Tinta Media: Keluarga
Tampilkan postingan dengan label Keluarga. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Keluarga. Tampilkan semua postingan

Minggu, 07 April 2024

KDRT, Bukti Rusaknya Keluarga dalam Sistem Kapitalisme



Tinta Media - Persoalan di negeri ini tak pernah usai. Di antaranya adalah masalah KDRT yang dilakukan oleh seorang suami. Alasannya pun beragam, mulai dari masalah ekonomi, perselingkuhan, rasa cemburu, dsb. 

Dilansir dari KOMPAS.com, RFB seorang istri mantan perwira Brimob berinisial MRF, mengalami kekerasan berulang kali dalam rumah tangganya sejak 2020. Bahkan yang menyedihkan, kekerasan tersebut dilakukan di depan mata anak-anaknya sendiri. 

Korban RFB diketahui mengalami luka fisik hingga gangguan psikologis akibat kekerasan yang ia terima dari sang suami. 

“Luka-luka yang diderita oleh korban yaitu memar di bagian dada, punggung, dan wajah, serta terdapat lecet pada kepala dan tangan,” kata Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Depok M. Arief Ubaidillah, Kamis (21/3/2024). 

Hal serupa terjadi di Kutalimbaru, Deli Serdang, Sumatera Barat. Masus KDRT tersebut berujung maut. Seorang menantu laki-laki Joni Sing (49 tahun) di Kecamatan Kutalimbaru, Deli Serdang Sumut, tega membacok ibu mertuanya, Sanda Kumari. Penyebabnya karena ia kesal saat ditegur oleh ibu mertuanya lantaran melakukan KDRT kepada istrinya. (Kumparan.com) 

Sungguh ironis, begitu mudahnya emosi tersulut hingga mengakibatkan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Penganiayaan dan pembunuhan menjadi ujung pelampiasan ego bagi para pelaku kekerasan. 

Kondisi buruk ini adalah akibat penerapan sistem sekularisme dalam kehidupan. Sebab, cara pandang agama yang memisahkan dari kehidupan ini nyata sangat memengaruhi sikap dan pandangan setiap individu, termasuk dalam kehidupan keluarga. Ketika ada masalah, egoisme yang memimpin. 

Mirisnya, KDRT terus terjadi meski ada UU P-KDRT yang bahkan telah 20 tahun disahkan. Fakta ini menunjukkan mandulnya UU tersebut. Hal ini adalah sebuah keniscayaan, sebab hukum dalam sekularisme adalah buatan manusia yang terbatas. 

Di lain sisi, pergaulan yang serba bebas membuat mereka melakukan apa yang dikehendaki tanpa takut akan dosa. Akibatnya, manusia tidak lagi bertindak sesuai batasan syariat, tetapi sesuai ego dan hawa nafsu. Alhasil, ketika setiap individu memiliki masalah dengan keluarganya, rasa marah dan murka justru yang mendominasi. Maka, tak heran jika kekerasan dalam rumah tangga pun tidak dapat terhindarkan. 

Selain itu, masyarakat dalam sistem kapitalisme berhasil membuat kehidupan saat ini semakin tercekik dengan standar hidup materi. Negara berlepas tangan dalam mewujudkan lapangan pekerjaan bagi laki-laki, padahal mereka adalah pencari nafkah. Maka, wajar jika kebutuhan keluarga sulit dipenuhi secara layak. 

Dengan demikian, maraknya kasus KDRT semakin membuktikan bahwa negara telah gagal dalam mewujudkan ketahanan keluarga, rumah tidak lagi menjadi tempat aman dan nyaman. Kasus KDRT dan yang serupa bukan hanya melibatkan suami istri (orang tua) saja, tetapi anak kemungkinan besar merasakan dampaknya. 

Sungguh berbeda dengan negara Islam. Di dalam Islam, lingkungan dan masyarakat yang baik menjadi angin segar kerukunan antara sesama yang juga berdampak baik pada kehidupan dalam lingkup sosial yang lebih besar, seperti dalam kehidupan bernegara. 

Dalam kehidupan rumah tangga, Islam memiliki aturan yang telah teratur dan terstruktur tanpa mengabaikan fitrah dan hasrat utama manusia dalam menjalankan rumah tangga, dengan segala pernak-perniknya yang disusun sedemikian rupa, sehingga terwujud baiti jannati. 

Dalam lingkup sosial yang lebih besar, negara pun akan mendidik masyarakat untuk menghadirkan kesadaran umum yang lebih luas, agar mampu mengendalikan dirinya dan lingkup sosial di lingkungannya agar semua berjalan baik, tidak membahayakan jiwa. 

Islam pun memerintahkan pergaulan antara suami istri adalah pergaulan yang makruf. Allah berfirman, 

“Dan bergaullah dengan mereka secara ma’ruf (baik)." (QS An-Nisa: 19). 

Sabda Rasulullah:

“Orang yang paling baik di antara kalian adalah yang paling baik kepada keluarga (istrinya), dan aku adalah orang yang paling baik terhadap keluarga (istriku).” (HR. Al-Hakim dan Ibnu Hibban dari jalur Aisyah Radhiyallaahu’anha). 

Dengan demikian, hanya negara Islamlah yang mampu menyelesaikan persoalan KDRT dengan menerapkan sistem Islam secara kaffah, sebagaimana khilafah Islamiah. Khilafah menjamin sistem keamanan warga, juga melindungi hak hidup mereka, sehingga meminimalkan terjadinya tindak kriminalitas di tengah masyarakat. Wallahu a’lam bis shawwab.


Oleh: Hamsia 
(Pegiat Opini) 

Minggu, 03 Maret 2024

KDRT Merajalela, Bagaimana Nasib Keluarga?



Tinta Media - Nasib buruk menimpa seorang ibu rumah tangga di Palembang, Sumatera Selatan. Wanita tersebut merupakan istri dari pelaku DZ (28) yang tega menyiramkan air panas kepada istrinya yang bernama Srigus Wulandari (27). Air panas yang disiramkan kepada korban telah menyebabkan kulitnya melepuh. 

Setelah melakukan penyiraman air panas kepada korban, pelaku langsung melarikan diri. Aksi penyiraman air panas ini telah dilaporkan ke Polrestabes Palembang. Pada saat memberikan laporan, kakak korban mengatakan sebelum kejadian Srigus menyuruh suaminya bekerja untuk mencari nafkah, sehingga terjadilah cekcok mulut yang membuat pelaku menjadi kesal dan emosi. Akibatnya, terjadilah penyiraman air panas kepada korban. (sumber berita detik.com, 24/2/2024).

Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) kerap kali terjadi di tengah masyarakat. Hal ini bisa dipicu oleh beberapa faktor yang sangat mendasar. Pertama, faktor internal yaitu ketakwaan individu, baik suami maupun istri. Kedua adalah faktor eksternal yaitu kesulitan ekonomi, orang ketiga, dan adanya sanksi berkaitan dengan KDRT. 

Dari sisi ketakwaan individu, masyarakat saat ini diliputi oleh gaya hidup sekuler yang tidak mengikutkan agama dalam mengatur kehidupannya. Termasuk dalam hal mengatur interaksi suami istri atas satu sama lainnya. Gaya hidup sekuler tidak menjadikan ketakwaan individu sebagai asas dalam berkeluarga. Akibatnya, rumah tangga jauh dari cita-cita sakinah, mawaddah, dan rahmah.

Adapun dari sisi ekonomi, kondisi ekonomi yang sulit membuat keluarga tidak mendapatkan kesejahteraan. Kekurangan ekonomi yang dialami oleh keluarga bukan semata disebabkan malasnya suami mencari nafkah, tetapi lapangan pekerjaan yang makin hari makin menyempit. Negara dengan sistem ekonomi kapitalis yang dianutnya cenderung memberikan solusi-solusi pragmatis yang tidak menyentuh akar masalah. 

Program pengentasan kemiskinan hanya berfokus pada pemberian bantuan sosial dan jaminan sosial. Adapun akar masalah kemiskinan tidak disentuh, bahkan diabaikan. Ibarat menyediakan ember saat genteng bocor, alih-alih memperbaiki gentengnya. 

Selain itu, saat ini lapangan pekerjaan banyak menyasar kepada kaum perempuan. Ini disebabkan upah dan tunjangan perempuan tidak sebesar upah bagi laki-laki, sehingga banyak sekali perempuan yang bekerja dan justru laki-laki dirumahkan. Di sisi lain, dapat kita rasakan juga bahwa kebutuhan rumah tangga yaitu bahan pokok saat ini melambung tinggi. Semakin besar pula pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.

Dari segi hukum, aturan yang ada sekarang tidak menimbulkan efek jera bahkan menimbulkan masalah baru. Dengan dipenjaranya pelaku KDRT mengakibatkan terlantarnya keluarga, yang menyebabkan istri harus pontang-panting mencari nafkah untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Pada akhirnya, peran ibu harus ditinggalkan demi memenuhi kebutuhan hidup.

Pengasuhan dan pendidikan dasar anak pun terabaikan, sehingga terciptalah generasi rapuh dengan berbagai problem generasi. Solusi yang ada sama sekali tidak menyentuh akar masalah. Padahal akar masalah yang utama adalah paradigma berpikir sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan.

Islam Solusi KDRT 

Islam mengatur pergaulan suami istri dengan cara yang makruf. Dalam Islam, kehidupan rumah tangga adalah kehidupan persahabatan. Allah Swt. berfirman,
“Dan bergaullah dengan mereka secara makruf(baik),” (QS. An-Nisa:19).

Rasulullah Saw adalah contoh terbaik dalam berinteraksi kepada istri-istrinya. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw,
"Orang-orang yang paling baik di antara kalian adalah yang paling baik kepada keluarga (istrinya) dan aku adalah orang yang paling baik terhadap keluarga atau istriku." (HR. Al-Hakim dan Ibnu Hiban dari jalur Aisyah Radiahiyallahu ‘anhu)

Hanya Islam yang mampu menuntaskan pemicu internal maupun eksternal masalah rumah tangga secara menyeluruh. Islam juga mampu mencegah dan menindak tegas pelaku KDRT, sehingga hal serupa tidak berulang kembali. Islam akan mengatur sistem pergaulan seperti kewajiban menutup aurat dalam kehidupan umum, kewajiban menjaga kemaluan baik bagi laki-laki maupun Perempuan. Menutup secara permanen konten-konten yang berbau pornografi yang memicu bangkitnya syahwat yang dapat membangkitkan naluri seksual. Jika ada pelanggaran, maka negara akan bertindak tegas memberikan hukuman sesuai syariat Islam.

Dalam Islam, suami adalah Qawwam (pemimpin). Seorang laki-laki telah melakukan peralihan hak atas wanita yang diucapkan saat ijab Kabul, yang artinya laki-laki telah mengambil alih tanggung jawab perlindungan terhadap wanita tersebut dan bertanggung jawab besar kepada Allah Swt. 

Dari segi ekonomi, maka Islam akan mengembalikan aturan tersebut kepada sistem ekonomi Islam yang diridai Allah Swt.. Islam secara empiris maupun historis terbukti mampu menjamin kesejahteraan orang per orang. Sumber daya alam dikelola oleh negara dan hasilnya untuk kesejahteraan bagi seluruh umat manusia. 

Maka, hal yang paling utama dalam menyelesaikan masalah KDRT di negeri ini adalah dengan meninggalkan sistem sekuler kapitalis. Dengan begitu, peran laki-laki atau suami bisa kembali ke fitrahnya seorang pemimpin dalam rumah tangga. 

Sungguh hanya penerapan sistem Islam secara sempurna yang mampu mengantarkan keberkahan. Keberlangsungan hidup manusia diawali dari rumah tangga yang sejahtera, penuh cinta kasih sayang, dan bertakwa kepada Allah Swt.


Oleh: Srie Parmono 
(Aktivis Muslimah)

Senin, 26 Februari 2024

Pesta Khamr dan Pembunuhan Satu Keluarga



Tinta Media - Imam Nasa’i meriwayatkan dari Abdur Rahman bin Haris dari bapaknya berkata bahwa Usman berkata, ”Jauhilah khamr karena ia adalah Ummul Khabaits (induk kejahatan). 

Alkisah ada seorang laki-laki yang ahli ibadah dari kalangan umat sebelum kalian. Dia disukai oleh seorang wanita nakal. Wanita ini mengutus pelayannya dan berkata kepadanya, ”Kami mengundangmu untuk kesaksian.” 

Laki-laki itu pergi bersama pelayannya. Setiap kali laki-laki ini masuk ke suatu pintu, maka dia menutupnya di belakangnya sehingga dia tiba di hadapan seorang wanita cantik dengan seorang anak kecil dan bejana Khamr. Wanita itu berkata, ”Demi Allah aku tidak mengundangmu untuk kesaksian. Tetapi aku mengundangmu agar kamu melakukannya dengan ku (berzina) atau kamu minum segelas Khamr ini atau membunuh anak ini. 

”Beri aku segelas khamr. (dia berpikir ini adalah maksiat yang ringan) Maka dia memberikannya dan dia berkata lagi “tambah lagi”.  Tidak lama setelah itu kemudian terjadilah perbuatan zina dengan wanita itu dan dia juga membunuh anak tadi. 

Kisah ini menggambarkan kepada kita betapa luar biasanya dampak dari minum khamr hingga kecanduan dan menyebabkan hilang kesadaran dan dapat melakukan perbuatan maksiat yang lainnya. 

Pembunuhan satu keluarga yang terjadi di Penajam Paser Utara juga salah satunya karena efek dari minum khamr. Remaja berinisial J (16 tahun), pelaku masih dibawah umur kelas 3 SMK, 20 hari lagi baru usia 17 tahun ditetapkan sebagai tersangka yang membunuh lima orang sekaligus. Diduga motif pembunuhan karena persoalan asmatan dan dendam pelaku terhadap korban dan pelaku dengan korban adalah tetangga. (Republika.co.id, 8 Februari 2024) 

Kejadian ini berawal saat pelaku berpesta minuman keras bersama teman-temannya pada hari Senin, 5 Februari 2024. Kemudian pelaku diantar pulang oleh temannya. Setelah diantar, J membawa senjata tajam berupa parang dan menuju rumah korban untuk melakukan pembunuhan. Tidak hanya itu menurut keterangan Kapolres PPU AKBP Supriyanto saat dikonfirmasi, Kamis, 8 Februari 2024. Pelaku tidak puas dengan hanya membunuh. Pelaku juga memperkosa jasad korban RJS dan ibunya berinisial SW. (Republika.CO.ID, 8 Februari 2024) Sungguh perbuatan yang keji. 

Materi Standar Hidup 

Kasus yang terjadi di atas merupakan secuil contoh kasus yang disebabkan dari kehidupan kita yang saat ini berstandarkan materi. Standar materi ini lahir dari adanya penerapan sistem Kapitalis-Sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan/negara sehingga standar hidup bukan halal/halal. Mengapa bisa ada remaja yang berpesta miras. Hal ini menjadi potret buram pendidikan kita yang berstandar materi yang diterapkan oleh sistem kapitalis-sekuler saat ini. Pelaku adalah siswa SMK (pendidikan) tapi bisa dengan nyamannya berpesta miras tanpa menstandarkan bahwa ini merupakan suatu keharaman. Selain itu, miras/khamr merupakan sesuatu yang bebas karena dalam sistem kapitalis-sekuler semua barang yang dapat menghasilkan materi merupakan barang ekonomis. Selama ada yang menawar tanpa melihat halal-haram tapi menghasilkan materi maka sah-sah saja. 

Dalam sistem kapitalis-sekuler hukum yang berlaku adalah hukum buatan manusia yang lemah dan terbatas. Kita bisa lihat dari aturan miras/khamr. Tetap beredar tapi diberikan pengawasan. Ada khamr legal dan ilegal. Yang legal tidak melanggar hukum yang ilegal melawan hukum. Beginilah jika menyerahkan pembuatan hukum kepada manusia. Sanksi yang diberikan juga tidak tegas. Menentukan sanksi bagi anak di bawah umur juga tidak jelas. Begitu sadisnya apa yang dilakukan tapi dengan ketentuan usia 17 tahun baru dianggap dewasa maka pelaku tetap dianggap anak di bawah umur. 

Islam Standar Halal-Haram 

Sistem Islam yang sempurna dan paripurna merupakan sistem yang mengatur seluruh lini kehidupan secara terperinci yang berasal dari sang khaliq. Hanya sang khaliq (Allah) yang memiliki hak untuk membuat aturan/hukum. Sistem Islam berdiri atas dasar aqidah yang berstandarkan halal-haram. Sistem pendidikan dalam Islam akan melahirkan generasi yang cemerlang dan tangguh. Generasi yang menjadikan standar hidupnya halal-haram bukan materi sehingga akan terhindar dari hal-hal yang menjerumuskan ke dalam perbuatan maksiat. Salah satu dalam kurikulum pendidikan Islam pun akan diajarkan bagaimana pergaulan antara laki-laki dan perempuan. Dalam islam jelas tidak ada yang namanya berkhalwat dan beriktilat sehingga hubungan laki-laki dan perempuan tetap sesuai dengan koridor syariat. Sudah tentu tidak ada istilah pacaran dalam Islam. Apalagi pacaran islami atau tunangan. Ikatan laki-laki dan perempuan hanya dalam pernikahan setelah aqad. 

Islam juga telah menetapkan sanksi tegas bagi pelanggar syariat. Salah satunya yang melakukan khalwat dan iktilat pun akan ada sanksinya. Islam pun akan menjaga akal manusia yang merupakan salah satu penjaminan dalam penerapan syariat. Salah satunya dengan pengaturan mengenai khamr. Khamr bukan barang ekonomis. Khamr merupakan barang yang diharamkan maka tidak akan ada bisnis khamr. Tidak ada kata legal maupun ilegal. Untuk yang tetap mengonsumsinya maka akan ada sanksi tegas dari negara. Sanksi dalam Islam adalah sanksi yang memberikan efek jera sehingga untuk melakukannya kembali si pelaku atau selain pelaku akan mikir beribu-ribu kali. Kembali pada kisah di atas bahwa khamr menyebabkan kehilangan akal (kesadaran) hingga mampu melakukan maksiat lainnya. Semua akan terwujud dengan kembalinya kita diatur oleh hukum dari sang Khaliq (Allah SWT) yang diterapkan secara kaffah dalam sebuah institusi Daulah Khilafah Islamiyah. 


Oleh: Ria Nurvika Ginting, S.H., M.H.
Sahabat Tinta Media

Rabu, 17 Januari 2024

Pamong Institute: Terkonfirmasi! Cawe-Cawe Politik Jokowi untuk Keluarganya



Tinta Media - Menanggapi pernyataan Rocky Gerung bahwa Jokowi hanya mementingkan putranya daripada isu sosial dan Papua, Direktur Pamong Institute Wahyudi Al-Maroky mengatakan hal ini hanya mengkonfirmasi bahwa cawe-cawe politik yang dilakukan Jokowi adalah untuk keluarganya bukan untuk bangsa dan negara. 

“Hal ini hanya mengkonfirmasi bahwa cawe-cawe politiknya itu untuk keluarga bukan demi bangsa dan negara, bukan demi Indonesia,” ungkapnya dalam acara Kabar Petang: Langkah Jokowi Berbahaya? Bung Roky Bersuara di kanal YouTube Khilafah News, Jumat (12/1/2024). 

Menurutnya, langkah Jokowi mendorong anaknya maju ke kancah pilpres ketika ia sendiri masih menjabat sebagai Presiden RI adalah bentuk abuse of power. 

“Di sini letak krusialnya, anaknya bisa mendapatkan berbagai keistimewaan hanya karena bapaknya ada di posisi Presiden dan masih berkuasa, maka terjadilah conflict of interest” ujar Roky. 

Bung Roky mengatakan bahwa ketidaknetralan Jokowi sebagai pejabat publik sekaligus penguasa akan menjadi contoh bagi level pemimpin lain untuk ikut tidak netral. 

“Kalau presiden saja bisa memberikan kode mungkin yang lain juga bisa memberikan sinyal, ini pertanda netralitasnya sudah tidak tampak lagi,” tegasnya. 

Perilaku ini, ujar Roky, secara undang-undang harusnya bisa dipersoalkan, tetapi akan berlalu begitu saja karena hukum di negeri ini tumpul kepada kawan dan tajam kepada lawan. 

“Kalaupun ada aparat yang berani menegakkan hukum tanpa arahan bisa jadi dia yang akan dimutasi atau bisa jadi dia dapat masalah baru. Saya pikir itu persoalan di negeri kita selama ini,” pungkasnya.[] Ikhsan Rivaldi

Rabu, 03 Januari 2024

Refleksi 2023, Siyasah Institute: Rapuhnya Pengaman Sosial, Keluarga dan Anak



Tinta Media - Direktur Siyasah Institute Ustadz Iwan Januar menyatakan bahwa peristiwa paling buruk di tahun 2023 ini adalah rapuhnya pengaman sosial, keluarga dan anak. 

"Rapuhnya pengaman sosial, keluarga dan anak-anak, menurut saya itu yang paling buruk," tuturnya kepada Tinta Media, Jumat (29/12/2023). 

Menurutnya, kasus bunuh diri bersama dan pembunuhan oleh anggota keluarga sendiri beberapa kali terjadi. Selain itu, meningkatnya KDRT juga menjadi hal yang tidak kunjung selesai. "Bahkan beberapa kali korban tewas karena kelalaian aparat memberikan perlindungan meski sudah melapor," bebernya. 

Ia menilai, yang menjadi pangkal kerusakan internal keluarga itu disebabkan oleh kemiskinan dan tercerabutnya nilai agama Islam dari keluarga. "Sudah miskin, terjerat utang, tidak ada keyakinan pada rezeki, minus sikap tawakal, putus asa, membuat sejumlah keluarga melakukan bunuh diri dan kekerasan terhadap anggota keluarga sendiri," paparnya. 

Ia menambahkan, minimnya perlindungan yang diberikan negara pada warga membuat eskalasinya terus naik. Rakyat dibiarkan berjuang sendiri untuk bertahan hidup sementara dari sisi perlindungan keamanan justru minim. "Warga menjadi tidak aman bahkan di rumah mereka sendiri," tukasnya. 

Ia mengungkapkan bahwa semuanya adalah dampak dari kehidupan sekuleristik yang melahirkan kapitalisme dan individualisme. "Keluarga dan masyarakat kehilangan nilai agama, sementara mereka dibiarkan hidup dengan minim jaminan sosial dan keamanan dari rakyat," terangnya. 

Ia menjelaskan bahwa solusi atas semua peristiwa tersebut adalah harus dicabut dan diganti dengan aturan Islam yang bersumber dari akidah Islam. Dalam syariat Islam, keluarga harus menjadikan iman dan takwa sebagai pedoman dan pengatur tingkah laku. "Sesulit apa pun hidup, mereka diajarkan untuk tidak melakukan kekerasan apalagi bunuh diri," jelasnya. 

Ia memaparkan bahwa dalam syariat Islam negara wajib hadir untuk memberikan perlindungan ekonomi, keamanan dan hukum untuk rakyat. "Negara dalam Islam, harus hadir melindungi rakyatnya, termasuk bekerja keras memberikan jaminan kehidupan yang layak," pungkasnya.[] Ajira

Selasa, 26 Desember 2023

Keluarga Cermin Rumah Tangga Harmonis


Tinta Media - Tempat tinggal yang paling indah, nyaman dan aman adalah keluarga. Namun, hari ini keluarga ibarat tempat tinggal yang seram, was-was dan bahaya, anggota keluarganya dipenuhi rasa ketakutan. Tidak ada lagi kedamaian di dalamnya. Seorang suami yang seharusnya menjadi sosok pelindung penuh kebapakan yang selalu mengayomi keluarganya. Kini menjadi sosok yang menyeramkan. Saat ini KDRT sering terjadi dalam sebuah rumah tangga. Istri dan anak-anaknya yang menjadi korban kebrutalannya dan itu disebabkan beberapa faktor, baik faktor internal maupun eksternal. 

Miris. Ada kejadian di Kebayoran Lama, Jakarta. Suami (JK) yang membakar istrinya (AM) karena cemburu melihat ada hubungan dengan pria lain.(4/12/2023), KOMPAS.COM. Kemudian ada seorang bapak yang dengan sadar membunuh keempat anaknya di Jagakarsa. (10/12/2023), REPUBLIKA.CO.ID. Kenapa kasus-kasus KDRT marak terjadi? Karena jiwa dan rohaninya kosong dari keimanan, itu disebabkan oleh cara pandangnya berdasarkan pemisahan agama dari kehidupan (sekularisme) kehidupan dalam kapitalisme tidak ada aturan yang shahih yang mengatur hubungan dalam rumah tangga dan tata pergaulan. 

Apabila kehidupan ingin nyaman dan aman, terutama dalam kehidupan rumah tangga, seharusnya berkiblat pada aturan Islam yang semua sistemnya diatur oleh sang Pencipta (Allah SWT) langsung. Islam memiliki aturan sempurna untuk mengatur interaksi dalam rumah tangga antara suami, istri dan anak dengan menjalankan kehidupan rumah tangganya yang di warni pernak-perniknya, sehingga terwujud baiti jannati. Islam juga memiliki aturan dalam kehidupan umum, seperti hubungan dengan tetangga di lingkungan agar tercipta masyarakat Islami yang satu perasaan, satu pemikiran dan satu peraturan yang sama. 

Oleh: Reni Tresnawati 
Sahabat Tinta Media

Senin, 25 Desember 2023

Keluarga dalam Cengkeraman Kapitalisme



Tinta Media - Siapa yang tidak mau memiliki kehidupan keluarga yang harmonis, agamis dan ideologis. Setiap orang menginginkan keluarga yang tenteram dan jauh dari godaan. Namun apa daya, dalam sistem kapitalisme itu hanyalah sebuah angan yang hendak direalisasikan dalam kehidupan. Banyak godaan kian menerjang, seperti ombak yang menerjang karang , onak dan duri sering terjadi dalam kehidupan rumah tangga di semua lini masa. 

Seperti yang terjadi di Jakarta Selatan pada akhir bulan lalu, seorang suami yang kadung terpancing emosi, gelap mata dan hatinya hingga membakar istrinya hidup-hidup. Hal tersebut diduga karena sang suami menemukan chat istrinya dengan pria selingkuhannya, lantas amarahnya memuncak dan seketika membawa dirigen yang berisi bensin dan dituangkannya ke seluruh tubuh istrinya lalu beliau mengambil korek api dan membakarnya hidup-hidup. (Jakarta, kompas.com 5/12/2023) 

Tidak hanya itu, banyak kasus serupa dengan motif yang berbeda, lagi-lagi anggota keluarga yang menjadi korbannya. 

Tak ada asap kalau tak ada api, semua itu tak akan terjadi kalau tak ada sebabnya. Banyak faktor yang melatarbelakangi terjadinya kekerasan dalam rumah tangga di antaranya:

1. Kurangnya taqarrub Ilallah, pondasi yang kuat dalam pertahanan keluarga adalah keimanan dan aqidah yang kuat, dengan ini mampu menjadikan anggota keluarga yang taat dan takut ketika bermaksiat.

2. Kurangnya amal ma'ruf nahyi munkar sesama anggota.
Terjadinya sebuah kemaksiatan terjadi ketika ada kesempatan atau juga pembiaran,, selayaknya sebuah bangunan harus saling melindungi satu sama lain, dalam artian jangan sampai anggota keluarga kita terjerumus ke dalam kemaksiatan yang sangat mendalam.
Sebagaimana firman Allah SWT 

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman: 

يٰۤاَ يُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قُوْۤا اَنْفُسَكُمْ وَاَ هْلِيْكُمْ نَا رًا وَّقُوْدُهَا النَّا سُ وَا لْحِجَا رَةُ عَلَيْهَا مَلٰٓئِكَةٌ غِلَا ظٌ شِدَا دٌ لَّا يَعْصُوْنَ اللّٰهَ مَاۤ اَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ

"Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan."
(QS. At-Tahrim 66: Ayat 6) 

3. Faktor eksternal juga sangat mempengaruhi, mabda kapitalis adalah mabda yang batil karena ia menciptakan akidah sekularisme beserta turunan yang lainnya yaitu liberalisme, pluralisme dan yang lain-lainnya.. yang setiap orang bebas untuk melakukan hal apa pun dan tanpa terikat dengan hukum syara'. Itu yang menjadikan setiap orang bebas untuk memilih jalan hidupnya termasuk mempunyai pria/wanita idaman lain, berselingkuh, khianat dan lain-lain. 

Mirisnya lagi tidak ada aturan yang shahih untuk mengatur hubungan dalam rumah tangga dan tata pergaulan antara lawan jenis, semua ini memang bagian dari cara pandang kehidupan sekularisme kapitalisme dalam segala lini kehidupan, sehingga rumah dan keluarga tidak lagi menjadi tempat yang aman dan nyaman. 

Namun dalam Islam semuanya sudah diatur mengenai pengaturan interaksi dalam rumah tangga ataupun kehidupan umum agar menciptakan Baity jannaty (Rumahku Surgaku).

Setiap anggota keluarga baik suami atau istri keduanya mempunya hak dan tanggung jawab masing-masing. Bagi seorang istri, 4 hal penting yang harus dilakukan adalah 
1. Shalat
2. Puasa dibulan Ramadan
3. Menjaga kemaluannya
4. Taat kepada suami serta menjaga harta suami ketika suami pergi keluar rumah 

Selain itu juga seorang istri adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya, sekaligus juga sebagai Ummun wa robbatul bayt atau manager dalam rumah tangga. Ketika seorang istri taat Kepada Allah dan Rasulnya, dan juga kepada suaminya selama tidak menyelisihi syari'at maka dia akan bebas memilih jalan pintu surga yang dia mau. 

Selain itu suami adalah Qowwam bagi isteri,, baik dan buruknya anggota keluarga terletak pada bagaimana seorang suami meriayah keluarganya. Bagaikan sebuah Kapal, jika nahkoda tidak bisa mengendalikannya maka siap-siap saja kapal akan oleng, tertabrak bahkan tenggelam, maka dari itu penting untuk menjadikan hukum syara' sebagai landasan berumah tangga. 

Negara juga menjadi pelopor utama ketahanan keluarga, dalam Islam negara menjamin ketakwaan individu, keluarga dan masyarakat, serangkai peraturan mampu mencegah terjadinya segala kemaksiatan, karena saat ini kemaksiatan terjadi sudah tersistematis kapitalis sekuler lah yang menjadikan kehancuran dalam setiap lini kehidupan, maka dari itu selayaknya kita harus kembali kepada aturan yang hakiki yang berasal dari sang Ilahi, tiada lain ialah syariat Islam yang diterapkan dalam sebuah institusi Daulah Khilafah Rasyidah 'ala minhajjin nubuwwah. 

Wallahu'alam

Oleh: Feni Nurjanah 
(Aktivis Dakwah) 

Minggu, 05 November 2023

Dinasti Politik, Ajang Reuni Keluarga Di Ranah Pemerintahan



Tinta Media - Masyarakat dibuat heboh dengan kehadiran putra presiden Gibran Rakabuming Raka yang saat ini masih menjadi walikota Solo, secara mulus mencalonkan diri menjadi cawapres Prabowo pada kontestasi pilpres 2024 mendatang. Bagaimana tidak, langkah Gibran ini ditunjang oleh putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang diketuai oleh  pamannya Anwar Ustman, yang mensahkan atau membolehkan batas usia capres dan cawapres di bawah 40 tahun asalkan punya pengalaman menjadi kepala daerah.

Dengan polemik seperti ini, baik dari kalangan akademisi, intelektual bahkan sampai rakyat pun ikut berkomentar. Putusan MK tersebut mengindikasi memudahkan langkah Gibran untuk maju menjadi cawapres. Tak heran rakyat pun membuat plesetan singkatan dari MK menjadi Mahkamah Keluarga. 

Memang terkesan candaan sih, namun para pengamat menilai candaan yang dibuat oleh rakyat tersebut adalah seakan-akan sebuah protes dan juga sebuah ekspresi, yang dimana yang dilihat oleh rakyat itu bukanlah keputusan hasil amanah dari yang mulia ketua MK, melainkan keputusan untuk memudahkan atau memuluskan keponakannya.

Memang boleh sih, kehadirannya sebagai anak presiden dan juga dianggap sebagai perwakilan generasi milineal, namun yang harus digarisbawahi adalah bahwa problem utama dari dinasti politik ini adalah tidak dibangun berdasarkan kompetensi dan kemampuan individu, kebanyakan dibangunnya berdasarkan citra orang tua atau bermodalkan nama pendahulunya.

Meskipun bukan sebuah larangan, namun adanya dinasti politik bisa menjadi celah terjadinya kasus korupsi dan penyalah gunaan kekuasaan. Sebenarnya banyak kasus-kasus dinasti politik di Indonesia ini yang akhirnya tercoreng akibat kasus korupsi, sebut saja dinasti politik Ratu Atut banten, Yasin Limpo, hingga kasusnya Asrun di Kendari dan masih banyak lagi.

Karena didukung oleh posisi strategis di pemerintahan yang sudah lama diduduki keluarga, dan relasi kuat dengan partai politik mengakibatkan mudahnya orang tersebut untuk mendapatkan dukungan dan kendaraan politik dalam pencalonan diri masuk keranah politik pragmatis.

Ditambah strategis politik dengan mengandalkan sumber dana kampanye yang begitu besar serta dukungan dari para tokoh-tokoh politik juga menjadi alasan mengapa dinasti politik yang ada begitu kuat dan sulit dikalahkan.

Di dalam Islam memang tidak melarang adanya praktik dinasti politik, namun yang harus digaris bawahi adalah terkait kualifikasi, baik ditingkat administrasi pemerintahan bahkan sampai kepemimpinan, yang dimana kualifikasinya ini ketat dan tak jarang para sahabat itu enggan untuk menerimanya atau bahkan memintanya, karena tangung jawabnya kelak dihadapan Allah sungguh luarbiasa beratnya.

Saking beratnya memang amanah untuk mengurusi umat, tampuk kepemimpinan itu tidak ada yang berani memperebutkan apalagi mencalonkan diri secara langsung. Contoh nyata dimasa Umar Bin Khattab yang dimana ketika mau meninggal dan ada salah seorang sahabat menunjuk anaknya untuk meneruskan kepemimpinan sang ayah, Umar lantas memarahi sahabat tersebut dengan perkataan yang tegas yang intinya Umar tidak ingin beban kepemimpinan ini dipikulnya di akhirat karena meridhoi anaknya sebagai pengganti.

Memang kalau kita berbicara kekuasaan, itu sangat dekat dengan yang namanya adalah godaan harta, materi, atau duniawi lainnya. Jadi memang kekuasaan itu sering kali mendekatkan orang kepada kerakusan, karena memang Pragmatismenya sistem demokrasi seperti itu. Menyimpan potensi besar terkait bagi-bagi kekuasaan dinasti politik ini dengan hadirnya tindakan-tindakan KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme) dan itu sangat mungkin terjadi.

Memang untuk mencegah dinasti politik ini tidaklah mudah, terlebih hukum yang idealnya harus menjadi panglimanya, yang dirumuskan berdasarkan untuk kepentingan bangsa, namun sekarang yang terjadi adalah hukum bisa dipermainkan sesuai kepentingan segelintir orang. Miris, salah satu cara yang akurat ganti sistem hukumnya.

Oleh: Setiyawan Dwi
Sahabat Tinta Media

Sabtu, 28 Oktober 2023

Kegagalan Sistem Sekuler Kapitalisme dalam Menjaga Kewarasan Keluarga

Tinta Media - Bukan fatamorgana, kasus kriminalitas, terutama pembunuhan terus-menerus terkuak. Setiap detik selalu ada saja berita kematian akibat pembunuhan. Korban pembunuhan bukan hanya orang dewasa, melainkan usia remaja, anak-anak, bahkan bayi baru lahir maupun janin pun menjadi korban pembunuhan. 

Kini, nyawa seolah-olah tidak lagi dianggap berharga. Jika ada masalah kecil ataupun berat, terkadang solusinya adalah putus asa, bunuh diri, dan membunuh. 

Coba kita ingat kembali berita yang baru-baru ini terkuak. Seorang ibu yang melahirkan dan membesarkan anaknya, tetapi malah tega membunuh anaknya sendiri. Astaghfirullah, sungguh miris, nasib malang seorang anak berusia dini hidupnya harus berakhir dengan kekejaman yang ia terima. 

Ibu mana yang tega melakukan hal itu kepada anaknya kecuali yang benar-benar mengalami gangguan kewarasannya. 
Padahal dalam Islam, jelas-jelas Allah melarang untuk membunuh seseorang tanpa sebab yang diperbolehkan secara syar'i, apalagi membunuh anak yang tidak berdosa. 

Bahkan, Allah juga menjelaskan dalam Al-Qur'an, jangan membunuh anak walaupun dikarenakan kekurangan ekonomi.

"Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin. Kamilah yang memberi rezeki kepada mereka dan kepadamu. Membunuh mereka itu sungguh suatu dosa yang besar." (QS. Al Isra' 17: 31) 

Memang benar, saat ini semua diuji dengan  permasalahan-permasalahan yang berat dan tak mudah untuk menghadapinya. Namun, bunuh-membunuh bukanlah solusi yang tepat untuk menyelesaikan masalah. 
Hal ini terjadi akibat penerapan dari sistem sekuler kapitalisme di negeri ini. Artinya, sistem ini telah gagal dalam menjaga kewarasan umat, sehingga yang terbentuk keluarga-keluarga yang sakit, jauh dari kata waras atau harmonis. 

Di dalam sistem sekuler kapitalisme ini, semua orang sudah tidak peduli lagi tentang halal-haram, bahkan tidak takut berbuat dosa. Semua orang bebas melakukan apa pun tanpa mempertimbangkan terlebih dahulu akibatnya. 

Berbeda halnya ketika kita hidup dalam naungan Islam. Pemerintahan Islam telah berdaulat menaungi 2/3 dunia lebih 13 abad lamanya. Rakyat yang berada di dalam naungan Islam, hidup sejahtera tanpa masalah-masalah yang ekstrem, seperti yang sering terjadi saat ini. 

Jangankan negara, bahkan setiap individu umat pun sangat diperhatikan, apalagi kondisi keluarga. Sehingga terbentuklah keluarga sakinah mawaddah warahmah akibat diterapkannya sistem peraturan Islam di kehidupan. Masyaallah, tidakkah kita merindukan kehidupan seperti itu? 

Maka dari itu, bersegeralah mencampakkan sistem sekuler kapitalis saat ini. Karena telah tampak kegagalan-kegagalan yang diperoleh dari sistem sekuler kapitalis saat ini yang benar-benar menyengsarakan kehidupan ummat. 

Bangkitlah bersama pejuang-pejuang yang menegakkan kehidupan Islam agar terbentuk keluarga yang benar-benar sakinah mawaddah warahmah dalam bingkai Daulah Islamiyah. Wallahu a'lam bisshsowwab.

Oleh: Marsya Hafidzah Z. (Pelajar)

Jumat, 27 Oktober 2023

Fungsi Keluarga Hancur di Bawah Naungan Sistem Kufur

Tinta Media - Sejahat-jahatnya harimau tak akan memakan anaknya. Peribahasa tersebut artinya, bahwa sejahat-jahatnya orang tak akan tega menyakiti dan mencelakai anaknya. Namun, saat ini peribahasa tersebut tampak tak relevan lagi. Sebab, banyak sekali kasus kejahatan dan kekerasan berujung pembunuhan justru dilakukan oleh anggota keluarga termasuk orang tua kepada anaknya. Padahal, sejatinya orang tua adalah pelindung bagi anak-anaknya. 

Fungsi utama keluarga adalah memberikan perlindungan dan kenyamanan bagi anggota keluarganya. Dalam keluarga harus terwujud rasa aman, tenang, dan tentram bagi seluruh anggota keluarga. Namun sayang, fungsi tersebut telah hancur lebur seolah tanpa sisa. Sebab, tak ada lagi perlindungan yang didapatkan dari keluarga.

Seperti kasus pembunuhan oleh anggota keluarga kepada seorang remaja bernama Muhamad Rauf (13), warga Desa Parigimulya, Kecamatan Cipunagara, Kabupaten Subang, Jawa Barat. MR ditemukan tewas di saluran irigasi atau sungai di Blok Sukatani, Desa Bugis, Kecamatan Anjatan, Kabupaten Indramayu, Rabu (4/10/2023). Rauf ditemukan di pinggir sungai dalam kondisi berlumuran darah dengan tangan terikat ke belakang. Rauf ternyata dihabisi nyawanya oleh ibu kandungnya N (43), paman S (24) serta kakeknya, W (70). (Kompas.com, 7/10/23)

Kemudian, Suprapto (48), seorang ayah yang tega membunuh anak kandungnya sendiri, DLK (20) di Desa Bangle, Kecamatan Ngadiluwih, Kabupaten Kediri, Jawa Timur ditetapkan tersangka. (Kompas.com, 18/07/2023)

Tak hanya itu, di Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang, JA (37) ditetapkan sebagai tersangka karena melakukan penganiayaan kepada anak kandungnya DN (7). Selain JA, Ibu tiri korban EN (42), Kakak tiri korban PA (21), Paman korban S (43) dan Nenek tiri korban M (65) juga menjadi tersangka karena turut melakukan penganiayaan kepada DN. (Detik.com, 13/10/23)

Jauh di tahun sebelumnya, seorang pria berinisial J membunuh istrinya dengan gunting dan pisau di rumah kontrakan mereka di Jalan Dukuh V, Kramat Jati, Jakarta Timur, pada 6 Agustus 2019 hanya karena ditolak berhubungan badan. (Kompas.com, 30/08/2019)

Sekularisme Merusak Fungsi Keluarga

Terus berulang seolah tiada akhir. Begitulah kian maraknya kasus kekerasan berujung kematian korban yang dilakukan oleh anggota keluarga yang terjadi saat ini ketika kehidupan berada di bawah naungan sistem kufur Kapitalis-Sekuler. Bagaimana tidak? Kapitalisme mewujudkan kehidupan yang berorientasi pada manfaat dan keuntungan materi. Sedangkan Sekularisme menjauhkan kehidupan dari agama. Tak heran, kesulitan ekonomi, tak mampu menahan emosi, kerusakan moral, hingga lemahnya keimanan timbul akibat penerapan sistem kufur tersebut yang menjadikan anggota keluarga tega menyakiti anggota keluarganya.

Tatanan masyarakat Kapitalis menjadikan individu maupun orang tua lebih sibuk bekerja demi memenuhi kebutuhan yang kian mahal akibat tidak terwujudnya kesejahteraan secara merata di tengah masyarakat. Akhirnya, hubungan orang tua dengan anak dan dengan anggota keluarga lain hanya sekadar hubungan darah karena kurangnya waktu berkomunikasi dan bercengkrama. Kesibukan dan tuntutan pekerjaan juga sering menjadi pemicu lemahnya kontrol terhadap emosi. 

Sistem pergaulan dalam masyarakat Kapitalis juga menjadikan individu-individu yang kurang bermoral, karena kebebasan yang diagung-agungkan dalam sistem kufur ini. Ditambah lagi Sekularisme telah mewujudkan individu-individu yang jauh dari agama, sehingga mengabaikan halal haram dan mudah terjerumus ke dalam jurang kemaksiatan, termasuk menghilangkan nyawa orang lain bahkan keluarganya sendiri. Sungguh, Sekularisme Kapitalisme hari ini memiliki peran yang sangat dahsyat dalam mengakibatkan berbagai masalah, termasuk sampai merusak fungsi keluarga. 

Islam Mewujudkan Fungsi Keluarga yang Benar

Paradigma Kapitalis-Sekuler jelas berbeda dengan paradigma Islam. Sebab, Islam tegak di atas akidah yang melahirkan seperangkat aturan dari Sang Pencipta dan semua yang manusia perbuat di dunia kelak dimintai pertanggungjawaban. Oleh karena itu, setiap perbuatan manusia akan terikat dengan hukum syarak. Maka terwujudlah individu-individu yang memiliki rasa takut pada Tuhannya, sehingga tak akan mudah melakukan dosa. Apalagi, dalam Islam sangat berharga nyawa seorang manusia baik muslim maupun kafir, sehingga tidak boleh membunuh tanpa alasan yang dibenarkan syariat. 

Islam juga memberikan kewajiban kepada seorang lelaki sebagai kepala keluarga, yakni melindungi dan menjadi pemimpin bagi keluarganya. Hal ini disebutkan dalam Al-Quran surat An-Nisa’ ayat 34 yang artinya: "Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya."

Begitulah Islam merupakan aturan sempurna yang sesuai dengan fitrah manusia dan menjadikan negara sebagai pelaksana demi optimalisasi penerapan aturan tersebut. Maka, kewajiban negara dengan landasan keimanan adalah menjamin terwujudnya berbagai hal penting dalam kehidupan, termasuk terwujudnya fungsi keluarga yang benar. Sebab, dengan terwujudnya keimanan individu, kontrol masyarakat yang kuat, dan optimalnya peran negara, maka akan terwujud kesejahteraan, ketenteraman jiwa, terjaganya iman dan takwa kepada Allah SWT. Jadi, sudah saatnya meninggalkan sistem kufur yang terbukti menyebabkan fungsi keluarga hancur dan beralih menerapkan Islam secara total dalam seluruh lini kehidupan. Wallahu a'lam bishawab!

Oleh: Wida Nusaibah (Pemerhati Masalah Sosial)

Selasa, 24 Oktober 2023

Potret Buram Problematika Keluarga dalam Sistem Kapitalisme Sekuler

Tinta Media - Di tengah krisis multidimensi yang terjadi di negeri ini, ada kejadian yang menambah ironi, yaitu kasus pembunuhan yang dilakukan ibu kandung kepada anaknya yang berusia 13 tahun di Kabupaten Subang. Korban ditemukan dalam kondisi berlumuran darah dengan tangan terikat ke belakang. 
Korban pembunuhan tersebut ternyata berasal dari keluarga broken home akibat kasus perceraian kedua orang tuanya. Hal ini menyebabkan korban lebih banyak tinggal di jalanan. Ia pun putus sekolah dan untuk makan harus meminta-minta hingga mencuri (Kompas.com, 8/10/2023).

Pembunuhan yang dilakukan oleh orang tua kepada anaknya bukanlah kasus yang pertama kali terjadi. Lalu, apakah yang menjadi akar masalah dari problematika ini? Apakah hanya karena emosi, seorang ibu bisa kehilangan nurani?

Faktor yang mendorong seseorang melakukan tindak kekerasan bisa dipicu oleh emosi yang kurang terkontrol. Hal ini bisa saja menyebabkan seseorang menjadi gelap mata, bahkan bisa melakukan tindakan kejahatan yang mengancam nyawa. Namun, tentu hal ini hanyalah efek dari problem dasar di dalam keluarga yang memang bersifat multifaktor. Hal ini bahkan tidak terlepas dari problem sistemik akibat penerapan ideologi kapitalisme sekuler saat ini. Lalu, bagaimana relevansinya?

Keluarga yang miskin visi akan melahirkan generasi yang bermental rapuh. Jika berbicara tentang institusi keluarga, maka erat kaitannya dengan proses dalam memilih pasangan. Jika saat memilih pasangan tidak memiliki visi dan misi yang jelas, suami dan istri tidak memahami hak dan kewajibannya, hingga kurangnya pemahaman agama. Maka, wajar jika saat berumah tangga tidak memiliki panduan yang jelas.

Kita bisa melihat bagaimana potret buram keluarga dalam sistem kapitalisme sekuler saat ini yang tidak menjadikan syariat Islam sebagai panduan. Alhasil, standar dalam menilai baik dan buruk pun disandarkan pada sudut pandang akal manusia. 

Para suami kehilangan fungsi utamanya sebagai pemimpin dalam rumah tangga (qawwam). 
Seorang ibu rela menjadi tulang punggung keluarga karena dorongan ekonomi agar bisa bertahan hidup. Suami yang di-PHK, terbatasnya berbagai lapangan pekerjaan bagi laki-laki, hingga masalah disorientasi peran suami istri menjadi faktor pencetus banyak ibu yang mengambil alih tugas suami untuk mencari nafkah.

Selain itu, kapitalisme telah mendorong para ibu yang notabene adalah seorang ummun wa rabatul bait beralih fungsi menjadi mesin penggerak roda ekonomi. Dengan dalih Pemberdayaan Ekonomi Perempuan (PEP), banyak para ibu yang akhirnya harus meninggalkan rumah untuk menjadi tulang punggung keluarga.

Kelelahan secara fisik dari seorang ibu diperparah dengan kelelahan secara emosional akibat kurangnya perhatian dan kasih sayang yang diberikan suami, tidak adanya pendidikan di dalam keluarga, hingga tidak adanya support sistem dari lingkungan sekitar. 

Maka, saat ini kita melihat bahwa isu mental health di tengah keluarga semakin marak.
Lalu, siapa yang mengambil alih tugas untuk mendidik anak-anaknya? 

Kita bisa melihat bahwa anak-anak saat ini banyak yang menjadikan sumber referensi mereka dari internet dan media sosial. Mereka mencari gambaran sosok ideal yang bisa menjadi teladan bukan kepada sosok yang ada di rumah, yaitu ayah dan ibunya. Namun, mereka mencari idola di dunia maya sebagai sarana untuk memenuhi tangki cinta yang tidak mereka dapatkan di rumah.

Keluarga yang notabene sebagai tempat yang seharusnya membuat anak merasa aman, kini menjadi tempat yang bisa jadi menjadi ancaman. Kasus kekerasan seksual pada anak, kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), dan sebagainya banyak terjadi di lingkungan keluarga. Bahkan, tak jarang pelakunya adalah keluarga terdekat korban. Sungguh ironis, potret buram keluarga di dalam sistem kapitalis sekuler.

Berbagai undang-undang yang dibuat nyatanya hanya menjadi sebuah solusi yang tambal sulam. Sebut saja UU No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan UU No.35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Nyatanya, produk hukum buatan manusia tersebut, tidak bisa menjadi solusi tuntas. Bahkan, menimbulkan permasalahan baru di tengah masyarakat.
.
Hal ini sangat berbeda dengan sistem Islam. Di dalam sistem Islam, keluarga bukanlah institusi yang terpisah dari negara, Sebab, fungsi negara adalah untuk mengurusi (riayah) secara penuh urusan rakyat. Tentu termasuk di dalamya adalah memastikan setiap keluarga bisa diatur oleh aturan Islam.

Negara akan memfasilitasi laki-laki untuk bisa memenuhi kewajibannya dalam mencari nafkah dengan menyediakan banyak lapangan pekerjaan. Dengan demikian, seorang istri bisa fokus untuk mendidik anak-anak di rumah. Negara juga memfasilitasi para perempuan untuk bisa berkarya dan berkontribusi terhadap umat tanpa harus menggerus fitrahnya sebagai seorang ummun warabatul bait (ibu dan pengatur urusan rumah tangga).

Sistem Islam bahkan memiliki mekanisme sampai kepada tataran praktis untuk memastikan bahwa tidak ada anak-anak yang terlantar karena orang tua yang bercerai, meninggal, dan sebagainya. Syariat Islam telah mengatur masalah jalur pengasuhan dan nafkah secara terperinci. 

Sistem pendidikan Islam dirancang untuk menghasilkan generasi yang memiliki kepribadian Islam. Kurikulum yang didesain dengan basis akidah Islam akan membentuk generasi yang visioner dan memiliki imunitas dari gempuran ideologi asing. 

Oleh karena itu, untuk menyelesaikan problematika keluarga secara tuntas, maka diperlukan penerapan Islam secara kafah. Sebab, hanya dengan institusi negaralah tindakan preventif dan kuratif bisa dilaksanakan secara berdampingan untuk menyelesaikan masalah keluarga hingga ke akarnya. Keluarga yang lahir di dalam sistem Islam akan menjadikan akidah Islam sebagai pondasi dan bervisi surgawi.

Oleh: Annisa Fauziah, S.Si.
Aktivis Muslimah

Jumat, 20 Oktober 2023

Anak Dibunuh Ibu Kandung, Owner IGAS: Biadab dan Tak Berperikemanusiaan

Tinta Media - Terkait kasus pembunuhan anak oleh ibu kandungnya, paman dan kakeknya di Subang, Owner Irbah Golden Age Surabaya (IGAS) Drs. Suhardjo ikut merasa prihatin dan menyebut pelaku tindakan tersebut biadab dan tidak berperikemanusiaan. 

“Anak itu amanah yang seharusnya dididik, diasuh dan dibimbing untuk menjadi anak yang sholih dan sholihah. Namun justru diperlakukan dengan perlakuan yang sangat biadab, bahkan dapat dikatakan tidak berperikemanusiaan,” ujarnya kepada Tinta Media, Jumat (20/10/2023). 

Menurutnya, apapun alasannya perbuatan tersebut sangat biadab dan tidak bisa diterima. Apalagi dilakukan kepada anaknya yang seharusnya dididk sebagai pejuang Islam. 

“Hal ini membuktikan bahwa manusia lebih sesat dari binatang ternak, jika tidak menggunakan hati, telinga dan penglihatannya dijalan Allah,” paparnya mengutip firman Allah dalam surat Al A’raf ayat 179.

*Dua Faktor*

Lebih lanjut dikatakan, hal tersebut dapat terjadi karena banyak faktor yang berpengaruh. Namun menurut Suhardjo, terdapat dua faktor yang paling menonjol. 

Pertama, faktor internal yaitu pribadi dari ibu, paman dan kakeknya yang jauh dari keimanan kepada Allah Swt, sehingga melakukan perbuatan yang biadab dan tidak berperikemanusiaan. 

“Selain itu juga faktor keluarga, yang sepertinya juga jauh dari petunjuk Allah sehingga tega melakukan perbuatan biadab tersebut,” imbuhnya. 

Kedua, faktor eksternal, yaitu lingkungan keluarga dan lingkungan sekitarnya yang mungkin kondisinya tidak Islami, sehingga sangat memungkinkan untuk melakukan hal-hal yang bertentangan dangan Islam. 

“Juga termasuk di dalamnya faktor makro sistem. Dalam hal ini sistem yang diberlakukan dalam pengaturan negara juga memiliki andil, karena jika sistem yang digunakan adalah sistem Islam maka hal-hal yang negative akan terantisipasi,” tambahnya. 

Orientasi Agama

Drs. Suhardjo yang juga narasumber Fantastic Parenting di bawah naungan miliknya, berharap sebagai orang tua dalam mendidik anaknya seharusnya berorientasi kepada agama (Islam).

“Agar nantinya anak menjadi orang yang sholih dan sholihah, menjadi pembela Islam dan pendakwah Islam,” ungkapnya. 

Islam dalam mendidik anak, sambungnya, sebagaimana yang telah dilakukan oleh Rosulullah, anak harus dikuatkan dalam hal aqidahnya. 

“Jika aqidah sudah kuat maka dilanjutkan mendidik untuk memahami syariat dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Yang tentu dalam pendidikan diatas tidak melupakan pendidikan akhlak yang mulia,” tutupnya. [] Langgeng Hidayat

Maraknya Kasus Pembunuhan Anak oleh Keluarga, Harusnya Jadi Peringatan bagi Negara dan Masyarakat

Tinta Media - Maraknya kasus pembunuhan anak yang pelakunya keluarga, terutama orang tua, seharusnya menjadi peringatan bagi negara dan masyarakat untuk semakin membenahi persoalan sosial, khususnya problem keluarga di tanah air.

"Harusnya ini jadi peringatan untuk negara dan masyarakat untuk semakin membenahi persoalan sosial, khususnya problem keluarga di tanah air," tutur Direktur Siyasah Institute Iwan Januar kepada Tinta Media, Kamis (19/10/2023).

Sebab, kata Iwan, hal ini menunjukkan semakin banyak keluarga alami malfungsi dan disharmonisasi. Peran ayah dan ibu sebagai pengayom anak justru malah menjadi pelaku kekerasan pada anak. "Selain juga semakin banyak keluarga hidup dengan hubungan yang tidak harmonis, termasuk relasi orangtua dengan anak," ulasnya.

Namun, ia melihat dari hari ke hari, kelihatannya negara seperti kurang peduli dengan persoalan ini. "Negara lebih fokus pada pembangunan infrastruktur, sedangkan kondisi sosial makin amburadul. Akhirnya warga berjalan sendiri nyaris tanpa support dari negara," simpulnya.

Faktor Penyebab 

Menurut Iwan, banyak faktor penyebab maraknya pembunuhan anak oleh keluarga. Di antaranya, banyak orang dewasa mau menikah, mau punya anak, tapi tidak mempersiapkan diri untuk membangun keluarga. Dari namanya saja keluarga itu harus dibangun, termasuk relasi anak dengan orang tua harus dibangun, diciptakan agar harmonis.

"Tapi, realitanya banyak orang dewasa tidak pernah bepikir kalau pernikahan dan punya anak itu butuh ilmu dan kesiapan mental," jelasnya.

Kondisi ekonomi, menurutnya, juga berpengaruh pada kehidupan keluarga. Hari ini, kalau melihat perhitungan yang dilakukan Bank Dunia ada sekitar 110 juta warga Indonesia dalam kemiskinan. Sementara itu rakyat harus menghidupi diri mereka sendiri, minim support dari negara. "Ini menambah tekanan untuk keluarga, khususnya orang tua," ungkapnya.

Dalam mendidik anak, Iwan menyampaikan agar orang tua mempersiapkan diri dengan konsep keluarga yang benar, yaitu Islam. "Pahami hak dan kewajiban suami-istri juga sebagai orang tua pahami hak-hak anak. Pahami juga cara menghadapi anak, kedepankan kasih sayang, dan landasi dengan iman," bebernya. 

Namun, kata Iwan, hari ini cara berpikir sekularisme sudah menggusur agama. "Padahal landasan keimanan itu akan jadi pondasi kehidupan keluarga yang sehat dan kuat. Paham makna bersyukur, bersabar dan punya cara pandang yang benar tentang musibah juga makna kebahagiaan," ulasnya.

Membangun Keluarga 

Iwan menyampaikan cara Islam dalam membangun keluarga yang bahagia. Pertama, setiap muslim harus bangun kehidupan di atas landasan iman; sehingga keluarga paham bagaimana menyikapi berbagai problem kehidupan dengan benar. Sabar, tawakal, dan sebagainya.

Kedua, rekatkan keluarga dengan ketaatan pada Allah. "Caranya jadikan syariat Islam sebagai aturan dalam keseharian, menilai baik dan buruk berdasarkan halal dan haram, bukan hedonisme," ulasnya.

Ketiga, bangun hubungan antar anggota keluarga dengan kasih sayang dan tolong menolong dalam kebaikan. "TIdak mudah marah, tapi mudah memaafkan," pungkasnya.[] Muhammad Nur

Kamis, 19 Oktober 2023

Istriku, Aku Mencintaimu...Tapi...

Tinta Media - Sudah sewajarnya suami istri saling mencintai. Saling menyayangi. Tak terbayangkan jika hidup sebagai suami istri tapi tak ada rasa cinta dan sayang. Tentu hambar rasanya...

Namun cinta suami kepada istri adalah cinta bersyarat. Bukan cinta mutlak. Bukan pula cinta buta. Syarat nya bahwa cinta itu harus sejalan dan searah dengan cinta kepada Allah dan Rasul-nya.

Tidak boleh suami mencinta mutlak istrinya. Tak boleh mencinta buta istrinya. Justru wajib bagi suami untuk mencintai istrinya dengan syarat seperti diatas. Yakni dalam rangka merealisasikan cinta kepada Allah, Rasul dan jihad di jalan Nya.

Surat At-Taubah Ayat 24

قُلْ إِن كَانَ ءَابَآؤُكُمْ وَأَبْنَآؤُكُمْ وَإِخْوَٰنُكُمْ وَأَزْوَٰجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَٰلٌ ٱقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَٰرَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَٰكِنُ تَرْضَوْنَهَآ أَحَبَّ إِلَيْكُم مِّنَ ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ وَجِهَادٍ فِى سَبِيلِهِۦ فَتَرَبَّصُوا۟ حَتَّىٰ يَأْتِىَ ٱللَّهُ بِأَمْرِهِۦ ۗ وَٱللَّهُ لَا يَهْدِى ٱلْقَوْمَ ٱلْفَٰسِقِينَ

"Katakanlah: "jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya". Dan Allah tidak memberi kepada orang yang fasik".

Syaikh Wahbah Zuhaili menyatakan dalam tafsirnya:

"Ayat ini turun bersama ayat sebelumnya untuk mereka yang tidak mau hijrah menuju Madinah sebab lebih memilih keluarga dan perniagaannya."

Maka cinta suami kepada Allah dan Rasul Nya serta jihad di jalanNya harus lebih besar daripada cinta kepada keluarga termasuk istrinya dan segala harta serta pekerjaannya. Singkatnya ada dua hal, pertama bahwa suami tidak boleh dengan alasan cinta istri terus melanggar syariah Islam. Contoh nya dengan bekerja secara pekerjaan haram. Kedua, dan tidak boleh suami tidak berangkat jihad atau hijrah dengan alasan cinta istrinya. Tidak boleh meninggalkan ngaji dan dakwah karena cinta istrinya. Tidak boleh meninggalkan kewajiban atau mengerjakan yang haram gegara cinta istrinya.

Sehingga suami masti Bernai berkata dengan penuh kasih sayang kepada istri istrinya....Sayangku, aku mencintaimu...tapi sesuai dengan kadar cinta yang Allah dan Rasul-nya perintahkan.....

Selamat berjuang Sobat, moga sakinah dunia akhirat. Aamiin.[]

Oleh: Ustadz Abu Zaid (Tabayyun Center)

Hilangnya Fungsi Keluarga, Buah Busuk Sekularisme

Tinta Media - Masyarakat kembali digemparkan oleh berita penganiayaan seorang ibu terhadap puteranya. Korban ditemukan meninggal dalam keadaan tangan yang terikat dan bersimbah darah di sebuah saluran irigasi. Mirisnya, tindakan sadis sang ibu ini dibantu oleh anggota keluarga yang lain, yaitu sang kakek.

Dilansir dari Kompas.com (07/10/2023), Muhamad Rauf (13), warga Desa Parigimulya, Kecamatan Cipunagara, Kabupaten Subang, Jawa Barat ditemukan tewas di saluran irigasi atau sungai di Blok Sukatani, Desa Bugis, Kecamatan Anjatan, Kabupaten Indramayu, Rabu (4/10/2023).

Kasus ini bukanlah yang pertama diberitakan oleh media online. Sebelumnya, telah banyak kasus penganiayaan yang terjadi. Seperti yang diberitakan oleh Detik.com (24/09/2023), seorang anak berinisial SN (10th) telah diseterika oleh ibu tirinya. Penyebabnya hanya karena kesal pada suaminya terkait masalah ekonomi.

Sekularisme  Si Biang Kerok

Kasus penganiayaan yang dilakukan oleh keluarga semakin merebak dengan berbagai motif dan alasan. Sering dan banyaknya kasus penganiayaan ini seakan-akan menjadi sesuatu yang lumrah dan patut dimaklumi.

Hal ini wajar karena pola asuh dan pola pendidikan orang tua sangat dipengaruhi oleh sistem yang ada. Minimnya ilmu orang tua ditambah faktor ekonomi yang karut-marut, membuat orang tua asal-asalan dalam mendidik anak-anak mereka sehingga tak heran, hanya karena faktor ekonomi, anak yang terkena imbasnya. 

Orang tua stress mencari nafkah, tuntutan hidup semakin kompleks, sedangkan anak-anaknya tidak bisa diatur. Ini bisa menjadi pemicu kekerasan orang tua pada anak-anak.

Padahal, orang tua seharusnya bisa menjalankan fungsinya sebagai pengayom bagi anak-anak. Demikian juga keluarga, harusnya bisa menjadi  tempat berkasih sayang antara anak dengan orang tuanya. Namun sayang, semua itu seolah terkikis habis karena sistem sekularisme yang diterapkan saat ini. 

Pada faktanya, sekularisme  sangat berperan dalam menyebabkan berbagai masalah, di antaranya masalah ekonomi, dekadensi moral, maupun masalah keimanan. Fungsi negara, masyarakat, bahkan keluarga hilang karena si biang kerok ini.

Sekularisme yang memang menjauhkan agama dari kehidupan dapat meruntuhkan keimanan seseorang, sehingga dengan mudahnya tersulut emosi dan melakukan KDRT. Sistem pendidikan yang tidak mengarahkan pada keimanan dan ketakwaan akan memudahkan seseorang melakukan kekerasan, meskipun pada anaknya sendiri atau anggota keluarga yang lain.

Penerapan sistem kapitalisme sekuler telah gagal dalam menciptakan kesejahteraan bagi rakyat, bahkan cenderung melepaskan tanggung jawab. Akibatnya, rakyat yang dalam kondisi jauh dari kata sejahtera tersebut akan mudah tersulut secara emosional. Pelampiasannya ditujukan pada keluarga, terjadilah KDRT. Inilah buah busuk dari penerapan sekularisme.

Islam Solusi KDRT

Sistem sekuler sangatlah berbeda dengan sistem Islam secara mutlak. Pondasi yang dibangun dalam sistem Islam adalah keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt. Penerapan sistem pendidikan yang berbasis Islam akan melahirkan generasi yang bermoral dan memiliki keimanan dan ketakwaan, generasi yang mempunyai kesadaran bahwa setiap perbuatan akan dihisab.

Penerapan sistem Islam akan melahirkan generasi yang memiliki rasa takut jika melakukan kemaksiatan, termasuk penganiayaan atau KDRT. Selain itu, sistem Islam akan membentuk anak yang senantiasa berbakti kepada orang tua. Sebaliknya, orang tua akan menyayangi dan mendidik anak-anak mereka.

Negara yang berasaskan Islam akan berupaya menyejahterakan rakyat dengan menyediakan lapangan kerja dan upah yang mencukupi bagi semua rakyat. Negara akan memastikan setiap penanggung nafkah atau kepala keluarga bisa memenuhi semua kebutuhan keluarganya.

Penerapan sistem Islam secara menyeluruh tentu akan meminimalkan kasus KDRT, bahkan bisa mencegah faktor-faktor yang bisa memicunya. Semua itu hanya bisa diterapkan dalam sebuah negara yang menerapkan sistem Islam secara menyeluruh, yaitu Daulah Khilafah Islam yang tegak di atas metode kenabian.
Wallahu a'lam.

Oleh: Sri Syahidah (Ibu Rumah Tangga)

Kamis, 22 Juni 2023

Ummi Jauhara Ungkap Tujuan Berkeluarga

Tinta Media - Pengusaha sekaligus pemerhati keluarga Ummi Jauhara mengungkap tiga tujuan perkawinan membentuk keluarga. 

"Tujuan perkawinan membentuk keluarga ada tiga," tuturnya dalam Kajian Keluarga Sakinah: Tujuan Berkeluarga, Rabu (14/6/2023) di Bangil.

Tujuan tersebut diantaranya, pertama, perkawinan sebagai wujud ibadah kepada Allah Swt. maka sudah seharusnya di dalamnya penuh dengan amal menaati syariat Allah Swt. "Rukun dan syarat sah perkawinan harus dipenuhi dan dilakukan sebagai upaya ibadah kepada Allah Swt," ujarnya. 

Kedua, tujuan perkawinan-berkeluarga adalah untuk mendapatkan sakinah. "Orang yang sudah menikah, hidupnya lebih tenang, tenteram, dan bahagia. 

"Seorang muslim ketika membentuk dan menjalani kehidupan berkeluarga senantiasa bermuhasabah dan terus belajar agar lebih baik sesuai dengan perintah Allah Swt. tidak hanya saling menuntut hak dan kewajiban di antara suami-istri," tuturnya. 

Ketiga, untuk memperoleh keturunan (melestarikan jenis manusia-generasi). "Jadi, Allah Swt. hanya mengatur perkawinan itu di antara laki-laki dan perempuan agar menghasilkan keturunan," jelasnya di hadapan puluhan peserta ibu-ibu yang hadir.

Ummi Jauhara juga mengungkapkan bahwa adanya konflik dalam keluarga adalah hal yang wajar.

"Konflik dalam pernikahan adalah sesuatu yang wajar terjadi. Untuk itu, setiap pasangan perlu memahami hak dan kewajiban masing-masing antara suami dan istri hingga konflik tidak berkelanjutan. Oleh karena itu, seorang muslim juga harus terus belajar tentang Islam sehingga luasnya ilmu Islam dapat dipahami dan diamalkan dengan baik," pungkasnya.[] Finis


Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab