Tinta Media: Kemiskinan
Tampilkan postingan dengan label Kemiskinan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kemiskinan. Tampilkan semua postingan

Selasa, 19 Desember 2023

Berkurangnya Tabungan Masyarakat Bukan Tolak Ukur Kemiskinan di Indonesia



Tinta Media - Jangan dulu berkecil hati bila tabungan Anda menipis, atau bahkan tidak punya tabungan sama sekali Anda tidak sendiri, karena seperti yang diberitakan oleh CNBC, masyarakat Indonesia semakin miskin, terutama untuk masyarakat dengan penghasilan di bawah 5 juta per bulan. 

Hal ini terbaca dari semakin berkurangnya tabungan masyarakat berpenghasilan 5 juta ke bawah di bank-bank negeri ini. Para pakar ekonomi menyimpulkan bahwasanya kondisi tersebut menggambarkan bahwa siang dan malam rakyat Indonesia menghabiskan tabungannya untuk kebutuhan sehari-hari. 

Kapitalisme Akar Masalah Kemiskinan

Bukan hanya habisnya tabungan saja yang mengindikasikan tingkat kemiskinan masyarakat Indonesia semakin tinggi. Namun, angka pengangguran yang setiap tahun mengalami peningkatan dan daya beli masyarakat yang semakin menurun juga menjadi indikasi.

Semua itu bukan terjadi begitu saja. Indonesia memang negara yang kaya. Tidak berlebihan bila dijuluki zamrud khatulistiwa. Bahkan, ini mengilhami terciptanya bait lagu yang melegenda bahwasanya tongkat kayu dan batu bisa menjadi tumbuhan. 

Tanah Indonesia sangat subur. Tanaman apa pun bisa tumbuh di atasnya. Di bawah permukaan tanah sampai sekarang pun menjadi incaran pihak swasta, baik dalam negeri maupun asing untuk menguasainya. Segala macam bahan tambang, seperti minyak bumi, gas, dan sebagainya ada di negeri kita. Ini menjadi ironi bila rakyatnya semakin miskin dari waktu ke waktu, seperti ayam yang mati di lumbung padi. Sungguh tak masuk akal.

Kesalahan fatal yang terjadi di negeri ini adalah karena mengadopsi sistem kehidupan sekuler dengan sistem ekonomi kapitalisme. Dalam sistem ekonomi kapitalisme, semua kebijakan pemerintah berpihak kepada orang-orang yang memiliki modal besar. Sumber daya alam kita diberikan kepada pemilik modal. Infrastruktur untuk mempermudah industri dan pertumbuhan ekonomi hanya dinikmati oleh para pemilik modal. Bahkan, tersedianya kebutuhan pokok masyarakat adalah untuk keuntungan para pemilik modal. 

Rakyat dapat apa? Rakyat hanya mendapatkan remah-remah. Itu pun harus disayang-sayang agar tidak habis dalam waktu sekejap. Bila pertumbuhan ekonomi semakin naik, hal itu tidak menunjukkan peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Ini arena rasio yang menunjukkan kesenjangan antara masyarakat kaya dan miskin juga semakin meningkat. Kesejahteraan masing-masing individu diabaikan, hanya mengejar angka-angka semu ketidakadilan.

Islam Menjamin Kesejahteraan Rakyat

Islam adalah ajaran hidup yang membawa keberkahan. Allah Swt telah menjamin kehidupan  tenteram, makmur, dan sejahtera bagi hamba-Nya yang bertakwa. Penegakan syariat Islam menjadikan manusia mudah meraih kesejahteraan.

Syariat Islam mengatur agar semua manusia bisa memiliki harta, tidak didominasi oleh satu pihak dengan keserakahannya. Islam mengatur ada kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara. Sumber daya alam yang melimpah tidak boleh dikuasai oleh swasta atau individu, tetapi menjadi kepemilikan umum yang dikelola oleh negara. 

Pada praktiknya, pengaturan ini menjadikan kebutuhan umum masyarakat bisa terpenuhi. Di saat Islam diterapkan dalam sistem pemerintahan yang disyariatkan oleh Allah, pendidikan, kesehatan, dan keamanan dapat dinikmati oleh rakyat secara gratis.

Islam menjamin setiap individu bisa memenuhi kebutuhan pokoknya dengan mudah. Ada syariat dalam tata niaga, penyediaan lapangan pekerjaan,  zakat, dan sedekah. Semua menjadi tanggung jawab negara, dalam kebijakan hingga teknis pelaksanaannya.

Negara juga tidak perlu mengawasi dan menghitung tabungan rakyat untuk menilai bahwa rakyatnya sedang kekurangan. Pemimpin negara memiliki tanggung jawab atas warga negaranya, dunia dan akhirat sehingga mereka selalu peka dengan apa yang terjadi pada rakyatnya.

Oleh: Khamsiyatil Fajriyah
Pengajar Ponpes Nibrosul Ulum Siwalan Panji, Sidoarjo

Sabtu, 09 Desember 2023

Ilusi Zero Stunting di Tengah Kemiskinan dan Penyelewengan Dana Penanganan



Tinta Media - Angka stunting di Indonesia dinilai masih cukup tinggi. Dari 149 juta atau 22℅ balita di seluruh dunia, 6,3 juta di antaranya adalah balita di Indonesia. Pada tahun 2022 lalu, Indonesia menempati urutan ke-4 sebagai negara penyumbang stunting terbesar setelah India, Nigeria, dan Pakistan. 

Stunting, menurut UNICEF disebabkan kekurangan gizi dalam dua tahun pertama usia balita, ibu kekurangan nutrisi saat kehamilan, dan sanitasi yang buruk. Akibatnya, sebagaimana yang disampaikan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), akan terjadi perawakan pendek pada balita akibat kekurangan gizi kronik. Hal ini ditandai dengan panjang atau tinggi badan anak berada di bawah standar. Secara medis, stunting terjadi ketika tinggi badan anak berada di bawah kurva pertumbuhan yang seharusnya. 

Problem tingginya angka stunting tidak bisa diserahkan sepenuhnya kepada individu-individu keluarga Indonesia dalam menyelesaikan permasalahan tersebut. Memang, seorang ayah haruslah memperhatikan ketercukupan gizi anak-anaknya karena dia yang bertanggung jawab sebagai kepala keluarga. Namun, jika kepala rumah tangga tidak mudah mendapatkan lapangan pekerjaan, maka bagaimana mungkin dia bisa memberikan nafkah yang cukup pada keluarganya, apalagi tambahan gizi untuk anak-anak balitanya? 

Di sinilah urgensitas negara dalam memberikan ketersediaan lapangan pekerjaan bagi individu-individu rakyat.
Faktanya, saat ini negara abai atau bahkan lebih mementingkan para pemilik modal dalam mengembangkan kekayaan. Maka, problem pengangguran dan kemiskinan yang mengakibatkan para kepala keluarga tidak bisa mendapatkan penghasilan dalam memenuhi kebutuhan keluarganya akan semakin menambah tingginya angka stunting di negeri ini. 

Menurut data Biro Pusat Statistik (BPS), Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Agustus 2023 sebesar 5,32 persen dari jumlah angkatan kerja berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) pada Agustus 2023 sebanyak 147,71 juta orang (bps.go.id). Artinya, ada sekitar 7,8 juta orang yang belum mendapatkan pekerjaan. Belum lagi tambahan dari setengah pengangguran. Tentu ini adalah angka yang cukup besar. 

Upaya Pencegahan

Menurut Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, ada tiga upaya pencegahan stunting yang dilakukan Kementerian Kesehatan.

Pertama, pemberian TTD atau tablet tambah darah kepada para remaja putri.

Kedua, pemeriksaan kehamilan dan pemberian makanan tambahan pada ibu hamil. 

Ketiga, pemberian makanan tambahan berupa protein hewani pada anak usia 6 sampai 24 bulan. 

Namun di sisi yang lain, anggota Komisi 9 DPR RI Rahmat Handoyo menyoroti penanganan stunting di Indonesia masih belum optimal. Rahmat menyebut bahwa program makanan tambahan untuk mencegah stunting di Kota Depok, Jawa Barat masih di bawah standar.

Sementara, guru besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Hasbullah Tabroni mengungkapkan adanya indikasi penyelewengan dana penanganan stunting atau kekurangan gizi pada anak di tingkat daerah. Sebelumnya, pemerintah juga mencatat bahwa dana stunting di suatu daerah ada yang digunakan untuk keperluan rapat dan perjalanan dinas. 

Dengan menilik fakta kebijakan dan realisasi di lapangan yang tidak sejalan, ditambah sulitnya sebagian masyarakat mendapatkan lapangan pekerjaan, maka penyelesaian kasus stunting hanyalah sebuah angka yang hanya bisa dimainkan saja. Sementara, pencegahan bahkan upaya menjadikan zero stunting menjadi ilusi belaka. 

Solusi Konkret

Stunting adalah problem yang dialami oleh sebuah negara, bukan problem yang harus ditangani sendiri oleh individu keluarga. Meski peran individu keluarga penting, tetapi peran negara dalam menuntaskan masalah tersebut jauh lebih penting, bahkan mendesak. 

Kesehatan serta ketersediaan asupan gizi merupakan salah satu kebutuhan dasar publik yang mutlak ditanggung oleh negara, bukan sektor komersial seperti dalam sistem kapitalisme saat ini. Semua warga, baik miskin atau kaya, muslim atau kafirin, mereka mendapat pelayanan yang sama. 

Para ibu harusnya mudah memeriksakan kondisi kesehatan anak-anak mereka, termasuk konsultasi gizi. Para ibu juga harusnya mudah mendapatkan edukasi dari dokter anak, bagaimana merawat dan memenuhi kebutuhan gizi anak.

Lantas, dari mana sumber dana untuk semua pelayanan kesehatan yang gratis tersebut? 
Adapun sumber dana untuk menjamin agar pelayanan kesehatan gratis berasal dari pos kepemilikan negara dan pos kepemilikan umum yang ada di Baitul Mal. 

Pos kepemilikan negara berasal dari harta jizyah, usyur, kharaj, ghanimah, fa'i, dan sejenisnya. 
Sementara, pos kepemilikan umum berasal dari harta pengelolaan sumber daya alam. Dana dari kedua pos ini begitu besar dan lebih dari cukup untuk penyediaan fasilitas kesehatan yang memadai dan gratis. 

Inilah solusi tuntas dari kasus stanting dari kacamata Khilafah. Tidakkah penguasa dan umat menginginkannya?


Oleh: Langgeng Wahyu Hidayat 
MT Anwaratul Iman Surabaya

Senin, 04 Desember 2023

Penanggulangan Inflasi dan Kemiskinan Ekstrem ala Kapitalisme-Sekularisme Terbukti Gagal



Tinta Media - Akademisi Universitas Nurtanio Bandung, Bapak Djamu Kertabudi mengapresiasi keberhasilan Kabupaten Bandung di bawah kepemimpinan Bupati Bandung, Bapak Dadang Supriatna sebagai role model (contoh) keberhasilan dalam menekan angka inflasi dan angka kemiskinan ekstrem di wilayah Kabupaten Bandung, sehingga menjadi salah satu daerah terendah efek inflasi dan kemiskinan ekstrem di Indonesia.

Djamu Kertabudi mengatakan bahwa hal tersebut dipandang sebagai hasil dari penerapan berbagai program bantuan dan langkah konkret oleh Pemerintah Kabupaten Bandung. Sehingga,  saat ini angka inflasi di Kabupaten Bandung hanya berada di angka 2. 27 persen, jauh di bawah angka inflasi rata-rata nasional, sebesar 2, 57 persen. Angka kemiskinan ekstrem di Kabupaten Bandung pun menurun dari tahun sebelumnya, yakni dari 1,78 persen menjadi 1,48 persen.

Berbagai program bantuan dan kebijakan konkret tersebut, di antaranya: pemberian bantuan langsung tunai (BLT), pemberian bantuan pangan (BPNT) , pemberian bantuan keluarga harapan (PKH), subsidi listrik, hingga pelaksanaan sidak dan operasi pasar. Ada juga bantuan pemberian modal bergulir tanpa bunga dan agunan yang mulai dinilai berhasil mengendalikan angka inflasi dan angka kemiskinan ekstrem di wilayah Kabupaten Bandung. Selain itu, ada juga program rehabilitasi rumah tidak layak huni, penyediaan sarana dan prasarana pasilitas umum, sanitasi layak, dan air bersih.

Di sisi lain, adanya kemiskinan ekstrem akibat terjadinya inflasi pangan dan energi (BBM), khususnya kenaikan kebutuhan pokok masyarakat yang semakin melambung tinggi, belum lagi pengangguran semakin bertambah, karena tidak tersedianya lapangan pekerjaan yang cukup,dan berkurangnya penghasilan, menjadikan daya beli masyarakat semakin menurun dalam memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari. Kesejahteraan pun menjadi hal yang mustahil dirasakan oleh masyarakat umum, sehingga memunculkan masalah kemiskinan ekstrem. 

Walaupun ada penurunan tingkat inflasi dan kemiskinan ekstrem di Kabupaten Bandung, tetapi masalah tersebut sesungguhnya belum tuntas diselesaikan. Hal ini karena program-program bantuan dan kebijakan yang dijalankan masih bersifat pragmatis, tidak menyelesaikan akar masalah, sehingga dapat kembali meningkat di kemudian hari.

Lalu, apa sesungguhnya akar masalah dari terjadinya inflasi dan kemiskinan ekstrem tersebut? Jika dirunut dari penyebabnya, maka kedua hal tersebut merupakan akibat dari penerapan sistem ekonomi kapitalisme-iberalisme.  

Sistem ini melahirkan kebijakan liberal sehingga merugikan rakyat dan menguntungkan para korporasi (pengusaha). Misalnya, UU Cipta Tenaga Kerja yang sangat merugikan para buruh (pekerja), apalagi pasca pandemi covid. Ekonomi dunia yang krisis, berefek juga terhadap perlambatan ekonomi di Indonesia, sehingga ribuan buruh dirumahkan, bahkan di-PHK, mengakibatkan pengangguran dan tidak bisa memenuhi kebutuhan pokoknya  sehari-hari.

Penerapan sistem kapitalisme-liberalisme menjadikan negara hanya sebagai regulator, sehingga perannya sangat minim dalam pengurusan rakyat. Negara layaknya pelaku bisnis, yang menjual barang dan jasa kepada rakyat. Sedangkan produksi, distribusi, serta harga komoditas, diserahkan kepada pasar yang dikuasai oleh para korporasi besar, dengan kekuatan modal yang mereka miliki. 

Inflasi dan kemiskinan ekstrem merupakan bukti kegagalan sistem ini, termasuk sistem ekonominya. Maka, untuk menuntaskan masalah tersebut, haruslah mengganti sistem dengan sistem yang sahih (benar).

Islam sebagai din (agama) yang sempurna dan menyeluruh dalam pengaturan kehidupan manusia, memiliki konsep kepemimpinan yang khas, yang menempatkan negara sebagai pelayan umat, yang wajib menjamin seluruh kebutuhan pokok rakyat, baik sandang, pangan, maupun papan, juga kesehatan, pendidikan, dan keamanan.

Dalam pengaturan ekonomi, sistem ekonomi Islam yang menerapkan syariat Allah akan dipastikan oleh negara ketersediaan barang dan jasa bagi rakyat, juga distribusinya agar mereka mudah dalam mendapatkannya. Negara juga yang memastikan kemampuan setiap individu rakyat dalam memenuhi kebutuhan, dengan memastikan individu-individu yang wajib menafkahi mampu memiliki sumber nafkah. Salah satunya dengan ketersediaan lapangan pekerjaan oleh negara.

Inilah perkara-perkara utama yang harus dilakukan oleh negara. Apabila ada rakyat yang kurang mampu dalam hal nafkah atau pemenuhan kebutuhan, maka wajib bagi negara untuk memenuhinya.

Fungsi negara seperti itu dapat berjalan, ditopang oleh sistem keuangan yang sangat stabil dan antiresesi, karena berstandar kepada dinar dan dirham, yang merupakan alat tukar dengan nilai intrinsik yang stabil, di mana pun dan kapan pun.

Dengan demikian, perekonomian negara akan kuat dan stabil, dapat menjamin tidak terjadinya inflasi dan kemiskinan ekstrem. Walaupun rakyat miskin mungkin ada, tetapi dapat terselesaikan dengan baik. 

Rasullulah saw, bersabda:

"Imam (khalifah) adalah pengurus (ra'in) rakyatnya dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus. (HR. Al-Bukhari).

"Dan sekiranya penduduk negeri  beriman dan bertakwa, akan Kami limpahkan barakah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat ayat Kami) maka akan Kami siksa mereka sesuai apa yang telah mereka kerjakan. (TQS. Al a'raf (7): 96)

Wallahu"Allam  bisawwab.

Oleh: Yuli Ummu Shabira
Sahabat Tinta Media

Minggu, 12 November 2023

Angka Kemiskinan Meninggi, Bansos Malah Dikurangi

Tinta Media - Bantuan sosial (bansos) berupa bantuan beras dan bahan pokok lainnya adalah hal yang sangat dinanti oleh masyarakat, meskipun sampai hari ini belum seluruh masyarakat miskin mendapatkan bantuan tersebut, namun beberapa penerima akan terbantu sebab mendapat beras gratis setiap bulannya. Anehnya saat semakin bertambahnya jumlah masyarakat miskin, bansos berupa beras justru dikurangi oleh pemerintah, bagaimana bisa demikian?

Dari Cnnindonesia.com (30/20/2023), pemerintah mengurangi bantuan beras 10 kg per bulan sebanyak 690 ribu keluarga, dari 21,35 juta penerima menjadi 20,66 juta penerima. Pengurangan bantuan ini dilakukan oleh Badan Pangan Nasional (Bapanas) yang diperintahkan oleh Presiden Joko Widodo. Hal ini dilakukan sebab penerima bantuan sebelumnya telah meninggal dunia, telah pindah lokasi tempat tinggal, dan dianggap telah dalam kategori mampu.

Sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan Presiden Jokowi memperpanjang bansos beras sampai Desember 2023, dengan tambahan anggaran Rp. 2,67 triliyun. Bahkan Presiden Jokowi menjanjikan bansos beras 10 kg per bulan akan diperpanjang pada Januari - Maret 2024 asalkan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) masih bisa mencukupi.

Dampak Sistem Kapitalisme

Terbatasnya lapangan kerja saat ini menimbulkan banyak pengangguran, yang akan kesulitan memenuhi kebutuhan dirinya dan keluarganya, juga akibat sulitnya perekonomian sehingga mengharuskan perusahaan mengadakan PHK massal terhadap karyawan dan buruh, hal ini tentu akan berdampak pada naiknya angka kemiskinan dan kriminalitas pada masyarakat.

Mahalnya harga bahan-bahan pokok juga menjadi penyebab sulitnya pemenuhan gizi pada anak sehingga banyak anak-anak yang terkena stunting dan wabah kelaparan yang mengakibatkan gizi buruk hingga kematian. Hal ini juga berdampak pada maraknya pencurian, perampokan, atau pembunuhan dengan alasan memerlukan uang untuk makan, dan untuk pemenuhan kebutuhan.

Saat berderetnya kasus yang berawal dari masalah ekonomi ini, pemerintah justru mengeluarkan kebijakan untuk mengurangi bantuan berupa beras, sungguh tidak masuk akal jika alasannya adalah sang penerima meninggal, sebab masih ada keluarganya yang lain yang juga membutuhkan, atau karena penerima telah pindah tempat tinggal, sebab selama pindahnya masih diwilayah Indonesia tentu masih berhak mendapat bantuan.

Dan alasan penerimanya telah mampu lebih tak dapat diterima, karena di saat zaman serba mahal ini penerima bansos tiba-tiba dikatakan mampu, tentu timbul pertanyaan, dengan pendapatan berapa yang dihasilkan per bulannya sehingga dikatakan mampu, dan berapa keluarga yang harus dihidupi, jika pendapatan satu juta setiap bulan dengan tanggungan istri, dan anak lebih dari satu, apalagi anak yang sudah sekolah tentu uang satu juta tidaklah cukup untuk memenuhi segala kebutuhannya.

Pemerintah seperti tak mampu dalam mengelola keuangan negara, APBN didapat hanya dari pajak dan hutang, sementara SDA yang melimpah justru dikuasai dan dikelola oleh asing dan keuntungan terbesar didapatkan oleh mereka. Masyarakat diwajibkan untuk membayar pajak setiap tahunnya, seluruh hal dikenai pajak. Ironisnya pengeluaran negara bak air keran yang mengalir deras, seperti pembiayaan proyek kereta cepat, pembangunan IKN, biaya sebagai tuan rumah olahraga internasional, dan lainnya, yang tentu menghabiskan dana yang tidak sedikit.

Sistem Kapitalis saat ini menjadikan kekuasaan tertinggi ditangan pemilik modal, sistem ini juga melegalkan SDA menjadi milik individu, padahal negara hanya mendapatkan sedikit keuntungan dan sisanya mengalir pada kelompok tertentu. Padahal dalam Islam SDA tidak boleh dimiliki baik individu maupun negara, negara hanya bertugas mengelola saja dan mengambil sedikit keuntungan untuk pembiayaan produksi, dan sisanya digunakan untuk membiayai segala kebutuhan dan kepentingan masyarakat.

Kembali kepada Sistem Islam

Negara Islam yang berlandaskan aturan Islam secara menyeluruh, akan mengutamakan pemenuhan kebutuhan masyarakatnya, baik kebutuhan primer maupun kebutuhan sekunder. Imam atau kepala negara wajib memastikan tidak ada rakyatnya yang kelaparan, seperti dalam kisah Khalifah Umar bin Khattab yang meninjau langsung keadaan rakyatnya, juga memikul sekarung gandum untuk diberikan pada keluarga yang tidak memiliki makanan.

Pengelolaan sistem ekonomi negara yang didasari aturan Islam tidak akan menzalimi masyarakatnya, sebab seluruh pemasukan negara akan didistribusikan kembali kepada rakyat berupa pelayanan kesehatan gratis, biaya pendidikan gratis, bantuan makanan, rumah, hingga lapangan pekerjaan, serta bantuan edukasi dan keuangan untuk setiap rakyat yang membutuhkan.

Khatimah

Terbukti sistem buatan manusia tak mampu melindungi dan mengayomi masyarakatnya, mari kita ganti dengan syariat Islam yang berasal dari penciptanya manusia, tentu akan menimbulkan kestabilan dan ketenteraman dalam kehidupan bernegara, sebab diterapkannya syariat secara kaffah akan membawa maslahat dan Rahmatan Lil Alamiin. Wallahu Alam Bissawab.

Oleh: Audina Putri
Aktivis Muslimah

Selasa, 10 Oktober 2023

Catatan KTT G20, Di Balik Green Screen Ada Ratusan Ribu Orang Miskin


Tinta Media - Publik dunia tersentak saat KTT G20 di New Delhi ternyata pemerintah New Delhi menyembunyikan kemiskinan yang dialami oleh ratusan ribu orang di ibukota negaranya. Pemerintah India menutup kawasan kumuh atau kawasan miskin itu dengan green screen atau penutup berwarna hijau seolah-olah ini adalah satu sambutan kepada delegasi yang datang. Aktivis Muslimah, Iffah Ainur Rochmah memberikan catatan, di balik green screen ternyata ada ratusan ribu orang miskin.

“Di balik green screen itu ada ratusan ribu orang yang sedang mengalami kemiskinan dan bertolak belakang dengan apa yang dibanggakan oleh negaranya sebagai negara dengan ekonomi terkuat di wilayah Selatan,” ungkapnya, dalam Muslimah Talk: Di Balik Layar Hijau KTT G20 India Tersembunyi Puluhan Ribu Warga Miskin, di kanal Youtube Muslimah Media Center, Sabtu (7/10/2023).

Ia menambahkan, yang menyembunyikan borok hasil pembangunan kapitalistik bukan hanya India.

“Di Amerika, sudah terekspos ke publik bagaimana orang-orang miskin, tunawisma, orang-orang yang terlantar karena tidak mendapatkan akses sumber daya ekonomi, ternyata dibiarkan. Dan jumlah mereka bukan ratusan ribu lagi, tapi jutaan hingga belasan juta,” bebernya.

Bahkan, lanjutnya, di kawasan paling elit untuk pengembangan teknologi di sekitar Silicon Valley Amerika, itu juga ada kawasan-kawasan kumuh yang sudah sering terekspos, padahal sangat dekat dengan pusat masuknya uang untuk menambah jumlah hitungan pemasukan negara.

“Demikian pun di Cina, beberapa tahun lalu Cina pernah kedapatan memindahkan sekitar 2 juta penduduk dari kawasan kumuh ke tempat tertentu yang pemindahan itu tidak bermakna mereka lebih sejahtera,” terangnya.

Tidak Manusiawi

Menurut Iffah, kepemimpinan ideologi kapitalisme termasuk dalam sistem ekonominya tidak manusiawi. “Semua itu karena manusia tidak memiliki kemampuan untuk menghasilkan sistem yang adil,” kritiknya.

Bicara soal ekonomi, sambungnya, manusia punya naluri untuk mengembangkan kekayaan, naluri untuk memperbanyak harta yang dimiliki.

“Kalau dikembalikan kepada apa yang dipikirkan oleh manusia sebagai sistem terbaik yang sanggup mereka rancang, maka tetap bahwa sistem ekonomi yang dibuat oleh manusia itu akan eksploitatif yakni akan ada kecenderungan untuk mengeksploitasi atau mengambil keuntungan sebesar-besarnya dengan pengorbanan sekecil-kecilnya, dari sumber daya alam maupun sumber daya ekonomi,” bebernya.

Karena itu, simpulnya, sistem ekonomi kapitalistik ataupun sistem ekonomi buatan manusia yang lain cenderung akan eksploitatif.

“Bahkan di dunia barat itu kita kenal ada prinsip homohominilupus, yaitu prinsip manusia yang satu bisa memakan manusia yang lain asalkan punya kemampuan,” imbuhnya.

Dalam sistem ekonomi seperti ini, ucapnya, akan terus terjadi ketidakstabilan, akan ada konflik, akan ada penindasan dan perlawanan dari pihak yang tertindas. Dan ini memunculkan ketidaktenangan pada semua pihak.

“Ketika seseorang menikmati keuntungan dari hasil membodohi, mengeksploitasi, ataupun memanipulasi kemaslahatan orang lain, pasti akan ada rasa tidak tenang,” terangnya.  

Demikian juga pada level negara, ulasnya, boleh jadi negara-negara yang disebut sebagai negara dengan ekonomi terkuat tadi mendapatkan banyak sekali keuntungan dari aktivitas ekonomi yang dibolehkan atau diizinkan oleh sistem kapitalisme.

“Tetapi apa yang dilakukan oleh sistem kapitalisme ini mengeksploitasi negara lain, mengeksploitasi manusia yang lain. Perdagangan bebas membuat ada persaingan tidak sehat. Perampokan sumber daya alam atas nama investasi juga terus terjadi,” urainya.

Maka negara-negara kapitalistik ini, jelasnya,  bukan hanya akan menerima kemarahan atau kebencian dari negara-negara yang menjadi korban kerakusan dan eksploitasi sistem ekonominya, tapi juga akan mendapatkan kritik dan protes dari rakyatnya sendiri. “Pada titik tertentu rakyat akan menyadari mereka hidup dan mendapatkan keuntungan dari hasil perampokan yang dilakukan oleh negaranya di atas prinsip-prinsip kapitalistik,” tambahnya.

Menurutnya, negara yang menggunakan sistem ekonomi kapitalisme akan terus diliputi oleh kondisi ketidakstabilan sosial, ketidakstabilan politik, dan bahkan akan terus mendapatkan guncangan dari bangsa-bangsa ataupun negara-negara lain yang menjadi korbannya.

Sistem Islam

Dalam pandangan Iffah, sistem terbaik yang bisa mengayomi, menyejahterakan dan membuat dunia stabil tidak lain adalah sistem Islam. Dari sistem Islam, ujarnya, lahir sistem ekonomi Islam yang menjelaskan bahwa Allah Taala memerintahkan kepada negara untuk memberlakukan prinsip-prinsip ekonomi yang ditetapkan oleh syariat.

“Negara harus memiliki regulasi yang memastikan semua pihak baik individu, organisasi ataupun kelompok usaha, perusahaan-perusahaan, baik perusahaan dalam negeri maupun perusahaan asing atau aktivitas ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara lain, semuanya harus diarahkan untuk tunduk kepada sistem ekonomi Islam,” terangnya.

Pemberlakuan sistem ekonomi Islam, lanjutnya, tidak hanya diberlakukan oleh Khilafah tapi juga akan menjadi role model yang dicontoh oleh negara-negara lain di dunia.

“Negara-negara lain di dunia akan menyesuaikan aktivitas ekonominya ketika berhubungan dengan negara Khilafah tadi dengan prinsip-prinsip yang diambil oleh kaum muslimin yang ditetapkan oleh syariat,” jelasnya.

Dalam pandangan Iffah, pemberlakuan sistem ekonomi Islam bukan hanya menyejahterakan, tetapi akan semakin memperbesar pemasukan negara, ketersediaan lapangan kerja, terwujud keadilan ekonomi yang akan dinikmati oleh muslim maupun nonmuslim.

“Karena itu, kita membutuhkan hadirnya kembali sistem ekonomi Islam. Sistem ekonomi Islam tidak akan mengedepankan gengsi dengan ukuran materialistik, tetapi akan mampu memberikan pelayanan, memastikan terealisirnya kesejahteraan bagi seluruh individu rakyat tanpa kecuali,” bangganya.

Iffah berharap, kerinduan hadirnya sistem Islam harus ditindaklanjuti dengan ikhtiar melakukan perubahan.

“Memperkenalkan kembali sistem ekonomi Islam dan terus memupuk kesadaran dan keinginan untuk kembali terwujudnya sistem politik Islam,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun

               

 

Jumat, 15 September 2023

Kemiskinan Ekstrem Hanya Bisa Diatasi dengan Sistem Islam



Tinta Media - Pandemi Covid-19 telah berakhir, tetapi efeknya masih terasa hingga kini. Salah satunya adalah kondisi ekonomi yang buruk alias kemiskinan. Bukan kemiskinan biasa, tetapi kemiskinan ekstrem yang terjadi di kawasan Asia Pasifik yang diperkirakan oleh Bank Pembangunan Asia (ADB) sebanyak 155,2 juta orang atau 3,9% dari populasi kawasan. Jumlah ini meningkat 67,8 juta dibandingkan masa sebelum  pandemi dan inflasi tinggi. (detikNews.com)

ADB mengategorikan kemiskinan ekstrem jika pendapatan kurang dari US$2,15 (setara Rp32.000) per hari atau sekitar kurang dari Rp1 juta per bulan. Angka ini belum disesuaikan dengan kenaikan inflasi akibat perang di Ukraina yang melumpuhkan rantai suplai makanan global.  

Sistem kapitalis tidak memiliki batasan baku tentang kemiskinan sehingga setiap negara memiliki standar kemiskinan yang berbeda-beda.

Pada 2030, ADB memperkirakan 1,26 miliar penduduk di Asia akan rentan secara ekonomi. Hal ini ditafsirkan melalui pendapatan antara US$3,65 hingga 6,85 atau sekitar Rp100 ribu per hari, setara Rp3,1 juta per bulan. Untuk itu, pemerintah di Asia diimbau untuk memperkuat jejaring pengaman sosial guna mencegah krisis bereskalasi. 

Kepala Ekonom ADB, Albert Park mengatakan bahwa lonjakan inflasi telah membuat masyarakat miskin menjadi pihak yang paling dirugikan karena mereka kehilangan kemampuan dalam membeli kebutuhan pokok, seperti makanan dan bahan bakar karena harganya semakin mahal.

Masyarakat miskin juga kehilangan kemampuan untuk menabung, membayar layanan kesehatan, dan berinvestasi di bidang pendidikan. Mereka seperti terjebak dalam jurang kemiskinan dan sangat sulit keluar. Akhirnya, mereka tetap bahkan semakin miskin.

Mirisnya, kondisi yang bertolak belakang pun terjadi, yaitu dengan tumbuhnya angka populasi ultra-high net worth (UHNW) atau individu yang berpenghasilan sangat tinggi di kawasan Asia Pasifik sekitar 51% selama periode 2017-2022.  

Indonesia tercatat sebagai salah satu negara yang mencetak orang-orang kaya ini atau yang sering disebut para sultan. Dalam edisi terbaru The Wealth Report (segmen Wealth Sizing Model) dari Knight Frank disebutkan bahwa Singapura, Malaysia, dan Indonesia memiliki pertumbuhan UHNW tercepat di Asia, yaitu sebesar 7-9%.

Fakta ini menunjukkan bahwa dalam sistem kapitalis fenomena yang kaya makin kaya dan yang miskin semakin miskin itu benar adanya. Ketimpangan sosial sangat terpampang nyata. Ada yang punya rumah mewah lengkap dengan fasilitas serba wah, koleksi kendaraan mewah, barang-barang bermerek, jalan-jalan keliling dunia, dan segala kenikmatan dunia  yang melimpah. 

Sementara, di tempat lain ada yang tidak bisa makan hingga mati kelaparan, tidak mampu mengakses layanan kesehatan hingga meregang nyawa, putus sekolah, bahkan melakukan kejahatan demi bertahan hidup. Bahkan, tidak sedikit yang bunuh diri karena tidak lagi sanggup menghadapi kerasnya hidup. Para konglomerat hartanya kian bertambah, sementara rakyat kelas menengah ke bawah semakin susah.

Pemerintah melalui presiden Jokowi berencana akan menggelontorkan dana sebesar Rp493,5 triliun dari APBN 2024 untuk mempercepat penurunan kemiskinan tahun depan.(CNN Indonesia.com, 16/8/2023)
Dana ini juga dialokasikan untuk pembangunan sumber daya manusia (SDM).

Dilansir dari situs sepakat.bappenas.go.id, ada beberapa kebijakan yang dilakukan pemerintah guna menanggulangi kemiskinan ekstrem ini dengan tiga strategi utama, yaitu penurunan beban pengeluaran masyarakat,  peningkatan pendapatan masyarakat, dan meminimalkan kantong wilayah kemiskinan.

Pemerintah juga berusaha meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan memudahkan investasi, pendataan penduduk, dan sinergi antarlembaga terkait.

Namun, semua ini belum mampu menuntaskan masalah kemiskinan ekstrem ini karena terjadi secara sistemik, jadi hanya bisa diselesaikan dengan solusi yang sistemik pula.

Akar Masalah Kemiskinan

Kemiskinan yang terjadi hari ini disebabkan karena penerapan sistem ekonomi kapitalis. Dalam sistem ini, prinsip ekonominya adalah meraih keuntungan atau materi sebanyak-banyaknya. Tidak peduli halal haram, asal bisa mendatangkan keuntungan materi akan dilakukan. 

Dalam sistem ini, kepemilikan umum bebas dikuasai individu atau swasta. Imbasnya adalah masyarakat terhalang untuk menikmatinya. Fasilitas publik juga dijadikan lahan untuk dikomersialkan. 

Kesehatan, pendidikan, dan keamanan yang seharusnya menjadi hak rakyat harus dibayar mahal. Ditambah dengan mental para pejabat yang buruk, tidak amanah yang justru memanfaatkan kekuasaan demi kepentingan pribadi dan melakukan berbagai kezaliman. Korupsi kian menggurita dari level bawah hingga atas.

Islam Solusi Atasi Kemiskinan Ekstrem

Apapun masalahnya, Islam punya solusinya. Ini bukanlah slogan semata. Telah terbukti dan teruji bahwa sistem Islamlah satu-satunya yang mampu menuntaskan masalah kemiskinan dan memberikan kesejahteraan bagi setiap individu yang hidup di dalamnya. 

Dalam  Islam kemiskinan diukur sejauh mana seseorang mampu memenuhi kebutuhan pokoknya berupaya sandang, pangan, papan, pendidikan dan kesehatan. Dalam kitab Nizam Iqtishadi karya Syekh Taqiyuddin an-Nabhani, kata fakir secara bahasa sama dengan ihtiyaj, yaitu membutuhkan. Sementara, secara syariah fakir adalah orang yang membutuhkan, yang keadaannya tidak bisa dimintai apa-apa. Atau orang yang menjadi lemah oleh kesengsaraan. 

Islam menganggap masalah kemiskinan manusia dengan standar yang sama, di negara mana pun, serta kapan pun. Kemiskinan dalam Islam adalah ketika tidak terpenuhinya kebutuhan primer secara menyeluruh. Kebutuhan primer dalam Islam ada tiga yaitu sandang, pangan, dan papan. Hal ini Allah jelaskan dalam QS At-Thalaq ayat 6, Al-Baqarah ayat 233 dan hadis riwayat Ibnu Majah.

Islam telah menjadikan pemenuhan kebutuhan primer serta mengusahakannya untuk orang yang tidak bisa memperolehnya adalah fardhu. Jika bisa dipenuhi sendiri oleh seseorang, maka pemenuhan itu menjadi kewajibannya. Jika ia tidak mampu memenuhinya, maka harus ditolong oleh orang lain. 

Mekanismenya ialah dengan pemenuhan nafkah ini oleh kerabat terdekat yang memiliki hubungan darah. Jika tidak ada, maka negara wajib menanggungnya dari baitul mal pada pos zakat. Apabila pos zakat tidak cukup maka diambil dari pos lain. Jika di Baitul mal tidak ada harta sama sekali, maka negara memungut pajak dari orang-orang kaya.

Negara Islam menjamin terpenuhinya kebutuhan primer secara tidak langsung, yaitu dengan menyediakan lapangan pekerjaan. Dengan adanya lapangan pekerjaan, maka laki-laki sebagai penanggung jawab nafkah dapat memenuhi kewajibannya. Negara tidak akan memberikan secara gratis makanan, pakaian, dan rumah sehingga masyarakat jadi malas. 

Negara juga bisa memberikan kesempatan pada setiap orang untuk menghidupkan tanah mati dan membeberikan hak untuk memilikinya. Negara juga bisa memberikan lahan pada mereka yang mampu menggarapnya. Jika mereka membutuhkan modal, negara bisa memberikan pinjaman modal tanpa riba, bantuan fasilitas penunjang seperti bibit, alat pertanian, teknologi dan lainnya. 

Dalam Islam, kepemilikan ada tiga, yaitu individu, umum, dan negara. Kepemilikan individu memungkinkan bagi siapa saja untuk memperoleh harta guna memenuhi kebutuhannya dengan cara-cara yang dibolehkan Islam, di antaranya bekerja, waris, kebutuhan akan harta untuk menyambung hidup, pemberian negara, dan harta yang diperoleh tanpa kompensasi harta atau tenaga.

Sementara, kepemilikan umum adalah izin Asy-Syari' kepada suatu komunitas masyarakat untuk sama-sama memanfaatkan benda/ barang, yaitu fasilitas umum, barang tambang yang tidak terbatas, dan sumber daya alam yang sifat pembentukannya menghalangi untuk dimiliki hanya oleh individu secara perorangan. Negara wajib mengelolanya dan hasilnya dikembalikan pada rakyat untuk memenuhi kebutuhan mereka.

Ketiga kepemilikan negara yang merupakan hak semua kaum muslim yang pengelolaannya menjadi wewenang Khalifah. Ia bisa mengkhususkan sesuatu untuk sebagian kaum muslim sesuai ijtihadnya. Contohnya fai', kharaj, jizyah, dan sebagainya.

Negara Islam juga akan menjaga agar distribusi kekayaan merata agar tidak berkumpul hanya pada sekelompok orang saja. Negara akan mengambil tanah pertanian yang tidak dikelola pemiliknya lebih dari tiga tahun dan memberikannya pada siapa saja yang membutuhkan. 

Dalam Islam juga ada kewajiban zakat, anjuran untuk berinfak, membantu sesama, memberikan utang, hibah, dan hadiah. Islam juga memiliki mekanisme pengelolaan harta, hukum seputar tanah, perdagangan dan industri, serta hukum muamalah. Islam melarang     cara-cara terlarang dalam pengembangan harta. Dengan mekanisme ini, keseimbangan ekonomi dalam masyarakat akan terwujud.

Pembangunan ekonomi dalam Islam bertumpu pada sektor riil. Ini berbeda dengan sistem kapitalis yang ditopang ekonomi nonriil yang rentan krisis. Selain itu, Islam memakai sistem uang emas, bukan kertas (fiat money) seperti sekarang yang rentan kena inflasi.

Dengan semua mekanisme ini,  kemiskinan ekstrem  memungkinkan diatasi. Kalau pun ada, biasanya terjadi dalam skala individu, dan itu semua bagian dari ujian Allah untuk hamba-Nya, bukan karena kesalahan sistem. Maka, sudah saatnya kita campakkan sistem kapitalis ini dan beralih pada sistem Islam. Sampai kapan kita harus merasakan kesulitan hidup ini, akibat kita tidak menerapkan aturan Allah? Hukum siapa yang lebih baik dari pada hukum Allah? Wallahua'lam bishawab.

Oleh: Yuli Ummu Raihan
Penggiat Literasi

Minggu, 03 September 2023

Asia Pasifik Dilanda Kemiskinan Ekstrem, Butuh Solusi Sistemik



Tinta Media - Kemiskinan masih menjadi masalah dalam sistem kapitalisme saat ini. Pandemi Covid-19 memang sudah berlalu, tetapi dampaknya luar biasa bagi kehidupan manusia. Salah satunya ialah angka kemiskinan yang semakin meningkat.

Asian Development Bank (ADB), memperkirakan sekitar 152,2 juta penduduk Asia Pasifik hidup di bawah kemiskinan ekstrem. Peningkatan jumlah ini dipicu oleh pandemi Covid-19 dan inflasi yang tinggi akibat perang Ukraina-Rusia yang memutus suplai makanan secara global. 

Rakyat yang terkategori masuk dalam kemiskinan ekstrem adalah kelompok masyarakat yang berpenghasilan sebesar USD 2,15 (setara Rp32 ribu) per hari, atau berkisar di bawah Rp1 juta per bulan, atau mereka yang tidak mampu mencukupi seluruh kebutuhan primernya, termasuk pangan, sandang, papan, kesehatan, sanitasi air bersih, dan informasi (detiknews.com, 25/8/2023).

Akibat kenaikan harga barang dan jasa, maka rakyat miskin paling terdampak karena mereka hanya mampu membeli produk kemasan kecil dengan harga yang lebih mahal. Wanita juga harus bekerja keras untuk membantu perekonomian keluarga, mengatur keuangan agar cukup di tengah harga yang melambung tinggi.

Menurut Albert Park, ekonom ADB, pemerintah negara Asia Pasifik harus memperkuat jejaring pengaman sosial untuk membantu rakyat miskin, menciptakan inovasi dan investasi untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru bagi rakyat. ADB akan menggelontorkan dana pinjaman/utang untuk membantu negara-negara Asia Pasifik agar bisa keluar dari kesulitan ekonomi. Padahal, solusi yang ditawarkan oleh ADB akan mengancam kedaulatan sebuah negara. 

Mirisnya, di tengah kondisi ini, kelompok Ultra High Net Worth Individual (UHNWI ) mengalami penambahan sekitar 51% selama tahun 2017-2022. Mereka adalah individu dengan kekayaan bersih sangat tinggi, setidaknya US$30 juta atau lebih, yaitu setara dengan Rp448 miliar aset likuid yang mudah dicairkan. Ini belum termasuk aset benda tidak bergerak, bisa berupa tabungan, saham, obligasi, dll. Sungguh sangat berbalik dengan kondisi rakyat miskin ekstrem. 

Menurut Wealth Report, Knight Frank memprediksi jumlah UHNWI di Indonesia pada 2026 akan mengalami peningkatan  sekitar 1.810 orang dengan kategori Ultra High Net Worth Individual. Ini bila dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2023 adalah 278,69 juta jiwa. Sungguh sangat ironis (detiknews.com, 25/8/2023).

Kesenjangan Sosial dan Ekonomi Semakin Melebar dalam Sistem Ekonomi Kapitalis

Sistem kapitalisme akan melahirkan individu-individu yang serakah dan tamak. Mereka tidak akan merasa cukup, tidak peduli kondisi rakyat yang kurang mampu. Dalam hal kepemilikan, harta yang menjadi kepemilikan umat dikuasai oleh segelintir orang. Para pemilik modal berkolaborasi dengan penguasa untuk mengusai kepemilikan umat, misalnya sumber daya alam. 

Bagi para kapitalis yang memiliki modal besar, mereka bisa menggeser pedagang-pedagang kecil yang mempunyai modal minim. Para kapitalis bisa membangun ritel yang bersih dan nyaman dengan harga jual barang dagangannya lebih murah, sedangkan rakyat kecil dengan modal seadanya, mereka hanya berjuang untuk hidup. 

Di sisi yang lain, pemerintah seakan membiarkan rakyat bertarung secara bebas tanpa beda kelas, seperti dalam ring tinju kelas bulu yang dilawan kelas berat. Siapa yang bisa bertahan, dialah yang hidup. 

Kemiskinan sistemik ini (kemiskinan akibat penerapan sistem) hanya akan menjadikan lingkaran setan yang akan memiskinkan yang miskin, dan memperkaya yang sudah kaya. Kita analogikan seorang yang lahir dari keluarga miskin, dia tidak mendapatkan kecukupan gizi, kesehatan, pendidikan yang layak. Sehingga, di saat besar, dia hanya mampu bekerja di sektor informal dengan gaji yang minim dan tanpa penjaminan kesehatan. Selanjutnya, saat dia berkeluarga, maka akan melahirkan generasi miskin berikutnya. 

Di sinilah peran negara yang memutus lingkaran setan ini, sehingga rakyat bisa mendapatkan kesejahteraan ekonomi, kesehatan, dan pendidikan yang layak sebagai kebutuhan dasarnya. Akan tetapi, semua itu tidak akan pernah terwujud karena negara hanya berperan sebagai fasilitator saja dan tidak pro terhadap rakyat. Kalaulah ada bantuan jejaring sosial, itu hanyalah sebagai terapi tambal sulam saja, hanya setetes air di saat rakyat dahaga. Apalagi, bila dananya didapatkan dari utang luar negeri, semakin membahayakan negara. 

Sistem Islam Menyejahterakan Manusia

Berbeda dengan sistem kapitalisme yang rusak dan merusak, Islam menjadikan rakyat sampai pada kategori kemiskinan yang ekstrem. Sistem Islam mewujudkan kemaslahatan bukan hanya untuk kaum muslimin, tetapi juga seluruh manusia, hewan, alam semesta. Sistem inilah yang dituntun oleh wahyu Illahi, bukan hasil pemikiran manusia. 

Sistem Islam akan melahirkan individu-individu yang berorientasi akhirat. Dunia bukan dijadikan ajang meraih kesenangan dan kenikmatan jasmani. 

Oleh karenanya, Islam memiliki mekanisme untuk menyelesaikan problem kemiskinan adalah sebagai berikut:

Pertama, negara akan menjamin kebutuhan pokok berupa sandang pangan dan papan setiap individu masyarakatnya. 
Bukan berarti negara akan membagikan makanan, pakaian, atau rumah kepada setiap rakyat secara gratis, hingga terbayang rakyat bisa bermalas-malasan karena kebutuhannya sudah terpenuhi. Jaminan ini dilakukan secara tidak langsung, yaitu negara wajib menyediakan lapangan pekerjaan bagi setiap laki-laki tanpa terkecuali. Jaminan ini adalah bentuk peran negara untuk memastikan setiap laki-laki dapat menjalankan kewajibannya untuk menafkahi diri dan keluarganya.

Kedua, negara akan menjamin kebutuhan dasar publik seperti kesehatan, pendidikan, dan keamanan secara langsung. Negara akan bertanggung jawab secara langsung dari segi penyediaan fasilitas hingga pembiayaan.

Ketiga, negara mengatur kepemilikan harta, mana yang boleh menjadi kepemilikan individu, kepemilikan umat, dan kepemilikan negara. Seperti sumber daya alam, itu adalah kepemilikan umat dan digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan umat. Allah Swt. sudah menyiapkan bumi dengan segala yang terkandung di dalamnya untuk kesejahteraan manusia. 

اَلْمُسْلِمُوْنَ شُرَكَاءُ في ثلَاَثٍ فِي الْكَلَإِ وَالْماَءِ وَالنَّار
Artinya "Kaum muslimin berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput, air, dan api (HR Abu Dawud dan Ahmad).

Penjagaan terhadap sumber daya alam dari swastanisasi membuat negara memiliki pemasukan yang begitu luar biasa banyaknya. 

Oleh karena itu, negara akan berperan maksimal menyejahterakan rakyat dengan menerapkan hukum-hukum Islam secara keseluruhan. Umat Islam akan sejahtera sebagaimana masa kepemimpinan Khalifah Umar bin Abdul Aziz dan kekhilafahan Bani Abbasiyah. Islam akan menjadi rahmat bagi seluruh alam. Aamiin


Oleh: dr. Retno Sulistyoningrum

Kamis, 31 Agustus 2023

Kapitalisme, Biang Kerok Kemiskinan Ekstrem Asia Pasifik


Tinta Media - Penduduk Asia Pasifik dikabarkan jatuh dalam jurang kemiskinan yang ekstrem. Pandemi Covid-19 tahun lalu yang kemudian memicu inflasi, menjatuhkan hampir 68 juta penduduk Asia sehingga masuk dalam kategori miskin. Lantas, apa sebetulnya yang menjadi penyebab utama kemiskinan akut yang kini melanda?

 

Akibat Tata Kelola ala Kapitalisme, Kemiskinan Makin Mengancam

 

Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank/ADB) menuliskan dalam laporannya, bahwasanya diperkirakan ada sekitar 152,2 juta penduduk Asia berada dalam garis kemiskinan ekstrem. Jumlah tersebut meningkat 67,8 juta dibandingkan sebelum pandemi dan inflasi (detiknews.com, 25/8/2023).

 

Kemiskinan ekstrem ini ditandai dengan jumlah pendapatan yang sangat minim, yakni sekitar Rp32.000/ hari atau berkisar di bawah angka Rp1 juta/ bulan. Angka ini pun kemungkinan akan lebih kecil lagi saat sudah dikonversi dengan adanya kenaikan inflasi akibat perang Ukraina yang melumpuhkan rantai ketersediaan makanan secara global.

 

Mirisnya, fakta tentang kekayaan suatu kelompok justru naik drastis. Kelompok yang memiliki kekayaan lebih dari 30% (UNHW/Ultra High Net Worth) justru mengalami pertumbuhan substansial hampir 51% dalam tahun 2017 hingga 2022 (CNNIndonesia.com, 24/8/2023).

 

Betapa buruk realitas yang ada. Kemiskinan semakin mencekik rakyat. Hidup serba sulit. Sementara di sisi lain, orang yang memiliki kekayaan melimpah semakin kaya. Kesenjangan ekonomi antara si kaya dan si miskin semakin dalam. Inilah dampak dari penerapan sistem ekonomi kapitalisme. Sistem ini hanya menitikberatkan keuntungan materi sebagai fokus utama, tak peduli dengan keadaan masyarakat secara umum.

 

Dalam sistem kapitalisme, negara gagal mengelola sumber daya yang ada. Negara menetapkan legalitas dalam privatisasi dan swastanisasi sumber daya alam yang seharusnya optimal dipergunakan rakyat. Namun sayang, sistem destruktif ini justru menjadikan sumber daya milik rakyat sebagai obyek bisnis ala kapitalis yang menguntungkan korporasi oligarki.

 

Setiap kebutuhan hidup harus dibayar mahal oleh rakyat. Sementara, lapangan pekerjaan sulit. Keadaan ekonomi pun makin terjepit. Wajar saja, keadaan rakyat makin memprihatinkan. Kemiskinan kian akut dan tak terkendali.

 

Karena itu, tak layak sistem rusak ini dijadikan sandaran dalam pengaturan kehidupan, karena hanya sengsara yang tercipta. Kezaliman pun merajalela. Semestinya sistem ini segera dicampakkan, kemudian diganti dengan sistem yang amanah mengurusi seluruh urusan rakyat.

 

Islam, Satu-satunya Solusi

 

Islam adalah aturan yang mengatur kehidupan secara sistematis. Islam tak sekadar aturan beribadah saja. Namun, syariat Islam adalah aturan menyeluruh yang memiliki konsep utuh untuk mengurusi semua urusan umat. Hanya dengan sistem Islam-lah, kemiskinan ekstrem mampu terurai sempurna, yaitu sistem Islam dalam wadah Khilafah ala minhaj an nubuwwah.

 

Khilafah memiliki konsep bahwa setiap urusan rakyat adalah prioritas utama yang harus sesegera mungkin dipenuhi. Ini karena keselamatan nyawa rakyat adalah tanggung jawab Khalifah, pemimpin dan perisai umat.

 

Ibnu Umar ra. berkata, “Saya telah mendengar Rasulullah saw. bersabda, "Setiap orang adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang kepala negara akan dimintai pertanggungjawaban perihal rakyat yang dipimpinnya (HR. Bukhari Muslim)

 

Dalam sistem Islam, setiap sumber daya yang dimiliki rakyat wajib dikelola negara, kemudian dipergunakan oleh rakyat secara luas dan optimal. Praktik privatisasi dan swastanisasi sumber daya alam, dilarang oleh negara karena hal ini akan melahirkan kesengsaraan dalam hidup rakyat.

 

Rasulullah saw. bersabda,

 

"Kaum muslimin berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput, air, dan api"

(HR. Abu Dawud dan Ahmad)

 

Ketiga hal tersebut, yaitu padang rumput, air, dan api, merupakan fasilitas umum yang dilarang kepemilikannya secara individu atau sekelompok orang karena ketiga sumber kehidupan tersebut mampu menopang kehidupan dan hajat hidup orang banyak. Larangan Khalifah pun tegas atas hal tersebut karena dampak dari privatisasi adalah kemiskinan yang tak pernah berhenti, seperti yang saat ini terjadi.

 

Sistem Islam-lah, satu-satunya solusi sistemik atas kemiskinan akut yang kini terjadi. Hanya dengannya, nyawa rakyat terjaga. Hanya dengannya, seluruh kepentingan rakyat terpenuhi secara sempurna. Berkah dan rahmat Allah Swt. pun melimpah di seluruh belahan bumi. Wallahu a'lam bisshawab.

Oleh: Yuke Octavianty, Forum Literasi Muslimah Bogor

Rabu, 16 Agustus 2023

Menurunkan Angka Kemiskinan dengan Islam

Tinta Media - Penurunan kemiskinan terjadi pada sejumlah penduduk di Jawa Tengah sesuai dengan catatan Badan Pusat Statistik (BPS), yaitu sebanyak 3,79 juta orang pada Maret 2023 atau menurun 66,73 ribu orang sejak September 2022. Jumlah ini pun mengalami penurunan menjadi 10,77 persen atau turun 0,21 persen poin bila dibanding September 2022 yang mencapai 10,98 persen atau 3,86 juta orang dalam persentasenya.

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengatakan bahwa seluruh pihak telah berupaya untuk percepatan penurunan angka kemiskinan hingga mencapai keberhasilan seperti saat ini. Ganjar pun terus menggenjot percepatan kemiskinan ekstrem di Jawa Tengah setelah pandemi Covid-19 yang membuat perekonomian dunia melemah selama 2 tahun berturut-turut. 

Banyak program yang digencarkan Ganjar, seperti Kartu Jateng Sejahtera, Kartu Tani, Kartu Nelayan, SMKN Jateng, Rumah Tidak Layak Huni (RTLH), Jambanisasi, Listrik Gratis, Tuku Lemah Oleh Omah hingga sejumlah program untuk menurunkan stunting.

APBD Tahun Anggaran 2023 digunakan untuk intervensi kemiskinan ekstrem yang bernilai Rp25,73 triliun dari pendapatan daerah dengan alokasi belanja daerah Jawa Tengah tahun 2023 senilai Rp26,30 triliun. 

Percepatan penurunan kemiskinan ini direncanakan akan terus berlanjut hingga akhir tahun 2023. Sebab, penyelesaian kemiskinan di daerah sejalan dengan program pemerintah pusat. Oleh sebab itu, Pemprov Jawa Tengah akan terus berupaya melakukan intervensi ke seluruh sektor dengan pola gotong-royong atau keroyokan yang digalakkan Ganjar. (Liputan6.com, 20/07/2023)

Ternyata ukuran penduduk miskin merupakan sesuatu yang tidak mutlak dalam kapitalisme. Miskin atau tidaknya tergantung pada ukuran yang digunakan, apakah dengan menggunakan ukuran BPS atau Bank Dunia? Jika menggunakan ukuran BPS, jumlah kemiskinan mengalami penurunan dibanding tahun lalu. Namun, akan ada perbedaan jika menggunakan ukuran Bank Dunia yang mencapai 40 persen jumlah orang miskin di Indonesia.

Sayangnya, kemiskinan itu nyata, sehingga harus benar-benar diketahui secara nyata jumlah penduduk miskin di Indonesia, bukan malah mengikuti versi-versi yang ada. Dari berbagai versi ukuran untuk mengukur kemiskinan di Indonesia, bisa disimpulkan bahwa kemiskinan dalam kapitalisme tidak jelas dan tidak nyata. Jika dalam mengukur data kemiskinan saja sudah tidak jelas, apalagi dalam memberikan solusi untuk permasalahan kemiskinan. 

Ini sungguh jauh berbeda dengan cara Islam memandang masalah kemiskinan. Sebab, Islam mengukur kemiskinan bukan dengan angka atau versi yang lain. Akan tetapi, Islam mengukur kemiskinan dari terpenuhi atau tidaknya kebutuhan dasar berupa sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan masyarakat. 

Inilah ukuran nyata dan jelas yang seharusnya digunakan dalam mengukur kemiskinan. Sehingga, ketika seseorang telah terpenuhi kebutuhan dasarnya secara sempurna, maka seseorang tersebut layak dikatakan sebagai orang yang tidak miskin dan sejahtera. 

Rasulullah saw. pun pernah bersabda dalam hadis riwayat Tirmidzi dan Ibnu Majah bahwa,

“Barang siapa di antara kalian mendapatkan rasa aman di rumahnya (pada diri, keluarga, dan masyarakatnya), diberikan kesehatan badan, dan memiliki makanan pokok pada hari itu di rumahnya, maka seakan-akan dunia telah terkumpul pada dirinya.”

Islam menentukan terpenuhinya kebutuhan dasar bagi rakyat secara individu per individu, bukan dengan perhitungan kasar. Islam pun memiliki mekanisme patroli yang dilakukan khalifah atau wakilnya untuk melihat penduduknya dari rumah ke rumah agar mampu memastikan bahwa tiap-tiap orang dari penduduknya telah terpenuhi kebutuhan dasarnya. 

Kegiatan patroli setiap hari ini pun pernah dilakukan Khalifah Umar bin Khaththab ra. untuk memastikan penduduknya bisa tidur nyenyak karena kenyang atau tidak. 

Dengan demikian, penyelesaian kemiskinan dalam sistem Islam adalah kerja serius para pemimpin sebagai bentuk tanggung jawab kepada rakyat. Sebab, tanggung jawab pemimpin terhadap rakyat bersifat orang per orang. Di akhirat nanti, seorang pemimpin akan ditanya tentang pengurusan rakyatnya satu per satu. Maka dari itu, penyelesaian kemiskinan bukan ajang pencitraan untuk berkuasa. Islam juga mempunyai standar pemenuhan kebutuhan, yaitu standar umum suatu masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup. 

Konsep tanggung jawab kepemimpinan seperti ini hanya ada di dalam Islam. Sebab, konsep tanggung jawab tersebut muncul dari akidah Islam yang dimiliki seorang pemimpin, hingga mewujudkan kesadaran akan hubungan dirinya dengan Allah. Maka, inilah yang membuat para pemimpin bertanggung jawab penuh terhadap masing-masing rakyat yang dipimpinnya.

Oleh: Fitriyani Hairun (Aktivis Muslimah)

Selasa, 15 Agustus 2023

Kemiskinan Merajalela, Bagaimana Islam Menyelesaikan?

Tinta Media - Isu kemiskinan semakin merajalela. Detiap tahun bukan semakin menipis, melainkan semakin berkembang. Garis kemiskinan pada bulan September 2022 tercatat sebesar 9,57%. Artinya, sebanyak 26,36 juta orang berada di bawah garis kemiskinan. Tingkat kemiskinan ini naik tipis dari Maret 2022 (9,54%).  

Kondisi ini sangat miris jika terus meningkat persentasenya. Di zaman kapitalis ini, mustahil jika angka kemiskinan semakin menurun.

Kemiskinan ini merupakan efek dari perubahan harga BBM yang semakin meningkat, tingginya angka PHK, dan juga harga bahan pangan yang membumbung pada saat itu. 

Kemiskinan merupakan masalah umum yang harus diselesaikan oleh negara, terutama di negara berkembang, termasuk negara muslim. 

Bagi seorang muslim, kemiskinan maupun kekayaan pada dasarnya merupakan ujian dari Allah Swt. Jika seseorang diuji dengan kemiskinan, kemudian bersabar dan tetap bersyukur, maka kemiskinan itu akan menjadi kebaikan baginya.

Jika seseorang diuji dengan kekayaan, kemudian menjadikan kekayaan itu sebagai sarana untuk beribadah, maka kekayaan itu akan menjadi kebaikan baginya.

Yang menjadi pertanyaan, apa penyebab kemiskinan di Indonesia? 

Di kota, kemiskinan bisa terjadi karena padatnya jumlah penduduk, tetapi lapangan pekerjaan kurang memadai, sehingga banyak terjadi pengangguran. Selain itu, pemberian upah yang rendah serta kurangnya akses layanan dasar masyarakat yang mudah dan murah, seperti sarana kesehatan dan pendidikan juga menjadi salah satu pemicunya. Apalagi, solidaritas masyarakat kurang dan sikap mementingkan kehidupan individu lebih dominan.

Sedangkan di desa, penyebab kemiskinan biasanya karena keterbatasan akses seperti jalan, kesenjangan teknologi, terutama teknologi pertanian, mahalnya pupuk, bahan, dan alat pertanian. Juga rendahnya taraf berpikir, dan sebagainya.

Artinya, pembangunan yang dilakukan tidak merata. Semua ini karena sistem kapitalisme-sekularisme yang tidak berpihak pada kepentingan rakyat. Kebijakan yang ditetapkan pemerintah lebih memihak pada kepentingan pemilik modal besar, sehingga hak-hak rakyat diabaikan. 

Ini berbeda dengan sistem Islam.
Solusi Islam dalam menangani masalah kemiskinan adalah dengan cara pemenuhan kebutuhan dasar manusia baik secara langsung meliputi kesehatan, pendidikan, dan jaminan keamanan, atau pemenuhan secara tidak langsung seperti kebutuhan pangan, sandang, dan papan.

Negara juga akan mendorong proyek-proyek ekonomi di antara kaum muslimin, serta membuka lapangan kerja seluas-luasnya, mengharamkam riba, mengelola keuangan dengan baik, memanfaatkan APBN (Baitul mal) dengan sebaik-baiknya. 

Semuanya harus dijamin oleh negara sehingga rakyat terbebas dari kemiskinan, mampu meningkatkan taraf hidup, dan merasa nyaman dan sejahtera.
wallahu'alam bii shawwab.

Oleh: Sri Astutik Handayani
(Muslimah Jawa Timur)


Jumat, 04 Agustus 2023

Kemiskinan di Indonesia Masih Sangat Tinggi

Tinta Media - Kemiskinan di Indonesia bisa jadi masih sangat tergolong tinggi lebih dari sekadar data angka-angka yang telah diumumkan Badan Pusat Statistik (BPS), yakni adanya penurunan data angka kemiskinan 0,21%, yaitu dari 9,57% per September 2023 menjadi 9,36 % hingga Maret 2023. [https://www.bps.go.id/pressrelease/2023/07/17/2016/profil-kemiskinan-di-indonesia-maret-2023.html]

Sebab BPS juga mencatat, bahwa batas garis kemiskinan Indonesia adalah sebesar Rp 550.458 per kapita per bulan. 
[https://nasional.kontan.co.id/news/garis-kemiskinan-naik-penghasilan-rp-550458-per-bulan-masuk-kategori-miskin].

Penetapan batas garis kemiskinan tersebut tentu dapat dinilai masih sangat begitu rendah. 

Apalagi sebagian besar penghasilan masyarakat, juga faktanya digunakan untuk membeli fasilitas publik dan kebutuhan dasar atau pokok yang kini harganya begitu tinggi alias mahal. Seperti biaya pendidikan, kesehatan, transportasi, listrik dan air, serta kebutuhan-kebutuhan lain. 

Padahal, fasilitas publik dan kebutuhan dasar atau pokok yang dibutuhkan bagi hajat hidup orang banyak tersebut seharusnya berbiaya murah atau terjangkau oleh masyarakat jika benar-benar serius ingin mewujudkan kesejahteraan rakyat.

Kemiskinan Struktural

Jika kita kaji secara mendalam, kemiskinan yang terjadi di negeri ini sesungguhnya kemiskinan struktural sistemik, bukan kemiskinan alami yang hakiki.

Kemiskinan struktural sistemik adalah kemiskinan yang diakibatkan oleh penerapan sistem politik tertentu. Dalam hal ini adalah sistem politik demokrasi dengan sistem ekonomi kapitalisnya yang telah membuat sebagian besar masyarakat kesulitan mengakses sumber daya alam (SDA) yang menjadi kebutuhan mereka. 

Sistem ekonomi kapitalis meniscayakan pengelolaan SDA yang sejatinya milik rakyat, tetapi diserahkan kepada swasta para pemilik modal dalam negeri maupun asing.

Demikian pula dalam pengelolaan fasilitas publik seperti pendidikan, kesehatan transportasi dan SDA baik migas maupun non migas, sistem ekonomi kapitalis juga melibatkan peran swasta yang cukup besar di dalamnya.  

Alhasil rakyat harus membeli dengan harga mahal segala kebutuhan mereka karena pihak swasta hanya berorientasi pada profit atau keuntungan kepentingan bisnis, bukan pelayanan.

Kondisi ini jelas sekaligus mengonfirmasi bahwa peran negara dalam sistem politik demokrasi dengan ekonomi kapitalismenya hanya sebagai regulator, bukan pengurus urusan rakyat.

Sebagaimana yang kita saksikan, kebijakan dan aturan yang ditetapkan negara justru menjamin kebebasan pihak swasta untuk mengelola SDA, fasilitas publik hingga pelayanan publik.

Dengan kata lain, negara condong kepada kepentingan swasta dan asing, bukan kepada kepentingan untuk rakyat. Akibatnya, biaya kehidupan menjadi tinggi sedangkan pendapatan rakyat rendah, sehingga daya belinya pun menjadi rendah.

Solusi Islam

Dalam sistem ekonomi Islam berikut sistem politik dan pemerintahannya (Khilafah) yang menjalankannya, Syariah Islam di bidang ekonomi ketika diterapkan pasti mampu meningkatkan daya beli masyarakat dan mengentaskan kemiskinan.

Ketika sistem ekonomi Islam diterapkan secara Kaffah, sangat mungkin bahkan pasti akan bisa menghasilkan kesejahteraan bagi umat Islam dan umat manusia pada umumnya.

Sebab, dalam sistem ekonomi Islam, fasilitas publik seperti transportasi pendidikan dan layanan kesehatan wajib disediakan oleh negara dengan harga yang semurah-murahnya, bahkan gratis.

Hal ini, karena Islam memposisikan penguasa sebagai pengurus urusan umat atau ro'in. Sebagaimana Sabda Rasulullah SAW yang artinya,

"Imam atau Khalifah adalah ro'in atau pengurus rakyat. Dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya." (HR. al-Bukhori)

Pelayanan publik yang diberikan negara secara gratis tersebut akan ditopang oleh penerapan konsep kepemilikan dalam ekonomi Islam.

Dalam ekonomi Islam dikenal adanya konsep kepemilikan umum untuk keadilan pendistribusian, yakni harta yang setiap orang (individu) boleh memiliki hak dan andil di dalamnya dan harta-harta yang dibutuhkan hajat hidup orang banyak yang tidak boleh dimiliki atau dikuasai oleh individu atau sekelompok individu.

Rasulullah SAW pernah bersabda yang artinya, 

"Bahwa manusia bersekutu dalam kepemilikan atas tiga hal, yaitu air, padang gembalaan (tanah) dan api (energi). (H.R. Ahmad) 

Islam juga telah menetapkan, harta milik umum tersebut hanya boleh dikelola oleh negara untuk dikembalikan pemanfaatan atau keuntungannya kepada rakyat.

Sebagaimana halnya migas dan nonmigas seperti tambang emas, batubara, nikel, dan SDA yang lainnya, ini hanya boleh dikelola negara untuk dimanfaatkan rakyat. Pemanfaatannya bisa dalam bentuk BBM dan listrik murah hingga biaya pendidikan dan kesehatan berbiaya murah, bahkan gratis. Negara tidak boleh melibatkan pihak swasta dalam pengelolaannya yang terkategori harta-harta milik umum tersebut. 

Dan dari sisi peningkatan pendapatan dan daya beli masyarakat, sistem ekonomi Islam juga mewajibkan negara menyediakan lapangan pekerjaan yang luas bagi masyarakat.

Bahkan dalam kondisi tertentu negara membantu masyarakat secara langsung dengan memberi subsidi (pemberian) sebagai penunjang pembiayaan hidup yang meningkatkan daya beli bagi rakyatnya.

Lapangan pekerjaan dalam Khilafah akan sangat luas, sebab industri-industri strategis yang mengelola SDA berada di bawah pengelolaan negara. Industri-industri inilah yang akan menyerap banyak tenaga kerja.

Demikianlah sistem ekonomi Islam akan mampu mencegah munculnya persoalan kemiskinan di tengah masyarakat. Dan sistem ekonomi Islam hanya bisa diterapkan oleh institusi Khilafah Islamiyah. [] 

Oleh: Muhar
Sahabat Tinta Media 

Rabu, 02 Agustus 2023

Gus Tuhu: Masyarakat Indonesia Tidak Layak Miskin

Tinta Media - Pengasuh Majelis Taklim Al-Mustanir Probolinggo Gus Tuhu mengatakan bahwa penduduk atau masyarakat Indonesia tidak selayaknya tertampak sebagai orang miskin.

“Tidak untuk Indonesia Raya maka negara kita sangat kaya raya, tidak layak penghuninya, penduduknya, masyarakatnya, tertampak sebagai orang-orang miskin kecuali karena salah kelola,” ungkapnya dalam program Kajian Islam Tematik Al-Mustanir: Dari Kegelapan (Sekuler-Kapitalis) Menuju Cahaya Islam, Senin (24/7/2023) di kanal Youtube NgajiProID.

Ia mengatakan bahwa jika kemiskinan itu terjadi di dalam negara yang tidak mempunyai sumber daya alam atau kering kerontang kondisi negaranya, maka hal itu masih bisa dimaklumi.

“Nah kalau untuk konteks negara yang tidak punya sumber daya alam, untuk konteks negara yang kering kerontang, untuk konteks negara yang tidak punya apa yang bisa dikelola, maka boleh bicara kemiskinan,” ungkapnya.

Ia menjelaskan adanya fakta legacy kemiskinan yang tampak dalam masyarakat dilihat dari kejadian belakangan ini atau yang sudah lama terjadi.

 “Terbukti sistem yang digunakan gagal untuk mensejahterakan masyarakat umum, jurang antara si kaya raya dan si miskin papa semakin terus menganga lebar, itu ada paling tidak dalam data tabung gas melon 3 kg, tercantum tulisan dicat dengan rapi, 'hanya untuk masyarakat miskin', jadi fakta kemiskinan diakui secara resmi dan masih banyak lagi,” jelasnya.

Lalu ia memberikan solusi agar bisa keluar dari kemiskinan atau masalah apapun yang dihadapi dengan cara berhijrah.

“Kita hijrah dalam konteks meninggalkan apa saja dilarang oleh Allah subhanahu wa ta'ala, paling tidak itulah yang tercantum dalam hadis Nabi SAW sesudah Nabi menyatakan “Al-Muslimu man salima al-muslimuna min lisanihi wa yadihi,” lalu Nabi mengatakan orang yang berhijrah itu adalah “man hajaroh ma nahallahu 'anhu” siapa saja yang meninggalkan apa saja yang dilarang oleh Allah, sistem buruk yang melahirkan banyak keburukan tentu masuk segala yang dilarang oleh Allah subhanahu wa ta'ala yang harus ditinggalkan,” pungkasnya. [] Muhriz


Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab