Tinta Media: Kemiskinan
Tampilkan postingan dengan label Kemiskinan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kemiskinan. Tampilkan semua postingan

Selasa, 10 Oktober 2023

Catatan KTT G20, Di Balik Green Screen Ada Ratusan Ribu Orang Miskin


Tinta Media - Publik dunia tersentak saat KTT G20 di New Delhi ternyata pemerintah New Delhi menyembunyikan kemiskinan yang dialami oleh ratusan ribu orang di ibukota negaranya. Pemerintah India menutup kawasan kumuh atau kawasan miskin itu dengan green screen atau penutup berwarna hijau seolah-olah ini adalah satu sambutan kepada delegasi yang datang. Aktivis Muslimah, Iffah Ainur Rochmah memberikan catatan, di balik green screen ternyata ada ratusan ribu orang miskin.

“Di balik green screen itu ada ratusan ribu orang yang sedang mengalami kemiskinan dan bertolak belakang dengan apa yang dibanggakan oleh negaranya sebagai negara dengan ekonomi terkuat di wilayah Selatan,” ungkapnya, dalam Muslimah Talk: Di Balik Layar Hijau KTT G20 India Tersembunyi Puluhan Ribu Warga Miskin, di kanal Youtube Muslimah Media Center, Sabtu (7/10/2023).

Ia menambahkan, yang menyembunyikan borok hasil pembangunan kapitalistik bukan hanya India.

“Di Amerika, sudah terekspos ke publik bagaimana orang-orang miskin, tunawisma, orang-orang yang terlantar karena tidak mendapatkan akses sumber daya ekonomi, ternyata dibiarkan. Dan jumlah mereka bukan ratusan ribu lagi, tapi jutaan hingga belasan juta,” bebernya.

Bahkan, lanjutnya, di kawasan paling elit untuk pengembangan teknologi di sekitar Silicon Valley Amerika, itu juga ada kawasan-kawasan kumuh yang sudah sering terekspos, padahal sangat dekat dengan pusat masuknya uang untuk menambah jumlah hitungan pemasukan negara.

“Demikian pun di Cina, beberapa tahun lalu Cina pernah kedapatan memindahkan sekitar 2 juta penduduk dari kawasan kumuh ke tempat tertentu yang pemindahan itu tidak bermakna mereka lebih sejahtera,” terangnya.

Tidak Manusiawi

Menurut Iffah, kepemimpinan ideologi kapitalisme termasuk dalam sistem ekonominya tidak manusiawi. “Semua itu karena manusia tidak memiliki kemampuan untuk menghasilkan sistem yang adil,” kritiknya.

Bicara soal ekonomi, sambungnya, manusia punya naluri untuk mengembangkan kekayaan, naluri untuk memperbanyak harta yang dimiliki.

“Kalau dikembalikan kepada apa yang dipikirkan oleh manusia sebagai sistem terbaik yang sanggup mereka rancang, maka tetap bahwa sistem ekonomi yang dibuat oleh manusia itu akan eksploitatif yakni akan ada kecenderungan untuk mengeksploitasi atau mengambil keuntungan sebesar-besarnya dengan pengorbanan sekecil-kecilnya, dari sumber daya alam maupun sumber daya ekonomi,” bebernya.

Karena itu, simpulnya, sistem ekonomi kapitalistik ataupun sistem ekonomi buatan manusia yang lain cenderung akan eksploitatif.

“Bahkan di dunia barat itu kita kenal ada prinsip homohominilupus, yaitu prinsip manusia yang satu bisa memakan manusia yang lain asalkan punya kemampuan,” imbuhnya.

Dalam sistem ekonomi seperti ini, ucapnya, akan terus terjadi ketidakstabilan, akan ada konflik, akan ada penindasan dan perlawanan dari pihak yang tertindas. Dan ini memunculkan ketidaktenangan pada semua pihak.

“Ketika seseorang menikmati keuntungan dari hasil membodohi, mengeksploitasi, ataupun memanipulasi kemaslahatan orang lain, pasti akan ada rasa tidak tenang,” terangnya.  

Demikian juga pada level negara, ulasnya, boleh jadi negara-negara yang disebut sebagai negara dengan ekonomi terkuat tadi mendapatkan banyak sekali keuntungan dari aktivitas ekonomi yang dibolehkan atau diizinkan oleh sistem kapitalisme.

“Tetapi apa yang dilakukan oleh sistem kapitalisme ini mengeksploitasi negara lain, mengeksploitasi manusia yang lain. Perdagangan bebas membuat ada persaingan tidak sehat. Perampokan sumber daya alam atas nama investasi juga terus terjadi,” urainya.

Maka negara-negara kapitalistik ini, jelasnya,  bukan hanya akan menerima kemarahan atau kebencian dari negara-negara yang menjadi korban kerakusan dan eksploitasi sistem ekonominya, tapi juga akan mendapatkan kritik dan protes dari rakyatnya sendiri. “Pada titik tertentu rakyat akan menyadari mereka hidup dan mendapatkan keuntungan dari hasil perampokan yang dilakukan oleh negaranya di atas prinsip-prinsip kapitalistik,” tambahnya.

Menurutnya, negara yang menggunakan sistem ekonomi kapitalisme akan terus diliputi oleh kondisi ketidakstabilan sosial, ketidakstabilan politik, dan bahkan akan terus mendapatkan guncangan dari bangsa-bangsa ataupun negara-negara lain yang menjadi korbannya.

Sistem Islam

Dalam pandangan Iffah, sistem terbaik yang bisa mengayomi, menyejahterakan dan membuat dunia stabil tidak lain adalah sistem Islam. Dari sistem Islam, ujarnya, lahir sistem ekonomi Islam yang menjelaskan bahwa Allah Taala memerintahkan kepada negara untuk memberlakukan prinsip-prinsip ekonomi yang ditetapkan oleh syariat.

“Negara harus memiliki regulasi yang memastikan semua pihak baik individu, organisasi ataupun kelompok usaha, perusahaan-perusahaan, baik perusahaan dalam negeri maupun perusahaan asing atau aktivitas ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara lain, semuanya harus diarahkan untuk tunduk kepada sistem ekonomi Islam,” terangnya.

Pemberlakuan sistem ekonomi Islam, lanjutnya, tidak hanya diberlakukan oleh Khilafah tapi juga akan menjadi role model yang dicontoh oleh negara-negara lain di dunia.

“Negara-negara lain di dunia akan menyesuaikan aktivitas ekonominya ketika berhubungan dengan negara Khilafah tadi dengan prinsip-prinsip yang diambil oleh kaum muslimin yang ditetapkan oleh syariat,” jelasnya.

Dalam pandangan Iffah, pemberlakuan sistem ekonomi Islam bukan hanya menyejahterakan, tetapi akan semakin memperbesar pemasukan negara, ketersediaan lapangan kerja, terwujud keadilan ekonomi yang akan dinikmati oleh muslim maupun nonmuslim.

“Karena itu, kita membutuhkan hadirnya kembali sistem ekonomi Islam. Sistem ekonomi Islam tidak akan mengedepankan gengsi dengan ukuran materialistik, tetapi akan mampu memberikan pelayanan, memastikan terealisirnya kesejahteraan bagi seluruh individu rakyat tanpa kecuali,” bangganya.

Iffah berharap, kerinduan hadirnya sistem Islam harus ditindaklanjuti dengan ikhtiar melakukan perubahan.

“Memperkenalkan kembali sistem ekonomi Islam dan terus memupuk kesadaran dan keinginan untuk kembali terwujudnya sistem politik Islam,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun

               

 

Jumat, 15 September 2023

Kemiskinan Ekstrem Hanya Bisa Diatasi dengan Sistem Islam



Tinta Media - Pandemi Covid-19 telah berakhir, tetapi efeknya masih terasa hingga kini. Salah satunya adalah kondisi ekonomi yang buruk alias kemiskinan. Bukan kemiskinan biasa, tetapi kemiskinan ekstrem yang terjadi di kawasan Asia Pasifik yang diperkirakan oleh Bank Pembangunan Asia (ADB) sebanyak 155,2 juta orang atau 3,9% dari populasi kawasan. Jumlah ini meningkat 67,8 juta dibandingkan masa sebelum  pandemi dan inflasi tinggi. (detikNews.com)

ADB mengategorikan kemiskinan ekstrem jika pendapatan kurang dari US$2,15 (setara Rp32.000) per hari atau sekitar kurang dari Rp1 juta per bulan. Angka ini belum disesuaikan dengan kenaikan inflasi akibat perang di Ukraina yang melumpuhkan rantai suplai makanan global.  

Sistem kapitalis tidak memiliki batasan baku tentang kemiskinan sehingga setiap negara memiliki standar kemiskinan yang berbeda-beda.

Pada 2030, ADB memperkirakan 1,26 miliar penduduk di Asia akan rentan secara ekonomi. Hal ini ditafsirkan melalui pendapatan antara US$3,65 hingga 6,85 atau sekitar Rp100 ribu per hari, setara Rp3,1 juta per bulan. Untuk itu, pemerintah di Asia diimbau untuk memperkuat jejaring pengaman sosial guna mencegah krisis bereskalasi. 

Kepala Ekonom ADB, Albert Park mengatakan bahwa lonjakan inflasi telah membuat masyarakat miskin menjadi pihak yang paling dirugikan karena mereka kehilangan kemampuan dalam membeli kebutuhan pokok, seperti makanan dan bahan bakar karena harganya semakin mahal.

Masyarakat miskin juga kehilangan kemampuan untuk menabung, membayar layanan kesehatan, dan berinvestasi di bidang pendidikan. Mereka seperti terjebak dalam jurang kemiskinan dan sangat sulit keluar. Akhirnya, mereka tetap bahkan semakin miskin.

Mirisnya, kondisi yang bertolak belakang pun terjadi, yaitu dengan tumbuhnya angka populasi ultra-high net worth (UHNW) atau individu yang berpenghasilan sangat tinggi di kawasan Asia Pasifik sekitar 51% selama periode 2017-2022.  

Indonesia tercatat sebagai salah satu negara yang mencetak orang-orang kaya ini atau yang sering disebut para sultan. Dalam edisi terbaru The Wealth Report (segmen Wealth Sizing Model) dari Knight Frank disebutkan bahwa Singapura, Malaysia, dan Indonesia memiliki pertumbuhan UHNW tercepat di Asia, yaitu sebesar 7-9%.

Fakta ini menunjukkan bahwa dalam sistem kapitalis fenomena yang kaya makin kaya dan yang miskin semakin miskin itu benar adanya. Ketimpangan sosial sangat terpampang nyata. Ada yang punya rumah mewah lengkap dengan fasilitas serba wah, koleksi kendaraan mewah, barang-barang bermerek, jalan-jalan keliling dunia, dan segala kenikmatan dunia  yang melimpah. 

Sementara, di tempat lain ada yang tidak bisa makan hingga mati kelaparan, tidak mampu mengakses layanan kesehatan hingga meregang nyawa, putus sekolah, bahkan melakukan kejahatan demi bertahan hidup. Bahkan, tidak sedikit yang bunuh diri karena tidak lagi sanggup menghadapi kerasnya hidup. Para konglomerat hartanya kian bertambah, sementara rakyat kelas menengah ke bawah semakin susah.

Pemerintah melalui presiden Jokowi berencana akan menggelontorkan dana sebesar Rp493,5 triliun dari APBN 2024 untuk mempercepat penurunan kemiskinan tahun depan.(CNN Indonesia.com, 16/8/2023)
Dana ini juga dialokasikan untuk pembangunan sumber daya manusia (SDM).

Dilansir dari situs sepakat.bappenas.go.id, ada beberapa kebijakan yang dilakukan pemerintah guna menanggulangi kemiskinan ekstrem ini dengan tiga strategi utama, yaitu penurunan beban pengeluaran masyarakat,  peningkatan pendapatan masyarakat, dan meminimalkan kantong wilayah kemiskinan.

Pemerintah juga berusaha meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan memudahkan investasi, pendataan penduduk, dan sinergi antarlembaga terkait.

Namun, semua ini belum mampu menuntaskan masalah kemiskinan ekstrem ini karena terjadi secara sistemik, jadi hanya bisa diselesaikan dengan solusi yang sistemik pula.

Akar Masalah Kemiskinan

Kemiskinan yang terjadi hari ini disebabkan karena penerapan sistem ekonomi kapitalis. Dalam sistem ini, prinsip ekonominya adalah meraih keuntungan atau materi sebanyak-banyaknya. Tidak peduli halal haram, asal bisa mendatangkan keuntungan materi akan dilakukan. 

Dalam sistem ini, kepemilikan umum bebas dikuasai individu atau swasta. Imbasnya adalah masyarakat terhalang untuk menikmatinya. Fasilitas publik juga dijadikan lahan untuk dikomersialkan. 

Kesehatan, pendidikan, dan keamanan yang seharusnya menjadi hak rakyat harus dibayar mahal. Ditambah dengan mental para pejabat yang buruk, tidak amanah yang justru memanfaatkan kekuasaan demi kepentingan pribadi dan melakukan berbagai kezaliman. Korupsi kian menggurita dari level bawah hingga atas.

Islam Solusi Atasi Kemiskinan Ekstrem

Apapun masalahnya, Islam punya solusinya. Ini bukanlah slogan semata. Telah terbukti dan teruji bahwa sistem Islamlah satu-satunya yang mampu menuntaskan masalah kemiskinan dan memberikan kesejahteraan bagi setiap individu yang hidup di dalamnya. 

Dalam  Islam kemiskinan diukur sejauh mana seseorang mampu memenuhi kebutuhan pokoknya berupaya sandang, pangan, papan, pendidikan dan kesehatan. Dalam kitab Nizam Iqtishadi karya Syekh Taqiyuddin an-Nabhani, kata fakir secara bahasa sama dengan ihtiyaj, yaitu membutuhkan. Sementara, secara syariah fakir adalah orang yang membutuhkan, yang keadaannya tidak bisa dimintai apa-apa. Atau orang yang menjadi lemah oleh kesengsaraan. 

Islam menganggap masalah kemiskinan manusia dengan standar yang sama, di negara mana pun, serta kapan pun. Kemiskinan dalam Islam adalah ketika tidak terpenuhinya kebutuhan primer secara menyeluruh. Kebutuhan primer dalam Islam ada tiga yaitu sandang, pangan, dan papan. Hal ini Allah jelaskan dalam QS At-Thalaq ayat 6, Al-Baqarah ayat 233 dan hadis riwayat Ibnu Majah.

Islam telah menjadikan pemenuhan kebutuhan primer serta mengusahakannya untuk orang yang tidak bisa memperolehnya adalah fardhu. Jika bisa dipenuhi sendiri oleh seseorang, maka pemenuhan itu menjadi kewajibannya. Jika ia tidak mampu memenuhinya, maka harus ditolong oleh orang lain. 

Mekanismenya ialah dengan pemenuhan nafkah ini oleh kerabat terdekat yang memiliki hubungan darah. Jika tidak ada, maka negara wajib menanggungnya dari baitul mal pada pos zakat. Apabila pos zakat tidak cukup maka diambil dari pos lain. Jika di Baitul mal tidak ada harta sama sekali, maka negara memungut pajak dari orang-orang kaya.

Negara Islam menjamin terpenuhinya kebutuhan primer secara tidak langsung, yaitu dengan menyediakan lapangan pekerjaan. Dengan adanya lapangan pekerjaan, maka laki-laki sebagai penanggung jawab nafkah dapat memenuhi kewajibannya. Negara tidak akan memberikan secara gratis makanan, pakaian, dan rumah sehingga masyarakat jadi malas. 

Negara juga bisa memberikan kesempatan pada setiap orang untuk menghidupkan tanah mati dan membeberikan hak untuk memilikinya. Negara juga bisa memberikan lahan pada mereka yang mampu menggarapnya. Jika mereka membutuhkan modal, negara bisa memberikan pinjaman modal tanpa riba, bantuan fasilitas penunjang seperti bibit, alat pertanian, teknologi dan lainnya. 

Dalam Islam, kepemilikan ada tiga, yaitu individu, umum, dan negara. Kepemilikan individu memungkinkan bagi siapa saja untuk memperoleh harta guna memenuhi kebutuhannya dengan cara-cara yang dibolehkan Islam, di antaranya bekerja, waris, kebutuhan akan harta untuk menyambung hidup, pemberian negara, dan harta yang diperoleh tanpa kompensasi harta atau tenaga.

Sementara, kepemilikan umum adalah izin Asy-Syari' kepada suatu komunitas masyarakat untuk sama-sama memanfaatkan benda/ barang, yaitu fasilitas umum, barang tambang yang tidak terbatas, dan sumber daya alam yang sifat pembentukannya menghalangi untuk dimiliki hanya oleh individu secara perorangan. Negara wajib mengelolanya dan hasilnya dikembalikan pada rakyat untuk memenuhi kebutuhan mereka.

Ketiga kepemilikan negara yang merupakan hak semua kaum muslim yang pengelolaannya menjadi wewenang Khalifah. Ia bisa mengkhususkan sesuatu untuk sebagian kaum muslim sesuai ijtihadnya. Contohnya fai', kharaj, jizyah, dan sebagainya.

Negara Islam juga akan menjaga agar distribusi kekayaan merata agar tidak berkumpul hanya pada sekelompok orang saja. Negara akan mengambil tanah pertanian yang tidak dikelola pemiliknya lebih dari tiga tahun dan memberikannya pada siapa saja yang membutuhkan. 

Dalam Islam juga ada kewajiban zakat, anjuran untuk berinfak, membantu sesama, memberikan utang, hibah, dan hadiah. Islam juga memiliki mekanisme pengelolaan harta, hukum seputar tanah, perdagangan dan industri, serta hukum muamalah. Islam melarang     cara-cara terlarang dalam pengembangan harta. Dengan mekanisme ini, keseimbangan ekonomi dalam masyarakat akan terwujud.

Pembangunan ekonomi dalam Islam bertumpu pada sektor riil. Ini berbeda dengan sistem kapitalis yang ditopang ekonomi nonriil yang rentan krisis. Selain itu, Islam memakai sistem uang emas, bukan kertas (fiat money) seperti sekarang yang rentan kena inflasi.

Dengan semua mekanisme ini,  kemiskinan ekstrem  memungkinkan diatasi. Kalau pun ada, biasanya terjadi dalam skala individu, dan itu semua bagian dari ujian Allah untuk hamba-Nya, bukan karena kesalahan sistem. Maka, sudah saatnya kita campakkan sistem kapitalis ini dan beralih pada sistem Islam. Sampai kapan kita harus merasakan kesulitan hidup ini, akibat kita tidak menerapkan aturan Allah? Hukum siapa yang lebih baik dari pada hukum Allah? Wallahua'lam bishawab.

Oleh: Yuli Ummu Raihan
Penggiat Literasi

Minggu, 03 September 2023

Asia Pasifik Dilanda Kemiskinan Ekstrem, Butuh Solusi Sistemik



Tinta Media - Kemiskinan masih menjadi masalah dalam sistem kapitalisme saat ini. Pandemi Covid-19 memang sudah berlalu, tetapi dampaknya luar biasa bagi kehidupan manusia. Salah satunya ialah angka kemiskinan yang semakin meningkat.

Asian Development Bank (ADB), memperkirakan sekitar 152,2 juta penduduk Asia Pasifik hidup di bawah kemiskinan ekstrem. Peningkatan jumlah ini dipicu oleh pandemi Covid-19 dan inflasi yang tinggi akibat perang Ukraina-Rusia yang memutus suplai makanan secara global. 

Rakyat yang terkategori masuk dalam kemiskinan ekstrem adalah kelompok masyarakat yang berpenghasilan sebesar USD 2,15 (setara Rp32 ribu) per hari, atau berkisar di bawah Rp1 juta per bulan, atau mereka yang tidak mampu mencukupi seluruh kebutuhan primernya, termasuk pangan, sandang, papan, kesehatan, sanitasi air bersih, dan informasi (detiknews.com, 25/8/2023).

Akibat kenaikan harga barang dan jasa, maka rakyat miskin paling terdampak karena mereka hanya mampu membeli produk kemasan kecil dengan harga yang lebih mahal. Wanita juga harus bekerja keras untuk membantu perekonomian keluarga, mengatur keuangan agar cukup di tengah harga yang melambung tinggi.

Menurut Albert Park, ekonom ADB, pemerintah negara Asia Pasifik harus memperkuat jejaring pengaman sosial untuk membantu rakyat miskin, menciptakan inovasi dan investasi untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru bagi rakyat. ADB akan menggelontorkan dana pinjaman/utang untuk membantu negara-negara Asia Pasifik agar bisa keluar dari kesulitan ekonomi. Padahal, solusi yang ditawarkan oleh ADB akan mengancam kedaulatan sebuah negara. 

Mirisnya, di tengah kondisi ini, kelompok Ultra High Net Worth Individual (UHNWI ) mengalami penambahan sekitar 51% selama tahun 2017-2022. Mereka adalah individu dengan kekayaan bersih sangat tinggi, setidaknya US$30 juta atau lebih, yaitu setara dengan Rp448 miliar aset likuid yang mudah dicairkan. Ini belum termasuk aset benda tidak bergerak, bisa berupa tabungan, saham, obligasi, dll. Sungguh sangat berbalik dengan kondisi rakyat miskin ekstrem. 

Menurut Wealth Report, Knight Frank memprediksi jumlah UHNWI di Indonesia pada 2026 akan mengalami peningkatan  sekitar 1.810 orang dengan kategori Ultra High Net Worth Individual. Ini bila dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2023 adalah 278,69 juta jiwa. Sungguh sangat ironis (detiknews.com, 25/8/2023).

Kesenjangan Sosial dan Ekonomi Semakin Melebar dalam Sistem Ekonomi Kapitalis

Sistem kapitalisme akan melahirkan individu-individu yang serakah dan tamak. Mereka tidak akan merasa cukup, tidak peduli kondisi rakyat yang kurang mampu. Dalam hal kepemilikan, harta yang menjadi kepemilikan umat dikuasai oleh segelintir orang. Para pemilik modal berkolaborasi dengan penguasa untuk mengusai kepemilikan umat, misalnya sumber daya alam. 

Bagi para kapitalis yang memiliki modal besar, mereka bisa menggeser pedagang-pedagang kecil yang mempunyai modal minim. Para kapitalis bisa membangun ritel yang bersih dan nyaman dengan harga jual barang dagangannya lebih murah, sedangkan rakyat kecil dengan modal seadanya, mereka hanya berjuang untuk hidup. 

Di sisi yang lain, pemerintah seakan membiarkan rakyat bertarung secara bebas tanpa beda kelas, seperti dalam ring tinju kelas bulu yang dilawan kelas berat. Siapa yang bisa bertahan, dialah yang hidup. 

Kemiskinan sistemik ini (kemiskinan akibat penerapan sistem) hanya akan menjadikan lingkaran setan yang akan memiskinkan yang miskin, dan memperkaya yang sudah kaya. Kita analogikan seorang yang lahir dari keluarga miskin, dia tidak mendapatkan kecukupan gizi, kesehatan, pendidikan yang layak. Sehingga, di saat besar, dia hanya mampu bekerja di sektor informal dengan gaji yang minim dan tanpa penjaminan kesehatan. Selanjutnya, saat dia berkeluarga, maka akan melahirkan generasi miskin berikutnya. 

Di sinilah peran negara yang memutus lingkaran setan ini, sehingga rakyat bisa mendapatkan kesejahteraan ekonomi, kesehatan, dan pendidikan yang layak sebagai kebutuhan dasarnya. Akan tetapi, semua itu tidak akan pernah terwujud karena negara hanya berperan sebagai fasilitator saja dan tidak pro terhadap rakyat. Kalaulah ada bantuan jejaring sosial, itu hanyalah sebagai terapi tambal sulam saja, hanya setetes air di saat rakyat dahaga. Apalagi, bila dananya didapatkan dari utang luar negeri, semakin membahayakan negara. 

Sistem Islam Menyejahterakan Manusia

Berbeda dengan sistem kapitalisme yang rusak dan merusak, Islam menjadikan rakyat sampai pada kategori kemiskinan yang ekstrem. Sistem Islam mewujudkan kemaslahatan bukan hanya untuk kaum muslimin, tetapi juga seluruh manusia, hewan, alam semesta. Sistem inilah yang dituntun oleh wahyu Illahi, bukan hasil pemikiran manusia. 

Sistem Islam akan melahirkan individu-individu yang berorientasi akhirat. Dunia bukan dijadikan ajang meraih kesenangan dan kenikmatan jasmani. 

Oleh karenanya, Islam memiliki mekanisme untuk menyelesaikan problem kemiskinan adalah sebagai berikut:

Pertama, negara akan menjamin kebutuhan pokok berupa sandang pangan dan papan setiap individu masyarakatnya. 
Bukan berarti negara akan membagikan makanan, pakaian, atau rumah kepada setiap rakyat secara gratis, hingga terbayang rakyat bisa bermalas-malasan karena kebutuhannya sudah terpenuhi. Jaminan ini dilakukan secara tidak langsung, yaitu negara wajib menyediakan lapangan pekerjaan bagi setiap laki-laki tanpa terkecuali. Jaminan ini adalah bentuk peran negara untuk memastikan setiap laki-laki dapat menjalankan kewajibannya untuk menafkahi diri dan keluarganya.

Kedua, negara akan menjamin kebutuhan dasar publik seperti kesehatan, pendidikan, dan keamanan secara langsung. Negara akan bertanggung jawab secara langsung dari segi penyediaan fasilitas hingga pembiayaan.

Ketiga, negara mengatur kepemilikan harta, mana yang boleh menjadi kepemilikan individu, kepemilikan umat, dan kepemilikan negara. Seperti sumber daya alam, itu adalah kepemilikan umat dan digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan umat. Allah Swt. sudah menyiapkan bumi dengan segala yang terkandung di dalamnya untuk kesejahteraan manusia. 

اَلْمُسْلِمُوْنَ شُرَكَاءُ في ثلَاَثٍ فِي الْكَلَإِ وَالْماَءِ وَالنَّار
Artinya "Kaum muslimin berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput, air, dan api (HR Abu Dawud dan Ahmad).

Penjagaan terhadap sumber daya alam dari swastanisasi membuat negara memiliki pemasukan yang begitu luar biasa banyaknya. 

Oleh karena itu, negara akan berperan maksimal menyejahterakan rakyat dengan menerapkan hukum-hukum Islam secara keseluruhan. Umat Islam akan sejahtera sebagaimana masa kepemimpinan Khalifah Umar bin Abdul Aziz dan kekhilafahan Bani Abbasiyah. Islam akan menjadi rahmat bagi seluruh alam. Aamiin


Oleh: dr. Retno Sulistyoningrum

Kamis, 31 Agustus 2023

Kapitalisme, Biang Kerok Kemiskinan Ekstrem Asia Pasifik


Tinta Media - Penduduk Asia Pasifik dikabarkan jatuh dalam jurang kemiskinan yang ekstrem. Pandemi Covid-19 tahun lalu yang kemudian memicu inflasi, menjatuhkan hampir 68 juta penduduk Asia sehingga masuk dalam kategori miskin. Lantas, apa sebetulnya yang menjadi penyebab utama kemiskinan akut yang kini melanda?

 

Akibat Tata Kelola ala Kapitalisme, Kemiskinan Makin Mengancam

 

Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank/ADB) menuliskan dalam laporannya, bahwasanya diperkirakan ada sekitar 152,2 juta penduduk Asia berada dalam garis kemiskinan ekstrem. Jumlah tersebut meningkat 67,8 juta dibandingkan sebelum pandemi dan inflasi (detiknews.com, 25/8/2023).

 

Kemiskinan ekstrem ini ditandai dengan jumlah pendapatan yang sangat minim, yakni sekitar Rp32.000/ hari atau berkisar di bawah angka Rp1 juta/ bulan. Angka ini pun kemungkinan akan lebih kecil lagi saat sudah dikonversi dengan adanya kenaikan inflasi akibat perang Ukraina yang melumpuhkan rantai ketersediaan makanan secara global.

 

Mirisnya, fakta tentang kekayaan suatu kelompok justru naik drastis. Kelompok yang memiliki kekayaan lebih dari 30% (UNHW/Ultra High Net Worth) justru mengalami pertumbuhan substansial hampir 51% dalam tahun 2017 hingga 2022 (CNNIndonesia.com, 24/8/2023).

 

Betapa buruk realitas yang ada. Kemiskinan semakin mencekik rakyat. Hidup serba sulit. Sementara di sisi lain, orang yang memiliki kekayaan melimpah semakin kaya. Kesenjangan ekonomi antara si kaya dan si miskin semakin dalam. Inilah dampak dari penerapan sistem ekonomi kapitalisme. Sistem ini hanya menitikberatkan keuntungan materi sebagai fokus utama, tak peduli dengan keadaan masyarakat secara umum.

 

Dalam sistem kapitalisme, negara gagal mengelola sumber daya yang ada. Negara menetapkan legalitas dalam privatisasi dan swastanisasi sumber daya alam yang seharusnya optimal dipergunakan rakyat. Namun sayang, sistem destruktif ini justru menjadikan sumber daya milik rakyat sebagai obyek bisnis ala kapitalis yang menguntungkan korporasi oligarki.

 

Setiap kebutuhan hidup harus dibayar mahal oleh rakyat. Sementara, lapangan pekerjaan sulit. Keadaan ekonomi pun makin terjepit. Wajar saja, keadaan rakyat makin memprihatinkan. Kemiskinan kian akut dan tak terkendali.

 

Karena itu, tak layak sistem rusak ini dijadikan sandaran dalam pengaturan kehidupan, karena hanya sengsara yang tercipta. Kezaliman pun merajalela. Semestinya sistem ini segera dicampakkan, kemudian diganti dengan sistem yang amanah mengurusi seluruh urusan rakyat.

 

Islam, Satu-satunya Solusi

 

Islam adalah aturan yang mengatur kehidupan secara sistematis. Islam tak sekadar aturan beribadah saja. Namun, syariat Islam adalah aturan menyeluruh yang memiliki konsep utuh untuk mengurusi semua urusan umat. Hanya dengan sistem Islam-lah, kemiskinan ekstrem mampu terurai sempurna, yaitu sistem Islam dalam wadah Khilafah ala minhaj an nubuwwah.

 

Khilafah memiliki konsep bahwa setiap urusan rakyat adalah prioritas utama yang harus sesegera mungkin dipenuhi. Ini karena keselamatan nyawa rakyat adalah tanggung jawab Khalifah, pemimpin dan perisai umat.

 

Ibnu Umar ra. berkata, “Saya telah mendengar Rasulullah saw. bersabda, "Setiap orang adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang kepala negara akan dimintai pertanggungjawaban perihal rakyat yang dipimpinnya (HR. Bukhari Muslim)

 

Dalam sistem Islam, setiap sumber daya yang dimiliki rakyat wajib dikelola negara, kemudian dipergunakan oleh rakyat secara luas dan optimal. Praktik privatisasi dan swastanisasi sumber daya alam, dilarang oleh negara karena hal ini akan melahirkan kesengsaraan dalam hidup rakyat.

 

Rasulullah saw. bersabda,

 

"Kaum muslimin berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput, air, dan api"

(HR. Abu Dawud dan Ahmad)

 

Ketiga hal tersebut, yaitu padang rumput, air, dan api, merupakan fasilitas umum yang dilarang kepemilikannya secara individu atau sekelompok orang karena ketiga sumber kehidupan tersebut mampu menopang kehidupan dan hajat hidup orang banyak. Larangan Khalifah pun tegas atas hal tersebut karena dampak dari privatisasi adalah kemiskinan yang tak pernah berhenti, seperti yang saat ini terjadi.

 

Sistem Islam-lah, satu-satunya solusi sistemik atas kemiskinan akut yang kini terjadi. Hanya dengannya, nyawa rakyat terjaga. Hanya dengannya, seluruh kepentingan rakyat terpenuhi secara sempurna. Berkah dan rahmat Allah Swt. pun melimpah di seluruh belahan bumi. Wallahu a'lam bisshawab.

Oleh: Yuke Octavianty, Forum Literasi Muslimah Bogor

Rabu, 16 Agustus 2023

Menurunkan Angka Kemiskinan dengan Islam

Tinta Media - Penurunan kemiskinan terjadi pada sejumlah penduduk di Jawa Tengah sesuai dengan catatan Badan Pusat Statistik (BPS), yaitu sebanyak 3,79 juta orang pada Maret 2023 atau menurun 66,73 ribu orang sejak September 2022. Jumlah ini pun mengalami penurunan menjadi 10,77 persen atau turun 0,21 persen poin bila dibanding September 2022 yang mencapai 10,98 persen atau 3,86 juta orang dalam persentasenya.

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengatakan bahwa seluruh pihak telah berupaya untuk percepatan penurunan angka kemiskinan hingga mencapai keberhasilan seperti saat ini. Ganjar pun terus menggenjot percepatan kemiskinan ekstrem di Jawa Tengah setelah pandemi Covid-19 yang membuat perekonomian dunia melemah selama 2 tahun berturut-turut. 

Banyak program yang digencarkan Ganjar, seperti Kartu Jateng Sejahtera, Kartu Tani, Kartu Nelayan, SMKN Jateng, Rumah Tidak Layak Huni (RTLH), Jambanisasi, Listrik Gratis, Tuku Lemah Oleh Omah hingga sejumlah program untuk menurunkan stunting.

APBD Tahun Anggaran 2023 digunakan untuk intervensi kemiskinan ekstrem yang bernilai Rp25,73 triliun dari pendapatan daerah dengan alokasi belanja daerah Jawa Tengah tahun 2023 senilai Rp26,30 triliun. 

Percepatan penurunan kemiskinan ini direncanakan akan terus berlanjut hingga akhir tahun 2023. Sebab, penyelesaian kemiskinan di daerah sejalan dengan program pemerintah pusat. Oleh sebab itu, Pemprov Jawa Tengah akan terus berupaya melakukan intervensi ke seluruh sektor dengan pola gotong-royong atau keroyokan yang digalakkan Ganjar. (Liputan6.com, 20/07/2023)

Ternyata ukuran penduduk miskin merupakan sesuatu yang tidak mutlak dalam kapitalisme. Miskin atau tidaknya tergantung pada ukuran yang digunakan, apakah dengan menggunakan ukuran BPS atau Bank Dunia? Jika menggunakan ukuran BPS, jumlah kemiskinan mengalami penurunan dibanding tahun lalu. Namun, akan ada perbedaan jika menggunakan ukuran Bank Dunia yang mencapai 40 persen jumlah orang miskin di Indonesia.

Sayangnya, kemiskinan itu nyata, sehingga harus benar-benar diketahui secara nyata jumlah penduduk miskin di Indonesia, bukan malah mengikuti versi-versi yang ada. Dari berbagai versi ukuran untuk mengukur kemiskinan di Indonesia, bisa disimpulkan bahwa kemiskinan dalam kapitalisme tidak jelas dan tidak nyata. Jika dalam mengukur data kemiskinan saja sudah tidak jelas, apalagi dalam memberikan solusi untuk permasalahan kemiskinan. 

Ini sungguh jauh berbeda dengan cara Islam memandang masalah kemiskinan. Sebab, Islam mengukur kemiskinan bukan dengan angka atau versi yang lain. Akan tetapi, Islam mengukur kemiskinan dari terpenuhi atau tidaknya kebutuhan dasar berupa sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan masyarakat. 

Inilah ukuran nyata dan jelas yang seharusnya digunakan dalam mengukur kemiskinan. Sehingga, ketika seseorang telah terpenuhi kebutuhan dasarnya secara sempurna, maka seseorang tersebut layak dikatakan sebagai orang yang tidak miskin dan sejahtera. 

Rasulullah saw. pun pernah bersabda dalam hadis riwayat Tirmidzi dan Ibnu Majah bahwa,

“Barang siapa di antara kalian mendapatkan rasa aman di rumahnya (pada diri, keluarga, dan masyarakatnya), diberikan kesehatan badan, dan memiliki makanan pokok pada hari itu di rumahnya, maka seakan-akan dunia telah terkumpul pada dirinya.”

Islam menentukan terpenuhinya kebutuhan dasar bagi rakyat secara individu per individu, bukan dengan perhitungan kasar. Islam pun memiliki mekanisme patroli yang dilakukan khalifah atau wakilnya untuk melihat penduduknya dari rumah ke rumah agar mampu memastikan bahwa tiap-tiap orang dari penduduknya telah terpenuhi kebutuhan dasarnya. 

Kegiatan patroli setiap hari ini pun pernah dilakukan Khalifah Umar bin Khaththab ra. untuk memastikan penduduknya bisa tidur nyenyak karena kenyang atau tidak. 

Dengan demikian, penyelesaian kemiskinan dalam sistem Islam adalah kerja serius para pemimpin sebagai bentuk tanggung jawab kepada rakyat. Sebab, tanggung jawab pemimpin terhadap rakyat bersifat orang per orang. Di akhirat nanti, seorang pemimpin akan ditanya tentang pengurusan rakyatnya satu per satu. Maka dari itu, penyelesaian kemiskinan bukan ajang pencitraan untuk berkuasa. Islam juga mempunyai standar pemenuhan kebutuhan, yaitu standar umum suatu masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup. 

Konsep tanggung jawab kepemimpinan seperti ini hanya ada di dalam Islam. Sebab, konsep tanggung jawab tersebut muncul dari akidah Islam yang dimiliki seorang pemimpin, hingga mewujudkan kesadaran akan hubungan dirinya dengan Allah. Maka, inilah yang membuat para pemimpin bertanggung jawab penuh terhadap masing-masing rakyat yang dipimpinnya.

Oleh: Fitriyani Hairun (Aktivis Muslimah)

Selasa, 15 Agustus 2023

Kemiskinan Merajalela, Bagaimana Islam Menyelesaikan?

Tinta Media - Isu kemiskinan semakin merajalela. Detiap tahun bukan semakin menipis, melainkan semakin berkembang. Garis kemiskinan pada bulan September 2022 tercatat sebesar 9,57%. Artinya, sebanyak 26,36 juta orang berada di bawah garis kemiskinan. Tingkat kemiskinan ini naik tipis dari Maret 2022 (9,54%).  

Kondisi ini sangat miris jika terus meningkat persentasenya. Di zaman kapitalis ini, mustahil jika angka kemiskinan semakin menurun.

Kemiskinan ini merupakan efek dari perubahan harga BBM yang semakin meningkat, tingginya angka PHK, dan juga harga bahan pangan yang membumbung pada saat itu. 

Kemiskinan merupakan masalah umum yang harus diselesaikan oleh negara, terutama di negara berkembang, termasuk negara muslim. 

Bagi seorang muslim, kemiskinan maupun kekayaan pada dasarnya merupakan ujian dari Allah Swt. Jika seseorang diuji dengan kemiskinan, kemudian bersabar dan tetap bersyukur, maka kemiskinan itu akan menjadi kebaikan baginya.

Jika seseorang diuji dengan kekayaan, kemudian menjadikan kekayaan itu sebagai sarana untuk beribadah, maka kekayaan itu akan menjadi kebaikan baginya.

Yang menjadi pertanyaan, apa penyebab kemiskinan di Indonesia? 

Di kota, kemiskinan bisa terjadi karena padatnya jumlah penduduk, tetapi lapangan pekerjaan kurang memadai, sehingga banyak terjadi pengangguran. Selain itu, pemberian upah yang rendah serta kurangnya akses layanan dasar masyarakat yang mudah dan murah, seperti sarana kesehatan dan pendidikan juga menjadi salah satu pemicunya. Apalagi, solidaritas masyarakat kurang dan sikap mementingkan kehidupan individu lebih dominan.

Sedangkan di desa, penyebab kemiskinan biasanya karena keterbatasan akses seperti jalan, kesenjangan teknologi, terutama teknologi pertanian, mahalnya pupuk, bahan, dan alat pertanian. Juga rendahnya taraf berpikir, dan sebagainya.

Artinya, pembangunan yang dilakukan tidak merata. Semua ini karena sistem kapitalisme-sekularisme yang tidak berpihak pada kepentingan rakyat. Kebijakan yang ditetapkan pemerintah lebih memihak pada kepentingan pemilik modal besar, sehingga hak-hak rakyat diabaikan. 

Ini berbeda dengan sistem Islam.
Solusi Islam dalam menangani masalah kemiskinan adalah dengan cara pemenuhan kebutuhan dasar manusia baik secara langsung meliputi kesehatan, pendidikan, dan jaminan keamanan, atau pemenuhan secara tidak langsung seperti kebutuhan pangan, sandang, dan papan.

Negara juga akan mendorong proyek-proyek ekonomi di antara kaum muslimin, serta membuka lapangan kerja seluas-luasnya, mengharamkam riba, mengelola keuangan dengan baik, memanfaatkan APBN (Baitul mal) dengan sebaik-baiknya. 

Semuanya harus dijamin oleh negara sehingga rakyat terbebas dari kemiskinan, mampu meningkatkan taraf hidup, dan merasa nyaman dan sejahtera.
wallahu'alam bii shawwab.

Oleh: Sri Astutik Handayani
(Muslimah Jawa Timur)


Jumat, 04 Agustus 2023

Kemiskinan di Indonesia Masih Sangat Tinggi

Tinta Media - Kemiskinan di Indonesia bisa jadi masih sangat tergolong tinggi lebih dari sekadar data angka-angka yang telah diumumkan Badan Pusat Statistik (BPS), yakni adanya penurunan data angka kemiskinan 0,21%, yaitu dari 9,57% per September 2023 menjadi 9,36 % hingga Maret 2023. [https://www.bps.go.id/pressrelease/2023/07/17/2016/profil-kemiskinan-di-indonesia-maret-2023.html]

Sebab BPS juga mencatat, bahwa batas garis kemiskinan Indonesia adalah sebesar Rp 550.458 per kapita per bulan. 
[https://nasional.kontan.co.id/news/garis-kemiskinan-naik-penghasilan-rp-550458-per-bulan-masuk-kategori-miskin].

Penetapan batas garis kemiskinan tersebut tentu dapat dinilai masih sangat begitu rendah. 

Apalagi sebagian besar penghasilan masyarakat, juga faktanya digunakan untuk membeli fasilitas publik dan kebutuhan dasar atau pokok yang kini harganya begitu tinggi alias mahal. Seperti biaya pendidikan, kesehatan, transportasi, listrik dan air, serta kebutuhan-kebutuhan lain. 

Padahal, fasilitas publik dan kebutuhan dasar atau pokok yang dibutuhkan bagi hajat hidup orang banyak tersebut seharusnya berbiaya murah atau terjangkau oleh masyarakat jika benar-benar serius ingin mewujudkan kesejahteraan rakyat.

Kemiskinan Struktural

Jika kita kaji secara mendalam, kemiskinan yang terjadi di negeri ini sesungguhnya kemiskinan struktural sistemik, bukan kemiskinan alami yang hakiki.

Kemiskinan struktural sistemik adalah kemiskinan yang diakibatkan oleh penerapan sistem politik tertentu. Dalam hal ini adalah sistem politik demokrasi dengan sistem ekonomi kapitalisnya yang telah membuat sebagian besar masyarakat kesulitan mengakses sumber daya alam (SDA) yang menjadi kebutuhan mereka. 

Sistem ekonomi kapitalis meniscayakan pengelolaan SDA yang sejatinya milik rakyat, tetapi diserahkan kepada swasta para pemilik modal dalam negeri maupun asing.

Demikian pula dalam pengelolaan fasilitas publik seperti pendidikan, kesehatan transportasi dan SDA baik migas maupun non migas, sistem ekonomi kapitalis juga melibatkan peran swasta yang cukup besar di dalamnya.  

Alhasil rakyat harus membeli dengan harga mahal segala kebutuhan mereka karena pihak swasta hanya berorientasi pada profit atau keuntungan kepentingan bisnis, bukan pelayanan.

Kondisi ini jelas sekaligus mengonfirmasi bahwa peran negara dalam sistem politik demokrasi dengan ekonomi kapitalismenya hanya sebagai regulator, bukan pengurus urusan rakyat.

Sebagaimana yang kita saksikan, kebijakan dan aturan yang ditetapkan negara justru menjamin kebebasan pihak swasta untuk mengelola SDA, fasilitas publik hingga pelayanan publik.

Dengan kata lain, negara condong kepada kepentingan swasta dan asing, bukan kepada kepentingan untuk rakyat. Akibatnya, biaya kehidupan menjadi tinggi sedangkan pendapatan rakyat rendah, sehingga daya belinya pun menjadi rendah.

Solusi Islam

Dalam sistem ekonomi Islam berikut sistem politik dan pemerintahannya (Khilafah) yang menjalankannya, Syariah Islam di bidang ekonomi ketika diterapkan pasti mampu meningkatkan daya beli masyarakat dan mengentaskan kemiskinan.

Ketika sistem ekonomi Islam diterapkan secara Kaffah, sangat mungkin bahkan pasti akan bisa menghasilkan kesejahteraan bagi umat Islam dan umat manusia pada umumnya.

Sebab, dalam sistem ekonomi Islam, fasilitas publik seperti transportasi pendidikan dan layanan kesehatan wajib disediakan oleh negara dengan harga yang semurah-murahnya, bahkan gratis.

Hal ini, karena Islam memposisikan penguasa sebagai pengurus urusan umat atau ro'in. Sebagaimana Sabda Rasulullah SAW yang artinya,

"Imam atau Khalifah adalah ro'in atau pengurus rakyat. Dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya." (HR. al-Bukhori)

Pelayanan publik yang diberikan negara secara gratis tersebut akan ditopang oleh penerapan konsep kepemilikan dalam ekonomi Islam.

Dalam ekonomi Islam dikenal adanya konsep kepemilikan umum untuk keadilan pendistribusian, yakni harta yang setiap orang (individu) boleh memiliki hak dan andil di dalamnya dan harta-harta yang dibutuhkan hajat hidup orang banyak yang tidak boleh dimiliki atau dikuasai oleh individu atau sekelompok individu.

Rasulullah SAW pernah bersabda yang artinya, 

"Bahwa manusia bersekutu dalam kepemilikan atas tiga hal, yaitu air, padang gembalaan (tanah) dan api (energi). (H.R. Ahmad) 

Islam juga telah menetapkan, harta milik umum tersebut hanya boleh dikelola oleh negara untuk dikembalikan pemanfaatan atau keuntungannya kepada rakyat.

Sebagaimana halnya migas dan nonmigas seperti tambang emas, batubara, nikel, dan SDA yang lainnya, ini hanya boleh dikelola negara untuk dimanfaatkan rakyat. Pemanfaatannya bisa dalam bentuk BBM dan listrik murah hingga biaya pendidikan dan kesehatan berbiaya murah, bahkan gratis. Negara tidak boleh melibatkan pihak swasta dalam pengelolaannya yang terkategori harta-harta milik umum tersebut. 

Dan dari sisi peningkatan pendapatan dan daya beli masyarakat, sistem ekonomi Islam juga mewajibkan negara menyediakan lapangan pekerjaan yang luas bagi masyarakat.

Bahkan dalam kondisi tertentu negara membantu masyarakat secara langsung dengan memberi subsidi (pemberian) sebagai penunjang pembiayaan hidup yang meningkatkan daya beli bagi rakyatnya.

Lapangan pekerjaan dalam Khilafah akan sangat luas, sebab industri-industri strategis yang mengelola SDA berada di bawah pengelolaan negara. Industri-industri inilah yang akan menyerap banyak tenaga kerja.

Demikianlah sistem ekonomi Islam akan mampu mencegah munculnya persoalan kemiskinan di tengah masyarakat. Dan sistem ekonomi Islam hanya bisa diterapkan oleh institusi Khilafah Islamiyah. [] 

Oleh: Muhar
Sahabat Tinta Media 

Rabu, 02 Agustus 2023

Gus Tuhu: Masyarakat Indonesia Tidak Layak Miskin

Tinta Media - Pengasuh Majelis Taklim Al-Mustanir Probolinggo Gus Tuhu mengatakan bahwa penduduk atau masyarakat Indonesia tidak selayaknya tertampak sebagai orang miskin.

“Tidak untuk Indonesia Raya maka negara kita sangat kaya raya, tidak layak penghuninya, penduduknya, masyarakatnya, tertampak sebagai orang-orang miskin kecuali karena salah kelola,” ungkapnya dalam program Kajian Islam Tematik Al-Mustanir: Dari Kegelapan (Sekuler-Kapitalis) Menuju Cahaya Islam, Senin (24/7/2023) di kanal Youtube NgajiProID.

Ia mengatakan bahwa jika kemiskinan itu terjadi di dalam negara yang tidak mempunyai sumber daya alam atau kering kerontang kondisi negaranya, maka hal itu masih bisa dimaklumi.

“Nah kalau untuk konteks negara yang tidak punya sumber daya alam, untuk konteks negara yang kering kerontang, untuk konteks negara yang tidak punya apa yang bisa dikelola, maka boleh bicara kemiskinan,” ungkapnya.

Ia menjelaskan adanya fakta legacy kemiskinan yang tampak dalam masyarakat dilihat dari kejadian belakangan ini atau yang sudah lama terjadi.

 “Terbukti sistem yang digunakan gagal untuk mensejahterakan masyarakat umum, jurang antara si kaya raya dan si miskin papa semakin terus menganga lebar, itu ada paling tidak dalam data tabung gas melon 3 kg, tercantum tulisan dicat dengan rapi, 'hanya untuk masyarakat miskin', jadi fakta kemiskinan diakui secara resmi dan masih banyak lagi,” jelasnya.

Lalu ia memberikan solusi agar bisa keluar dari kemiskinan atau masalah apapun yang dihadapi dengan cara berhijrah.

“Kita hijrah dalam konteks meninggalkan apa saja dilarang oleh Allah subhanahu wa ta'ala, paling tidak itulah yang tercantum dalam hadis Nabi SAW sesudah Nabi menyatakan “Al-Muslimu man salima al-muslimuna min lisanihi wa yadihi,” lalu Nabi mengatakan orang yang berhijrah itu adalah “man hajaroh ma nahallahu 'anhu” siapa saja yang meninggalkan apa saja yang dilarang oleh Allah, sistem buruk yang melahirkan banyak keburukan tentu masuk segala yang dilarang oleh Allah subhanahu wa ta'ala yang harus ditinggalkan,” pungkasnya. [] Muhriz


Minggu, 02 Juli 2023

Kemiskinan Papua yang Tak Kunjung Selesai

Tinta Media - Papua adalah daerah yang mengalami ketertinggalan dan masih diselimuti dengan kemiskinan. Hal ini seharusnya menjadi tanggung jawab negara untuk mengatasinya.

Kemiskinan di Papua diklaim turun berdasarkan peningkatan IPM dan  menurunnya tingkat kemiskinan. Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Theofransus Litaay menyebut dalam kurun waktu 10 tahun prioritas pembangunan Papua banyak membawa perubahan dan keberhasilan di masyarakat paling Timur Indonesia itu.

"Hasil pembangunan secara objektif di Papua banyak peningkatan dari aspek Indeks Pembangunan Manusia (IPM), penurunan angka kemiskinan dan meningkatnya angka harapan hidup," ujar Tenaga Ahli Utama KSP Theofransus Litaay, Minggu 11/6/2023. (CNNIndonesia.com)

Theofransus menuturkan bahwa tingkat kemiskinan mengalami penurunan signifikan, yakni dari 28,17 persen di Maret 2010 di Papua menjadi 26,56 persen di 2022. Papua Barat juga mengalami penurunan dari 25,82 persen pada 2010 menjadi 21,33 persen di 2022.

Dilihat dari tingkat kemiskinan, memang angkanya mengalami penurunan, sejatinya sejatinya penurunan itu masih menyisakan PR besar, mengingat penurunan tersebut terjadi dalam waktu 10 tahun. Waktu yang cukup lama hanya untuk membuat angka kemiskinan turun, padahal Papua adalah daerah dengan sumber daya alam melimpah, seperti tambang emas, minyak dan gas bumi, hasil hutan, perikanan, dan lainnya.

Angka tersebut memang menunjukkan perubahan, tetapi tak cukup hanya dengan mengandalkan angka saja. Hal itu harus disesuaikan dengan fakta yang terjadi di lapangan. Kenyataannya, masih banyak masyarakat yang kelaparan dan mengalami gizi buruk, di tambah sulitnya mencari pekerjaan dan minimnya pendidikan.

Fenomena stunting dan kemiskinan ekstrem ini saling berkesinambungan. Biasanya keluarga yang miskin ekstrem anak-anaknya juga terkena stunting, karena minimnya akses dan kualitas pelayanan kesehatan, seperti rendahnya cakupan bayi yang mendapatkan imunisasi dasar lengkap, kurangnya sarana dan prasarana air bersih yang layak, serta masih ditemukan balita yang tidak mendapatkan makanan tambahan.

Namun, di dalam sistem ekonomi kapitalis, angka ini seolah menjadi patokan dan diganggap telah terjadi kesejahteraan. Mereka tidak melihat bahwa masyarakat di sana masih banyak yang kelaparan karena tidak adanya penghasilan dan harga pangan yang tinggi membuat masyarakat kesulitan memenuhi kebutuhan. Belum lagi pendidikan dan pelayanan kesehatan yang tidak memadai.

Sungguh miris, wilayah yang memiliki sumber daya alam yang melimpah mengalami kemiskinan ekstrem. Seharusnya sumber daya alam itu dapat menyejahterakan rakyat jika di kelola dengan benar. 

Sistem ekonomi kapitalis yang diterapkan di negeri ini membuat Papua tertinggal jauh. Perubahan berjalan lamban disebabkan pengelolaan sumber daya alam diserahkan ke tangan asing. Upaya yang dilakukan tidak efektif untuk menyelesaikan permasalahan ini.

Kemiskinan termasuk masalah serius di negeri ini yang mestinya dituntaskan dengan cara yang serius pula. Solusi itu hanya ada pada sistem Islam. Islam akan menjalankan ekonomi dan politik sesuai dengan hukum syariat yang berasal dari Allah Set. yang pastinya sesuai dengan kebutuhan manusia.

Dengan Islam, kesejahteraan terhadap masyarakat Papua dapat diwujudkan. Negaralah yang akan mengelola sumber daya alam, bukan pihak asing. Buasil pengelolaan sumber daya alam akan dikembalikan untuk kepentingan umum, karena memang itu adalah hak rakyat, seperti memenuhi sandang, pangan, papan, kesehatan, dan pendidikan gratis, serta menjamin keamanan dan keselamatan. 

Rasulallah saw. bersabda:
"Kaum muslimin berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput, air, dan api". (HR. Abu Dawud dan Ahmad). 

Kemiskinan akan terselesaikan, tidak ada lagi kata tertinggal dan pembangunan di Papua mendapat prioritas yang sama dengan daerah lain. Bahkan bukan hanya Papua yang sejahtera, tetapi seluruh daerah dapat sejahtera jika sistem islam yang diterapkan. Wallahualam Bishawab.

Oleh: Rifdatul Anam
Sahabat Tinta Media

Rabu, 21 Juni 2023

Utang Riba Marak, Akankah Kemiskinan Terdepak?

Tinta Media - Upaya mendepak kemiskinan dari negeri ini tampaknya masih jauh dari kata tamat. Bak sinetron, upaya tersebut masih bersambung dan dibumbui trik-trik penggoda. Salah satu triknya adalah memberikan bantuan modal. Seperti tujuan diluncurkannya PT PNM (Permodalan Nasional Madani) pada tahun 2015 yang bergerak di bidang layanan pinjaman modal untuk perempuan prasejarah pelaku UMKM. Kemudian, pada tahun 2016 PNM meluncurkan program untuk membina ekonomi keluarga sejahtera (PNM-MEKAAR).

Kalau bunga yang mekar pasti membuat hati bahagia. Namun, jika yang mekar adalah utang riba berbalut pinjaman modal, betapa ngerinya. Sayangnya, kengerian ini hanya dirasakan sebagian orang. Sedangkan bagi yang lain justru mempesona, karena dianggap sebagai solusi masalah keuangan masyarakat. Akibatnya, nasabah Mekaar meningkat hingga mencapai puluhan juta orang. Pelayanannya berbasis kelompok dan diangsur setiap pekan dalam waktu satu tahun dianggap meringankan. Padahal, pinjaman diberikan dengan potongan 5% dari jumlah utang pokok dan bunga sebesar 2,5%.

Lebih miris lagi, sejak akhir tahun 2018 dibentuk PNM Mekaar Syariah melalui pengembangan di beberapa cabang mulai dari wilayah Aceh, Padang, dan Nusa Tenggara Barat. Hingga akhir tahun 2022, PNM Mekaar Syariah telah memiliki 9.928.948 nasabah atau sebesar 74,7% dari total 13.824.173 Number of Account (NoA) nasabah PNM Mekaar. (www.pnm.co.id/business/pnm-mekaar)

Benarkah pola pembiayaan PNM-MEKAAR akan mengentaskan masyarakat dari kemiskinan?

Perlu diingat, bahwa PT PNM ini adalah sebuah perusahaan yang bergerak di bidang jasa pemberian modal. Namanya perusahaan pasti memiliki tujuan utama untuk mendapatkan keuntungan. PT PNM dan entitas anak membukukan laba tahun berjalan yang didistribusikan kepada entitas induk sebesar Rp982,77 miliar sepanjang 2022. Perolehan laba tersebut meningkat 16,89% secara tahunan (year-on-year/yoy) dari sebelumnya sebesar Rp840,78 miliar. (dataindonesia.id)

Sungguh nyata, bahwa pengentasan kemiskinan melalui program PT PNM ini merupakan buah dari carut-marutnya Sistem Ekonomi Kapitalis. Sekulerisme (memisahkan kehidupan dari agama) sebagai landasan dari Kapitalisme telah menyebabkan masyarakat tergiur hingga menyambut hangat keberadaan PNM Mekaar yang memberikan pinjaman tanpa agunan dan berbagai iming-iming kemudahan. Hal ini menunjukkan betapa rendahnya taraf berpikir masyarakat, karena hanya memperhitungkan keuntungan materi tanpa memperhatikan halal haram. Bahkan, dengan mudah berdalih menggunakan kata terpaksa. Padahal, kebolehan melakukan perbuatan haram akibat terpaksa adalah ketika jika tidak dilakukan akan mengantarkan pada kebinasaan. Jika demikian, penguasa bertanggung jawab untuk menghindarkan rakyat dari kebinasaan dengan memenuhi kebutuhannya, bukan justru lepas tanggung jawab dengan menyerahkan kepada pihak lain seperti PT PNM.

Memang tak ada aturan yang sempurna selain Islam, karena lahir dari Sang Pencipta. Islam dibangun atas asas ruhiyah, sehingga paradigma kepemimpinannya adalah riayah su'unil ummah dengan mekanisme berikut:

1. Mewajibkan laki-laki menafkahi diri dan keluarga

2. Mewajibkan kerabat membantu keluarganya jika kepala keluarga terkendala mencari nafkah

3. Mewajibkan negara membantu rakyat miskin melalui Baitul mal jika kerabat terhalang menanggung nafkahnya

4. Mewajibkan kaum muslimin membantu rakyat miskin jika kas negara kosong. Oleh karena itu, negara wajib menyediakan lapangan kerja bagi laki-laki

5. Negara wajib memenuhi standar pelayanan terbaik, cepat, mudah, dan profesional dalam jaminan kesehatan, pendidikan, dan pelayanan fasilitas publik dengan murah atau gratis

6. Negara mempermudah rakyat memenuhi kebutuhan sekunder dan tersier untuk meningkatkan kualitas hidupnya

7. Negara wajib mengelola SDA dengan prinsip riayah, bukan bisnis. Haram menyerahkannya kepada swasta

Begitulah akidah Islam telah melahirkan seperangkat aturan yang akan membawa kemaslahatan bagi seluruh manusia. Wallahu a'lam!

Oleh: Wida Nusaibah 
Pemerhati Masalah Sosial

Selasa, 20 Juni 2023

MMC: Penerapan Sistem Islam Solusi Tuntas Atasi Kemiskinan Ekstrem


Tinta Media - Narator Muslimah Media Center (MMC) mengungkapkan bahwa solusi tuntas kemiskinan ekstrem dalam kehidupan kapitalistik di Indonesia pada kisaran 2,5-3% dari total penduduk adalah dengan menerapkan sistem Islam.

“Perubahan sistem tersebut dengan penerapan sistem Islam yang mampu mewujudkan kesejahteraan rakyat. Dan terwujud dalam negara yang menjalankan sistem Khilafah Islamiyah,” ungkapnya dalam Program Hitam Putih Kehidupan: Miskin Ekstrem, Seharusnya Berpenghasilan 35ribu untuk Hidupi Anak Cucu, di kanal Youtube Muslimah Media Center (MMC), Rabu (15/6/2023).

Khilafah, menurutnya memiliki solusi untuk menyelesaikan masalah kemiskinan secara tuntas, seperti jaminan pemenuhan kebutuhan pokok dengan negara sebagai penjamin pemenuhan kebutuhan pokok tersebut. “Termasuk memenuhi kebutuhan rakyat miskin dengan perekonomian sesuai Islam, maka distribusi kekayaan akan merata dan negara memenuhi tugasnya untuk meriayah atau mengurusi urusan rakyatnya,” tuturnya.

Negara juga memiliki pengaturan kepemilikan, yaitu kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara. “Haram hukumnya aset milik umum dimonopoli oleh individu atau swasta, karena apa yang menjadi milik umum hasilnya harus diserahkan kepada umat dalam bentuk jaminan pemenuhan kebutuhan dasar, seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan,” ucapnya.

Rakyat Miskin Mustahil Sejahtera dalam Sistem Kapitalisme

Narator mengkritisi peran negara dalam sistem kapitalisme yang menjamin dan melindungi kebebasan hak milik individu untuk menguasai apapun termasuk kepemilikan umum.
“Kepemilikan umum itu, seperti sumber daya alam yang seharusnya milik umum justru dikuasai dan dimonopoli oleh para pemilik modal. Kapitalisme jelas mengakibatkan terjadinya akumulasi kekayaan yang melimpah ruah pada segelintir orang,” kritiknya.
Akibatnya menurutnya rakyat tidak dapat menikmati hasil. “Sehingga rakyat akan masuk ke lubang kemiskinan bahkan kemiskinan ekstrem,” ujarnya.
Hal ini disebabkan negara tidak menjalankan perannya sebagai raa’in dan membiarkan rakyatnya terseok-seok sendiri memenuhi kebutuhan hidupnya. Ia menegaskan negara justru semakin menekan rakyat. “Negara semakin menekan rakyat dengan menarik pajak, mengomersialisasi segala kebutuhan dasar rakyat. Ini membuat rakyat miskin mustahil hidup sejahtera,” pungkasnya. [] Ageng Kartika

Senin, 19 Juni 2023

Ilusi Menghapus Kemiskinan Ekstrem di Tahun 2024


Tinta Media - Definisi mimpi di siang bolong sedang terjadi pada pemimpin tertinggi negeri ini. Berambisi dengan target kemiskinan ekstrem habis di tahun 2024. Tidak salah bila banyak pengamat dan ahli ekonomi menganggap target ini hanya sebagai legacy si Dia berhasil. Selain banyak pihak ragu akan kemampuannya, di atas program-program pengentasan kemiskinan yang sudah dijalankan, dalam pelaksanaannya selalu tidak tepat sasaran.

Untuk angka kemiskinan ekstrem yang masih ada di atas 2% penduduk Indonesia dan bisa menjadi 0% di tahun 2024 sangat tidak realistis. Organisasi Internasional dengan program SDG's nya saja, menargetkan penghapusan kemiskinan ekstrem baru bisa terealisasi di tahun 2030.  Tak habis pikir bagaimana target  ini akan berhasil dalam waktu hanya beberapa bulan dari sekarang.

Kemiskinan Ekstrem Buah Kapitalis

Bukan main tidak manusiawi kapitalis memperlakukan manusia. Untuk standar PBB orang miskin ekstrem adalah orang dengan penghasilan di bawah $1,9, setara dengan Rp 21.000. BPS sendiri lebih kejam lagi dengan memberi standar penghasilan bagi orang miskin ekstrem hanya di angka Rp 11.000. Saya membayangkan mampukah para petinggi negeri  hidup dengan penghasilan sebesar itu? Penghasilan sebesar itu, membeli nasi di warteg adalah mimpi, membeli beras dengan lauknya adalah kemewahan.

Sistem kapitalis bertabiat melahirkan kemiskinan ekstrem karena tertutupnya akses mereka mendapatkan penghasilan. Misalnya orang-orang miskin ini ingin bertani, tanah sudah dikuasai mafia tanah. Pupuk juga sudah dimonopoli kapitalis hingga tak terjangkau, begitupun benih. Dan terlebih masalahnya, yang masuk dalam kategori miskin ekstrim adalah orang-orang yang lemah. Orang tua renta, perempuan, dan penduduk yang tinggal jauh di pelosok. Bantuan yang diberikan dalam bentuk bantuan modal, atau subsidi meskipun pemerintah berkoar-koar telah menghabiskan anggaran yang besar, tetap saja tidak menyelesaikan masalah kemiskinan. Pantas bila lembaga penanggulangan kemiskinan memprediksi angka kemiskinan akan naik di tahun 2024 karena kondisi ekonomi  negeri semakin memprihatinkan.

Kebijakan tambal sulam dan berdiri hanya sebagai regulator bukan sebagai pengurus rakyatnya, negeri dengan sistem kapitalis tak akan pernah mampu menyelesaikan kemiskinan dengan predikat apapun.

Konstruksi Islam Menyelesaikan Kemiskinan

Dalam Islam, kondisi miskin bukan dihitung dari angka-angka, tetapi karena kondisi yang sebenarnya. Seseorang yang tidak terpenuhi kebutuhannya telah dianggap sebagai fakir miskin. Dan Islam menyelesaikan secara integral. Dari aspek penanganan yang bisa diselesaikan oleh individu hingga negara.

Islam memastikan kebutuhan manusia terpenuhi. Baik  kebutuhan primernya sebagai individu seperti kebutuhan pangan, sandang dan papan. Keamanan, kesehatan, dan pendidikan juga menjadi perhatian Islam.

Politik ekonomi Islam akan menjadikan manusia mudah untuk memenuhi kebutuhan dan sekunder tersier

Dalam Islam, setiap lelaki yang sudah mukallaf dan mampu diwajibkan bekerja. Bagi perempuan dan orang-orang yang lemah, ada jaminan nafkah. Jika dia tidak memiliki suami atau keluarga yang mampu memenuhi nafkahnya, maka negara bertanggung jawab akan nafkahnya. Selain itu negara menyediakan pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat. Kebutuhan akan kesehatan, pendidikan, dan keamanan.

Negara memastikan semua warga negara mampu mengakses alat produksi dengan pengaturan kepemilikan sesuai syariat Islam. Individu-individu dalam sistem Islam dipersilahkan untuk mengelola faktor produksi yang diijinkan oleh syariat untuk dimiliki individu. Misalnya dengan menghidupkan tanah mati untuk menjadi lahan pertanian.

Solusi Islam untuk mengatasi kemiskinan bersifat integral, bukan abal-abal. Dan siapa yang berani mengatakan ilusi, karena telah terbukti selama 14 abad mampu mensejahterakan bumi.

Oleh: Khamsiyatil Fajriyah 

Sahabat Tinta Media

Sabtu, 17 Juni 2023

Angka Kemiskinan Meningkat, Butuh Solusi Tepat

Tinta Media - Dari tahun ke tahun angka kemiskinan masih menjadi problem pahit yang terus meningkat dialami oleh masyarakat. Kemiskinan ekstrim menjadi persoalan besar Indonesia.

Dilansir dari CNBC Indonesia, Selasa (9/5/2023), Bank Dunia merekomendasikan kepada pemerintah Indonesia supaya mengubah acuan tingkat garis kemiskinan yang diukur melalui paritas daya beli atau purchasing power parity.

Menurut mereka, seharusnya garis kemiskinan di Indonesia diukur dengan paritas daya beli melalui besaran pendapatan sebesar US$ 3,20 per hari, bukan dengan ukuran yang pemerintah gunakan sejak 2011 sebesar US$ 1,9 per hari.

Merespons hal itu, Sri Mulyani mengatakan, ukuran garis kemiskinan yang disarankan Bank Dunia itu belum bisa menggambarkan kondisi perekonomian masyarakat Indonesia. Selain itu, jika ukuran garis kemiskinannya di naikkan malah menyebabkan 40% masyarakat malah tergolong orang miskin.

Bank dunia merekomendasikan acuan garis kemiskinan di Indonesia disesuaikan dengan global, yaitu sebesar US$ 3,2 PPP per hari. Sehingga dengan acuan tersebut menunjukkan 40% warga Indonesia terkategori miskin. Merespon hal demikian, pemerintah tetap bersikukuh bahwa Indonesia memerlukan garis kemiskinan sendiri berdasarkan wilayah yang ada di Indonesia.

Padahal sejatinya, rakyat Indonesia memang darurat kemiskinan. Sehingga meskipun mengukur kesejahteraan masyarakat dengan mengutak-atik standar kemiskinan tidak akan bisa mengentaskan problem di Indonesia. 

Dalam hal ini negara berambisi menjadi negara berpenghasilan tinggi, tetapi maunya angka kemiskinan tidak meningkat seiring pengubahan garis kemiskinan yang direkomendasikan oleh Bank Dunia. Dengan demikian, pemerintah sama saja berbuat zalim kepada rakyat karena tidak menjelaskan fakta kemiskinan yang sesungguhnya, negara hanya memikirkan citra di mata dunia.

Standar Kesejahteraan Rakyat

Penduduk dapat dikatakan sejahtera adalah apabila setiap individu dapat memenuhi kebutuhan pokoknya dengan baik dan layak. Dan kesejahteraan rakyat adalah sepenuhnya tugas negara karena negara berkewajiban mengurusi rakyatnya. Diantaranya tercukupinya dengan baik kebutuhan asasi rakyat seperti sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan.

Kemiskinan dapat berdampak pula pada tingginya kriminalitas, tidak adanya pendapatan dan lemahnya keimanan akan mendorong orang yang hidup dalam kemiskinan bisa menjadikan banyak hal keburukan, seperti tindakan kriminalitas, maraknya program kristenisasi, gurita korupsi, tingginya angka balita stunting, gizi buruk, dan masih banyak lainnya.

Islam sebagai Solusi Tuntas

Di dalam sistem islam, tugas penguasa adalah sebagai riayah su'unil ummah (pengatur urusan ummat). Islam menjadikan penguasa untuk mengurus rakyat dan menjamin kesejahteraannya orang per orang sehingga dapat hidup layak dan tercukupi semua kebutuhan dasarnya.

Adapun beberapa mekanisme di dalam islam untuk menjadikan kesejahteraan rakyatnya, yaitu diantaranya:

Pertama, menyediakan lapangan pekerjaan untuk laki-laki. Negara wajib menyediakan lapangan kerja yang menyerap banyak tenaga kerja terutama untuk laki-laki. Karena merekalah pencari nafkah bagi keluarganya.

Allah SWT berfirman:
"Kewajiban ayah memberikan makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara makruf." (Q.S Al-Baqarah [2] : 233).

Kedua, pengelolaan kepemilikan. Ada tiga aspek kepemilikan dalam Islam yaitu kepemilikan individu, umum, dan negara. Kepemilikan individu memungkinkan siapa pun mencari harta untuk memenuhi kebutuhannya dengan cara yang dibolehkan Islam. Adapun kepemilikan umum dikelola negara dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat, yaitu bisa berupa harga murah bahkan gratis.

Rasulullah SAW bersabda: “Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad)

Harta kepemilikan umum ini wajib dikelola negara dan tidak boleh diswastanisasi dan diprivatisasi sebagaimana dalam sistem kapitalis.

Ketiga, Mengharamkan riba. Cara mengatasi kemiskinan yang ketiga yaitu dengan mengharamkan riba. Perlu diingat, Rasulullah SAW sangat melarang umat Islam menerapkan praktik riba.

Hal ini karena praktik riba dapat menghambat pertumbuhan ekonomi, membuat orang miskin semakin miskin, membuat orang kaya makin kaya, serta merugikan masyarakat kecil.

Keempat, memfungsikan orang-orang kaya. Seperti yang diketahui, di dalam Islam terdapat infak, zakat, sedekah dan lain-lain.
Ibadah tersebut bersifat sosial, yakni orang-orang kaya atau yang memiliki harta berkecukupan memberikan sebagian hartanya untuk saudara yang miskin dan membutuhkan. Meski begitu, tidak semua orang bisa mendapatkan sedekah. Hanya orang yang benar-benar miskin dan tidak mampu mencari pekerjaan saja.

Begitu kompleks Islam dalam upaya meminimalisir kemiskinan rakyatnya, dan perjalanan panjang sejarah kaum Muslim dalam sistem aturan islam, membuktikan bahwa solusi tersebut benar-benar dapat berjalan dan direalisasikan. Sebagaimana daulah islam yang pernah berjaya hingga menaungi 2/3 dunia. 

Sehingga solusi tepat untuk menyelesaikan PR besar mengentaskan kemiskinan tiada lain adalah dengan mengganti sistem kapitalisme dengan ideologi Islam karena hanya Islam yang memiliki konsep yang lengkap dan menyeluruh dalam mengurai permasalahan kehidupan manusia, tak terkecuali masalah kemiskinan. Dengan Islam semua rakyat akan terpenuhi segala kebutuhannya baik yang muslim maupun non muslim. Semua itu akan terwujud dalam bingkai Daulah Khilafah Islamiyah.

Wallahu a’lam bishowab.

Oleh: Arifah Azkia N.H., S.E.
Sahabat Tinta Media 

Rabu, 14 Juni 2023

Pakar Ekonomi Ungkap Tiga Penyebab Kemiskinan

Tinta Media - Pakar Ekonomi Dr. Muhammad Sholahudin mengatakan, setidaknya ada tiga penyebab kemiskinan.

"Jadi kalau di lihat dari beberapa hal ini, ternyata kalau kita bisa meringkas itu ada tiga penyebab kemiskinan," ujarnya dalam diskusi: Jawa Tengah Termasuk Provinsi Rawan Miskin, Ganjar Gubernur Gagal? Di kanal Youtube Pusat Analisis Kebijakan Strategis, Kamis (8/6/2023). 

Pertama adalah kultural. Merasa tidak perlu pendidikan formal adalah karena kultural. "Kultural kemiskinan, karena kultural sebagian besar waktu dihabiskan di laut ini juga kultural budaya, pola hidup, ini berarti kultural juga, pola hidup konsumtif kultural juga, tidak memiliki tabungan cultural juga," paparnya. 

Kedua, alamiah. Kondisi alam adalah termasuk faktor alamiah. "Cuaca yang tidak menentu ketika berlayar, atau bercocok tanam yang semestinya di musim hujan tetapi musim panas atau semestinya musim panas tetapi ternyata musim hujan akhirnya bercocok tanamnya jadi kacau," ujarnya. 

Sementara, lanjutnya itu tidak ada informasi cuaca jangka pendek menengah maupun panjang  juga menjadi faktor alamiah. 

Ketiga adalah struktural atau dari kebijakan pemerintah. Seperti pendidikan rendah, biaya sekolah tinggi, lokasi jauh dari tempat tinggal.

"Rendahnya tingkat pendidikan dan akses terhadap pendidikan berkualitas yang membatasi mobilitas sosial dan kesempatan mendapatkan pekerjaan lebih baik," katanya. 

Dia juga mencontohkan terkait struktural atau dari kebijakan pemerintah misalnya keterbatasan lapangan kerja formal dan keterbatasannya kesempatan kerja yang menyebabkan tingkat pengangguran tinggi 

"Termasuk kebijakan pemerintah terhadap harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang fluktuatif naik turun itu, turunnya sedikit naiknya banyak itu mempengaruhi daya beli masyarakat," ujarnya 

Lebih lanjut ia katakan terkait ketahanan pangan yang buruk banyak yang bjsa menyebabkan stunting akibag pangan yang terbatas. Semua itu adalah kebijakan-kebijakan atau kemiskinan yang disebabkan karena struktural. 

"Jadi nampaknya kemiskinan yang disebabkan karena struktural itu lebih banyak daripada kemiskinan yang disebabkan karena kultural maupun alamiah," pungkasnya. [] Setiawan Dwi 

Jumat, 09 Juni 2023

Bantuan Modal, Benarkah Solusi Tuntas Kemiskinan

Tinta Media - Indonesia merupakan salah satu negara yang sumber daya alamnya melimpah ruah.

Namun, sebagaimana kita ketahui bersama, di balik sumber daya alam yang melimpah, masih banyak permasalahan yang belum terselesaikan. Salah satu di antaranya adalah permasalahan kemiskinan. Ini adalah masalah yang sudah sangat klasik, bahkan mulai dari zaman penjajahan kolonial.

Kemiskinan akan membuat setiap orang mengalami kelaparan dan kebodohan. Kemiskinan juga menyebabkan orang sulit untuk berusaha dan beraktivitas, sehingga tercipta banyak pengangguran. 

Tingkat pengangguran yang tinggi menyebabkan kekerasan dan kejahatan, dan ujung-ujungnya akan berakhir pada kemiskinan. Siklus ini akan terus menerus berputar seiring waktu.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tingkat kemiskinan pada bulan September tahun 2021 mencapai  9,71%. Pada perseptember 2022, tingkat kemiskinan meningkat, baik di wilayah perkotaan maupun pedesaan. Masing-masing menjadi 7,53% dan 12.36%.

Di antara upaya untuk menanggulangi kemiskinan, pemerintah bekerja sama dengan pihak swasta, yaitu PT PNM (Permodalan Nasional Madani), dengan memberikan bantuan modal usaha kepada para pemilik UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) dengan menargetkan 16 juta perolehan nasabah  pada tahun ini (tahun 2023). Hal ini dikemukakan oleh Direktur PT. PNM  Arief Mulyadi di jakarta pada hari Sabtu, 27/05/2023.

Direktur PT. PNM, Arief Mulyadi mengatakan bahwa pihaknya optimis dapat membantu pemerintah dalam menurunkan angka kemiskinan. Sebab, angka kemiskinan di Indonesia telah berkurang dari status tersebut. Kebanyakan mendapatkan bantuan modal usaha dari PNM untuk membangun usaha.

Namun, apakah benar bahwasanya bantuan modal usaha ini akan mampu menjadi solusi tuntas kemiskinan secara merata? Tentunya  jawabannya pasti sangat sulit.

Sebab, pada faktanya, para pemilik usaha UMKM akan mengalami beberapa permasalahan/ kesulitan, contohnya seperti beratnya persaingan, minimnya modal usaha, kurangnya inovasi, masalah perizinan usaha, dll.

Persoalan kemiskinan di negeri ini merupakan persoalan sistemik. Kondisi ini dipengaruhi oleh sistem aturan hidup yang diterapkan di tengah umat saat ini. Kita hidup dalam negara yang hanya berperan sebagai regulator dengan sistem kapitalisme yang berasaskan pemisahan agama dalam kehidupan (sekulerisme). Sistem ini menjunjung tinggi hak kebebasan dan dijadikan sebagai acuan oleh sebagian besar umat dalam menjalani kehidupan ini.

Salah satu di antara kebebasan tersebut adalah kepemilikan, yaitu individu diperbolehkan mengelola sumber daya alam yang melimpah ini. Padahal, kekayaan alam yang melimpah inj seharusnya dikelola oleh negara untuk kemaslahatan umat secara keseluruhan. Akibatnya malah terjadi ketimpangan, ya g kaya semakin kaya, dan yang miskin semakin melarat.

Kondisi ini diperparah dengan adanya kebijakan yang diambil oleh negara, contohnya kebijakan untuk menaikkan harga BBM. Tentu ini akan berdampak pada kenaikan harga sembako sehingga semakin menjadikan penghasilan menjadi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok hidup sehari hari.

Pada akhirnya, masyarakat yang tadinya berada dalam hidup sederhana bisa menurun ke tarap hidup yang lebih rendah dengan kategori miskin dikarenakan kondisi ini.
Belum lagi sulitnya mencari lapangan pekerjaan, menjadikan tingkat pengangguran semakin tinggi.

Tidak bisa dimungkiri, dengan adanya bantuan modal usaha ini, secara tidak langsung bisa sedikit membantu untuk menyerap tenaga kerja. Hanya saja, jika dijadikan solusi untuk menuntaskan kemiskinan, ini masih jauh api dari panggang. Hal ini karena adanya faktor-faktor lain yang mempengaruhinya.  

Pemberian modal tersebut justru semakin memperumit keadaan. Sebab, dengan adanya bantuan modal usaha ini, negara malah seolah-olah berlepas tangan dalam menyelesaikan permasalahan kemiskinan ini.

Berbeda dengan sistem Islam. Dalam sistem Islam, negara berperan sebagai perisai (Ra'in) yang akan mengurusi persoalan umat. Negara senantiasa memenuhi seluruh kebutuhan pokok individu, di antaranya pemenuhan kebutuhan sandang, pangan, papan. Begitu pula dengan kebutuhan pendidikan, keamanan, dan kesehatan. Semuanya akan dijamin oleh negara sehingga akan menjadikan umat mudah bangkit dari kemiskinan dan mampu meningkatkan taraf hidup akan sejahtera.

Wallahu"Allam bishawab.

Oleh: Yuli ummu Shabira
Sahabat Tinta Media 

Kamis, 08 Juni 2023

Solusi Kemiskinan di Sistem Kapitalis Justru Tak Solutif


Tinta Media - Kemiskinan saat ini sudah menjadi ancaman atau hambatan untuk mewujudkan Indonesia maju. Belum lagi jumlah kemiskinan saat ini semakin ekstrem. Banyaknya sumber daya manusia membuat Indonesia kewalahan dalam menciptakan lapangan pekerjaan. Masyarakat mencukupi kebutuhan hidupnya dengan segala upaya. Ada yang menjadi pegawai, ada juga yang buka usaha sendiri. Namun, bagaimana bisa membuka usaha kalau tidak memiliki modal dari awal? 

Maka dari itu, saat ini banyak perusahaan-perusahaan besar yang membuka peluang usaha berupa peminjaman modal untuk masyarakat. Pemerintah juga mengeluarkan kebijakan dengan memberikan bantuan untuk masyarakat tidak mampu. Alibinya untuk mengurangi angka kemiskinan ekstrem di Indonesia. 

Direktur Utama PT Permodalan Nasional Madani (PNM) Arief Mulyadi mengatakan, pihaknya optimis dapat membantu pemerintah dalam menurunkan angka kemiskinan ekstrem. Sebab, sebesar 47 persen masyarakat miskin di Indonesia yang telah keluar dari status tersebut kebanyakan mendapatkan bantuan modal dari PNM untuk membangun usaha.

PT Permodalan Nasional Madani (Persero) atau PNM menargetkan 16 juta nasabah aktif di tahun ini dengan penyaluran pembiayaan sebesar Rp75 triliun hingga akhir tahun 2023. Hal itu disampaikan Direktur Utama PNM Arief Mulyadi saat memaparkan target dan kinerja PNM kepada rekan-rekan jurnalis di Menara PNM, Sabtu (27/5).

Adanya perusahaan yang membuka peluang peminjaman modal usaha, membuat masyarakat tergiur akan hal itu dan berbondong-bondong untuk membuka usaha sendiri karena ada modal yang membantu usahanya. Masyarakat merasa bahwa hal ini merupakan suatu kabar gembira, terutama masyarakat miskin agar bisa membuka usaha dan mencukupi kebutuhan hidup. 

Banyaknya PT di Indonesia yang membuat target atau kinerja permodalan agar bisa lebih meningkat target, dengan anggapan ingin membantu pemerintah menurunkan angka kemiskinan saat ini. Opini yang beredar menyatakan bahwa banyak masyarakat yang keluar dari zona kemiskinan karena berhasil dalam usahanya dengan pinjaman modal dari perusahaan terkait.

Namun, nyatanya hal ini bukanlah menjadi solusi sebenarnya untuk menurunkan angka kemiskinan. Hal ini justru membuat masyarakat makin ribet akan urusan peminjaman modal dari perusahaan. Belum lagi dalam penetapan bunga pada modal yang dipinjam. 

Inilah yang dinamakan bantuan setengah hati, bukti bahwa pemerintah memberikan bantuan setengah hati kepada rakyat. Seharusnya pemerintah tidak membiarkan rakyat hidup dalam kesusahan, tidak membiarkan masyarakat tersangkut urusan dengan perusahaan bank yang kian mencengkeram kehidupan. 

Inilah upaya kapitalis dalam menuntaskan masalah kemiskinan. Semua harus dijadikan bisnis tanpa memandang halal-haram. Sistem ekonomi kapitalis memang tidak dapat memakmurkan masyarakat. Dalam sistem ini, yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin. Kini sudah kian tampak karut-marut perekonomian ala kapitalis yang tidak dapat memakmurkan masyarakat. 

Padahal, tugas pemerintahlah yang mengatur serta mengurusi rakyat sesuai dengan hukum syara', yaitu sesuai dengan syariat Islam. Umat tidak akan pernah mendapatkan kesejahteraan hakiki apabila belum menerapkan hukum aturan Allah di tengah-tengah kehidupan. 

Masih banyak masyarakat yang belum paham bahwa banyaknya perusahaan yang membuka peluang untuk meminjamkan modal itu pasti tersangkut dengan riba. Allah Sang Pencipta sekaligus Sang Pengatur kehidupan sangat-sangat mengharamkan riba.

Bagaimanapun alasannya, kita sebagai hamba ciptaan-Nya harus berusaha menjauhkan diri dari perbuatan raiba, bukan malah mendekatinya. 

Kemiskinan kian meningkat ini bukti bahwa rakyat membutuhkan sistem pemerintahan yang benar-benar mengatur dan meria'yah kehidupan rakyat agar sejahtera lagi menyejahterakan. Seperti ketika dalam sistem pemerintahan Islam di masa Khalifah Umar bin Khattab yang mampu menuntaskan masalah kemiskinan saat itu. Bahkan, seorang khalifah rela keluar untuk melihat kondisi rakyatnya yang masih dalam kesusahan dan khalifah langsung memberi bantuan tanpa menyusahkan rakyat tersebut.  

Inilah sistem pemerintahan Islam yang seharusnya dirindukan oleh setiap rakyat. Sistem pengelolaan ekonomi Islam sangatlah paripurna dan sempurna dalam menyejahterakan rakyat. Sudah saatnya rakyat sadar bahwa solusi penuntasan masalah kemiskinan adalah dengan menghilangkan kapitalisme dan mewujudkan sistem Islam. 
Walllahu A'lam Bishawab

Oleh: Marsya Hafidzah Z.
Pelajar, aktivis Dakwah Remaja SWIC

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab