Tinta Media: Kemiskinan
Tampilkan postingan dengan label Kemiskinan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kemiskinan. Tampilkan semua postingan

Minggu, 02 Juli 2023

Kemiskinan Papua yang Tak Kunjung Selesai

Tinta Media - Papua adalah daerah yang mengalami ketertinggalan dan masih diselimuti dengan kemiskinan. Hal ini seharusnya menjadi tanggung jawab negara untuk mengatasinya.

Kemiskinan di Papua diklaim turun berdasarkan peningkatan IPM dan  menurunnya tingkat kemiskinan. Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Theofransus Litaay menyebut dalam kurun waktu 10 tahun prioritas pembangunan Papua banyak membawa perubahan dan keberhasilan di masyarakat paling Timur Indonesia itu.

"Hasil pembangunan secara objektif di Papua banyak peningkatan dari aspek Indeks Pembangunan Manusia (IPM), penurunan angka kemiskinan dan meningkatnya angka harapan hidup," ujar Tenaga Ahli Utama KSP Theofransus Litaay, Minggu 11/6/2023. (CNNIndonesia.com)

Theofransus menuturkan bahwa tingkat kemiskinan mengalami penurunan signifikan, yakni dari 28,17 persen di Maret 2010 di Papua menjadi 26,56 persen di 2022. Papua Barat juga mengalami penurunan dari 25,82 persen pada 2010 menjadi 21,33 persen di 2022.

Dilihat dari tingkat kemiskinan, memang angkanya mengalami penurunan, sejatinya sejatinya penurunan itu masih menyisakan PR besar, mengingat penurunan tersebut terjadi dalam waktu 10 tahun. Waktu yang cukup lama hanya untuk membuat angka kemiskinan turun, padahal Papua adalah daerah dengan sumber daya alam melimpah, seperti tambang emas, minyak dan gas bumi, hasil hutan, perikanan, dan lainnya.

Angka tersebut memang menunjukkan perubahan, tetapi tak cukup hanya dengan mengandalkan angka saja. Hal itu harus disesuaikan dengan fakta yang terjadi di lapangan. Kenyataannya, masih banyak masyarakat yang kelaparan dan mengalami gizi buruk, di tambah sulitnya mencari pekerjaan dan minimnya pendidikan.

Fenomena stunting dan kemiskinan ekstrem ini saling berkesinambungan. Biasanya keluarga yang miskin ekstrem anak-anaknya juga terkena stunting, karena minimnya akses dan kualitas pelayanan kesehatan, seperti rendahnya cakupan bayi yang mendapatkan imunisasi dasar lengkap, kurangnya sarana dan prasarana air bersih yang layak, serta masih ditemukan balita yang tidak mendapatkan makanan tambahan.

Namun, di dalam sistem ekonomi kapitalis, angka ini seolah menjadi patokan dan diganggap telah terjadi kesejahteraan. Mereka tidak melihat bahwa masyarakat di sana masih banyak yang kelaparan karena tidak adanya penghasilan dan harga pangan yang tinggi membuat masyarakat kesulitan memenuhi kebutuhan. Belum lagi pendidikan dan pelayanan kesehatan yang tidak memadai.

Sungguh miris, wilayah yang memiliki sumber daya alam yang melimpah mengalami kemiskinan ekstrem. Seharusnya sumber daya alam itu dapat menyejahterakan rakyat jika di kelola dengan benar. 

Sistem ekonomi kapitalis yang diterapkan di negeri ini membuat Papua tertinggal jauh. Perubahan berjalan lamban disebabkan pengelolaan sumber daya alam diserahkan ke tangan asing. Upaya yang dilakukan tidak efektif untuk menyelesaikan permasalahan ini.

Kemiskinan termasuk masalah serius di negeri ini yang mestinya dituntaskan dengan cara yang serius pula. Solusi itu hanya ada pada sistem Islam. Islam akan menjalankan ekonomi dan politik sesuai dengan hukum syariat yang berasal dari Allah Set. yang pastinya sesuai dengan kebutuhan manusia.

Dengan Islam, kesejahteraan terhadap masyarakat Papua dapat diwujudkan. Negaralah yang akan mengelola sumber daya alam, bukan pihak asing. Buasil pengelolaan sumber daya alam akan dikembalikan untuk kepentingan umum, karena memang itu adalah hak rakyat, seperti memenuhi sandang, pangan, papan, kesehatan, dan pendidikan gratis, serta menjamin keamanan dan keselamatan. 

Rasulallah saw. bersabda:
"Kaum muslimin berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput, air, dan api". (HR. Abu Dawud dan Ahmad). 

Kemiskinan akan terselesaikan, tidak ada lagi kata tertinggal dan pembangunan di Papua mendapat prioritas yang sama dengan daerah lain. Bahkan bukan hanya Papua yang sejahtera, tetapi seluruh daerah dapat sejahtera jika sistem islam yang diterapkan. Wallahualam Bishawab.

Oleh: Rifdatul Anam
Sahabat Tinta Media

Rabu, 21 Juni 2023

Utang Riba Marak, Akankah Kemiskinan Terdepak?

Tinta Media - Upaya mendepak kemiskinan dari negeri ini tampaknya masih jauh dari kata tamat. Bak sinetron, upaya tersebut masih bersambung dan dibumbui trik-trik penggoda. Salah satu triknya adalah memberikan bantuan modal. Seperti tujuan diluncurkannya PT PNM (Permodalan Nasional Madani) pada tahun 2015 yang bergerak di bidang layanan pinjaman modal untuk perempuan prasejarah pelaku UMKM. Kemudian, pada tahun 2016 PNM meluncurkan program untuk membina ekonomi keluarga sejahtera (PNM-MEKAAR).

Kalau bunga yang mekar pasti membuat hati bahagia. Namun, jika yang mekar adalah utang riba berbalut pinjaman modal, betapa ngerinya. Sayangnya, kengerian ini hanya dirasakan sebagian orang. Sedangkan bagi yang lain justru mempesona, karena dianggap sebagai solusi masalah keuangan masyarakat. Akibatnya, nasabah Mekaar meningkat hingga mencapai puluhan juta orang. Pelayanannya berbasis kelompok dan diangsur setiap pekan dalam waktu satu tahun dianggap meringankan. Padahal, pinjaman diberikan dengan potongan 5% dari jumlah utang pokok dan bunga sebesar 2,5%.

Lebih miris lagi, sejak akhir tahun 2018 dibentuk PNM Mekaar Syariah melalui pengembangan di beberapa cabang mulai dari wilayah Aceh, Padang, dan Nusa Tenggara Barat. Hingga akhir tahun 2022, PNM Mekaar Syariah telah memiliki 9.928.948 nasabah atau sebesar 74,7% dari total 13.824.173 Number of Account (NoA) nasabah PNM Mekaar. (www.pnm.co.id/business/pnm-mekaar)

Benarkah pola pembiayaan PNM-MEKAAR akan mengentaskan masyarakat dari kemiskinan?

Perlu diingat, bahwa PT PNM ini adalah sebuah perusahaan yang bergerak di bidang jasa pemberian modal. Namanya perusahaan pasti memiliki tujuan utama untuk mendapatkan keuntungan. PT PNM dan entitas anak membukukan laba tahun berjalan yang didistribusikan kepada entitas induk sebesar Rp982,77 miliar sepanjang 2022. Perolehan laba tersebut meningkat 16,89% secara tahunan (year-on-year/yoy) dari sebelumnya sebesar Rp840,78 miliar. (dataindonesia.id)

Sungguh nyata, bahwa pengentasan kemiskinan melalui program PT PNM ini merupakan buah dari carut-marutnya Sistem Ekonomi Kapitalis. Sekulerisme (memisahkan kehidupan dari agama) sebagai landasan dari Kapitalisme telah menyebabkan masyarakat tergiur hingga menyambut hangat keberadaan PNM Mekaar yang memberikan pinjaman tanpa agunan dan berbagai iming-iming kemudahan. Hal ini menunjukkan betapa rendahnya taraf berpikir masyarakat, karena hanya memperhitungkan keuntungan materi tanpa memperhatikan halal haram. Bahkan, dengan mudah berdalih menggunakan kata terpaksa. Padahal, kebolehan melakukan perbuatan haram akibat terpaksa adalah ketika jika tidak dilakukan akan mengantarkan pada kebinasaan. Jika demikian, penguasa bertanggung jawab untuk menghindarkan rakyat dari kebinasaan dengan memenuhi kebutuhannya, bukan justru lepas tanggung jawab dengan menyerahkan kepada pihak lain seperti PT PNM.

Memang tak ada aturan yang sempurna selain Islam, karena lahir dari Sang Pencipta. Islam dibangun atas asas ruhiyah, sehingga paradigma kepemimpinannya adalah riayah su'unil ummah dengan mekanisme berikut:

1. Mewajibkan laki-laki menafkahi diri dan keluarga

2. Mewajibkan kerabat membantu keluarganya jika kepala keluarga terkendala mencari nafkah

3. Mewajibkan negara membantu rakyat miskin melalui Baitul mal jika kerabat terhalang menanggung nafkahnya

4. Mewajibkan kaum muslimin membantu rakyat miskin jika kas negara kosong. Oleh karena itu, negara wajib menyediakan lapangan kerja bagi laki-laki

5. Negara wajib memenuhi standar pelayanan terbaik, cepat, mudah, dan profesional dalam jaminan kesehatan, pendidikan, dan pelayanan fasilitas publik dengan murah atau gratis

6. Negara mempermudah rakyat memenuhi kebutuhan sekunder dan tersier untuk meningkatkan kualitas hidupnya

7. Negara wajib mengelola SDA dengan prinsip riayah, bukan bisnis. Haram menyerahkannya kepada swasta

Begitulah akidah Islam telah melahirkan seperangkat aturan yang akan membawa kemaslahatan bagi seluruh manusia. Wallahu a'lam!

Oleh: Wida Nusaibah 
Pemerhati Masalah Sosial

Selasa, 20 Juni 2023

MMC: Penerapan Sistem Islam Solusi Tuntas Atasi Kemiskinan Ekstrem


Tinta Media - Narator Muslimah Media Center (MMC) mengungkapkan bahwa solusi tuntas kemiskinan ekstrem dalam kehidupan kapitalistik di Indonesia pada kisaran 2,5-3% dari total penduduk adalah dengan menerapkan sistem Islam.

“Perubahan sistem tersebut dengan penerapan sistem Islam yang mampu mewujudkan kesejahteraan rakyat. Dan terwujud dalam negara yang menjalankan sistem Khilafah Islamiyah,” ungkapnya dalam Program Hitam Putih Kehidupan: Miskin Ekstrem, Seharusnya Berpenghasilan 35ribu untuk Hidupi Anak Cucu, di kanal Youtube Muslimah Media Center (MMC), Rabu (15/6/2023).

Khilafah, menurutnya memiliki solusi untuk menyelesaikan masalah kemiskinan secara tuntas, seperti jaminan pemenuhan kebutuhan pokok dengan negara sebagai penjamin pemenuhan kebutuhan pokok tersebut. “Termasuk memenuhi kebutuhan rakyat miskin dengan perekonomian sesuai Islam, maka distribusi kekayaan akan merata dan negara memenuhi tugasnya untuk meriayah atau mengurusi urusan rakyatnya,” tuturnya.

Negara juga memiliki pengaturan kepemilikan, yaitu kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara. “Haram hukumnya aset milik umum dimonopoli oleh individu atau swasta, karena apa yang menjadi milik umum hasilnya harus diserahkan kepada umat dalam bentuk jaminan pemenuhan kebutuhan dasar, seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan,” ucapnya.

Rakyat Miskin Mustahil Sejahtera dalam Sistem Kapitalisme

Narator mengkritisi peran negara dalam sistem kapitalisme yang menjamin dan melindungi kebebasan hak milik individu untuk menguasai apapun termasuk kepemilikan umum.
“Kepemilikan umum itu, seperti sumber daya alam yang seharusnya milik umum justru dikuasai dan dimonopoli oleh para pemilik modal. Kapitalisme jelas mengakibatkan terjadinya akumulasi kekayaan yang melimpah ruah pada segelintir orang,” kritiknya.
Akibatnya menurutnya rakyat tidak dapat menikmati hasil. “Sehingga rakyat akan masuk ke lubang kemiskinan bahkan kemiskinan ekstrem,” ujarnya.
Hal ini disebabkan negara tidak menjalankan perannya sebagai raa’in dan membiarkan rakyatnya terseok-seok sendiri memenuhi kebutuhan hidupnya. Ia menegaskan negara justru semakin menekan rakyat. “Negara semakin menekan rakyat dengan menarik pajak, mengomersialisasi segala kebutuhan dasar rakyat. Ini membuat rakyat miskin mustahil hidup sejahtera,” pungkasnya. [] Ageng Kartika

Senin, 19 Juni 2023

Ilusi Menghapus Kemiskinan Ekstrem di Tahun 2024


Tinta Media - Definisi mimpi di siang bolong sedang terjadi pada pemimpin tertinggi negeri ini. Berambisi dengan target kemiskinan ekstrem habis di tahun 2024. Tidak salah bila banyak pengamat dan ahli ekonomi menganggap target ini hanya sebagai legacy si Dia berhasil. Selain banyak pihak ragu akan kemampuannya, di atas program-program pengentasan kemiskinan yang sudah dijalankan, dalam pelaksanaannya selalu tidak tepat sasaran.

Untuk angka kemiskinan ekstrem yang masih ada di atas 2% penduduk Indonesia dan bisa menjadi 0% di tahun 2024 sangat tidak realistis. Organisasi Internasional dengan program SDG's nya saja, menargetkan penghapusan kemiskinan ekstrem baru bisa terealisasi di tahun 2030.  Tak habis pikir bagaimana target  ini akan berhasil dalam waktu hanya beberapa bulan dari sekarang.

Kemiskinan Ekstrem Buah Kapitalis

Bukan main tidak manusiawi kapitalis memperlakukan manusia. Untuk standar PBB orang miskin ekstrem adalah orang dengan penghasilan di bawah $1,9, setara dengan Rp 21.000. BPS sendiri lebih kejam lagi dengan memberi standar penghasilan bagi orang miskin ekstrem hanya di angka Rp 11.000. Saya membayangkan mampukah para petinggi negeri  hidup dengan penghasilan sebesar itu? Penghasilan sebesar itu, membeli nasi di warteg adalah mimpi, membeli beras dengan lauknya adalah kemewahan.

Sistem kapitalis bertabiat melahirkan kemiskinan ekstrem karena tertutupnya akses mereka mendapatkan penghasilan. Misalnya orang-orang miskin ini ingin bertani, tanah sudah dikuasai mafia tanah. Pupuk juga sudah dimonopoli kapitalis hingga tak terjangkau, begitupun benih. Dan terlebih masalahnya, yang masuk dalam kategori miskin ekstrim adalah orang-orang yang lemah. Orang tua renta, perempuan, dan penduduk yang tinggal jauh di pelosok. Bantuan yang diberikan dalam bentuk bantuan modal, atau subsidi meskipun pemerintah berkoar-koar telah menghabiskan anggaran yang besar, tetap saja tidak menyelesaikan masalah kemiskinan. Pantas bila lembaga penanggulangan kemiskinan memprediksi angka kemiskinan akan naik di tahun 2024 karena kondisi ekonomi  negeri semakin memprihatinkan.

Kebijakan tambal sulam dan berdiri hanya sebagai regulator bukan sebagai pengurus rakyatnya, negeri dengan sistem kapitalis tak akan pernah mampu menyelesaikan kemiskinan dengan predikat apapun.

Konstruksi Islam Menyelesaikan Kemiskinan

Dalam Islam, kondisi miskin bukan dihitung dari angka-angka, tetapi karena kondisi yang sebenarnya. Seseorang yang tidak terpenuhi kebutuhannya telah dianggap sebagai fakir miskin. Dan Islam menyelesaikan secara integral. Dari aspek penanganan yang bisa diselesaikan oleh individu hingga negara.

Islam memastikan kebutuhan manusia terpenuhi. Baik  kebutuhan primernya sebagai individu seperti kebutuhan pangan, sandang dan papan. Keamanan, kesehatan, dan pendidikan juga menjadi perhatian Islam.

Politik ekonomi Islam akan menjadikan manusia mudah untuk memenuhi kebutuhan dan sekunder tersier

Dalam Islam, setiap lelaki yang sudah mukallaf dan mampu diwajibkan bekerja. Bagi perempuan dan orang-orang yang lemah, ada jaminan nafkah. Jika dia tidak memiliki suami atau keluarga yang mampu memenuhi nafkahnya, maka negara bertanggung jawab akan nafkahnya. Selain itu negara menyediakan pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat. Kebutuhan akan kesehatan, pendidikan, dan keamanan.

Negara memastikan semua warga negara mampu mengakses alat produksi dengan pengaturan kepemilikan sesuai syariat Islam. Individu-individu dalam sistem Islam dipersilahkan untuk mengelola faktor produksi yang diijinkan oleh syariat untuk dimiliki individu. Misalnya dengan menghidupkan tanah mati untuk menjadi lahan pertanian.

Solusi Islam untuk mengatasi kemiskinan bersifat integral, bukan abal-abal. Dan siapa yang berani mengatakan ilusi, karena telah terbukti selama 14 abad mampu mensejahterakan bumi.

Oleh: Khamsiyatil Fajriyah 

Sahabat Tinta Media

Sabtu, 17 Juni 2023

Angka Kemiskinan Meningkat, Butuh Solusi Tepat

Tinta Media - Dari tahun ke tahun angka kemiskinan masih menjadi problem pahit yang terus meningkat dialami oleh masyarakat. Kemiskinan ekstrim menjadi persoalan besar Indonesia.

Dilansir dari CNBC Indonesia, Selasa (9/5/2023), Bank Dunia merekomendasikan kepada pemerintah Indonesia supaya mengubah acuan tingkat garis kemiskinan yang diukur melalui paritas daya beli atau purchasing power parity.

Menurut mereka, seharusnya garis kemiskinan di Indonesia diukur dengan paritas daya beli melalui besaran pendapatan sebesar US$ 3,20 per hari, bukan dengan ukuran yang pemerintah gunakan sejak 2011 sebesar US$ 1,9 per hari.

Merespons hal itu, Sri Mulyani mengatakan, ukuran garis kemiskinan yang disarankan Bank Dunia itu belum bisa menggambarkan kondisi perekonomian masyarakat Indonesia. Selain itu, jika ukuran garis kemiskinannya di naikkan malah menyebabkan 40% masyarakat malah tergolong orang miskin.

Bank dunia merekomendasikan acuan garis kemiskinan di Indonesia disesuaikan dengan global, yaitu sebesar US$ 3,2 PPP per hari. Sehingga dengan acuan tersebut menunjukkan 40% warga Indonesia terkategori miskin. Merespon hal demikian, pemerintah tetap bersikukuh bahwa Indonesia memerlukan garis kemiskinan sendiri berdasarkan wilayah yang ada di Indonesia.

Padahal sejatinya, rakyat Indonesia memang darurat kemiskinan. Sehingga meskipun mengukur kesejahteraan masyarakat dengan mengutak-atik standar kemiskinan tidak akan bisa mengentaskan problem di Indonesia. 

Dalam hal ini negara berambisi menjadi negara berpenghasilan tinggi, tetapi maunya angka kemiskinan tidak meningkat seiring pengubahan garis kemiskinan yang direkomendasikan oleh Bank Dunia. Dengan demikian, pemerintah sama saja berbuat zalim kepada rakyat karena tidak menjelaskan fakta kemiskinan yang sesungguhnya, negara hanya memikirkan citra di mata dunia.

Standar Kesejahteraan Rakyat

Penduduk dapat dikatakan sejahtera adalah apabila setiap individu dapat memenuhi kebutuhan pokoknya dengan baik dan layak. Dan kesejahteraan rakyat adalah sepenuhnya tugas negara karena negara berkewajiban mengurusi rakyatnya. Diantaranya tercukupinya dengan baik kebutuhan asasi rakyat seperti sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan.

Kemiskinan dapat berdampak pula pada tingginya kriminalitas, tidak adanya pendapatan dan lemahnya keimanan akan mendorong orang yang hidup dalam kemiskinan bisa menjadikan banyak hal keburukan, seperti tindakan kriminalitas, maraknya program kristenisasi, gurita korupsi, tingginya angka balita stunting, gizi buruk, dan masih banyak lainnya.

Islam sebagai Solusi Tuntas

Di dalam sistem islam, tugas penguasa adalah sebagai riayah su'unil ummah (pengatur urusan ummat). Islam menjadikan penguasa untuk mengurus rakyat dan menjamin kesejahteraannya orang per orang sehingga dapat hidup layak dan tercukupi semua kebutuhan dasarnya.

Adapun beberapa mekanisme di dalam islam untuk menjadikan kesejahteraan rakyatnya, yaitu diantaranya:

Pertama, menyediakan lapangan pekerjaan untuk laki-laki. Negara wajib menyediakan lapangan kerja yang menyerap banyak tenaga kerja terutama untuk laki-laki. Karena merekalah pencari nafkah bagi keluarganya.

Allah SWT berfirman:
"Kewajiban ayah memberikan makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara makruf." (Q.S Al-Baqarah [2] : 233).

Kedua, pengelolaan kepemilikan. Ada tiga aspek kepemilikan dalam Islam yaitu kepemilikan individu, umum, dan negara. Kepemilikan individu memungkinkan siapa pun mencari harta untuk memenuhi kebutuhannya dengan cara yang dibolehkan Islam. Adapun kepemilikan umum dikelola negara dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat, yaitu bisa berupa harga murah bahkan gratis.

Rasulullah SAW bersabda: “Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad)

Harta kepemilikan umum ini wajib dikelola negara dan tidak boleh diswastanisasi dan diprivatisasi sebagaimana dalam sistem kapitalis.

Ketiga, Mengharamkan riba. Cara mengatasi kemiskinan yang ketiga yaitu dengan mengharamkan riba. Perlu diingat, Rasulullah SAW sangat melarang umat Islam menerapkan praktik riba.

Hal ini karena praktik riba dapat menghambat pertumbuhan ekonomi, membuat orang miskin semakin miskin, membuat orang kaya makin kaya, serta merugikan masyarakat kecil.

Keempat, memfungsikan orang-orang kaya. Seperti yang diketahui, di dalam Islam terdapat infak, zakat, sedekah dan lain-lain.
Ibadah tersebut bersifat sosial, yakni orang-orang kaya atau yang memiliki harta berkecukupan memberikan sebagian hartanya untuk saudara yang miskin dan membutuhkan. Meski begitu, tidak semua orang bisa mendapatkan sedekah. Hanya orang yang benar-benar miskin dan tidak mampu mencari pekerjaan saja.

Begitu kompleks Islam dalam upaya meminimalisir kemiskinan rakyatnya, dan perjalanan panjang sejarah kaum Muslim dalam sistem aturan islam, membuktikan bahwa solusi tersebut benar-benar dapat berjalan dan direalisasikan. Sebagaimana daulah islam yang pernah berjaya hingga menaungi 2/3 dunia. 

Sehingga solusi tepat untuk menyelesaikan PR besar mengentaskan kemiskinan tiada lain adalah dengan mengganti sistem kapitalisme dengan ideologi Islam karena hanya Islam yang memiliki konsep yang lengkap dan menyeluruh dalam mengurai permasalahan kehidupan manusia, tak terkecuali masalah kemiskinan. Dengan Islam semua rakyat akan terpenuhi segala kebutuhannya baik yang muslim maupun non muslim. Semua itu akan terwujud dalam bingkai Daulah Khilafah Islamiyah.

Wallahu a’lam bishowab.

Oleh: Arifah Azkia N.H., S.E.
Sahabat Tinta Media 

Rabu, 14 Juni 2023

Pakar Ekonomi Ungkap Tiga Penyebab Kemiskinan

Tinta Media - Pakar Ekonomi Dr. Muhammad Sholahudin mengatakan, setidaknya ada tiga penyebab kemiskinan.

"Jadi kalau di lihat dari beberapa hal ini, ternyata kalau kita bisa meringkas itu ada tiga penyebab kemiskinan," ujarnya dalam diskusi: Jawa Tengah Termasuk Provinsi Rawan Miskin, Ganjar Gubernur Gagal? Di kanal Youtube Pusat Analisis Kebijakan Strategis, Kamis (8/6/2023). 

Pertama adalah kultural. Merasa tidak perlu pendidikan formal adalah karena kultural. "Kultural kemiskinan, karena kultural sebagian besar waktu dihabiskan di laut ini juga kultural budaya, pola hidup, ini berarti kultural juga, pola hidup konsumtif kultural juga, tidak memiliki tabungan cultural juga," paparnya. 

Kedua, alamiah. Kondisi alam adalah termasuk faktor alamiah. "Cuaca yang tidak menentu ketika berlayar, atau bercocok tanam yang semestinya di musim hujan tetapi musim panas atau semestinya musim panas tetapi ternyata musim hujan akhirnya bercocok tanamnya jadi kacau," ujarnya. 

Sementara, lanjutnya itu tidak ada informasi cuaca jangka pendek menengah maupun panjang  juga menjadi faktor alamiah. 

Ketiga adalah struktural atau dari kebijakan pemerintah. Seperti pendidikan rendah, biaya sekolah tinggi, lokasi jauh dari tempat tinggal.

"Rendahnya tingkat pendidikan dan akses terhadap pendidikan berkualitas yang membatasi mobilitas sosial dan kesempatan mendapatkan pekerjaan lebih baik," katanya. 

Dia juga mencontohkan terkait struktural atau dari kebijakan pemerintah misalnya keterbatasan lapangan kerja formal dan keterbatasannya kesempatan kerja yang menyebabkan tingkat pengangguran tinggi 

"Termasuk kebijakan pemerintah terhadap harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang fluktuatif naik turun itu, turunnya sedikit naiknya banyak itu mempengaruhi daya beli masyarakat," ujarnya 

Lebih lanjut ia katakan terkait ketahanan pangan yang buruk banyak yang bjsa menyebabkan stunting akibag pangan yang terbatas. Semua itu adalah kebijakan-kebijakan atau kemiskinan yang disebabkan karena struktural. 

"Jadi nampaknya kemiskinan yang disebabkan karena struktural itu lebih banyak daripada kemiskinan yang disebabkan karena kultural maupun alamiah," pungkasnya. [] Setiawan Dwi 

Jumat, 09 Juni 2023

Bantuan Modal, Benarkah Solusi Tuntas Kemiskinan

Tinta Media - Indonesia merupakan salah satu negara yang sumber daya alamnya melimpah ruah.

Namun, sebagaimana kita ketahui bersama, di balik sumber daya alam yang melimpah, masih banyak permasalahan yang belum terselesaikan. Salah satu di antaranya adalah permasalahan kemiskinan. Ini adalah masalah yang sudah sangat klasik, bahkan mulai dari zaman penjajahan kolonial.

Kemiskinan akan membuat setiap orang mengalami kelaparan dan kebodohan. Kemiskinan juga menyebabkan orang sulit untuk berusaha dan beraktivitas, sehingga tercipta banyak pengangguran. 

Tingkat pengangguran yang tinggi menyebabkan kekerasan dan kejahatan, dan ujung-ujungnya akan berakhir pada kemiskinan. Siklus ini akan terus menerus berputar seiring waktu.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tingkat kemiskinan pada bulan September tahun 2021 mencapai  9,71%. Pada perseptember 2022, tingkat kemiskinan meningkat, baik di wilayah perkotaan maupun pedesaan. Masing-masing menjadi 7,53% dan 12.36%.

Di antara upaya untuk menanggulangi kemiskinan, pemerintah bekerja sama dengan pihak swasta, yaitu PT PNM (Permodalan Nasional Madani), dengan memberikan bantuan modal usaha kepada para pemilik UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) dengan menargetkan 16 juta perolehan nasabah  pada tahun ini (tahun 2023). Hal ini dikemukakan oleh Direktur PT. PNM  Arief Mulyadi di jakarta pada hari Sabtu, 27/05/2023.

Direktur PT. PNM, Arief Mulyadi mengatakan bahwa pihaknya optimis dapat membantu pemerintah dalam menurunkan angka kemiskinan. Sebab, angka kemiskinan di Indonesia telah berkurang dari status tersebut. Kebanyakan mendapatkan bantuan modal usaha dari PNM untuk membangun usaha.

Namun, apakah benar bahwasanya bantuan modal usaha ini akan mampu menjadi solusi tuntas kemiskinan secara merata? Tentunya  jawabannya pasti sangat sulit.

Sebab, pada faktanya, para pemilik usaha UMKM akan mengalami beberapa permasalahan/ kesulitan, contohnya seperti beratnya persaingan, minimnya modal usaha, kurangnya inovasi, masalah perizinan usaha, dll.

Persoalan kemiskinan di negeri ini merupakan persoalan sistemik. Kondisi ini dipengaruhi oleh sistem aturan hidup yang diterapkan di tengah umat saat ini. Kita hidup dalam negara yang hanya berperan sebagai regulator dengan sistem kapitalisme yang berasaskan pemisahan agama dalam kehidupan (sekulerisme). Sistem ini menjunjung tinggi hak kebebasan dan dijadikan sebagai acuan oleh sebagian besar umat dalam menjalani kehidupan ini.

Salah satu di antara kebebasan tersebut adalah kepemilikan, yaitu individu diperbolehkan mengelola sumber daya alam yang melimpah ini. Padahal, kekayaan alam yang melimpah inj seharusnya dikelola oleh negara untuk kemaslahatan umat secara keseluruhan. Akibatnya malah terjadi ketimpangan, ya g kaya semakin kaya, dan yang miskin semakin melarat.

Kondisi ini diperparah dengan adanya kebijakan yang diambil oleh negara, contohnya kebijakan untuk menaikkan harga BBM. Tentu ini akan berdampak pada kenaikan harga sembako sehingga semakin menjadikan penghasilan menjadi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok hidup sehari hari.

Pada akhirnya, masyarakat yang tadinya berada dalam hidup sederhana bisa menurun ke tarap hidup yang lebih rendah dengan kategori miskin dikarenakan kondisi ini.
Belum lagi sulitnya mencari lapangan pekerjaan, menjadikan tingkat pengangguran semakin tinggi.

Tidak bisa dimungkiri, dengan adanya bantuan modal usaha ini, secara tidak langsung bisa sedikit membantu untuk menyerap tenaga kerja. Hanya saja, jika dijadikan solusi untuk menuntaskan kemiskinan, ini masih jauh api dari panggang. Hal ini karena adanya faktor-faktor lain yang mempengaruhinya.  

Pemberian modal tersebut justru semakin memperumit keadaan. Sebab, dengan adanya bantuan modal usaha ini, negara malah seolah-olah berlepas tangan dalam menyelesaikan permasalahan kemiskinan ini.

Berbeda dengan sistem Islam. Dalam sistem Islam, negara berperan sebagai perisai (Ra'in) yang akan mengurusi persoalan umat. Negara senantiasa memenuhi seluruh kebutuhan pokok individu, di antaranya pemenuhan kebutuhan sandang, pangan, papan. Begitu pula dengan kebutuhan pendidikan, keamanan, dan kesehatan. Semuanya akan dijamin oleh negara sehingga akan menjadikan umat mudah bangkit dari kemiskinan dan mampu meningkatkan taraf hidup akan sejahtera.

Wallahu"Allam bishawab.

Oleh: Yuli ummu Shabira
Sahabat Tinta Media 

Kamis, 08 Juni 2023

Solusi Kemiskinan di Sistem Kapitalis Justru Tak Solutif


Tinta Media - Kemiskinan saat ini sudah menjadi ancaman atau hambatan untuk mewujudkan Indonesia maju. Belum lagi jumlah kemiskinan saat ini semakin ekstrem. Banyaknya sumber daya manusia membuat Indonesia kewalahan dalam menciptakan lapangan pekerjaan. Masyarakat mencukupi kebutuhan hidupnya dengan segala upaya. Ada yang menjadi pegawai, ada juga yang buka usaha sendiri. Namun, bagaimana bisa membuka usaha kalau tidak memiliki modal dari awal? 

Maka dari itu, saat ini banyak perusahaan-perusahaan besar yang membuka peluang usaha berupa peminjaman modal untuk masyarakat. Pemerintah juga mengeluarkan kebijakan dengan memberikan bantuan untuk masyarakat tidak mampu. Alibinya untuk mengurangi angka kemiskinan ekstrem di Indonesia. 

Direktur Utama PT Permodalan Nasional Madani (PNM) Arief Mulyadi mengatakan, pihaknya optimis dapat membantu pemerintah dalam menurunkan angka kemiskinan ekstrem. Sebab, sebesar 47 persen masyarakat miskin di Indonesia yang telah keluar dari status tersebut kebanyakan mendapatkan bantuan modal dari PNM untuk membangun usaha.

PT Permodalan Nasional Madani (Persero) atau PNM menargetkan 16 juta nasabah aktif di tahun ini dengan penyaluran pembiayaan sebesar Rp75 triliun hingga akhir tahun 2023. Hal itu disampaikan Direktur Utama PNM Arief Mulyadi saat memaparkan target dan kinerja PNM kepada rekan-rekan jurnalis di Menara PNM, Sabtu (27/5).

Adanya perusahaan yang membuka peluang peminjaman modal usaha, membuat masyarakat tergiur akan hal itu dan berbondong-bondong untuk membuka usaha sendiri karena ada modal yang membantu usahanya. Masyarakat merasa bahwa hal ini merupakan suatu kabar gembira, terutama masyarakat miskin agar bisa membuka usaha dan mencukupi kebutuhan hidup. 

Banyaknya PT di Indonesia yang membuat target atau kinerja permodalan agar bisa lebih meningkat target, dengan anggapan ingin membantu pemerintah menurunkan angka kemiskinan saat ini. Opini yang beredar menyatakan bahwa banyak masyarakat yang keluar dari zona kemiskinan karena berhasil dalam usahanya dengan pinjaman modal dari perusahaan terkait.

Namun, nyatanya hal ini bukanlah menjadi solusi sebenarnya untuk menurunkan angka kemiskinan. Hal ini justru membuat masyarakat makin ribet akan urusan peminjaman modal dari perusahaan. Belum lagi dalam penetapan bunga pada modal yang dipinjam. 

Inilah yang dinamakan bantuan setengah hati, bukti bahwa pemerintah memberikan bantuan setengah hati kepada rakyat. Seharusnya pemerintah tidak membiarkan rakyat hidup dalam kesusahan, tidak membiarkan masyarakat tersangkut urusan dengan perusahaan bank yang kian mencengkeram kehidupan. 

Inilah upaya kapitalis dalam menuntaskan masalah kemiskinan. Semua harus dijadikan bisnis tanpa memandang halal-haram. Sistem ekonomi kapitalis memang tidak dapat memakmurkan masyarakat. Dalam sistem ini, yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin. Kini sudah kian tampak karut-marut perekonomian ala kapitalis yang tidak dapat memakmurkan masyarakat. 

Padahal, tugas pemerintahlah yang mengatur serta mengurusi rakyat sesuai dengan hukum syara', yaitu sesuai dengan syariat Islam. Umat tidak akan pernah mendapatkan kesejahteraan hakiki apabila belum menerapkan hukum aturan Allah di tengah-tengah kehidupan. 

Masih banyak masyarakat yang belum paham bahwa banyaknya perusahaan yang membuka peluang untuk meminjamkan modal itu pasti tersangkut dengan riba. Allah Sang Pencipta sekaligus Sang Pengatur kehidupan sangat-sangat mengharamkan riba.

Bagaimanapun alasannya, kita sebagai hamba ciptaan-Nya harus berusaha menjauhkan diri dari perbuatan raiba, bukan malah mendekatinya. 

Kemiskinan kian meningkat ini bukti bahwa rakyat membutuhkan sistem pemerintahan yang benar-benar mengatur dan meria'yah kehidupan rakyat agar sejahtera lagi menyejahterakan. Seperti ketika dalam sistem pemerintahan Islam di masa Khalifah Umar bin Khattab yang mampu menuntaskan masalah kemiskinan saat itu. Bahkan, seorang khalifah rela keluar untuk melihat kondisi rakyatnya yang masih dalam kesusahan dan khalifah langsung memberi bantuan tanpa menyusahkan rakyat tersebut.  

Inilah sistem pemerintahan Islam yang seharusnya dirindukan oleh setiap rakyat. Sistem pengelolaan ekonomi Islam sangatlah paripurna dan sempurna dalam menyejahterakan rakyat. Sudah saatnya rakyat sadar bahwa solusi penuntasan masalah kemiskinan adalah dengan menghilangkan kapitalisme dan mewujudkan sistem Islam. 
Walllahu A'lam Bishawab

Oleh: Marsya Hafidzah Z.
Pelajar, aktivis Dakwah Remaja SWIC

Jumat, 02 Juni 2023

Pinjaman Tanpa Agunan Tidak Menyelesaikan Kemiskinan

Tinta Media - Upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan menawarkan pinjaman tanpa agunan kepada pelaku UMKM, dinilai oleh narator Muslimah Media Center (MMC) tidak akan menyelesaikan kemiskinan.
 
“Upaya memberikan modal usaha pada rakyat tanpa agunan sejatinya tidak akan menyelesaikan kemiskinan negeri ini, sebab usaha rakyat akan tetap berada dalam cengkraman perusahaan raksasa yang sewaktu-waktu sangat mudah mematikan perusahaan kecil sesuai kepentingan perusahaan raksasa,” ujarnya dalam program Serba-Serbi MMC: Penyaluran Bantuan Modal Digenjot, Benarkah Solusi Mengatasi Kemiskinan? Senin (29/5/2023) di kanal Youtube Muslimah Media Center.
 
Ia memberikan alasan, pinjaman modal tanpa agunan kepada UMKM ini lahir dari sistem ekonomi kapitalis yang saat ini diterapkan di negeri ini. Sistem ekonomi kapitalis meniscayakan liberalisasi ekonomi yang mengandalkan pasar bebas untuk mewujudkan kesejahteraan dan keadilan ekonomi.
 
"Kesejahteraan dianggap bisa terwujud ketika terjadi akumulasi kapital, dimana semua uang rumah tangga harus diserahkan kepada perusahaan, agar perusahaan memiliki modal baru untuk meningkatkan produksi dan menyerap tenaga kerja sehingga pendapatan masyarakat akan naik. Hal ini dilakukan untuk mengejar pertumbuhan ekonomi yang tinggi," bebernya.
 
Untuk menunjang hal tersebut, lanjutnya, diciptakanlah jantung penggerak ekonomi yang saat ini dikenal dengan lembaga perbankan.
 
"Lembaga ini berfungsi mempercepat penyerapan modal dari sektor rumah tangga ke sektor perusahaan, tak terkecuali usaha mikro, kecil dan menengah, padahal dalam keadaan sehat atau tidak ada kebocoran pasar, " jelasnya.
 
Sistem ekonomi kapitalisme, kata Narator, hanya akan menghasilkan hegemoni ekonomi, yaitu perusahaan besar memakan perusahaan kecil, menguasai bahan baku, atau terjadi proses konglomerasi dari hulu ke hilir.
 
"Selain itu perusahaan besar akan menguasai perusahaan negara atau privatisasi BUMN, hingga akhirnya pengusaha menjadi penguasa sejati negeri ini. UMKM hanyalah solusi sesaat untuk sekedar bertahan hidup di tengah penerapan sistem ekonomi kapitalis," tandasnya.
 
Sistem kapitalis, ucapnya, membuat negara berlepas tangan dari tanggung jawab utamanya sebagai ro'in [pengurus urusan rakyat]. Segala komoditas di kapitalisasi mulai dari pendidikan, perdagangan, kesehatan, hingga sumber daya alam yang mestinya menjadi sumber penghidupan rakyat, semua di kapitalisasi oleh para korporat.
 
Sistemik
 
Narator lalu memberikan kesimpulan bahwa untuk mengatasi kemiskinan haruslah secara sistemik dalam arti tidak bertahan dengan sistem kapitalis yang rusak berikut sistem politik demokrasi yang menopangnya.
 
“Sistem yang mampu mengeluarkan rakyat dari masalah ekonomi, termasuk kemiskinan hanyalah sistem  Islam. Dalam pandangan  Islam, paradigma negara  Islam (Khilafah) dalam melayani rakyatnya adalah paradigma riayah. Negara wajib memenuhi kebutuhan asasi setiap warga negaranya, bukan membiarkan rakyat berjuang sendiri memenuhi kebutuhannya tersebut," bebernya.
 
Negara, sambungnya, wajib mengelola sumber utama kas negara yakni sumber daya alam dengan prinsip riayah, bukan bisnis. Haram bagi negara menyerahkan penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam milik umum kepada swasta.
 
"Dari sumber inilah negara  Khilafah mampu mewujudkan kesejahteraan bagi rakyatnya. Penerapan syariat  Islam dalam bingkai  Khilafah sungguh akan menyelamatkan hidup manusia dari kemiskinan dan kesengsaraan," pungkasnya. [] Sri Wahyuni

Kamis, 01 Juni 2023

MMC: Mengatasi Kemiskinan di Negeri Ini Harus secara Sistemik

Tinta Media - Muslimah Media Center (MMC) menyatakan, mengatasi kemiskinan di negeri ini harus secara sistemik, tidak bisa bertahan dengan sistem kapitalis. 

“Mengatasi kemiskinan di negeri ini haruslah secara sistemik, yakni tidak bertahan dengan sistem kapitalis yang rusak berikut sistem politik demokrasi yang menopangnya,” tutur narator MMC pada Serba-serbi MMC: Penyaluran Bantuan Modal Digenjot, Benarkah Solusi Mengatasi Kemiskinan? melalui kanal YouTube Muslimah Media Center (MMC), Senin (29/5/2023).

Ia mengatakan, harus dipahami bahwa kemiskinan di negeri ini justru terjadi karena penerapan sistem ekonomi kapitalis.

Menurutnya, dalam sistem ini segala komoditas dikapitalisasikan, mulai dari perdagangan, pendidikan, kesehatan, hingga Sumber Daya Alam (SDA) yang mestinya menjadi sumber penghidupan rakyat.

“Semua di kapitalisasi oleh para korporat,” ujarnya. 

Di sisi lain, narator menjelaskan, sistem ini membuat negara berlepas tangan dari tanggung jawab utamanya sebagai ra’in (pengurus urusan rakyat).

“Pemerintah seakan hanya bertindak sebagai regulator yang membuka link bagi rakyat yang ingin membuka usaha, padahal negaralah yang memiliki kewajiban menciptakan lapangan kerja yang luas bagi rakyatnya,” jelasnya.

Ia pun menegaskan, upaya memberikan modal usaha pada rakyat sejatinya tidak akan menyelesaikan kemiskinan negeri ini, sebab usaha rakyat akan tetap berada dalam cengkraman perusahaan raksasa kapitalis yang sewaktu-waktu sangat mudah mematikan perusahaan kecil sesuai kepentingan perusahaan raksasa.

” UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) hanyalah solusi sesaat untuk sekadar bertahan hidup di tengah penerapan sistem ekonomi kapitalis,” tegasnya.

Sistem Islam

Menurut MMC, yang mampu mengeluarkan rakyat dari masalah ekonomi termasuk kemiskinan hanyalah sistem Islam. Sebab sambungnya, paradigma dalam pemerintahan Islam atau Khilafah dalam melayani rakyatnya adalah paradigma ri’ayah (pelayan yang mengurusi rakyatnya).

“Negara wajib memenuhi kebutuhan asasi setiap warga negaranya, bukan membiarkan rakyat berjuang sendiri memenuhi kebutuhannya tersebut," ujarnya.

Tentang pembiayaannya? Narator menegaskan, negara dalam pemerintahan Islam wajib mengelola kekayaan SDA milik umum sebagai sumber utama pemasukan khas negara, yakni dengan prinsip ri’ayah (pelayan yang mengurusi rakyatnya), bukan bisnis haram yang menyerahkan penguasaan dan pengelolaannya kepada swasta. 

“Dari sumber utama inilah, negara Khilafah akan mampu mewujudkan kesejahteraan bagi rakyatnya," pungkasnya. [] Muhar

Senin, 24 April 2023

Kemiskinan Merata di Indonesia, Pemerintah Gagal Tuntaskan Persoalan Hingga ke Akarnya

Tinta Media - Kemiskinan di Indonesia sudah merata di seluruh wilayah. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN), Suharso Monoarfa mengungkapkan bahwa ada sejumlah provinsi terkategori upper middle income (pendapatan tinggi menengah). Di antaranya adalah wilayah Kalimantan Utara, Riau, Kepulauan Riau, Sulawesi Tengah, Sumatera Selatan, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Kepulauan Bangka Belitung, dan Sumatera Utara. Akan tetapi, angka kemiskinan masih tinggi. Suharso menyebutkan bahwa target pengentasan kemiskinan ekstrem 0% pada 2024 diturunkan menjadi 2,5%, sehingga pemerintah perlu mengentaskan kemiskinan terhadap 5,6 juta orang pada 2024.

Ancaman kemiskinan ekstrem ini merupakan salah satu masalah besar yang kompleks di Indonesia. Padahal, pendapatan Domestik Regional Bruto perkapita mencapai lebih dari US$4200. Provinsi penghasil Batu Bara dan CPO (Crude Palm Oil) pun berpendapatan tinggi. Namun, fakta kemiskinan juga tinggi, bahkan provinsi kategori upper middle ini justru paling banyak rakyat miskinnya. 

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan bahwa pemerintah akan fokus pada penurunan tingkat kemiskinan di Indonesia pada tahun 2024 dengan menargetkan angka kemiskinan ekstrem akan menurun menjadi 0% dan angka kemiskinan turun menjadi 6,5%.

Artinya, pemerintah akan mengerahkan semua anggaran pendanaan tahun 2023 dan 2024 secara maksimal, sehingga tahun 2024 ditargetkan semua jenis kemiskinan dapat dihapuskan.

Akan tetapi, tingginya angka kemiskinan dan kemiskinan ekstrem di Indonesia saat ini menunjukkan kegagalan pemerintah dalam menuntaskan persoalan hingga ke akarnya. Ini karena kebijakan-kebijakan tersebut tidak disesuaikan dengan kebijakan yang memudahkan rakyat dalam memenuhi kebutuhan pokok hingga kebutuhan kesehatan dan pendidikan. 

Selama langkah yang dilakukan tidak mengacu pada syariat dan tidak lepas dari penerapan sistem kapitalisme sekuleristik, maka sudah bisa dipastikan bahwa kegagalan akan terus terjadi. Ini karena kapitalisme adalah penyebab utama kemiskinan struktural. Sistem ini hanya fokus pada peredaran kekayaan yang tidak adil, tidak menjadikan pelayan rakyat sebagai prioritas utama dan tidak bisa dinikmati seluruh rakyat, tapi dinikmati orang kaya atau pemilik modal saja. 

Keuntungan besar pun mengalir mudah ke kantong-kantong para kapitalis. Maka sangat jelas, sejatinya kapitalis sekuler ini tidak menjamin kesejahteraan pada rakyat. Rakyat harus membayar mahal segala kebutuhannya dan negara tidak bertindak tegas, tetapi hanya mampu sebagai regulator.

Lantas, bagaimana solusi untuk mengentaskan kemiskinan yang terjadi saat ini? Tentunya dengan sistem yang amanah, yaitu Islam secara kaffah melalui ekonomi Islam yang dijalankan oleh negara. Khalifah akan mengelola harta untuk memenuhi seluruh kebutuhan rakyat. Jadi, sistem kapitalisme harus dicampakkan dan diganti dengan sistem Islam yang berstandarkan halal haram dalam setiap aspek kehidupan dan mampu menjadi solusi untuk mengakhiri lingkaran kemiskinan.

Wallahu a'lam bisshawwab.

Oleh: Avin
Muslimah Jember

Selasa, 14 Februari 2023

Ironi Kemiskinan di Negeri Seribu Pulau

Tinta Media - Indonesia merupakan negara kaya dengan sumber daya alam yang melimpah. Namun, kemiskinan justru terjadi di berbagai daerah. Bahkan, terjadi kemiskinan ekstrem seperti di Kabupaten Bekasi. Berdasarkan hasil pencocokan data lapangan yang dilakukan Dinsos setempat, sebanyak 3.961 jiwa warga Kabupaten Bekasi masuk kategori penduduk miskin ekstrem. (Republika.co.id 28/1/2023)

Begitu pula di Kabupaten Bogor, Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Pertahanan (DPKPP) terus mengejar target perbaikan Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) di Kabupaten Bogor. Ditargetkan akan ada 1.200 RTLH yang akan diperbaiki pada 2023.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Margo Yuwono menegaskan tentang sulitnya mencapai target kemiskinan ekstrem nol persen dan miskin 7 persen di 2024, mengingat angka kemiskinan ekstrem di Maret 2022 masih mencapai 2,04 persen dan penduduk miskin pada September 2022 sebesar 9,57 persen. (Kumparanbisnis, 30/1/2023)

Kita tak bisa menutup mata atas fakta tersebut. Sangatlah ironis, di negara yang kaya akan SDA, tetapi masih banyak rakyat yang hidup di bawah garis kemiskinan. Hutan, laut, minyak bumi, barang tambang, dan hasil bumi lainnya tidak dapat dirasakan oleh rakyat.  

Jika kita perhatikan, hal tersebut terjadi karena kesalahan negara dalam mengelola sumber daya alam. Pengelolaan SDA malah diserahkan kepada swasta, baik di dalam maupun di luar negeri. Akhirnya, merekalah yang notabene sebagai pemilik perusahaan, yang meraup untung dan menikmati hasilnya.

Inilah yang terjadi jika sistem kapitalis dijadikan landasan. Ini berbeda dengan sistem Islam. Islam mewajibkan pengelolaan sumber daya alam dilakukan oleh negara. Negara akan mempergunakan hasil SDA ini untuk memenuhi kebutuhan pokok rakyat, seperti kebutuhan sandang, pangan, dan papan. 

Rakyat akan mendapatkan pemenuhan kebutuhan pokok, pelayanan kesehatan, pendidikan, dan kebutuhan lainnya dari negara, yang pembiayaannya dari hasil SDA. Mengapa demikian? Karena SDA adalah milik umum. Sehingga, hanya negaralah yang berhak mengelolanya berdasarkan hadits Rasulullah: 

"Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal yaitu air, padang rumput, dan api." (HR. Abu Daud)

Artinya, sumber daya alam yang dimiliki negara hanya boleh dikelola oleh negara untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Sumber daya alam tersebut tidak boleh dikelola, bahkan diserahkan kepada pihak swasta demi keuntungan. Wallahu'alam bishawwab.

Oleh: Iis Isanti
Ummahat Peduli Umat
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab