Tinta Media: Keluarga
Tampilkan postingan dengan label Keluarga. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Keluarga. Tampilkan semua postingan

Jumat, 09 Agustus 2024

Keluarga Berkualitas Hanya Bisa Terwujud dalam Sistem Islam

Tinta Media - “Keluarga merupakan penentu dan kunci dari kemajuan suatu negara. Maka, pemerintah saat ini tengah bekerja keras menyiapkan keluarga Indonesia yang berkualitas dan memiliki daya saing.” 

Itulah yang disampaikan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy dalam pidatonya mewakili Presiden RI Joko Widodo pada puncak Hari Keluarga Nasional (Harganas) ke-31 Tahun 2024. 

Dalam hal ini, pemerintah sedang menyiapkan keluarga yang berkualitas dimulai sejak prenatal (masa sebelum kehamilan), masa kehamilan, dan masa 1000 hari pertama kehidupan manusia. Intervensi telah dilakukan terutama kepada perempuan. (Kemenkopmk.go.id, 30/06/2024)

Kepala BKKBN, Dokter Hasto Wardoyo, menekankan bahwa keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat, tempat bernaung, saling mencintai, dan melindungi. Hasto mengajak para orang tua, tokoh-tokoh masyarakat, pihak pemerintah dan swasta untuk bersama-sama fokus membangun keluarga dan mencegah terjadinya stunting dengan pemenuhan makanan sehat untuk anak. (liputan6.com, 29/06/2024)

Itulah solusi pemerintah dalam menuntaskan masalah keluarga yang semakin hari semakin pelik. Namun, tetap saja mereka tak bisa menyelesaikan masalah. Pasalnya, dilihat dari fakta saat ini, fungsi keluarga sudah tidak bisa terwujud dengan baik. Banyak kita jumpai berbagai macam problem dalam keluarga, seperti tingginya angka kemiskinan, KDRT, stunting, terjerat pinjol, perceraian, dan lainnya.

Itu semua terjadi karena banyaknya kebijakan negara yang mengakibatkan masalah pada keluarga. Contohnya, legalisasi UU Minerba membuat para korporat terus-menerus menguasai sumber daya alam, padahal swastanisasi berakibat kemiskinan struktural di masyarakat. Akibatnya, banyak keluarga yang hidup di bawah garis kemiskinan. 

Anak-anak stunting dikarenakan orang tua tidak mampu memberi gizi terbaik untuk mereka. Suami dan istri juga tidak memahami hak dan kewajiban sebagai orng tua karena sibuk mencari uang demi bertahan hidup. Akhirnya, banyak terjadi perceraian.

Solusi dari penguasa sama sekali tidak menyentuh akar dari persoalan. Selain itu, definisi generasi berkualitas yang akan diwujudkan juga tidak jelas, bahkan hanya berorientasi duniawi. Jadi, bukan hal yang keliru jika peringatan hari keluarga dikatakan hanya sekadar seremonial. 

Keluarga yang ideal sejatinya tidak akan dapat terbentuk dalam sistem sekularisme kapitalisme. 
Konsep keluarga ideal hanya akan ditemukan dalam sistem Islam, sebab hanya Islam saja satu-satunya konsep kehidupan yang sahih. Dengan Islam, semua konsep kehidupannya akan benar, termasuk berkonsep keluarga. Karena itu, keluarga berkualitas hanya bisa terwujud dalam sistem Islam. 

Dalam Islam, pernikahan merupakan penyempurnaan ibadah. Sabda Rasulullah saw. 

“Jika seseorang telah menikah, berarti ia telah menyempurnakan separuh agama. Maka, hendaklah ia bertakwa kepada Allah pada separuh sisanya.” (HR. Baihaqi)

Tidak hanya itu, Islam menyatakan bahwa akad pernikahan merupakan mitsaaqan ghaliidzan (ikatan yang kuat). Hal ini mendorong setiap pasangan berupaya menjaga keutuhan rumah tangganya semaksimal mungkin, sebab akad ini disaksikan oleh keluarga, karib kerabad, bahkan Allah Swt. yang kelak akan meminta pertanggungjawaban akan hal ini.

Kehidupan yang dijalankan setelah pernikahan harus mampu mewujudkan rasa ketenangan, kenyamanan, serta cinta dan kasih sayang di antara pasangan sebagimana firman Allah dalam surah ar-Rum ayat 21. 

Kepemimpinan dalam keluarga berada di tangan suami. Tugas ini adalah kewajiban yang Allah berikan kepada laki-laki sebagaimana yang Allah jelaskan dalam surah an-Nisa ayat 34. 

Kepemimpinan di sini bukanlah yang diktator, tetapi dapat membawa kebaikan dan maslahah kedua belah pihak.

Makna qawwam juga bisa diartikan “meluruskan”, yakni laki-laki bertugas menjaga seluruh kepentingan istrinya, baik di dunia maupun akhirat. 

Sebagaimana yang ditegaskan dalam surah at-Tahrim ayat 6 yang artinya, 

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.”

Di sisi lain, kewajiban seorang istri menjadi al-umm wa rabbatul bait dan madrasatul ula di keluarga. Konsep ini merupakan pendidikan akidah di dalam keluarga. Ketika dijalankan oleh suami istri, bukan hal yang mustahil apabila dapat melahirkan generasi saleh dan salihah. 

Inilah konsep-konsep kehidupan suami istri di dalam berumah tangga yang ditetapkan oleh syariat. Terlihat jelas bahwa orientasi kehidupan keluarga yang dibangun adalah orientasi akhirat. Ketika suami istri memahami hak dan kewajibannya, maka mereka dapat menikmati kesenangan dunia.

Untuk mewujudkan itu semua, dibutuhkan peran negara. Dalam Islam, negara diposisikan sebagai raa’in dan junnah untuk membangun kebijakan dan keluarga tangguh, serta melahirkan generasi yang cemerlang dengan peradaban mulia. 

Negara Islam atau Khilafah akan menerapkan sistem ekonomi Islam yang menjamin jalur penafkahan dengan benar dan menjamin kesejahteraan masyarakat. 

Sistem Pendidikan Islam juga akan membantu pendidikan akidah bagi generasi di luar dari pendidikan orang tuanya di rumah. Sistem pergaulan Islam akan menjaga pergaulan di antara masyarakat agar tetap bersih, suci, dan benar. 

Sungguh, sangat terlihat jelas perbedaan konsep keluarga yang dibangun dalam sistem sekuler kapitalisme dengan sistem Islam.

Oleh: Ismi Balza Azizatul Hasanah, Mahasiswi Politeknik Negeri Jakarta

Kamis, 18 Juli 2024

Keluarga Berkualitas Mustahil Terwujud dalam Sistem Sekuler Kapitalis

Tinta Media - Tanggal 29 Juni diperingati sebagai Hari Keluarga Nasional (Harganas). Tahun ini puncak acara Harganas diperingati di Semarang.  Kepala BKKBN Hasto Wardoyo menyatakan bahwa peringatan Harganas bertujuan untuk mengingatkan pentingnya keluarga dalam pembangunan bangsa dan negara.  Tema Harganas kali ini adalah "Keluarga Berkualitas Menuju Indonesia Emas".

Dalam sambutannya, Hasto Wardoyo mengatakan bahwa Keluarga adalah unit terkecil masyarakat yang berfungsi sebagai tempat berlindung, saling menyayangi, dan saling menjaga. Dari keluarga akan dihasilkan generasi penerus masa depan bangsa yang mewarisi nilai-nilai luhur kehidupan. Pembangunan negara harus dimulai dari keluarga.  (rri.com.id/jambi/ 30 juni 2024).

Menurut UU no 52/2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan, definisi Keluarga Berkualitas adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah dan mempunyai ciri: sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, bertanggung jawab, harmonis, berwawasan ke depan, dan bertakwa kepada Tuhan YME (kemenkeu.go.id).

Tahun ini adalah peringatan Harganas ke-31. Seharusnya keluarga di Indonesia sudah semakin berkualitas. Namun, faktanya semakin banyak masalah terjadi pada keluarga di Indonesia,  seperti stunting, KDRT, kemiskinan semakin, tingginya angka perceraian, banyak yang terjerat Pinjol dan Judol, pelecehan seksual serta pembunuhan oleh keluarga terdekat, dan lain-lain. Kenyataan ini jauh dari ciri-ciri keluarga berkualitas.

Dengan demikian, peringatan Harganas baru sebatas seremonial saja.  Ir. Najmah Sa'ida (MMH, 30/06/2024) berpendapat bahwa hal ini disebabkan karena nilai-nilai yang berlaku dalam keluarga bukan nilai yang sahih, bukan nilai-nilai Islam, melainkan nilai-nilai sekuler kapitalisme yang mengagungkan kebebasan dan materi. Inilah akar masalah hancurnya keluarga di negeri ini.

Sekuler kapitalisme adalah sistem pengaturan masyarakat buatan manusia yang serba lemah dan memperturutkan hawa nafsu. Sehingga, tidak ada aturan yang baku bagi masyarakat. Agama tidak dijadikan landasan perbuatan.

Masyarakat tidak mengenal rasa empati atau halal haram sehingga terjadi saling menzalimi. Si kaya menzalimi si miskin. Si kuat mengangkangi yang lemah. Oligarki mengendalikan pemerintahan untuk memperdaya rakyat. Manusia menggunakan segala cara untuk mendapatkan materi.

Pemerintah dalam sistem sekuler kapitalis  tidak mengurus rakyatnya. Mereka hanya berperan sebagai regulator, membuat peraturan untuk kepentingan oligarki, dan untuk kelanggengan jabatannya.

Kebijakan pemerintah sama sekali tidak berpihak pada rakyat. Banyak terjadi PHK pada kaum lelaki menyebabkan kaum perempuan harus keluar rumah menjadi tulang punggung keluarga. Anak-anak tidak terbimbing. Masalah ekonomi membelit rumah tangga. Anggota keluarga banyak yang terlibat pinjol atau judol, dan akhirnya keluarga hancur. Maka, mustahil dihasilkan keluarga yang berkualitas dalam sistem sekuler kapitalis.

Islam adalah tuntunan hidup yang sempurna dari Sang Khalik. Dalam sistem Islam, keluarga yang berkualitas adalah keluarga yang berorientasi pada akhirat tanpa melupakan duniawi. Landasan keluarga adalah keimanan dan keinginan beribadah kepada Allah Swt.

Islam juga menetapkan bahwa Pemerintah (Khalifah) berperan penting dalam membentuk keluarga berkualitas karena perannya sebagai raa'in dan junnah (pengurus dan pelindung rakyat). Khalifah berkewajiban menyediakan lapangan pekerjaan bagi setiap kepala keluarga, memastikan terpenuhinya kebutuhan primer rakyat, seperti sandang, pangan, dan perumahan. Khalifah juga menyediakan sarana dan prasarana kesehatan, pendidikan, dan keamanan masyarakat. Semua dapat dipenuhi dari dana baitul maal yang mandiri.

Dalam sistem Islam, keluarga yang berkualitas adalah keluarga yang bertakwa, tangguh menjalani sulitnya kehidupan, istikamah dalam ketaatan kepada Allah Swt. dan terdorong untuk selalu memberi manfaat pada sesama. Setiap peran dalam keluarga sudah ditetapkan hak dan kewajibannya. Seorang suami adalah qawwam (pemimpin), melindungi, dan menafkahi keluarga. Seorang istri adalah ummu warabbatul bait, sebagai ibu dan pengelola rumah tangga.

Sejarah telah mencatat selama 13 abad sistem Islam diterapkan dalam Daulah, kriminalitas minim, rakyat sejahtera dan bermunculan ilmuwan di segala bidang yang kitabnya masih digunakan sampai saat ini, dijadikan acuan keilmuan modern. Semua karena penerapan syariat Islam, aturan Al Khaliq Al Mudabbir,  Allah Subhanahu wa ta'ala. Wallahu a'lam bisshawab.

Oleh: Wiwin, Sahabat Tinta Media

Selasa, 16 Juli 2024

Keluarga Hebat Tak Terlahir dari Sistem Sekuler


Tinta Media - Sebutan "rumah"  yang kini populer diartikan bagi mereka yang memiliki  keluarga yang harmonis dan bahagia. Rumah yang digambarkan adalah rumah yang memberikan ketenangan, kebahagiaan, dan kenyamanan. Sebagai tempat kembali ternyaman kala letih, penat menghampiri. Sehingga ia bisa berperan dengan sempurna sebagaimana dikatakannya sebuah keluarga yang sehat.

Setiap tanggal 29 Juni diperingati sebagai Hari Keluarga Nasional (Harganas). Dan pada tahun 2024 peringatan ini memasuki tahun ke-31. Harganas merupakan momen penting untuk mengingatkan kita akan peran keluarga dalam menciptakan generasi emas.

Keluarga berperan dalam mewariskan nilai-nilai luhur kehidupan kepada generasi muda penentu pembangunan bangsa dan negara. Sebagaimana kata pak presiden bahwasanya untuk membangun negara maka harus dimulai dari keluarga. keluarga merupakan penentu dan kunci dari kemajuan suatu negara.

Oleh sebab itu, katanya, pemerintah saat ini tengah bekerja keras untuk menyiapkan keluarga Indonesia yang berkualitas dan memiliki daya saing. Dilansir dari Liputan6.com, Jakarta.

Intervensi untuk menyiapkan keluarga yang berkualitas juga dilakukan dengan menyiapkan fasilitas pemantauan kesehatan , gizi ibu, dan bayi yang terstandar di Posyandu dan Puskesmas mulai dari alat timbang terstandar, alat ukur antropometri, dan juga penyuluhan gizi dengan kader-kader yang terlatih.

Dan menekankan agar BKKBN dapat terus mengawal keluarga Indonesia terkait upaya pemerintah dalam rangka percepatan penurunan stunting sesuai target Presiden Jokowi. Dan harapannya 2024 ini angka stunting bisa di bawah 20% sebagaimana ketentuan SDGs.

Menilik solusi yang diberikan oleh pemerintah setiap tahunnya dalam memperingati Harganas untuk mewujudkan peran keluarga sehingga tercetak generasi emas hanyalah solusi yang seremonial, tidak menyentuh akar daripada permasalahan itu sendiri. stunting yang terjadi setiap tahunnya menunjukkan adanya kemiskinan yang  struktural, sebab solusi yang diberikan selalu tidak sampai pada akar masalah dari problematika itu sendiri.

Kemiskinan yang berkepanjangan tak terselesaikan menyebabkan peran sebagai ibu tidak terealisasikan dengan sempurna dalam sebuah keluarga. Sosok ibu terpaksa terjun ke lapangan untuk membantu memenuhi kebutuhan keluarga tercinta, sehingga waktu yang harusnya diberikan penuh kepada sang anak berkurang.

Inilah yang mengakibatkan anak kurang perhatian, kasih sayang dari segi keluarga. Terciptalah anak yang membuat onar atau tawuran dengan dalih tidak dapat perhatian dari kedua orang tuanya. Ada juga anak yang putus sekolah dari SMA bahkan SD demi bekerja untuk membantu menopang ekonomi keluarganya yang susah. Sehingga tercetak generasi yang minim pendidikan, bukan generasi yang berkualitas dalam meneruskan peradaban di masa yang mendatang.

Kemiskinan juga menyebabkan tingginya angka perceraian, faktor ekonomi salah satu faktor terbesar terjadinya perceraian. Hal ini mengakibatkan banyak dari anak-anak mereka kehilangan hak nya sebagai seorang anak, sebab hilangnya peran ayah atau peran ibu.

Sekularisme 

Penyebab daripada semua problematika yang terjadi tidak lain adalah sekularisme yang diterapkan di negeri ini. Adanya sekularisasi aturan dalam tatanan negara menyebabkan negara tidak memahami dengan jelas pentingnya peran kedua orang tua terutama ibu dalam islam. Islam memerintahkan seorang ibu untuk mengurus rumah tangganya, mendidik anak-anaknya dengan suaminya, melayani suami serta taat padanya.

Islam tidak mewajibkan seorang perempuan untuk bekerja, tetapi Islam hanya mewajibkan seorang suami mencari nafkah untuk mencukupi keluarganya. Negara Islam akan memberikan modal atau lapangan pekerjaan bagi tiap kepala keluarga yang tidak mampu.

Atau bagi kepala keluarga yang tidak mampu bekerja sebab fisik yang cacat Negara Islam akan menanggung kebutuhan keluarga tersebut. Sehingga tidak ada masyarakat yang terdampak stunting karena faktor kemiskinan yang tidak dapat memenuhi gizi dengan layak. Sebab Negara Islam sendiri yang akan memastikan setiap rakyatnya terpenuhi gizi dan kebutuhannya.

Negara Islam pun menerapkan Islam sebagai sistem yang mengatur secara totalitas. Sehingga wajib bagi negara membentuk masyarakat yang berakidah Islam. Maka dari itu terbentuklah masyarakat berakidah Islam yang kuat dan bersyakhsiyah islami dengan pola pikir dan cara pandang sesuai dengan Islam.

Sehingga suami dan istri memahami betul bagaimana peran dan kewajiban mereka. Maka lahirlah ibu yang hebat yang dapat mencetak generasi yang hebat pula. Semua ini akan terjadi bila negara mengganti sistem sekuler-kapitalis dengan sistem Islam yang sesuai dengan Al-Qur'an dan As-Sunnah.

Wallahu A'lam bi As-Showwab.

Oleh : Hilya Qurrata, Aktivis Dakwah

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab