Tinta Media: Kemenangan
Tampilkan postingan dengan label Kemenangan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kemenangan. Tampilkan semua postingan

Kamis, 31 Agustus 2023

MMC: Kemenangan Islam Pasti Datang

Tinta Media - Narator Muslimah Media Center (MMC) mengingatkan, pengemban dakwah harus yakin tanpa keraguan bahwa kemenangan Islam pasti akan datang, cepat ataupun lambat.
 
“Para pengemban dakwah harus meyakini tanpa keraguan bahwa kemenangan Islam pasti akan datang, cepat atau lambat. Karena, tidak akan pernah terjadi kiamat sebelum kembalinya kehidupan Islam di atas manhaj kenabian,” ujarnya dalam tayangan One Minute Booster: Kemenangan Islam Itu Nyata, Bersabar dan Berjuanglah! Di kanal YouTube MMC, Selasa (29/8/2023).
 
Narator melanjutkan, kemenangan itu mencerahkan dan menampakkan cahaya kebenaran, sebab kejayaan orang kafir itu tidak mendapat arahan bimbingan dan petunjuk dari wahyu Allah. Sedangkan, kejayaan umat Islam mendapatkan petunjuk dan restu dari Allah Swt.
 
“Kejayaan kaum muslimin terjadi ketika menyaksikan kembalinya kekuasaan Allah di dunia ini, baik secara de yure (pengakuan secara hukum internasional) maupun secara de facto (fakta nyata ),” ucapnya.
 
Sungguh menurutnya, telah banyak hadis yang memberikan kabar gembira akan datangnya kejayaan Islam, setelah masa sulit yang akan dilalui oleh umat Islam.
 
“Kejayaan Islam adalah kemenangan sejati dan akan selalu diawali dengan perjuangan yang berat,” ucapnya.
 
Ia menyampaikan, hadis dari Abu Hurairah r.a. “Bahwa Rasulullah Saw. Bersabda, aku diutus dengan jawami’ al-Kalim atau ucapan singkat namun sarat makna. Aku ditolong dengan rasa ketakutan (musuh). Ketika tidur aku bermimpi, bahwa Allah memberikan kepadaku kunci-kunci perbendaharaan dunia atau kemenangan, kemudian diletakkan di tanganku. (HR. Bukhari).”
 
“Dalam hadis ini, ada kabar gembira bahwa akan ada generasi setelahnya yang akan mengikuti generasi sahabat. Untuk itu, Allah akan menolong mereka. Kemudian umat Islam akan melakukan penaklukan yang akan membuatnya mencapai segala kebaikan, baik yang ada di langit maupun yang ada di bumi,” tuturnya.
 
Dalam hadis lain, Narator juga menyampaikan, dari Abu Umamah al-Bahili r.a. bahwa Rasulullah Saw. Bersabda, “Islam akan senantiasa menguat dengan bertambahnya muslim, sementara kesyirikan dan penganutnya akan senantiasa berkurang. Sehingga dua orang wanita yang sedang berjalan tidak akan merasa takut kecuali pada kezaliman. Demi Dzat yang jiwaku ada dalam kekuasaannya siang dan malam, tidaklah berlalu dan pergi hingga agama ini mencapai bintang itu.” (HR. ath-Thabrani di dalam Al Kabir)
 
“Hadis ini menjelaskan kabar gembira tentang betapa luasnya hukum Islam dan penyebaran cahaya Islam, hingga menjadi seperti bintang yang dengannya manusia mendapat petunjuk saat mengikuti ajarannya,” jelasnya.
 
Oleh karena itu, ia pun mengingatkan, para pengemban dakwah agar terus berjuang untuk tujuan menegakkan kalimat Allah.
 
“Dan ingat, jangan pernah mundur meski hanya selangkah! Teruslah berdakwah di tengah-tengah umat dan berusahalah mencapai hasil-hasil terbaik, karena beratnya perjuangan akan menghasilkan keindahan di akhirat kelak. Insya Allah,” gugahnya memungkasi.[] Muhar

Minggu, 27 Agustus 2023

Kemenangan

Tinta Media - Kita semua pasti menginginkan kemenangan. Tidak ada manusia yang mengharapkan kekalahan. Kemenangan adalah kebahagiaan, kebanggaan, dan kehormatan. Sebaliknya, kekalahan adalah kesedihan, penderitaan, dan kenistaan. Oleh karena itu, wajar jika banyak orang lantas memburu kemenangan, kemenangan politik saat kekuasaan dapat diraih, kemenangan bisnis berupa keuntungan besar bisa didapat, atau kemenangan-kemenangan lain. Karena ingin meraih kemenangan, kadang tidak lagi peduli terhadap etika, cara, dan sarana. Pokoknya menang.

Sebenarnya, kemenangan seperti apa yang harus diperjuangkan? Adakah kemenangan hakiki yang selayaknya harus terus diusahakan? Dengan cara seperti apa kemenangan itu mesti diraih?


Di dalam Al-Qur’an, Allah Swt. menunjukkan dengan sangat jelas kepada kita, ada kemenangan sejati yang harus benar-benar diusahakan, yakni ketika kelak di akhirat bisa menjadi bagian dari penghuni surga. Mereka itulah yang disebut Allah memperoleh kemenangan (faiz[un]).

Surga adalah sebaik-baik tempat kembali (ni’mal masir). Para penghuni surga akan hidup kekal abadi di sana dengan segala kenikmatan yang luar biasa, yang tidak tertandingi oleh nikmat apa pun di dunia. Bila dibandingkan, menurut Rasulullah saw. sebagaimana disebut dalam hadis sahih riwayat Muslim, seluruh nikmat dunia tidak lebih bagai air yang menempel di ujung jari selepas dicelup ke dalam samudera. Sebaliknya, nikmat surga bagai samudera dan isinya.

Inilah kemenangan hakiki. Inilah kemenangan yang bakal menghindarkan kita dari penderitaan dan kehinaan yang abadi, yakni neraka. Neraka  adalah seburuk-buruk tempat kembali (bi’tsal masir). Di dalamnya, segala penderitaan yang tidak terperikan bakal dialami. Yang paling ringan, kepada para penghuni neraka dipakaikan terompah dari api nereka dan itu cukup membuat otak mereka mendidih. Apatah lagi yang lebih berat dari itu.

Dengan kasih sayang-Nya, dalam QS As-Shaff ayat 10, Allah kemudian menunjukkan suatu tijarah (perniagaan atau kegiatan) yang dikatakan dapat menyelamatkan kita semua dari azab yang pedih di seburuk-buruk tempat kembali itu. Tijarah apa? Dalam ayat 11 pada surah yang sama, Allah menyebutkan tijarah yang dimaksud, yakni mengimani Allah dan Rasul-Nya, serta berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwa kita.

Lalu apa yang bakal kita dapat dari tijarah itu? Allah menyebutkan dalam ayat 12, bahwa dengan tijarah itu Allah akan mengampuni dosa-dosa kita, serta memasukkan kita ke dalam surga dan tempat tinggal yang baik di sana. Allah menyebut itu semua sebagai kemenangan yang agung (fawzul ‘azhim). Orang yang kelak masuk surga seperti itu disebut juga di dalam QS Al-Buruj ayat 11, sebagai mendapat kemenangan yang besar (fawzul kabir).

Sangat jelas, kemenangan yang besar ini hanya mungkin didapat melalui keimanan yang kukuh kepada Allah, serta ketaatan yang sempurna  kepada Allah dan kepada Rasul-Nya. Ini pula yang ditegaskan Allah dalam QS An-Nur ayat 52. Dinyatakan bahwa, siapa saja yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, mereka itulah yang mendapatkan kemenangan.

Jika itu semua bakal didapat di akhirat nanti, lantas apa yang didapat di dunia? Bisakah didapat aneka kemenangan seperti yang juga diinginkan oleh orang-orang pada umumnya? Iya, bisa. Allah menyatakan hal itu dalam QS As-Shaff ayat 13. Dinyatakan bahwa, selain bakal mendapat surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, siapa saja yang melakukan tijarah tersebut, juga akan mendapat hasil lain yang disukai dan diinginkan, yakni pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat. Kemenangan di dunia. Itulah yang didapat oleh Rasulullah saw. dan para sahabat, juga para khalifah sesudahnya. Dengan kemenangan itu, mereka berhasil mewujudkan peradaban Islam yang agung. Di dalamnya diterapkan syariat Islam secara kafah sehingga memberikan kerahmatan kepada semua,  berbilang abad lamanya pada masa lalu.

Dari sini menjadi jelas bahwa, kemenangan hakiki di akhiratlah yang harus menjadi pusat orientasi perjuangan kita. Ada pun kemenangan di dunia harus diraih sebagai bagian dari usaha kita meraih kemenangan di akhirat nanti. Artinya, usaha apapun dalam meraih kemenangan di dunia ini tidak boleh menyimpangkan kita, apalagi menjauhkan dan menghilangkan peluang kita mendapatkan kemenangan di akhirat nanti. Ingatlah, sehebat apa pun kemenangan di dunia, setinggi apa pun kekuasaan diraih, sebanyak apapun keuntungan didapat, seluas apapun wilayah dikuasai, semua itu adalah kemenangan yang bersifat sementara. Tidak selama-lamanya. Semua akan binasa.

Lihatlah, sekuat apapun Firaun, akhirnya kekuasaannya berakhir di dasar samudera. Begitu juga Namrudz, Hitler, Mussolini, Lenin, Stalin, dan lainnya. Orde Baru yang sempat 32 tahun kukuh berkuasa, Khaddafi yang berkuasa 42 tahun, juga akhirnya tumbang. Qarun yang hartanya melimpah luar biasa akhirnya juga binasa.

Jelas sebuah kerugian amat besar jika semua kemenangan semu di dunia itu menjauhkan kita dari kemenangan hakiki yang semestinya diraih di akhirat. Itu sama artinya kita mengorbankan yang sangat besar untuk perkara yang sangat kecil. Mengorbankan yang sangat banyak untuk yang sangat sedikit. Mengorbankan yang abadi untuk hal yang sangat sementara.


Di dalam QS Al-Hasyr ayat 20 disebutkan bahwa, tidaklah sama antara penghuni neraka dan penghuni surga. Kapan ketaksamaan itu bakal terjadi? Tentu setiba di akhirat nanti, karena surga memang berbeda dengan neraka.

Apakah hanya di akhirat perbedaan itu akan terlihat? Tidak. Perbedaan itu pasti sudah terlihat sejak sekarang, di dunia ini. Mengapa? Karena tidak mungkin produk yang berbeda, lahir dari proses yang sama. Ibarat ada dua jenis pisang, goreng dan rebus, pasti karena yang satu digoreng dan satunya lagi direbus. Tidak mungkin keduanya sama-sama digoreng atau sama-sama direbus.

Artinya, apa yang dilakukan di dalam kehidupan dunia guna meraih kemenangan hakiki di akhirat nanti, pastilah berbeda dengan apa yang dilakukan oleh mereka yang hanya sekadar ingin meraih kemenangan semu. Apa saja berbedaannya? Pertama, dari sisi visi dan misinya. Semua ikhtiar guna meraih kemenangan di dunia, baik kemenangan politik, ekonomi, maupun yang lain, dilakukan dalam kerangka meraih rida Allah dan pahala-Nya. Hanya dengan cara ini, kemenangan di dunia akan melancarkan jalan bagi capaian kemenangan hakiki di akhirat. Dengan kata lain, kemenangan di dunia haruslah demi tegaknya agama Allah.

Kedua, usaha untuk meraih kemenangan hakiki dilakukan dengan landasan iman dan takwa kepada Allah, dengan memperhatikan halal dan haram, serta segenap ketentuan-ketentuan-Nya sebagai tolok ukurnya. Oleh karena itu, tidak boleh menghalalkan segala cara. The end does not justify the means.

Ketiga, wujud nyata dari kemenangan yang diraih di dunia adalah kemenangan risalah Allah. Kemenangan Islam. Tegaknya syariat secara kafah. Terwujudnya izzul Islam wal muslimin. Bukan yang lain. Wujud kemenangan yang lain pasti tidak sesuai dengan prinsip pertama dan kedua sehingga tidak akan bisa menghantarkan kepada kemenangan hakiki di akhirat nanti.

Jadi, jika kemenangan di dunia justru digunakan untuk menghalangi tegaknya risalah Islam, memusuhi para pejuangnya, mengkriminalisasi ajarannya, maka pasti kemenangan seperti ini bakal menjerumuskan mereka yang saat ini berkuasa ke seburuk-buruk tempat kembali (neraka). Terbayang oleh kita, bakal seperti apa keadaannya nanti, sudahlah kemenangan itu didapat dengan cara curang, digunakan pula untuk menghalangi tegaknya agama Allah. NaudzubilLah min dzalik.

Sumber: alwaie[dot]net

Oleh: Ustadz Ismail Yusanto
Cendekiawan Muslim 

Kamis, 18 Mei 2023

Kiai Yasin Muthohar: Pengetahuan Kunci Kemenangan

Tinta Media - Pimpinan Pondok Pesantren Al Abqory, KH Yasin Muthohar mengatakan bahwa pengetahuan itu adalah kunci kemenangan.

"Rasulullah selalu waspada, selalu mengetahui kabar-kabar tentang lingkungan sekitar. Jadi, al ma'rifah miftahun nashr, pengetahuan itu adalah kunci kemenangan," tegasnya dalam Kajian Kitab ad Daulah al Islamiyyah, Perang Khaibar: Dahsyat, Sejarah Kaum Yahudi Ditaklukan Dengan Gagahnya Oleh Umat Islam, Selasa (9/5/2023) di kanal Youtube Khilafah Channel Reborn.

Ia katakan bahwa Rasulullah mengetahui konspirasi yahudi ini, meski ini konspirasi yang rahasia. "Konspirasi ini sebenarnya konspirasi yang rahasia. Tidak diumumkan, tapi Rasulullah tahu. Mengetahui apa saja yang terjadi diantara mereka," tegasnya.

Ia menambahkan bahwa pengetahuan Rasulullah tentang konspirasi ini menunjukkan bahwa Rasulullah betul-betul memiliki kemampuan, memiliki kekuatan intelijen, mengetahui informasi terkait dengan musuh.

"Karena itu kalau kita ingin menang menghadapi musuh maka kita harus tahu. Punya banyak pengetahuan tentang musuh itu," pungkasnya.[] Cicin Suhendi

Senin, 15 Mei 2023

Ustadzah Rif'ah Kholidah: Seseorang yang Masih Punya Hutang Puasa Ramadhan Boleh Melakukan Puasa Syawal

Tinta Media - Konsultan dan Trainer Keluarga Ustadzah Rif'ah Kholidah dari Muslimah Media Center (MMC) menuturkan bolehnya seseorang berpuasa Syawal meski belum mengqadha puasa Ramadhan.

"Boleh bagi seseorang yang masih punya hutang puasa di bulan Ramadhan karena uzur syar'i, misalkan karena sakit, haid, nifas, safar, dan yang lainnya, untuk melakukan puasa 6 hari di bulan Syawal. Meskipun ia belum mengqadha puasa Ramadhannya," tegasnya dalam tausiyah Jelang Kemenangan: Keutamaan Puasa 6 Hari di Bulan Syawal, Ahad (7/5/2023) di kanal Youtube Muslimah Media Center.

Ustadzah Rif'ah Kholidah memaparkan bahwa para ulama berbeda pendapat mengenai boleh tidaknya seseorang berpuasa 6 hari di bulan Syawal sebelum mengqadha puasa Ramadhannya. 

"Pendapat pertama yaitu pendapat para jumhur ulama yakni ulama mazhab Hanafi, Maliki, dan Syafii. Dan pendapat kedua yaitu pendapat ulama mazhab Hambali yang mengharamkan puasa 6 hari di bulan Syawal sebelum mengqadha puasa Ramadhan," ungkapnya. 

Dari dua pendapat ini, menurutnya, pendapat yang lebih rajih atau yang lebih kuat adalah pendapat jumhur ulama yang membolehkan puasa 6 hari di bukan Syawal sebelum mengqadha puasa Ramadhan. 

Ustadzah Rif'ah menuturkan ini dikarenakan mengqadha puasa Ramadhan adalah kewajiban yang longgar waktunya atau wajib wasa' yakni dapat dikerjakan mulai dari bulan Syawal sampai bulan Sya'ban.

Ia menunjukkan dengan dalil bahwa mengqadha puasa Ramadhan adalah kewajiban yang wasa' atau yang longgar waktunya. Hal ini ada pada hadits dari 'Aisyah radhiyallahu 'anha yang artinya: Saya pernah mempunyai kewajiban qadha puasa Ramadhan, maka saya tidak mampu mengqadhanya kecuali di bulan Sya'ban (Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim)

"Hadits ini menunjukkan bahwa mengadha puasa Ramadhan itu waktunya adalah longgar dari bulan Syawal sampai Sya'ban yakni satu bulan sebelum Ramadhan berikutnya. Padahal sudah kita ketahui bahwa 'Aisyah radhiyallahu 'anha adalah orang yang sangat gemar melaksanakan amal ibadah sunah termasuk melaksanakan puasa 6 hari di bulan Syawal," jelasnya.

Ustadzah Rif'ah Kholidah juga memaparkan bahwa, dalam kitabnya Al-Qawaid, Imam Ibnu Rajab al-Hambali menjelaskan tentang kebolehan mendahulukan kesunnahan atau an-nawafil dari kewajiban yang longgar waktunya atau wajib wasa'. Jika ibadah mahdhah itu waktunya longgar atau wasa' maka boleh melakukan kesunnahan sebelum melaksanakan kewajiban seperti shalat. dan boleh pula melakukan kesunnahan sebelum mengadha suatu kewajiban seperti puasa Ramadhan.

"Ini menurut pendapat yang lebih shahih," pungkasnya.[] Hanafi


Rabu, 07 September 2022

Kemenangan Besar (Big Win) Itu Meraih Surga-Nya

Tinta Media - Sobat. Demi Allah! Kabar gembira yang paling menggembirakan, pemberian terbesar, karunia terbaik dan anugerah terindah ialah risalah Rasulullah SAW, menapaki petunjuknya, merasa senang mengikutinya, bisa meneladaninya, hidup dalam naungan syariatnya, minum dari telaga kenabiannya, serta berteduh di bawah cahaya agamanya.

Allah SWT berfirman:

قُلۡ بِفَضۡلِ ٱللَّهِ وَبِرَحۡمَتِهِۦ فَبِذَٰلِكَ فَلۡيَفۡرَحُواْ هُوَ خَيۡرٞ مِّمَّا يَجۡمَعُونَ

“Katakanlah: Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan". (QS. Yunus (10) : 58)

Sobat. Allah memerintahkan kepada Nabi Muhammad saw agar mengatakan kepada umat-Nya bahwa rahmat Allah adalah karunia yang paling utama, melebihi keutamaan-keutamaan lain yang diberikan kepada mereka di dunia. Oleh sebab itu, Allah memerintahkan agar mereka bergembira dan bersyukur atas nikmat yang mereka terima, yang melebihi kenikmatan-kenikmatan yang lainnya.

Kegembiraan orang-orang mukmin karena berpegang teguh kepada Al-Qur'an digambarkan dalam ayat lain sebagai berikut:

Allah berfirman:
Dan pada hari (kemenangan bangsa Romawi) itu bergembiralah orang-orang yang beriman. (ar-Rum/30: 4)

Dan firman-Nya:
Dan orang yang telah Kami berikan kitab kepada mereka bergembira dengan apa (kitab) yang diturunkan kepadamu (Muhammad). (ar-Rad/13: 36)

Dikatakan bahwa karunia Allah dan Rahmat-Nya lebih baik dari yang lain, yang dapat mereka capai, karena karunia Allah dan rahmat-Nya yang terpancar dari Al-Qur'an adalah kekal untuk mereka, sedangkan kenikmatan yang lain bersifat fana dan sementara, yang hanya dapat mereka rasakan selama mereka mengarungi kehidupan di dunia saja, apabila mereka kembali ke alam baka, kenikmatan yang dapat mereka kumpulkan di dunia itu tidak berguna lagi bagi mereka.

Sobat. Rasulullah SAW memberikan kabar gembira kepada umat berupa tauhid yang merupakan hak Allah SWT atas hamba. Tauhid dapat menyelamatkan ruh dari kesyirikan, menyucikannya dari keberhalaan, membersihkannya dari keburukan jahiliah. Tauhid adalah kunci Surga, tanda kekekalan di surga, dan bukti penerimaan di sisi Allah SWT.

Sobat. Rasulullah SAW memberikan kabar gembira kepada orang-orang mukmin yang melakukan amal sholeh berupa pahala yang besar, serta balasan yang agung dari Allah SWT bagi mereka. Sebagaimana firman-Nya :

وَبَشِّرِ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ أَنَّ لَهُمۡ جَنَّٰتٖ تَجۡرِي مِن تَحۡتِهَا ٱلۡأَنۡهَٰرُۖ كُلَّمَا رُزِقُواْ مِنۡهَا مِن ثَمَرَةٖ رِّزۡقٗا قَالُواْ هَٰذَا ٱلَّذِي رُزِقۡنَا مِن قَبۡلُۖ وَأُتُواْ بِهِۦ مُتَشَٰبِهٗاۖ وَلَهُمۡ فِيهَآ أَزۡوَٰجٞ مُّطَهَّرَةٞۖ وَهُمۡ فِيهَا خَٰلِدُونَ

“Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Setiap mereka diberi rezeki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan: 'Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu'. Mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada isteri-isteri yang suci dan mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah (2) : 25)

Sobat. Allah swt memerintahkan Nabi Muhammad saw agar menyampaikan "berita gembira" kepada orang-orang yang beriman. Sifat-sifat berita gembira itu ialah berita yang dapat menimbulkan kegembiraan dalam arti yang sebenarnya bagi orang-orang yang menerima atau mendengar berita itu. "Berita gembira" hanya ditujukan kepada mereka yang bekerja dan berusaha dengan sebaik-baiknya sesuai dengan tujuan yang digariskan oleh agama. Karena itulah Allah menyuruh Nabi Muhammad menyampaikan berita gembira itu kepada mereka yang beriman dan berbuat baik.

Sobat. Iman yang dihargai Allah adalah iman yang hidup, yakni iman yang dibuktikan dengan amal kebajikan. Sebaliknya, Allah tidak menghargai amal apabila tidak berdasarkan iman yang benar.

"Amal" (perbuatan) ialah mewujudkan suatu perbuatan atau pekerjaan, baik berupa perkataan, perbuatan atau pun ikrar hati, tetapi yang biasa dipahami dari perkataan "amal" ialah perbuatan anggota badan. Amal baik mewujudkan perbuatan yang baik seperti yang telah ditentukan oleh agama.

Pada ayat di atas Allah swt menyebut perkataan "beriman" dan "berbuat baik", karena "berbuat baik" itu adalah hasil daripada "iman". Pada ayat di atas ini juga disebut balasan yang akan diterima oleh orang-orang yang beriman, yaitu surga dengan segala kenikmatan yang terdapat di dalamnya.

"Surga" menurut bahasa berarti "taman" yang indah dengan tanam-tanaman yang beraneka warna, menarik hati orang yang memandangnya. Yang dimaksud dengan "surga" di sini tempat yang disediakan bagi orang yang beriman di akhirat nanti.

Surga termasuk alam gaib, tidak diketahui hakikatnya oleh manusia, hanya Allah saja yang mengetahuinya. Yang perlu dipercaya adalah bahwa surga merupakan tempat yang penuh kenikmatan jasmani dan rohani yang disediakan bagi orang yang beriman. Bentuk kenikmatan itu tidak dapat dibandingkan dengan kenikmatan duniawi.

Sobat. Rasulullah SAW memberikan kabar gembira kepada orang-orang yang istiqomah di jalan Allah berupa surga sebagaimana firman-Nya :

إِنَّ ٱلَّذِينَ قَالُواْ رَبُّنَا ٱللَّهُ ثُمَّ ٱسۡتَقَٰمُواْ تَتَنَزَّلُ عَلَيۡهِمُ ٱلۡمَلَٰٓئِكَةُ أَلَّا تَخَافُواْ وَلَا تَحۡزَنُواْ وَأَبۡشِرُواْ بِٱلۡجَنَّةِ ٱلَّتِي كُنتُمۡ تُوعَدُونَ  

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu". ( QS. Fushshilat (41) : 30 )

Sobat. Ayat ini menerangkan bahwa orang-orang yang mengatakan dan mengakui bahwa Tuhan Yang Menciptakan, Memelihara, dan Menjaga kelangsungan hidup, Memberi rezeki, dan yang berhak disembah, hanyalah Tuhan Yang Maha Esa, kemudian mereka tetap teguh dalam pendiriannya itu, maka para malaikat akan turun untuk mendampingi mereka pada saat-saat diperlukan. Di antaranya pada saat mereka meninggal dunia, di dalam kubur, dan dihisab di akhirat nanti, sehingga segala kesulitan yang mereka hadapi terasa menjadi ringan.

Dalam hadis Nabi saw diterangkan bahwa teguh dalam pendirian itu merupakan hal yang sangat diperlukan oleh seorang mukmin:
Sufyan bin 'Abdullah ats-saqaf meriwayatkan bahwa seseorang berkata, "Ya Rasulullah,perintahkan kepadaku tentang Islam suatu pererintah yang, aku tidak menanyakan lagi kepada orang selain engkau." Rasulullah menjawab, "Katakanlah: Aku beriman kepada Allah, kemudian teguhkanlah pendirianmu." Aku berkata, "Apa yang harus aku jaga?" Maka Rasulullah mengisyaratkan kepada lidahnya sendiri. (Riwayat Muslim)

Menurut Abu Bakar, yang dimaksud dengan perkataan "istiqamah" ialah tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu apa pun.

Kepada orang yang beriman dan berpendirian teguh dengan tidak mempersekutukan-Nya, Allah menurunkan malaikat yang menyampaikan kabar menggembirakan, memberikan segala yang bermanfaat, menolak kemudaratan, dan menghilangkan duka cita yang mungkin ada padanya dalam seluruh urusan duniawi maupun urusan ukhrawi. Dengan demikian, dadanya menjadi lapang dan tenteram, tidak ada kekhawatiran pada diri mereka. Sedangkan kepada orang-orang kafir, datang setan yang selalu menggoda mereka, sehingga menjadikan perbuatan buruk indah menurut pandangan mereka.

Waki' dan Ibnu Zaid berpendapat bahwa para malaikat memberikan berita gembira kepada orang-orang yang beriman pada tiga keadaan yaitu, ketika mati, di dalam kubur, dan di waktu kebangkitan.

Kepada orang-orang yang beriman itu para malaikat mengatakan agar mereka tidak usah khawatir menghadapi hari kebangkitan dan hari perhitungan nanti. Mereka juga tidak usah bersedih hati terhadap urusan dunia yang luput dari mereka seperti yang berhubungan dengan keluarga, anak, harta, dan sebagainya.

Menurut 'Atha', yang dimaksud dengan "alla takhafu wa la tahzanu" ialah: janganlah kamu khawatir bahwa Allah tidak memberi pahala amalmu, sesungguhnya kamu itu diterima Allah, dan janganlah kamu bersedih hati atas perbuatan dosa yang telah kamu perbuat, maka sesungguhnya Allah mengampuninya.

Ayat ini selanjutnya menjelaskan bahwa para malaikat mengatakan kepada orang-orang beriman agar bergembira dengan surga yang telah dijanjikan para rasul. Mereka pasti masuk surga, dan kekal di dalamnya.

Sobat. Semua yang berasal dari Rasulullah merupakan kabar gembira. Baik itu ucapannya, senyumannya, khutbahnya, jabatan tangannya, nasehatnya, perkataannya, keadaannya, dan perbuatannya semuanya adalah kabar gembira bagi umat. Begitu pula perintah dan larangannya, serta ridho dan marahnya. Semua itu adalah untuk maslahat kita dan perbaikan diri kita.

Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
Penulis Buku Goreskan Tinta Emas. Dosen Pascasarjana IAI Tribakti Lirboyo. Wakil Ketua Komnas Pendidikan Jawa Timur

Senin, 29 Agustus 2022

Ustazah Noval Tawang: Kemenangan dan Pertolongan Adalah Hak Prerogatif Allah SWT

Tinta Media - Aktivis Muslimah Ustadzah Noval Tawang mengingatkan bahwa kemenangan dan pertolongan adalah hak prerogatif Allah Subhanahu wa Ta'ala.

"Kita sangat tahu bahwa kemenangan dan pertolongan adalah hak prerogatif Allah Subhanahu wa Ta'ala," tuturnya dalam One Minute Booster Extra: Saatnya Bekerja Keras Membina Umat Dengan Islam Kaffah, Kamis (25/8/2022) di kanal YouTube Muslimah Media Center.

Ustazah Tawang kembali mengingatkan bahwa tugas seorang muslim sebagai bagian umat terbaik ini adalah terus berusaha memantapkan diri agar layak mendapatkan kemenangan dan pertolongan-Nya. "Sebagaimana layaknya Muhammad Al Fatih dan generasinya dalam mendapatkan bisyarah Rasul-Nya," imbuhnya.

Ia menambahkan bahwa ketika negara-negara penjajah dan antek-anteknya berusaha mati-matian menjauhkan kembali umat terbaik ini dari agamanya maka para pengemban dakwah harus bekerja keras membina dan mendidik umat. "Umat harus dibina dan dididik dengan tsaqofah Islam sebagai sistem kehidupan mereka," ujarnya.

"Kitab-kitab ulama yang menjadi khazanah intelektual mereka sudah lebih dari cukup," tukasnya.

Selain itu, lanjutnya, para pengemban dakwah harus menyadarkan umat agar turut berjuang mengembalikan kehidupan Islam. Sebagaimana yang telah dibangun Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam di Madinah.

"Pada saatnya, kemenangan itu pasti akan diberikan oleh Allah kepada siapapun yang memperjuangkannya dengan sungguh-sungguh," tandasnya.[] Ajira

Selasa, 16 Agustus 2022

Umat Makin Terpuruk Akibat Represifme Rezim, Abu Zaid: Fajar (Kemenangan) Segera Menyingsing

Tinta Media - Berbicara tentang keterpurukan yang menimpa umat akibat sikap rezim yang represif, Ustadz Abu Zaid dari Tabayyun Center mengatakan bahwa malam semakin larut pertanda fajar segera datang.

"Seolah malam makin gulita. Tak nampak sinar rembulan dan kerlip gemintang. Seolah tak ada jalan keluar. Namun justru itulah kuncinya. Malam makin larut pertanda fajar segera menyingsing," tuturnya kepada Tinta Media, Senin (15/08/2022).

Akhir-akhir ini, kata Abu Zaid, kolaborasi apik antara penjajah kafir dan rezim anteknya berhasil menghancurkan umat Islam lebih dalam lagi. "Dengan berhasil membuat proyek-proyek yang mendangkalkan dan menggoyahkan posisi akidah dan syariah Islam di tengah pemeluknya. Moderasi beragama adalah contoh terbaru proyek itu. Disertai sikap represif rezim antek maka makin sempurnalah keterpurukan umat mulia ini," ungkapnya. 

Abu Zaid, sapaan akrabnya mengatakan bahwasanya kehidupan ini berputar. Antara yang benar dan salah akan berganti menguasai. "Hidup ini berputar. Allah pergilirkan manusia yang berkuasa. Satu saat Al Haq menguasai dunia. Saat lain al batil yang berjaya. Namun akhirnya al haq lah yang pasti menang," ujarnya.

Umat Islam pun demikian, lanjut Abu Zaid, kadang menang kadang kalah. Bahkan sejak jaman Baginda Nabi Muhammad SAW pun sudah demikian adanya. Bukan suatu yang baru. 

Ia juga mengutip ayat yang menjelaskan tentang kemenangan dan kekalahan yang Allah pergilirkan.

Surat Ali ‘Imran Ayat 140

 إِن يَمْسَسْكُمْ قَرْحٌ فَقَدْ مَسَّ ٱلْقَوْمَ قَرْحٌ مِّثْلُهُۥ ۚ وَتِلْكَ ٱلْأَيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ ٱلنَّاسِ وَلِيَعْلَمَ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَيَتَّخِذَ مِنكُمْ شُهَدَآءَ ۗ وَٱللَّهُ لَا يُحِبُّ ٱلظَّٰلِمِينَ 

 "Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafir) itupun (pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan diantara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada'. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim."

Selanjutnya ia menegaskan tentang kekalahan kaum muslimin di abad 20, adalah kekalahan telak karena ketiadaan institusi yang melindungi.

"Hanya saja kekalahan umat Islam pada abad 20 itu berbeda. Mengapa? Karena kalah telak. Kalah total. Saat khilafah runtuh oleh konspirasi penjajah kafir maka umat Islam kalah telak. Institusi pelaksana dan pelindung umat ini lenyap. Sehingga umat ini bagi akan anak ayam berhadapan langsung dengan elang pemangsa. Pastinya kocar kacir," terangnya.

Maka wajar, lanjut Abu Zaid, bila akhir-akhir ini umat islam betul-betul kalah dalam berbagai bidang kehidupan. Terjajah secara politik, ekonomi, militer dan sosial budaya. Semua terpuruk parah. 

Terakhir, ia mengajak kita semua untuk berjuang menyongsong fajar kemenangan itu.
"Yuk Sobat, singsingkan lengan baju. Perteguh tekad dan kesungguhan. Perkokoh iman dan ikhlas. Kita songsong fajar kemenangan yang tak lama lagi insyaallah. Hasbunallahu wani'mal wakil," pungkasnya.[]Nur Salamah

Senin, 15 Agustus 2022

Malam Makin Gelap Pertanda Fajar Kian Dekat

Tinta Media - Hidup ini berputar. Allah pergilirkan manusia yang berkuasa. Satu saat Al Haq menguasai dunia. Saat lain al batil yang berjaya. Namun akhirnya al haq lah yang pasti menang. 

Surat Ali ‘Imran Ayat 140

 إِن يَمْسَسْكُمْ قَرْحٌ فَقَدْ مَسَّ ٱلْقَوْمَ قَرْحٌ مِّثْلُهُۥ ۚ وَتِلْكَ ٱلْأَيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ ٱلنَّاسِ وَلِيَعْلَمَ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَيَتَّخِذَ مِنكُمْ شُهَدَآءَ ۗ وَٱللَّهُ لَا يُحِبُّ ٱلظَّٰلِمِينَ 

 "Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafir) itupun (pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan diantara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada'. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim."

Umat Islam pun demikian. Kadang menang kadang kalah. Bahkan sejak jaman Baginda Nabi Muhammad SAW pun sudah demikian adanya. Bukan suatu yang baru. 

Hanya saja kekalahan umat Islam pada abad 20 itu berbeda. Mengapa? Karena kalah telak. Kalah total. Saat khilafah runtuh oleh konspirasi penjajah kafir maka umat Islam kalah telak. Institusi pelaksana dan pelindung umat ini lenyap. Sehingga umat ini bagi akan anak ayam berhadapan langsung dengan elang pemangsa. Pastinya kocar kacir. Maka wajar bila akhir akhir ini umat islam betul betul kalah dalam berbagai bidang kehidupan. Terjajah secara politik, ekonomi, militer dan sosial budaya. Semua terpuruk parah. 

Bahkan akhir akhir ini, kolaborasi apik antara penjajah kafir dan rejim anteknya berhasil menghancurkan umat Islam lebih dalam lagi. Dengan berhasil membuat proyek proyek yang mendangkalkan dan menggoyahkan posisi aqidah dan syariah Islam di tengah pemeluknya. Moderasi beragama adalah contoh terbaru proyek itu. Disertai sikap represif rejim antek maka makin sempurnalah keterpurukan umat mulia ini. 

Seolah malam makin gulita. Tak nampak sinar rembulan dan kerlip gemintang. Seolah tak ada jalan keluar. Namun jutrsu itulah kuncinya. Malam makin larut pertanda fajar segera menyingsing. 

Yul Sobat, singsingkan lengan baju. Perteguh tekad dan kesungguhan. Perjokoh iman dan ikhlas. Kita songsong fajar kemenangan yang tak lama lagi insyaallah. Hasbunallahu wani'mal wakil.[]

Ustaz Abu Zaid 
Tabayyun Center 

Selasa, 03 Mei 2022

Kemenangan Itu Diraih Jika Takwa Dirasakan


Tinta Media - “Sering dikatakan bahwa kita ini telah meraih kemenangan. Kemenangan apa? Kemenangan itu hanya mungkin bisa dirasakan dan karenanya kemudian bisa diakui, itu jikalau kita merasakan apa yang menjadi tujuan utama dari puasa itu, Itulah takwa. Di situ sebenarnya poinnya, ” tutur Cendekiawan Muslim Ustaz Ismail Yusanto (UIY) dalam acara Dialog Ramadhan di Bulan Syawal : Memaknai Kemenangan Idul Fitri, Ahad (1/5/2022) melalui kanal Youtube Khilafah Chanel Reborn.

Menurutnya, kemenangan bukan sekedar  selesai melaksanakan ibadah shaum Ramadhan selama satu bulan penuh. Karena shaum  itu hanya sarana dari sesuatu. Jadi shaum adalah medium  untuk meraih sesuatu. “Mediumnya sudah selesai.Tetapi apakah sesuatu itu teraih atau tidak Itu soal berikutnya. Karena medium itu bisa menghasilkan sesuatu, bisa tidak,” jelasnya.

 “Karena itulah maka Allah mengatakan la’ala. La’ala itu berharap, mudah-mudahan. Artinya dia bukan sesuatu yang bersifat pasti. Ibarat kata seperti kalau orang bermain air pasti basah, tidak bisa dipastikan demkian,” terangnya.

Hal ini, jelas UIY, diperkuat dengan sabda Rasul, betapa  banyak orang yang berpuasa dia tidak mendapatkan apa-apa. Itu menunjukkan bahwa puasa bukan  sebuah kegiatan yang pasti menghasilkan sesuatu, menghasilkan takwa.

“Karena itu kita mesti hati-hati memperhatikan kualitas  dari puasa itu. Kalau tidak maka kita akan masuk dalam kategori tadi berapa banyak orang yang berpuasa tidak mendapatkan apa-apa kecuali rasa lapar dan dahaga,” tegasnya.

Substansi Ibadah

Terkait dengan realitas bahwa bukan ketakwaan yang mewarnai  masyarakat sesudah idul fitri, UIY menegaskan ketika substansi ibadah termasuk puasa Ramadhan tidak tertangkap maka seseorang hanya akan bergerak dari satu ritual ke ritual lainnya tanpa memberi efek yang semestinya pada orang yang melaksanakan ibadah itu.

 UIY berikan contoh, seperti soal puasa ini ujungnya itu kan takwa. Takwa diartikan sebagai melaksanakan  seluruh kewajiban dan meninggalkan seluruh yang diharamkan. Kalau puasanya memberikan efek mestinya keharaman tidak lagi dilakukan.

“Tapi ini hari kan faktanya sangat banyak keharaman yang tetap dilakukan atau  dipertahankan. Sebagaimana juga masih sangat banyak kewajiban yang ditinggalkan,” sesal UIY.

Bahkan, lanjutnya, ada fenomena yang sangat mengkhawatirkan ini hari. Orang-orang yang berusaha untuk melaksanakan kewajiban malah dicap dan dikata-katai dengan aneka macam julukan.  “Seperti yang sempat viral bagaimana Muslimah yang memakai kerudung di situ dikatakan tutup kepala ala manusia gurun,” UIY mencontohkan.

 “Itu kan satu penghinaan luar biasa. Bagaimana bisa sebuah ketaatan seorang Nuslimah yang dia berusaha menutup auratnya dengan memakai khimar dikatakan dengan perkataan seperti itu oleh orang yang notabene dia seorang muslim,” herannya.

Menurut UIY, ini menunjukkan bahwa kacamata pandang orang  itu tidak berlandaskan kepada takwa. Mungkin dia puasa dan ikut lebaran, tetapi puasanya tidak membimbing dia untuk menjadikan takwa itu sebagai cara pandang.

“Ini kan menunjukkan bahwa ibadah itu memang ada dimensi yang bersifat physical ada dimensi yang bersifat substansial. Secara lahiriyah ibadah itu seluruhnya physical. Puasa lapar, lalu sholat itu  gerakan yang berdiri ruku sujud segala macam. Tapi itu semua ujungnya  tauhid.  Dan tauhid  Itu  non-physical  dan substansinya di situ. Ketika orang lupa menghayati seluruh ibadah yang bersifat fisik  untuk meraih sesuatu  yg bersifat substansial, maka dia kehilangan pijakan di dalam memandang suatu masalah,  berpikir,  menilai, bersikap,” terangnya.

Akibatnya, lanjut UIY, dia menjadi seorang muslim tapi aneh.  Menjadi begitu benci terhadap agamanya,  terhadap simbol-simbol agamanya. Dia menjadi oposan terhadap agamanya, dia menjadi oposan terhadap sesama muslim yang berusaha  mewujudkan takwa. Dan ini  bukan sekedar dalam realitas kehidupan pribadi tapi juga dalam kehidupan masyarakat dan negara.

“Ketika ada yang  berusaha mewujudkan takwa dalam kehidupan masyarakat, atau  negara dikatakan macam-macam termasuk dengan sebutan radikal-radikul yang akhir-akhir ini semakin menjadi  semacam model  untuk memojokkan, menyudutkan orang. Ini mengerikan,” bebernya.

Menurutnya, dengan jutaan orang berpuasa, mestinya jutaan efek itu terjadi, terutama untuk yang punya kekuasaan. "Dengan kewenangan dan kekuasaan yang didorong takwa itu dahsyat sekali. Seperti orang sering bilang  ada seribu seruan untuk menghilangkan kompleks pelacuran, misalnya.  Itu menjadi tidak berarti dibanding dengan satu goresan tanda tangan seorang pejabat untuk  menutup komplek lokalisasi itu. Nah itu tangan yang digerakkan oleh takwa tadi,” tukasnya.

“Tapi kalau tidak, penguasa juga sangat berbahaya, karena dengan kekuasaannya dia menghentikan semua hal yang bersifat takwa  dengan alasan radikal, Ini yang sedang terjadi ini hari,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun
 

Senin, 02 Mei 2022

Tiga Kunci Kemenangan Sejati Umat Islam


“Ada tiga kunci kemenangan sejati umat Islam,” tutur Mudir Ma’had Khadimus Sunnah, Ajengan Yuana Ryan Tresna (YRT) kepada Tinta Media, Ahad (1/5/2022).

Tinta Media - Pertama, lanjutnya, memantaskan diri sebagai hamba yang kokoh keimanannya, dalam keilmuannya, dan dekat dengan Allah SWT. Kedua, maksimal dalam melakukan upaya perubahan dari suatu kondisi menuju kondisi lain yang lebih baik. Ketiga, sabar atas panjangnya perjuangan dan bahaya tipu daya musuh.

Ajengan YRT memberikan alasan mengapa harus memantaskan diri dari sisi keimanan dan ketakwaan. “Karena kemenangan bagi umat Islam adalah karunia dari Allah,” jelasnya.

Terkait maksimal dalam upaya perubahan menurut Ajengan YRT, yang wajib umat Islam lakukan adalah melakukan ikhtiar dalam perjuangan untuk mengubah keadaan dunia yang sebelumnya jauh dari aturan Islam, berubah menuju keadaan yang tunduk dan patuh pada aturan Allah SWT. “Inilah perubahan menuju diterapkannya syariah Islam secara kaffah,” terangnya.

Penerapan syariah Islam secara kaffah ini lanjutnya,  sejalan dengan perintah Allah dalam surat al-Baqarah ayat 208 yang memerintahkan umat Islam untuk masuk Islam secara keseluruhan.  “Dan perubahan itu harus diupayakan sendiri oleh umat Islam, karena perubahan itu bersifat aktif,” jelasnya dengan menyebut  firman Allah dalam surat al-Ra’d ayat 11 yang artinya,

“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.”

Ia menjelaskan pernyataan Imam al-Qurthubi dalam kitab tafsirnya, Jami li Ahkam al-Qur’an, juz 9, hlm. 294 tentang  firman Allah Ta’ala, “Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.”

“Allah Ta’ala memberitahukan di ayat ini, bahwa Dia tidaklah mengubah keadaan suatu kaum sampai mereka melakukan perubahan, baik  dari kalangan mereka;  orang yang mengurus mereka; atau  dari salah seorang mereka dengan hubungan apapun," bebernya.

Masih di kitab yang sama dicontohkan, sebagaimana Allah mengubah keadaan orang-orang yang kalah pada perang Uhud karena sebab sikap berubah yang dilakukan oleh para pemanah, dan contoh-contoh lainnya yang ada dalam syariat.

Maksud ayat tersebut bukanlah berarti tidak ada siksa yang turun kepada seseorang kecuali setelah didahului oleh dosa, bahkan bisa saja musibah turun karena dosa yang lain sebagaimana sabda Rasulullah SAW ketika ditanya, “Apakah kita akan binasa, sedangkan di tengah-tengah kita masih banyak orang yang shalih?” Beliau menjawab, “Ya, jika keburukan (kefasikan) banyak terjadi.”

Demikian pun lanjut Ajengan YRT, Imam al-Baidhawi  dalam kitab Anwar al-Tanzil wa Asrar al-Ta’wil, juz 3, hlm. 183 juga menyatakan, “Sesungguhnya Allah tidak mengganti sesuatu yang ada pada kamu dari kesehatan dan kenikmatan sampai mereka mengubah dengan individu mereka dari keadaan yang baik dengan keadaan yang buruk.”

Dari penjelasan Imam al-Qurthubi dalam menafsirkan Quran surat Al-Ra’d ayat 11, Ajengan YRT menyimpulkan bahwa perubahan pada sebuah masyarakat itu bisa diusahakan dan datang dari tiga pihak.

“Pertama,dari masyarakat tersebut (internal); kedua, pihak yang mengurus masyarakat tersebut (pemimpin internal); ketiga, orang dari masyarakat tersebut dengan hubungan apapun (oknum internal),” simpulnya.

Pihak ketiga ini, lanjutnya  adalah inisiator dan juga pelaku perubahan. “Orang seperti mereka (pihak ketiga yang disebutkan Imam al-Quthubi) sulit melakukan perubahan masyarakat menuju tatanan tegaknya kehidupan Islam jika tidak terdapat tiga syarat utama: kesatu, merupakan kelompok yang solid dengan fikrah (pemikiran)  dan thariqah (metode) yang diadopsinya. Kedua,  mereka terdiri dari orang-orang yang ikhlas dan memiliki kapasitas memadai. Ketiga,  mereka memiliki ikatan yang kokoh dengan ketaatan kepada pemimpinnya,” terangnya.

Dengan memperhatikan penafsiran di atas kata Ajengan YRT,  perubahan yang dimaksud bisa bermakna mengubah yang buruk menjadi baik, namun juga bisa bermakna merawat agar anugerah yang baik dari Allah tak berubah menjadi buruk karena perilaku kita. “Hal kedua inilah yang dicontohkan oleh Imam al-Qurthubi dan Imam al-Baidhawi di atas,” ungkapnya.

Adapun terkait sabar,  Ajengan YRT membacakan  firman Allah SWT surat An-Nahl ayat 127 - 128 yang artinya, “ Dan bersabarlah (Muhammad) dan kesabaranmu itu tidak akan terwujud kecuali dengan pertolongan Allah, dan janganlah engkau bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan jangan (pula) bersempit dada terhadap tipu daya yang mereka rencanakan. Sungguh, Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.”

“Ungkapan ‘bersabarĺah dan  kesabaranmu itu tidak akan terwujud kecuali dengan pertolongan Allah’ adalah penegasan  perintah bersabar dan pemberitahuan bahwa sabar itu tidak akan bisa diperoleh kecuali dengan kehendak Allah, dengan pertolongan Allah, dan kekuatan Allah,” jelasnya.

Bersabar menghadapi musuh dakwah yang menyalahi dan menentang dakwah adalah kunci kemenangan. Ini adalah sunnatullah. “Untuk bisa bersabar kita berupaya dan berdoa agar bisa bersabar,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun
 
 
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab