakan bahwa kemiskinan disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain adalah upah minimum yang tidak memadai, taraf hidup masyarakat yang buruk, dan meningkatnya angka pengangguran setiap tahun tanpa adanya tambahan kesempatan kerja. Peran semua pihak, baik masyarakat dan pemerintah turut dipertanyakan. 

Apakah sumber daya manusia di negeri ini sudah baik? Apakah sumber daya manusia bisa memenuhi kebutuhan industri saat ini? Dari pertanyaan tersebut, kita bisa melihat bahwa bukan hanya masyarakat yang dituntut untuk berkembang, tetapi juga pemerintah.

Negara memegang peran besar dalam mengentaskan kemiskinan. Upaya yang dilakukan negara dalam meningkatkan upah minimum bagi pekerja tidak maksimal karena masih beriringan dengan naiknya harga bahan pokok dan BBM. 

Begitu juga dengan usaha untuk mengurangi jumlah pengangguran dengan memberikan bantuan tunai untuk memulai usaha, tetapi tidak disertai dengan pendampingan dalam memulai bisnis juga tidak akan tidak akan membuahkan hasil secara signifikan.

Uupaya menyediakan lapangan pekerjaan pun tampak tidak berguna karena disertai persyaratan yang sulit dipenuhi oleh sumber saya manus. Tanya pada diri masing-masing, mau sampai kapan permasalahan ini terus merembet, tanpa solusi tuntas?

Setiap solusi yang diberikan pemerintah pun seolah menciptakan masalah baru. Mengapa hal ini berulang terjadi? Sebab, masalah kemiskinan bukan sebatas masalah personal, tetapi sistemik. Sistemlah yang meniscayakan terbentuknya rakyat miskin lagi dan lagi.

Sistem yang menyebabkan fenomena ini bernama sistem kapitalis. Kapitalisme memiliki teori di mana ada orang kaya, maka ada orang miskin. Jika ada manusia yang bertambah kaya, maka akan ada juga manusia yang bertambah miskin. (Adam Smith)

Oxfam, organisasi nonprofit yang berbasis di Inggris bersama dengan INFID  menemukan bahwa harta empat orang terkaya di Indonesia sama dengan harta yang dimiliki oleh sekitar 100 juta orang miskin. Ketimpangan ini membuka mata kita bersama berapa tinggi ketimpangan kaya dan miskin di negeri ini.

Maka, usaha pementasan kemiskinan dalam lingkup kapitalis adalah omong kosong. Kapitalis adalah sebuah prinsip hidup dan sistem yang mendominasi dunia saat ini, termasuk Indonesia. Pemerintah negeri ini pun tak terkecualikan menjadi pengusung kapitalis. Bisakah kita berharap pemimpin seperti ini benar-benar berusaha mengentaskan kemiskinan?

Usaha mereka di depan layar tidak lain sebatas mencari muka. Rakyat pasti protes saat melihat pemerintah abai terhadap mereka. Dibuatlah kamuflase kesejahteraan untuk membungkam rakyat, mulai dari penyediaan BPJS, pemimpin yang suka bagi-bagi amplop sana-sini, dan sebagainya.

Padahal, dana BPJS diambil dari iuran rakyat. Amplop yang diberikan kepada rakyat pun berasal dari gaji pejabat. Dari manakah gaji dipenuhi? Ternyata melalui pajak. Kembali lagi, pajak tersebut berasal dari rakyat. Lalu, sumber daya alam kita yang melimpah itu di berikan ke siapa? Dimanakah pajak yang banyak itu, yang sampai-sampai jika ada rakyat yang ketahuan menyembunyikan kekayaan dikejar sampai ke ujung dunia?

Bodohnya, rakyat percaya dengan ilusi kepedulian tersebut. Padahal, di balik layar, pemerintah hidup untuk menyenangkan oligarki. Coba perhatikan di setiap tahun pemilu, para calon pasti berkampanye habis-habisan menggunakan dana triliunan. 

Namun pertanyaannya, dari manakah dana tersebut berasal? Di sini lah andil oligarki mengalirkan dana. Sebagai balas budi, sang pemenang pemilu akan menuruti kemauan pemberi modal. 

Hasil akhir dari permainan kapitalis ini adalah UU Omnibus Law, UU PKS, dan  undang-undang lainnya yang secara ‘blak-blakan’ merugikan rakyat dan menguntungkan kapital (pemilik modal). Bahkan, saat rakyat berdemo menolak besar-besaran, mereka tidak sedikit pun digubris.

Indonesia memiliki potensi kekayaan alam melimpah ruah. Mirisnya, semunya diberikan kepada oligarki. Kalau pun ada yang dikumpulkan penguasa, semua akan berakhir pada kantong mereka, sebab di mata penguasa kapitalisme hanya ada uang dan keuntungan pribadi.

Oleh karena itu, selama kapitalisme bercokol di negeri ini, tiada yang namanya pemimpin amanah, meperhatikan rakyat, membantu pemenuhan kebutuhan mereka, dan sepenuh hati melayani masyarakat. Itu tidak mungkin ada. 

Berbeda dengan pemimpin dalam Islam. Pemimpin dalam sistem ini memiliki sikap amanah dan selalu mendahulukan urusan rakyat ketimbang pribadi. Terbukti, tatkala di masa Umar bin Khattab pernah terjadi kemarau panjang, Umar bin Khattab rela hanya memakan roti dengan minyak zaitun demi rakyatnya.

Bahkan, pernah dikisahkan, Umar hanya memiliki dua set pakaian, sehingga ia harus menunggu bajunya kering sebelum salat Jumat. Ini salah satu contoh pemimpin di dalam Islam. Sangat berbeda, bukan, dengan pemimpin dalam sistem kapitalis?

Pemimpin dalam Islam memimpin berlandaskan hukum Islam dan ketakwaan. Dalam Islam, kedaulatan atau hak membuat hukum hanya milik Allah SWT. Undang undang yang ada tidak mungkin berubah sesuai situasi dan kondisi, karena yang membuat adalah Allah SWT. bukan manusia.

Dalam Islam, jika seorang pemimpin menzalimi rakyatnya atau tidak menerapkan hukum syariat, maka dia akan dimakzulkan. Tidak ada yang namanya perpanjangan masa jabatan atau pemaafan karena dia pejabat. Ini karena dalam Islam, semua manusia itu sama di mata Allah. Yang membedakan adalah ketakwaannya.

Sebagaimana Rasulullah saw. pernah bersabda, “Andaikan Fatimah Binti Muhammad mencuri, maka akan aku potong tangannya” (Hr. Bukhari)

Pemimpin-pemimpin ini pun memerintah berlandaskan ketakwaan. Kepemimpin seperti ini akan selalu mendahulukan rakyat daripada diri sendiri. Ketakutan akan pengawasan Allah Swt. membuat mereka selalu memerhatikan setiap tingkah laku, apakah seluruh rakyat telah terpenuhi kebutuhannya ataukah belum. Mereka tidak mungkin mengkhianati rakyat, apalagi berkolusi dengan oligarki.

Islam pun memiliki solusi sistemik untuk problema kemiskinan. Nusantara adalah negara khatulistiwa, negara tropis yang tentu memiliki beragam dan banyak sekali sumber daya alam. Hanya saja, distribusinya tidaklah merata. Ketimpangan antara oligarki dan masyarakat di kapitalisme sangat kentara.

Islam memiliki mekanisme distribusi yang menjamin tersebarnya kakayaan alam tersebut ke seluruh masyarakat. Tujuan politik ekonomi dalam Islam adalah jaminan atas pemenuhan seluruh kebutuhan pokok bagi setiap individu, juga pemenuhan berbagai kebutuhan sekunder dan tersier sesuai kadar kemampuan individu dalam masyarakat tersebut. (Taqiyuddin Annabhani, Nidzamul Iqtishodi fil Islam)

Dengan berbekal ketakwaan penguasa, sumber kekayaan alam yang melimpah tidak akan hanya berputar di kalangan bangsawan, tetapi juga rakyat awam. Di dukung pula dengan banyaknya pos-pos pemasukan negara dalam Islam, maka kezaliman dan kemiskinan akan tertuntaskan dengan izin Allah Swt.

Maka, sebagai rakyat dan muslim yang baik, sudah sepantasnya kita membenci kapitalisme, sang sistem kufur dan menggantinya dengan Islam, sistem penuh berkah dan satu-satunya yang diridai oleh Allah Swt. 

Ini sebagaimana Allah Swt. berfirman dalam surat Al-A’raf ayat 96 yang artinya:

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.”

Namun, hukum-hukum Islam ini tidak bisa diterapkan pada sistem kenegaraan buatan manusia. Sistem ini hanya bisa diterapkan pada kekuasaan yang juga berasal dari Islam, yakni khilafah. Wallahu a’lam bishawab.

Oleh: Dzanuri
Aktivis Dakwah Kampus

Kamis, 09 Februari 2023

Sistem Kapitalisme Melanggengkan Kemiskinan

Tinta Media - Indonesia merupakan negara yang kaya raya, sumber daya alamnya begitu melimpah meliputi minyak, batu bara, gas alam, emas, nikel, tembaga dan lainnya, namun sayangnya di negara kaya tersebut kemiskinan masih menghantui berbagai wilayah. Pada September 2022 persentase penduduk miskin di Indonesia sebesar 9,57 persen, angka kemiskinan ini meningkat 0.03 persen dari Maret 2022. 

Penduduk miskin pada September 2022 di perkotaan sebanyak 11,98 juta, jumlah ini meningkat sebanyak 0,16 juta orang dari 11,82 juta orang pada Maret 2022. Sementara itu, pada periode yang sama jumlah penduduk miskin perdesaan sebanyak 14,38 juta, meningkat sebanyak 0,04 juta orang dari 14,34 juta orang pada Maret 2022. (m.kumparan.com, 30/01/2022)
Faktor penyebab terjadinya kemiskinan di Indonesia melansir dari merdeka.com (14/06/2022) sebagai berikut:

1. Terbatasnya Lapangan Pekerjaan
Terbatasnya lapangan pekerjaan membuat  masyarakat tidak memiliki penghasilan sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhannya. 

2. Rendahnya Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan yang rendah disebabkan oleh mahalnya biaya pendidikan, dan ini mengakibatkan seseorang cenderung kurang memiliki wawasan, pengetahuan, dan keterampilan yang memadai. Padahal, hal tersebut sangat dibutuhkan di dunia kerja maupun dunia usaha. Inilah yang menyebabkan tingginya angka pengangguran, dan mengantarkan pada langgengnya kemiskinan. 

3. Harga Kebutuhan Tinggi
Harga-harga kebutuhan pokok yang terlalu tinggi juga menjadi penyebab masyarakat miskin karena kurang atau bahkan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya.

4. Akses Sumber Daya yang Terbatas
Keterbatasan akses masyarakat terhadap sumber daya terjadi karena alam sekitar yang memang tidak lagi memberikan keuntungan atau adanya privatisasi sumber daya oleh individu maupun kelompok. 

Kapitalisme Sumber Kemiskinan

Jika kita telaah, semua faktor penyebab kemiskinan di Indonesia yang telah disebutkan sebelumnya merupakan buah dari diterapkannya sistem kapitalisme sekuler. Sistem inilah yang  melegalkan berbagai cara dapat digunakan oleh setiap orang untuk memperoleh keuntungan tanpa memperhatikan kehalalan dan keharaman aktivitas tersebut. Begitu pula peraturan dalam sistem pemerintahan dan ekonomi suatu negara.

Dalam sistem kapitalisme tidak peduli kesejahteraan masyarakat selama kebijakan yang dilahirkan bisa menguntungkan pihak yang bermodal. Karena yang bermodal adalah yang berkuasa. Diantara peraturan yang lahir dari sistem ini adalah sumber daya alam dapat dengan bebas dimiliki oleh individu maupun kelompok. Maka tak heran jika saat ini penguasa menyerahkan SDA kepada pihak asing untuk dikuasai. Bahkan privatisasi SDA oleh beberapa orang juga sudah banyak seperti jalan tol, dan lainnya. SDA di Indonesia yang telah dikuasai asing beruba minyak, batu bara, gas alam, emas, nikel, tembaga, hutan. (akuratnews.com, 23/05/2021)

Jika saja SDA yang melimpah ini dikelola dengan baik oleh pemerintah dan tidak diserahkan kepada asing maka kemungkinan besar persoalan kemiskinan akan selesai. Karena jika SDA dikelola sendiri oleh negara maka akan membuka lapangan pekerjaan bagi rakyat. Sebab yang terjadi saat ini pihak asing yang berkuasa atas SDA kebanyakan pekerjanya juga dari pihak yang berkuasa. 
Kemudian jika SDA dikelola langsung oleh negara maka harga kebutuhan pokok tidak akan tinggi sebab bisa menghasilkan produk sendiri dan tidak perlu impor. 

Pengelolaan SDA secara mandiri oleh negara tanpa campur tangan asing juga memberi keuntungan yang besar bagi negara tersebut sehingga bisa menjadi tambahan pemasukan negara. Dengan banyaknya pemasukan negara, maka negara dapat memfasilitasi kebutuhan pokok masyarakat termasuk pendidikan. Dengan demikian maka tidak perlu bingung biaya mahal untuk menempuh pendidikan tinggi untuk menambah wawasan maupun melatih keterampilan.

Islam Menyelesaikan Persoalan Kemiskinan
Islam adalah agama yang sempurna dan paripurna. Segala aspek kehidupan telah diatur dalam Islam. Allah membuat aturan untuk dilaksanakan oleh hambanya, yang mana jika aturan tersebut dijalankan dengan menyeluruh akan mengantarkan kepada kehidupan yang sejahtera. Dalam menyelasaikan persoalan kemiskinan Islam telah memberi aturan sebagai berikut:

Pertama, Islam telah mengatur konsep kepemilikan. Menurut Syekh Taqiyuddin An-Nabahani, kepemilikan ada tiga macam yaitu kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara. Beliau menjelaskan untuk kepemilikan umum, dilarang dikelola oleh individu maupun kelompok. Adapun benda-benda yang termasuk dalam kategori kepemilikan umum ada tiga macam yaitu (1) merupakan fasilitas umum, kalau tidak ada di dalam suatu negeri atau suatu komunitas, maka akan menimbulkan sengketa dalam mencarinya. (2) barang tambang yang tidak terbatas. (3) sumber daya alam yang sifatnya tidak dapat dimiliki hanya oleh individu secara perorangan. (Kitab Al-Nizham Al-Iqhtishadi Fi-Al- Islam)

Hal ini sesuai dengan sabda  Rasulullah Saw.

اَلْمُسْلِمُوْنَ شُرَكَاءُ في ثلَاَثٍ فِي الْكَلَإِ وَالْماَءِ وَالنَّارِ

"Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api." (HR Abu Dawud dan Ahmad)

Dengan demikian segala yang berkaitan dengan kepemilikan umum tidak boleh dimiliki ataupun dikelola oleh individu maupun kelompok, melainkan wajib dikelola oleh negara yang hasilnya akan didistribusikan untuk kepentingan masyarakat umum.  

Kedua, negara akan menyediakan lapangan pekerjaan karena Islam telah mewajibkan para kepala keluarga untuk mencari nafkah,

Allah Swt. berfirman:

 وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ

"Kewajiban para ayah memberikan makanan dan pakaian kepada keluarga secara layak." (TQS al-Baqarah [2]: 233). 

Ketiga, Allah SWT memerintahkan penguasa untuk bertanggung jawab atas seluruh urusan rakyatnya, termasuk menjamin kebutuhan pokok mereka dengan cara memudahkan rakyat dalam mendapatkan makanan pokok. Rasulullah saw. bersabda:

 فَالْإِمَامُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

"Pemimpin atas manusia adalah pengurus dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus." (HR al-Bukhari, Muslim dan Ahmad).
Begitulah sempurnanya Islam mengatur kehidupan. Jika aturan Islam ini dijalankan secara keseluruhan (Kaffah) Maka In Syaa Allah akan mengantarkan kepada kesejahteraan, dan kemiskinan tidak akan langgeng sebagaimana saat ini.  Tentunya peraturan ini hanya bisa diterapkan dalam sistem pemerintahan Islam dalam naungan Khilafah bukan sistem kapitalisme. Wallahualam bissawab.

Oleh : Nur Itsnaini Maulidia
Sahabat Tinta Media 

Rabu, 18 Januari 2023

MMC: Stunting dan Kemiskinan Ekstrem Masih Jadi Program Pioritas 2023

Tinta Media - Muslimah Media Center (MMC) mengatakan, penanganan stunting dan kemiskinan ekstrem masih terus menjadi program prioritas pemerintah pada tahun 2023 ini. 

"Penanganan stunting dan kemiskinan ekstrem masih terus menjadi program prioritas pemerintah pada tahun 2023 ini," tutur narator MMC dalam Serba-Serbi MMC : Kemiskinan Ekstrem Mengakibatkan Darurat Stunting di kanal youtube Muslimah Media Center (MMC),  Selasa (17/1/2023)

Menurut narator, karena tidak ada kemajuan yang cukup berarti dalam perbaikan dua persoalan besar ini. "Tidak ada kemajuan yang cukup berarti dalam perbaikan stunting dan kemiskinan ekstrem sehingga penanganan dua persoalan tersebut masih menjadi program prioritas pada tahun 2023 ini,” ujarnya.

Narator menyampaikan, pemerintah mengklaim telah berupaya keras menurunkan kemiskinan dan stunting. Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan atau Menko PMK  Muhajir Effendi juga mengatakan pemerintah melakukan upaya serius dalam penanganan stunting dan kemiskinan ekstrem melalui intervensi gizi spesifik yakni referensi yang berhubungan dengan peningkatan gizi dan kesehatan; dan intervensi gizi sensitif yakni intervensi pendukung untuk mempercepat penurunan stunting seperti penyediaan air bersih MCK dan fasilitas sanitasi. 

Melihat cara penyelesaian tersebut, narator menilai sudah menjadi tabiat penguasa sistem kapitalisme ketika menyelesaikan masalah bukan pada akar masalah, namun diselesaikan di masalah turunan. “Padahal  sudah maklum di masyarakat ketidakmampuan seorang memenuhi kebutuhan pokok seperti pangan akan menyebabkan bahaya terhadap jiwanya semisal sakit,” ucap narator.

Mengutip pendapat Syekh Muhammad Ismail dalam kitabnya Fikrul Islam, narator menyampaikan  makan merupakan hajatul udhowiyah atau kebutuhan jasmani yang harus dipenuhi seketika dan saat itu juga. Jika pemenuhannya ditunda atau tidak dipenuhi secara layak akan menimbulkan dhoror atau bahaya terhadap jiwa. “Maka ketika terjadi stunting bisa dipastikan gizi makanan anak-anak tersebut tidak dipenuhi secara layak sehingga tumbuh kembang mereka terganggu. Salah satu penyebab ketidaklayakan pemenuhan gizi adalah kemampuan ekonomi keluarga dalam menyediakan gizi yang baik untuk anak-anak,” ujarnya.

Menurutnya, ketidakmampuan ekonomi keluarga ini pasti dipicu oleh kemiskinan. Dan kemiskinan yang terjadi saat ini adalah kemiskinan sistemik,  pasalnya kemiskinan yang terjadi merupakan dampak penerapan sistem ekonomi kapitalisme yang membuat para Kapital legal menguasai kekayaan alam yang notabenya kekayaan tersebut merupakan harta kepemilikan umum atau rakyat.  

“Hasil yang melimpah dari sektor kepemilikan umum masuk ke dalam kantong-kantong korporat  sehingga negara tidak memiliki dana untuk mengurus rakyatnya. Justru yang ada penguasa kapitalisme memalak rakyat dengan pajak. Rakyat pun juga susah mencari pekerjaan yang layak  sebab penguasa kapitalisme hanya regulator para Kapital yang tugasnya adalah memastikan setiap regulasi memberi keuntungan kepada para Kapital akibatnya kemiskinan sistemik terjadi,” bebernya.

Narator juga menyampaikan kondisi ini semakin diperparah di mana layanan publik dikomersialisasi. Kesehatan, pendidikan, dan keamanan diperjualbelikan kepada rakyat dan mereka harus membayar jika ingin menikmati layanan ini. Begitu juga dengan kebutuhan pokok seperti sandang, pangan dan papan. “Kebutuhan yang seharusnya murah dan terjangkau bagi masyarakat justru dimonopoli oleh swasta sehingga hanya mereka yang memiliki kelebihan harta yang mampu membelinya. Sedangkan yang miskin hanya bisa menahan bahkan bermimpi untuk bisa tercukupi . Inilah akar masalah kemiskinan dan stunting,” ungkapnya.

Solusi Alternatif

Untuk menyelesaikan problem kronis ini, menurutnya, dibutuhkan sistem ekonomi alternatif agar mampu menyelesaikan problem kronis  ini . “Satu-satunya solusi yang mampu menyelesaikan masalah ini adalah sistem yang disebut Khilafah . Penguasa dalam sistem Khilafah berjalan di atas syariat Islam sehingga setiap kebijakan yang diterapkan tidak akan keluar dari syariat. Sedangkan syariat memerintahkan penguasa adalah khadimul ummah atau pelayan umat,” jelasnya.

Narator mengutip hadits riwayat al Bukhari, Rasulullah Saw. bersabda : ‘Seorang Imam adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawabannya’ . “Maka menyelesaikan kasus kemiskinan dan stunting akan begitu mudah oleh Khilafah  karena negara menerapkan Politik Ekonomi Islam. Mekanismenya diawali dari Negara menjamin setiap individu per individu masyarakat terpenuhi kebutuhan pangan dan nutrisi mereka,” paparnya.

Agar jaminan tersebut terwujud, menurut narator ada empat hal yang harus dilakukan. Pertama, Khilafah menyediakan lapangan pekerjaan yang luas sehingga tidak ada satu laki-laki pun yang tidak mendapatkan pekerjaan.  “Dengan bekerja setiap laki-laki yang memiliki tanggung jawab nafkah mampu memenuhi kebutuhan pokok berupa sandang, pangan, dan papan keluarganya. Konsep ini akan menuntaskan stunting dari sisi keluarga karena anak-anak tercukupi gizinya,” tambahnya.
 
Kedua, negara akan fokus pada peningkatan produksi pertanian dan pangan berikut segala riset dan jaminan kelancaran seluruh proses pengadaannya. “Khilafah juga akan mendata ketersediaan dan distribusi pangan agar tepat sasaran. Jikalau memang tidak tercukupi Khilafah bisa meminta bantuan wilayah Khilafah yang lain atau impor untuk sementara waktu,” imbuhnya.
 
Ketiga, Khilafah akan menutup celah monopoli pasar oleh para spkulan sehingga harga barang di pasar akan mengikuti mekanisme pasar. “Supply dan demand barang juga dikontrol oleh negara. Konsep ini akan membuat masyarakat bisa menjangkau kebutuhan pokok dan gizi keluarga mereka,” tandasnya.
 
Keempat, Khilafah akan melarang penguasa maupun privatisasi sumber daya alam oleh para kapital. Lebih lanjut narator menjelaskan dalam Islam kekayaan alam adalah harta kepemilikan umum yang haram untuk dikuasai oleh sebagian orang. 

Narator menegaskan bahwa Islam mengatur pengelolaan kekayaan ini ada di tangan penguasa yang hasilnya diberikan seluruhnya kepada masyarakat. Dengan ini bisa dipastikan setiap anak akan mendapatkan jaminan dan layanan kesehatan yang berkualitas dan gratis. Kesehatan dan kebutuhan gizi mereka pun bisa terpantau.

 “Hanya dengan penerapan sistem ekonomi Islam dalam bingkai sistem Islam kaffahlah problem kemiskinan dan stunting bisa tuntas diselesaikan tak hanya di negeri ini namun juga di seluruh dunia,” pungkasnya.[] Erlina

Sabtu, 19 November 2022

Pernikahan Dini Penyebab Rumah Tangga Miskin Baru, Pakar Parenting: Berpikir Seperti Ini Tidak Holistik

Tinta Media - Melihat fenomena banyaknya orang miskin atau bertambahnya keluarga miskin sebagai akibat dari budaya yang ada di masyarakat, dalam hal ini adalah pernikahan dini, dinilai Pakar Parenting sekaligus Penulis Buku The Model for Smart Parents Nopriadi Hermani, Ph.D., merupakan cara berpikir tidak holistik.

“Berpikir seperti ini tidak holistik, sehingga gak akan sampai pada solusi yang tepat,” nilainya kepada Tinta Media, Kamis (17/11/2022).

Maka, ia tegaskan solusinya harus holistik dan benar. “Penjelasannya akan panjang. Cuma saya punya kesimpulan singkat,” jelasnya. 

“Keluarga miskin baru, pergaulan bebas dan banyak lagi problem-problem pembangunan manusia dihasilkan oleh kesalahan kita dalam memanage manusia. Kesalahan ini diawali dari cara kita mengatur manusia tidak berdasarkan panduan dari Dzat yang mengatur manusia, yaitu Allah SWT,” jelasnya lebih lanjut.
 
Padahal, menurutnya semua tahu bahwa Allah SWT menciptakan manusia dan Allah SWT memberi panduan bagaimana manusia mengatur dirinya dan sesamanya. Ia mengajak melihat selama ini ketika membuat kebijakan, perundang-undangan atau membangun sistem di tengah-tengah masyarakat apakah membuka dulu panduan dari Sang Pencipta? Apakah selama ini menjadikan Islam sebagai referensi dalam mengatur kehidupan manusia? 

“Jawabnya tidak. Kita lebih percaya pada pikiran manusia yang berlepas dari agama. Kita lebih memilih ilmu pengetahuan yang berbasis pada sekulerisme sebagai dasar membangun kebijakan dan aturan,” jawabnya. 

“Jadi, bagaimana agar kehidupan kita on the track penuh keberkahan dan tidak menghadapi masalah seperti munculnya keluarga miskin baru dan pergaulan bebas maka kembalilah pada panduan dari Sang Pencipta,” tegasnya menambahkan.

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (TQS. Al-Araf : 96)

Pergaulan Bebas

Terkait pergaulan bebas, menurut Nopriadi mestinya Pak Menteri juga mempermasalahkan. “Ini problem besar yang ada di negeri kita. Mestinya beliau bekerja keras, termasuk menggandeng banyak pihak untuk mengatasi masalah pergaulan bebas beserta dampak-dampaknya,” terangnya. 

“Nah, ini juga sama. Bila pergaulan bebas semakin marak berarti ada sistem atau kebijakan yang terus memproduksi itu,” tegasnya.  

Akar Masalah

Menurutnya masalah yang ada di negeri ini ruwet. “Dan orang seringkali terlalu menyederhanakan masalah untuk memahami keruwetannya,” tuturnya.

“Apa menyebabkan apa menjadi terdengar sangat simplisitis,” tambahnya.

Bila pernikahan dini dianggap mengakibatkan munculnya 50 persen keluarga miskin baru, maka Nopriadi mempertanyakan apakah kalau pernikahan di negeri ini tidak dini kemiskinan baru tidak akan terbentuk? 
“Bila pernikahan dini diartikan menikah dalam kondisi tidak siap ilmu dan nafkah maka memang berpotensi menghasilkan keluarga miskin baru. Tidak hanya kemiskinan tapi juga rumah tangga yang berantakan,” tegasnya.

Menurutnya, itu bisa terjadi pada usia pernikahan di atas atau di bawah batas usia 19 tahun sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. Artinya bila masyarakat kita di bawah 19 tahun belum siap ilmu dan nafkah dalam menikah maka pernikahan itu melahirkan keluarga bermasalah. “Begitupun bila masyarakat kita di atas 19 tahun belum siap ilmu dan nafkah dalam menikah, maka akan melahirkan keluarga bermasalah,” paparnya.
 
Terkait kemisikinan, ini ia menganggap perlu memahami akar masalahnya. Menurut Nopriadi, yang bertanggungjawab terhadap kemiskinan dan kesejahteraan rakyat itu adalah pemerintah. “Itu tanggung jawab utama pemerintah terkait ekonomi rakyat,” ujarnya.
 
“Bila masyarakat itu banyak yang miskin berarti masalah utamanya ada pada kebijakan atau sistem yang digunakan pemerintah dalam mengurusi ekonomi masyarakat. Bila keluarga miskin baru terus bertambah maka berarati ada kebijakan atau sistem yang bekerja memproduksi itu,” tegasnya lebih lanjut.
 
Ia menjelaskan secara sederhana, masih banyaknya keluarga miskin menunjukkan pemerintah belum atau tidak mampu menyediakan lapangan pekerjaan yang dibutuhkan masyarakat untuk bisa hidup layak. 

“Bila dikhawatirkan keluarga miskin baru akan terus bertambah, maka itu menunjukkan pemerintah belum punya solusi bagaimana membuat masyarakat keluar dari kemiskinan dan dapat hidup layak,” ucapnya.

Bahkan ia meragukan, jangan-jangan standar kelayakan hidup masyarakat saja belum layak. “Menurut saya, sebagaimana ajaran Islam, hidup layak itu bila seseorang tercukupi kebutuhan pokoknya berupa sandang, pangan, papan dan terpenuhi pula jasa pokok berupa pendidikan, kesehatan dan keamanan yang baik,” jelasnya.
 
Ia menambahkan, bahwa pemerintah dikatakan sukses bila mampu membuat setiap orang di negara tersebut terpenuhi kebutuhan pokok dan jasa pokok ini. “Bagaimana agar pemerintah bisa memenuhi kebutuhan dan jasa pokok untuk setiap warga negara?” tanyanya.

Menurut Nopriadi, sebaiknya pemerintah perlu mengambil sistem dan politik ekonomi Islam. Sistem kapitalisme yang diadopsi pemerintah selama ini menurutnya telah berhasil menciptakan dan menambah kemiskinan masyarakat dan kesenjangan ekonomi di tengah-tengah masyarakat. “Inilah akar masalahnya. Penjelasannya akan sangat panjang,” ujarnya.

Terkait mengapa pernikahan dini dipermasalahkan, tetapi pergaulan bebas seakan dibiarkan? Nopriadi mengaku tidak tahu persis kenapa Pak Menteri mempermasalahkan pernikahan dini sebagai penyebab keluarga miskin. 

“Bisa jadi karena sangat sektoralnya berpikir Pak Menteri, sehingga melihat problem pembangunan manusia sebatas ruang lingkup bidang kementeriannya,” pungkasnya.[] Raras

Kamis, 03 November 2022

Problem Terbesar Manusia adalah Kemiskinan

Tinta Media - Muslimah Media Center (MMC) menyatakan bahwa Islam menilai kemiskinan sebagai problem terbesar manusia.

“Islam memandang kemiskinan adalah problem terbesar dalam kehidupan manusia, karena dampaknya banyak menimbulkan keburukan,” ungkap  Narator MMC dalam Sumbangan Peradaban Islam: Jaminan Sosial Islam Mengentaskan Kemiskinan, Ahad (30/10/2022) di kanal YouTube Muslimah Media Center.

Kemiskinan, sambungnya, bisa membahayakan akidah seseorang merusak akhlaknya dan mengganggu ketenteraman masyarakat. Selain itu, kemiskinan juga melahirkan kelaparan, penyakit kebodohan, dan lemahnya kemampuan mengeksplorasi sumber-sumber alam dan manusia.

“Problem ini akan melahirkan dampak lanjutan, yakni menurunnya tingkat sarana produksi di daerah-daerah yang miskin, menurunnya pemasukan layanan kesehatan dan pendidikan, kejumudan sosial, keterbelakangan peradaban, dan lain-lain,” paparnya.

Karena itu, menurutnya, kemiskinan adalah bencana dan musibah yang harus ditanggulangi. “Ketegasan ini terlihat dari doa Rasulullah SAW, yang memohon perlindungan kepada Allah dari keburukannya, ‘Ya Allah aku memohon perlindungan kepada-Mu dari kekafiran dan kemiskinan’. Diantara cara yang diterapkan Islam untuk menanggulangi kemiskinan adalah himbauan bekerja dan sederhana dalam pembelanjaan,” jelasnya.

 Selain itu, lanjutnya, ada sistem jaminan sosial yang dilakukan secara komunal oleh masyarakat dan negara. Islam menerapkan bahwa ada hak bagi fakir miskin dalam harta orang-orang yang kaya, maka jaminan sosial akan terwujud dalam mekanisme zakat, sedekah, infak, dan sejenisnya.

Sementara, tambahnya, negara berperan dalam jaminan tidak langsung dan jaminan secara langsung. Dalam jaminan secara tidak langsung, negara wajib menyediakan lapangan pekerjaan bagi setiap laki-laki yang memiliki tanggung jawab nafkah. Mereka dipastikan memiliki pekerjaan yang layak sehingga bisa memenuhi kebutuhan pokok keluarganya, seperti sandang, pangan dan papan secara makruf.

 Narator menuturkan, “jaminan secara langsung itu terwujud tatkala negara mengalokasikan dana dari Baitul Mal untuk membiayai kebutuhan dasar publik, seperti layanan kesehatan, jaminan pendidikan, dan keamanan”.

Menurutnya, jaminan ini akan membuat semua warga, baik miskin, kaya, orang muslim, dan non muslim atau kafir zimmi mendapatkan hak-hak jaminan hidup mereka secara gratis dan berkualitas, tidak Ada kecemburuan sosial akibat diskriminasi layanan sosial.

Ia menyampaikan bahwa mudah sekali bagi Daulah Khilafah menyelesaikan masalah kemiskinan, karena baik orang kaya dan negara faham tugas dan kewajibannya masing-masing. “Alhasil masyarakat yang pernah mencicipi manisnya Daulah Khilafah tidak akan mengelak jaminan sosial yang begitu luar biasa ini,” tukasnya.

Sayang sekali, kenang narator, tatkala Daulah Khilafah runtuh di tahun 1924 lalu , kaum lemah tertindas dengan ketimpangan sosial yang dilahirkan dari penerapan sistem kapitalisme. Sebab sistem ini menjadikan para pemilik modal menjadi penguasa sesungguhnya, mengerdilkan peran negara, dan mengeksploitasi kekayaan umat.

“Jadilah kemiskinan yang dipandang Islam sebagai bencana benar-benar terjadi. Tidakkah kita ingin mengakhiri semua ini dan kembali kepada keberkahan Daulah
Khilafah?” sarkasnya.[] Wafi

Selasa, 27 September 2022

Kemiskinan dan Kelaparan Akan Terus Berlanjut Selama Sistem Sekuler Kapitalistik Dipraktikkan

Tinta Media - Problem kemiskinan dan kelaparan yang berujung pada warga meninggal, menurut Muslimah Media Center (MMC) akan terus berlanjut selama sistem sekuler kapitalistik dipraktikkan.

“Semua yang terjadi bukanlah kasus baru dan akan terus berlanjut selama sistem sekuler kapitalistik terus dipraktikkan,” ujar Narator pada rubrik Serba-serbi MMC: 50 Persen Warga Alami Kelaparan Tersembunyi, Buah dari Penerapan Kapitalisme, Jumat (23/9/2022) di kanal YouTube MMC Lovers.

Narator mengungkap, masalah kemiskinan yang berujung kelaparan hingga kematian yang masih sering ditemukan di negeri ini.

“Salah satunya, peristiwa meninggalnya 6 warga Baduy di Kabupaten Lebak Banten baru-baru ini. Meninggalnya 6 warga tersebut sebelumnya dianggap misterius. Namun, Dinas Kesehatan Provinsi Banten berhasil mengungkapnya. Kepala Dinkes Banten dokter Ati Pramudji Hastuti mengatakan keenam orang itu ternyata meninggal karena penyakit tuberkulosis,” ungkapnya.

Ia juga menyampaikan bahwa dalam rentang waktu itu pula petugas kesehatan juga menemukan penyakit malaria, campak rubella, bahkan stunting di wilayah Baduy. 

“Nasib pilu juga dialami oleh seorang warga Kampung Haursea Cipicung Banyuresmi Garut Jawa Barat, adalah undang yang berusia 42 tahun yang rumahnya dirobohkan pada hari Sabtu 10 September 2022 lalu oleh rentenir, usai warga itu tidak bisa melunasi utang sang istri senilai 1,3 juta,” ucapnya.

Berita yang tak kalah memilukan atas nasib warga di negeri ini menurut narator adalah apa yang diungkapkan oleh Guru Besar Ilmu Gizi Fakultas Ekologi Manusia IPB University Drajat Murtianto.

“Ia menemukan bahwa 50% penduduk Indonesia mengalami kelaparan tersembunyi hal itu disebabkan kekurangan zat gizi mikro berupa zat besi, yodium, asam folat, seng, vitamin A, dan zat gizi mikro lainnya,” paparnya.

Ia menjelaskan bahwa pada tahun 2015, PBB menargetkan kelaparan dunia berakhir 2030. “Awalnya target tersebut tampak sangat mungkin untuk dicapai. Namun, sekarang laporan terbaru terkait indeks kelaparan Global yang dikeluarkan Welthangerlife and Concern Worldwide mengindikasikan bahwa perang melawan kelaparan sudah sangat luar jalur,” jelasnya.

“Ini berdasarkan data jumlah orang yang tidak mendapatkan nutrisi yang layak di dunia yang pada 2020 angkanya meningkat menjadi 2,4 miliar orang atau hampir sepertiga populasi dunia,” tambahnya. 

Narator menilai, dalam sistem ekonomi kapitalisme yang hanya berpihak pada segelintir orang telah menjadikan sebagian besar penduduk dunia jatuh dalam jurang kemiskinan. “Pasalnya sistem ini telah melibatkan pihak swasta dalam mengelola kebutuhan strategis rakyat, baik kebutuhan pangan, layanan pendidikan, hingga kesehatan,”nilainya.

Ia menambahkan bahwa semuanya legal dijadikan sebagai objek komersialisasi oleh para pemilik modal. “Alhasil, untuk mendapatkan dan mengakses kebutuhan tersebut, rakyat harus membayar mahal atas dasar hitung-hitungan bisnis para kapitalis,” tuturnya.

Ia merasa miris, sistem ekonomi kapitalisme juga telah menjadikan distribusi pangan berada di bawah kendali para kapitalis. “Alhasil, proses distribusi pangan menemui beragam kendala,” ungkapnya.

Dicontohkannya, seperti tidak sampainya bahan makanan ke tempat-tempat yang sudah dijangkau. “Kalaupun sampai, pasti dengan harga yang mahal akibat rantai distribusi yang panjang,” jelasnya.

“Tidak hanya itu, banyak tengkulak nakal yang sengaja menimbun bahan pangan agar untung besar. bahan tersebut akan dikeluarkan ketika harga pangan meningkat,” lanjutnya menjelaskan.

Menurut narator, kemiskinan dan kelaparan hanya akan selesai manakala Islam diterapkan.“Penerapan Islam secara sempurna terbukti mengangkat manusia pada kedudukan yang terbaik,” tuturnya.

“Bahkan Allah SWT menurunkan berkahnya dari langit dan bumi,” tegasnya.

Narator mengungkap fakta pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang sulit sekali mencari orang miskin tidak ada yang mau menerima zakat, karena mereka merasa mampu. “Bahkan ketika Khalifah mencari para pemuda untuk dinikahkan, semuanya menyatakan kalau bisa membiayai pernikahannya sendiri,” ungkapnya.

Menurutnya, prestasi itu diperoleh karena Sang Khalifah menerapkan aturan Islam secara sempurna. “Aturan Islam telah memberi solusi tuntas bagi pencegahan serta penanganan krisis pangan dan kelaparan,” ucapnya.

Hal ini berangkat dari sabda Rasulullah SAW: “Imam atau Khalifah adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat yang diurusnya,” (HR Muslim dan Ahmad).
 
Ia menjelaskan, di dalam negeri, politik pangan Islam adalah mekanisme pengurusan hajat pangan seluruh individu rakyat. “Negara Khilafah akan memenuhi kebutuhan pokok tiap rakyatnya baik berupa pangan, pakaian dan papan. Mekanismenya adalah dengan memerintahkan para laki-laki untuk bekerja seperti pada Qur’an surah Al-Baqarah ayat 233 dan menyediakan lapangan kerja seluas-luasnya bagi mereka,” jelasnya. 

Diterangkannya juga bagi yang tidak mampu bekerja karena sakit, cacat, ataupun yang lainnya, maka Islam telah menetapkan nafkah mereka dijamin kerabatnya. “Tapi jika kerabatnya juga tidak mampu, maka Negara Khilafah yang akan menanggungnya,” terangnya.
 
Narator juga memaparkan, sistem ekonomi Islam masalah produksi, Baik produksi primer atau pengolahan distribusi dan konsumsi akan terselesaikan. “Dalam hal distribusi pangan, negara akan memutus rantai panjang distribusi sebagaimana dalam sistem kapitalisme, tengkulak yang nakal akan dikenai sanksi, sarana distribusi yang murah akan disediakan,” paparnya.

“Dengan demikian, hasil pertanian akan merata ke seluruh lapisan masyarakat,” tegasnya. 

Dijelaskannya pula bahwa Negara Khilafah mampu memenuhi semua jaminan kebutuhan pokok rakyatnya tanpa kekurangan sedikitpun. “Hal tersebut bisa terjadi karena di dalam Islam, sumber daya alam termasuk dalam harta kepemilikan umum, dimana pengelolaannya dilakukan oleh negara Khilafah yang hasilnya dikembalikan sepenuhnya kepada seluruh rakyat dalam bentuk berbagai pelayanan publik,” jelasnya.

“Sehingga semua fasilitas dan layanan pendidikan kesehatan dan juga keamanan bisa didapatkan semua rakyat secara gratis,” tandasnya.[] Raras
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab