Jumat, 09 Agustus 2024
Kamis, 18 Juli 2024
Keluarga Berkualitas Mustahil Terwujud dalam Sistem Sekuler Kapitalis
Tinta Media - Tanggal 29 Juni diperingati sebagai Hari Keluarga Nasional (Harganas). Tahun ini puncak acara Harganas diperingati di Semarang. Kepala BKKBN Hasto Wardoyo menyatakan bahwa peringatan Harganas bertujuan untuk mengingatkan pentingnya keluarga dalam pembangunan bangsa dan negara. Tema Harganas kali ini adalah "Keluarga Berkualitas Menuju Indonesia Emas".
Dalam sambutannya, Hasto Wardoyo mengatakan bahwa Keluarga adalah unit terkecil masyarakat yang berfungsi sebagai tempat berlindung, saling menyayangi, dan saling menjaga. Dari keluarga akan dihasilkan generasi penerus masa depan bangsa yang mewarisi nilai-nilai luhur kehidupan. Pembangunan negara harus dimulai dari keluarga. (rri.com.id/jambi/ 30 juni 2024).
Menurut UU no 52/2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan, definisi Keluarga Berkualitas adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah dan mempunyai ciri: sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, bertanggung jawab, harmonis, berwawasan ke depan, dan bertakwa kepada Tuhan YME (kemenkeu.go.id).
Tahun ini adalah peringatan Harganas ke-31. Seharusnya keluarga di Indonesia sudah semakin berkualitas. Namun, faktanya semakin banyak masalah terjadi pada keluarga di Indonesia, seperti stunting, KDRT, kemiskinan semakin, tingginya angka perceraian, banyak yang terjerat Pinjol dan Judol, pelecehan seksual serta pembunuhan oleh keluarga terdekat, dan lain-lain. Kenyataan ini jauh dari ciri-ciri keluarga berkualitas.
Dengan demikian, peringatan Harganas baru sebatas seremonial saja. Ir. Najmah Sa'ida (MMH, 30/06/2024) berpendapat bahwa hal ini disebabkan karena nilai-nilai yang berlaku dalam keluarga bukan nilai yang sahih, bukan nilai-nilai Islam, melainkan nilai-nilai sekuler kapitalisme yang mengagungkan kebebasan dan materi. Inilah akar masalah hancurnya keluarga di negeri ini.
Sekuler kapitalisme adalah sistem pengaturan masyarakat buatan manusia yang serba lemah dan memperturutkan hawa nafsu. Sehingga, tidak ada aturan yang baku bagi masyarakat. Agama tidak dijadikan landasan perbuatan.
Masyarakat tidak mengenal rasa empati atau halal haram sehingga terjadi saling menzalimi. Si kaya menzalimi si miskin. Si kuat mengangkangi yang lemah. Oligarki mengendalikan pemerintahan untuk memperdaya rakyat. Manusia menggunakan segala cara untuk mendapatkan materi.
Pemerintah dalam sistem sekuler kapitalis tidak mengurus rakyatnya. Mereka hanya berperan sebagai regulator, membuat peraturan untuk kepentingan oligarki, dan untuk kelanggengan jabatannya.
Kebijakan pemerintah sama sekali tidak berpihak pada rakyat. Banyak terjadi PHK pada kaum lelaki menyebabkan kaum perempuan harus keluar rumah menjadi tulang punggung keluarga. Anak-anak tidak terbimbing. Masalah ekonomi membelit rumah tangga. Anggota keluarga banyak yang terlibat pinjol atau judol, dan akhirnya keluarga hancur. Maka, mustahil dihasilkan keluarga yang berkualitas dalam sistem sekuler kapitalis.
Islam adalah tuntunan hidup yang sempurna dari Sang Khalik. Dalam sistem Islam, keluarga yang berkualitas adalah keluarga yang berorientasi pada akhirat tanpa melupakan duniawi. Landasan keluarga adalah keimanan dan keinginan beribadah kepada Allah Swt.
Islam juga menetapkan bahwa Pemerintah (Khalifah) berperan penting dalam membentuk keluarga berkualitas karena perannya sebagai raa'in dan junnah (pengurus dan pelindung rakyat). Khalifah berkewajiban menyediakan lapangan pekerjaan bagi setiap kepala keluarga, memastikan terpenuhinya kebutuhan primer rakyat, seperti sandang, pangan, dan perumahan. Khalifah juga menyediakan sarana dan prasarana kesehatan, pendidikan, dan keamanan masyarakat. Semua dapat dipenuhi dari dana baitul maal yang mandiri.
Dalam sistem Islam, keluarga yang berkualitas adalah keluarga yang bertakwa, tangguh menjalani sulitnya kehidupan, istikamah dalam ketaatan kepada Allah Swt. dan terdorong untuk selalu memberi manfaat pada sesama. Setiap peran dalam keluarga sudah ditetapkan hak dan kewajibannya. Seorang suami adalah qawwam (pemimpin), melindungi, dan menafkahi keluarga. Seorang istri adalah ummu warabbatul bait, sebagai ibu dan pengelola rumah tangga.
Sejarah telah mencatat selama 13 abad sistem Islam diterapkan dalam Daulah, kriminalitas minim, rakyat sejahtera dan bermunculan ilmuwan di segala bidang yang kitabnya masih digunakan sampai saat ini, dijadikan acuan keilmuan modern. Semua karena penerapan syariat Islam, aturan Al Khaliq Al Mudabbir, Allah Subhanahu wa ta'ala. Wallahu a'lam bisshawab.
Oleh: Wiwin, Sahabat Tinta Media
Selasa, 16 Juli 2024
Keluarga Hebat Tak Terlahir dari Sistem Sekuler
Tinta Media - Sebutan "rumah" yang kini populer diartikan bagi mereka yang memiliki keluarga yang harmonis dan bahagia. Rumah yang digambarkan adalah rumah yang memberikan ketenangan, kebahagiaan, dan kenyamanan. Sebagai tempat kembali ternyaman kala letih, penat menghampiri. Sehingga ia bisa berperan dengan sempurna sebagaimana dikatakannya sebuah keluarga yang sehat.
Setiap tanggal 29 Juni diperingati sebagai Hari Keluarga Nasional (Harganas). Dan pada tahun 2024 peringatan ini memasuki tahun ke-31. Harganas merupakan momen penting untuk mengingatkan kita akan peran keluarga dalam menciptakan generasi emas.
Keluarga berperan dalam mewariskan nilai-nilai luhur kehidupan kepada generasi muda penentu pembangunan bangsa dan negara. Sebagaimana kata pak presiden bahwasanya untuk membangun negara maka harus dimulai dari keluarga. keluarga merupakan penentu dan kunci dari kemajuan suatu negara.
Oleh
sebab itu, katanya, pemerintah saat ini tengah bekerja keras untuk menyiapkan
keluarga Indonesia yang berkualitas dan memiliki daya saing. Dilansir dari
Liputan6.com, Jakarta.
Intervensi untuk menyiapkan keluarga yang berkualitas juga dilakukan dengan menyiapkan fasilitas pemantauan kesehatan , gizi ibu, dan bayi yang terstandar di Posyandu dan Puskesmas mulai dari alat timbang terstandar, alat ukur antropometri, dan juga penyuluhan gizi dengan kader-kader yang terlatih.
Dan menekankan agar BKKBN dapat terus mengawal keluarga Indonesia terkait upaya pemerintah dalam rangka percepatan penurunan stunting sesuai target Presiden Jokowi. Dan harapannya 2024 ini angka stunting bisa di bawah 20% sebagaimana ketentuan SDGs.
Menilik solusi yang diberikan oleh pemerintah setiap tahunnya dalam memperingati Harganas untuk mewujudkan peran keluarga sehingga tercetak generasi emas hanyalah solusi yang seremonial, tidak menyentuh akar daripada permasalahan itu sendiri. stunting yang terjadi setiap tahunnya menunjukkan adanya kemiskinan yang struktural, sebab solusi yang diberikan selalu tidak sampai pada akar masalah dari problematika itu sendiri.
Kemiskinan yang berkepanjangan tak terselesaikan menyebabkan peran sebagai ibu tidak terealisasikan dengan sempurna dalam sebuah keluarga. Sosok ibu terpaksa terjun ke lapangan untuk membantu memenuhi kebutuhan keluarga tercinta, sehingga waktu yang harusnya diberikan penuh kepada sang anak berkurang.
Inilah yang mengakibatkan anak kurang perhatian, kasih sayang dari segi keluarga. Terciptalah anak yang membuat onar atau tawuran dengan dalih tidak dapat perhatian dari kedua orang tuanya. Ada juga anak yang putus sekolah dari SMA bahkan SD demi bekerja untuk membantu menopang ekonomi keluarganya yang susah. Sehingga tercetak generasi yang minim pendidikan, bukan generasi yang berkualitas dalam meneruskan peradaban di masa yang mendatang.
Kemiskinan juga menyebabkan tingginya angka perceraian, faktor ekonomi salah satu faktor terbesar terjadinya perceraian. Hal ini mengakibatkan banyak dari anak-anak mereka kehilangan hak nya sebagai seorang anak, sebab hilangnya peran ayah atau peran ibu.
Sekularisme
Penyebab daripada semua problematika yang terjadi tidak lain adalah sekularisme yang diterapkan di negeri ini. Adanya sekularisasi aturan dalam tatanan negara menyebabkan negara tidak memahami dengan jelas pentingnya peran kedua orang tua terutama ibu dalam islam. Islam memerintahkan seorang ibu untuk mengurus rumah tangganya, mendidik anak-anaknya dengan suaminya, melayani suami serta taat padanya.
Islam tidak mewajibkan seorang perempuan untuk bekerja, tetapi Islam hanya mewajibkan seorang suami mencari nafkah untuk mencukupi keluarganya. Negara Islam akan memberikan modal atau lapangan pekerjaan bagi tiap kepala keluarga yang tidak mampu.
Atau bagi kepala keluarga yang tidak mampu bekerja sebab fisik yang cacat Negara Islam akan menanggung kebutuhan keluarga tersebut. Sehingga tidak ada masyarakat yang terdampak stunting karena faktor kemiskinan yang tidak dapat memenuhi gizi dengan layak. Sebab Negara Islam sendiri yang akan memastikan setiap rakyatnya terpenuhi gizi dan kebutuhannya.
Negara Islam pun menerapkan Islam sebagai sistem yang mengatur secara totalitas. Sehingga wajib bagi negara membentuk masyarakat yang berakidah Islam. Maka dari itu terbentuklah masyarakat berakidah Islam yang kuat dan bersyakhsiyah islami dengan pola pikir dan cara pandang sesuai dengan Islam.
Sehingga suami dan istri memahami betul bagaimana peran dan kewajiban mereka. Maka lahirlah ibu yang hebat yang dapat mencetak generasi yang hebat pula. Semua ini akan terjadi bila negara mengganti sistem sekuler-kapitalis dengan sistem Islam yang sesuai dengan Al-Qur'an dan As-Sunnah.
Wallahu A'lam bi As-Showwab.
Oleh : Hilya Qurrata, Aktivis Dakwah