Tinta Media: Keluarga
Tampilkan postingan dengan label Keluarga. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Keluarga. Tampilkan semua postingan

Minggu, 16 April 2023

Tiga Kualifikasi Wujudkan Keluarga Takwa

Tinta Media - Ketua Komunitas Mengenal Islam Kafah, Dra. Irianti Aminatun menyebut setidaknya ada tiga kualifikasi dalam mewujudkan keluarga takwa.
 
“Pertama, faqih fiddin, kedua, berfikir (al-aqlu), ketiga, benar dalam berkata,” ungkapnya di acara Teman Berbuka: Ikhtiar Mewujudkan Keluarga Takwa, melalui kanal You Tube Lembur dakwah, Ahad (9/4/2024).
 
Agar faqih fiddin, lanjutnya, keluarga  harus menjadi madrasah bagi setiap anggota keluarga untuk menguasai tsaqofah Islam (ilmu-ilmu terkait kehidupan). Tsaqofah  ini sebagai panduan dalam mengarungi kehidupan.
 
“Tsaqofah  yang mesti dikuasai mencakup hubungan manusia dengan Allah Swt., hubungan dengan dirinya sendiri, serta hubungan dengan sesama manusia,” terangnya.
 
Tsaqofah ini, sambungnya juga menjadi bekal dalam membentuk kepribadian Islam (sakhshiyyah al-Islamiyah) dari masing-masing anggota keluarga. “Oleh karena itu untuk  terus menyempurnakan kerpibadian tidak boleh berhenti belajar  tsaqofah Islam sampai ajal menjemput,” tambahnya.
 
Dalam menjelaskan kualifikasi kedua yaitu berfikir, Irianti mengatakan,  maknanya memfungsikan akal untuk mengaplikasikan tsaqofah yang sudah dimiliki dalam memecahkan masalah kehidupan, sehingga tsaqofahnya connect dengan tantangan zaman, bukan sekedar ibadah ritual saja.
 
“Saat muamalah ribawi merajalela keluarga takwa harus bisa menghukumi bahwa itu terjadi karena tidak diterapkannya syariat Islam di bidang ekonomi,” ucapnya memberikan contoh.
 
Selain itu, Irianti juga menegaskan bahwa hukum halal dan haram harus senantiasa menjadi panduan dalam memutuskan penggunaan benda-benda.
 
“Poin ketiga tentang  benar dalam berkata, maknanya adalah menjadikan tsaqofah Islam sebagai satu-satunya standar dalam berkata benar. Selain standar Islam berarti standar hawa nafsu,” tandasnya seraya mengatakan orang tua mesti menjadi teladan bagi anak-anaknya dalam berkata benar, tidak boleh standar ganda atau berkhianat.
 
Mulia
 
Selain itu,  Irianti juga menjelaskan bahwa  setiap anggota keluarga hendaknya senantiasa menjaga ketakwaan, karena ketakwaan ini sangat menentukan posisi manusia di hadapan Allah Swt. Ia mengutip Al-Qur’an surat Al-Hujurat ayat 13  sebagai sandarannya.
 
“Kalau ada hal yang  semestinya menjadi pusat perhatian seluruh anggota keluarga sehingga seluruh energi dikerahkan untuk meraih itu, itulah takwa,” tukasnya.
 
Takwa, ucap Irianti, akan membuat keluarga dalam menjalani kehidupan penuh dengan kebaikan yaitu diberikan solusi dari setiap masalah yang dijumpai sebagaimana  janji Allah dalam surat Ath-Thalaq ayat 2.
 
“Selain kebaikan di dunia, keluarga takwa juga akan masuk surga bersama-sama   sebagaimana dijelaskan dalam surat Ath-Thuur ayat 21,” imbuhnya.
 
Terakhir Irianti menyampaikan bahwa membangun keluarga itu hendaknya bukan hanya di dunia saja tapi juga  sampai di akhirat. “Jadi membangun keluarga itu bukan hanya sehidup semati tapi juga sehidup sesurga,” pungkasnya. [] Sri Wahyuni

MR Kurnia: Keluarga Samawa Harus Menjadi Ahlu Al-Qur’an

Tinta Media - Cendekiawan Muslim Muhammad Rahmat Kurnia (MR Kurnia) mengingatkan bagi keluarga muslim yang bercita-cita ingin memiliki keluarga yang sakinah, mawaddah, warohmah (Samawa) harus menjadi ahlu Al-Qur'an.

“Sakinah turun dengan Al-Qur’an, artinya bahwa kalau kita bercita-cita ingin memiliki keluarga yang sakinah, mawaddah, warohmah satu hal yang tidak boleh lupa yaitu keluarga itu harus menjadi ahlu Al-Qur’an,” jelasnya dalam acara Teman Berbuka: Keluarga SAMAWA adalah keluarga yang ahlul Qur'an, di kanal Khilafah Channel Reborn, Senin (10/4/2023).

MR Kurnia mengutip sebuah hadist Rasulullah SAW diriwayatkan oleh Imam Muslim yang menjelaskan jika Al-Qur’an  dibaca dan dipelajari akan turun sakinah dan rohmah. “Bersabda  Rasulullah SAW, tidaklah berkumpul sekelompok orang di salah satu (diantara) rumah Allah, yang mereka itu membaca kitabullah (al-Qur’an), tilawah Al-Qur’an, mereka saling belajar (menderas), mengkaji, mendalami isi dari Al-Qur’an itu diantara mereka, kecuali akan turun sakinah kepada mereka. Dan akan diliputi (mereka itu) oleh rohmah. Dan akan dinaungi oleh malaikat. Dan allah akan menyebut nama-nama mereka disisinya yaitu di forum para malaikat,” ungkapnya.

Ia menambahkan, sakinah itu turun justru di dalam Al-Qur’an bersama dengan Al-Qur’an. “Hanya orang-orang yang dekat dengan Al-Qur’an, mempelajari Al-Qur’an, mengkaji Al-Qur’an, dan mengamalkan Al-Qur’an yang akan turun sakinah dan rohmah kepada mereka,” tambahnya.

Menurutnya, bukan hanya itu, malaikat rahmat akan turun kepada keluarga itu. “Dan jangan lupa meski tidak viral di mata dunia tapi dia akan viral di forum malaikat allah. Akan menyebut-nyebut nama mereka. Nama kelompok itu nama kaum tersebut. Termasuk tentu nama keluarga kita di forum malaikat,” pungkasnya.[] Amar Dani

Rabu, 21 Desember 2022

Krisis Hubungan Keluarga, Buah Sistem Sekuler Kapitalistik

Tinta Media - Kekerasan kini semakin marak terjadi di dalam keluarga. Beberapa waktu lalu seorang anak meracuni orang tua dan kakaknya dengan sianida dan arsenik sampai mati karena permasalahan utang. Ada juga kasus seorang ibu membunuh bayi yang baru dia lahirkan karena ribut dengan suaminya. Ada juga seorang anak yang menggugat orang tuanya di pengadilan karena warisan. Di tempat lain, seorang anak SMP memperkarakan ibunya ke kantor polisi karena dilarang pacaran, dan masih banyak lagi kasus yang lain. 

Itu semua menunjukkan bahwa Indonesia mengalami krisis hubungan keluarga, yang disebabkan oleh budaya hidup individualistik buah dari sistem sekuler kapitalistik.

Disfungsi Keluarga

Keluarga yang seharusnya menjadi tempat aman untuk berlindung dan penuh dengan kasih sayang, justru sebaliknya. Sistem sekuler telah merusak nilai-nilai keluarga, sehingga kian renggangnya hubungan antar anggota keluarga, suami dengan istri, anak dengan orang tua.

Antar anggota keluarga kurang dekat, komunikasi jarang dan sibuk dengan aktivitas masing-masing. Orang tua sibuk dengan pekerjaan mereka. Frekuensi bertemu dan mengobrol dengan anak bahkan dengan pasangan semakin berkurang, termasuk juga hubungan biologis suami istri semakin berkurang, ditambah penggunaan teknologi digital di rumah semakin menjadikan mereka akhirnya individualistik. Anak-anak dan pasangan akan terabaikan dan kurangnya ikatan emosional serta kasih sayang.

Solusi Islam

Islam mendorong setiap keluarga untuk menciptakan suasana yang sakinnah mawaddah dan rahmah (samara), seperti keluarga Rasulullah Saw.

Islam menempatkan setiap anggota keluarga dalam fungsi dan kewajibannya masing-masing secara benar dan sesuai fitrah, di antaranya para ayah atau suami sebagai pemimpin keluarga (kowwam) berkewajiban menanggung nafkah anggota keluarganya dengan makruf. 

Hal itu sesuai dengan Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 233, yang artinya:

“Kewajiban seorang ayah untuk memberi makan dan pakaian kepada para ibu secara layak. Seseorang tidak akan dibebani melainkan sesuai kemampuannya.” 
Para istri diwajibkan ta’at pada suami dan berperan sebagai ibu, serta pengatur rumah tangga. Ia akan menjadi madrasah pertama bagi pendidikan anak-anaknya. Setiap anak berkewajiban untuk berbakti pada orangt uanya serta memiliki adab dan akhlak terpuji.
Negara dalam Islam juga akan menjamin kebutuhan pokok setiap rakyatnya, menyediakan lapangan pekerjaan yang luas untuk setiap warga negara, menerapkan sistem ekonomi Islam, pendidikan Islam yang mencetak generasi berkepribadian Islam yang kuat, mengatur pertanian, industri dan sektor lainnya sesuai syariat Islam untuk kesejahteraan umatnya, sehingga terwujud keluarga-keluarga “Samara.”

Oleh: Evi
Pegiat Literasi dan Praktisi Pendidikan

Kamis, 15 Desember 2022

Visi Berkeluarga dalam Islam

Tinta Media - Sobat. Pernikahan Islami bukan hanya bertujuan untuk menghalalkan hubungan seksual, walaupun memang itu menjadi salah satu tujuannya sebagai konsekuensi dari pemenuhan kebutuhan biologis. Apa saja Tujuan Pernikahan dalam Islam?

1. Memperbanyak jumlah kaum muslimin dan memberikan kegembiraan di hati Rasulullah SAW. Baginda Rasulullah SAW bersabda hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Aisyah ra : “ Nikah adalah sunnahku. Maka barangsiapa yang tidak mengamalkan sunnahku, berarti dia bukan termasuk golonganku. Menikahlah kalian, karena sesungguhnya aku berharap memiliki jumlah umat yang banyak melalui kalian di antara umat-umat lainnya pada hari kiamat kelak.” (HR. Ibnu Majah).

2. Menjaga diri dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda,” Dan Pada kemaluan salah seorang dari kalian terdapat sedekah.” Mereka bertanya, “ Wahai Rasulullah, bagaimana bisa salah seorang dari kami memuaskan syahwatnya kemudian dia mendapatkan pahala?” Beliau menjawab, “ Tidakkah kalian lihat apabila dia menyalurkannya pada sesuatu yang haram bukankah dia mendapatkan dosa? Maka demikian pula apabila dia menyalurkannya pada sesuatu yang halal, dia akan mendapatkan pahala.”( HR. Muslim, an-Nasa’I, dan Ahmad ).

3. Membangun Generasi Muslim. Yaitu dalam berhubungan intim berniat untuk mendapatkan anak yang sholeh. Abul Hasan al-Mawardi mengatakan, “ Berniat ketika melakukan hubungan intim agar memperoleh anak dan berlindung kepada Allah dari godaan syetan yang terkutu. Juga berniat pada anak yang akan diperolehnya, semoga Allah memberinya anak yang taat beribadah kepada Allah dan menauhidkan-Nya. Semoga Allah menjadikan anaknya sebagai pemelihara kedamaian di tengah-tengah umat manusia, penegak kebenaran, penjaga kejujuran, bermanfaat bagi manusia lainnya dan meramaikan negeri-negeri. ( Nashihatul Muluk, Imam Mawardi)

4. Kelangsungan hidup umat Manusia. Rasulullah SAW menganjurkan agar memiliki banyak anak sebagai kemuliaan dan kekuatan bagi kaum muslimin. Bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah salah seorang dari kalian berhenti mengharap kehadiran anak. Sebab seseorang apabila meninggal dunia tanpa memiliki anak, namanya akan terlupakan.” (HR. Ath-Thabrani)

Sobat. Rasulullah Muhammad SAW sebagai Suami yang teladan dan panutan bagi umatnya. Meskipun Nabi banyak kewajiban dan kesibukan, tetapi semua itu tidak menghalanginya untuk tetap memperhatikan hak-hak para isterinya. Rasulullah Muhammad SAW adalah suami terbaik sepanjang sejarah umat manusia. Seorang suami yang adil, pendamping, setia, penyayang, lembut, dan murah hati. Beliau selalu berusaha menunjukkan cintanya kepada isteri-isterinya, serta menyatakannya.

Sobat. Nabi Muhammad SAW adalah sosok suami yang lembut, yang baik, pemaaf dan penyayang. Beliau menyeru agar orang lain agar berperilaku baik dan lembut. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Saád bin Abu Waqash ra beliau bersabda, “ Sesungguhnya apa saja yang engkau nafkahkan adalah sedekah, meskipun satu suapan yang engkau masukkan ke dalam mulut isterimu,” ( Muttafaq’alaih ). Artinya kalau ada seorang laki-laki yang menyuapkan makanan di mulut isterinya, maka hal itu merupakan suatu kebaikan dan termasuk sedekah yang akan diberi pahala.

Adapun Visi berkeluarga dalam dalam Islam :

1. Mewujudkan mawaddah wa rahmah, yakni terjalinnya cinta kasih dan tergapainya ketentraman hati (Lihat surat Ar Rûm[30]:21).
وَمِنۡ ءَايَٰتِهِۦٓ أَنۡ خَلَقَ لَكُم مِّنۡ أَنفُسِكُمۡ أَزۡوَٰجٗا لِّتَسۡكُنُوٓاْ إِلَيۡهَا وَجَعَلَ بَيۡنَكُم مَّوَدَّةٗ وَرَحۡمَةًۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَأٓيَٰتٖ لِّقَوۡمٖ يَتَفَكَّرُونَ  
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS. Ar-Rum (30) : 21 )

Sobat. Dalam ayat berikut ini diterangkan tanda-tanda kekuasaan Allah yaitu kehidupan bersama antara laki-laki dan perempuan dalam sebuah perkawinan. Manusia mengetahui bahwa mereka mempunyai perasaan tertentu terhadap jenis yang lain. Perasaan dan pikiran-pikiran itu ditimbulkan oleh daya tarik yang ada pada masing-masing mereka, yang menjadikan yang satu tertarik kepada yang lain, sehingga antara kedua jenis, laki-laki dan perempuan, itu terjalin hubungan yang wajar. Mereka melangkah maju dan berusaha agar perasaan-perasaan dan kecenderungan-kecenderungan antara laki-laki dengan perempuan tercapai. 
Puncak dari semuanya itu ialah terjadinya perkawinan antara laki-laki dengan perempuan. Dalam keadaan demikian, bagi laki-laki hanya istrinya perempuan yang paling baik, sedang bagi perempuan hanya suaminya laki-laki yang menarik hatinya. Masing-masing merasa tenteram hatinya dengan adanya pasangan itu. Semuanya itu merupakan modal yang paling berharga dalam membina rumah tangga bahagia. Dengan adanya rumah tangga yang berbahagia, jiwa dan pikiran menjadi tenteram, tubuh dan hati mereka menjadi tenang, kehidupan dan penghidupan menjadi mantap, kegairahan hidup akan timbul, dan ketenteraman bagi laki-laki dan perempuan secara menyeluruh akan tercapai.
Dialah yang menciptakan kamu dari jiwa yang satu (Adam) dan daripadanya Dia menciptakan pasangannya, agar dia merasa senang kepadanya. Maka setelah dicampurinya, (istrinya) mengandung kandungan yang ringan, dan teruslah dia merasa ringan (beberapa waktu). Kemudian ketika dia merasa berat, keduanya (suami istri) bermohon kepada Allah, Tuhan Mereka (seraya berkata), "Jika Engkau memberi kami anak yang saleh, tentulah kami akan selalu bersyukur." (al-A'raf/7: 189)

Khusus mengenai kata-kata mawaddah (rasa kasih) dan rahmah (sayang), Mujahid dan 'Ikrimah berpendapat bahwa yang pertama adalah sebagai ganti dari kata "nikah" (bersetubuh) dan yang kedua sebagai kata ganti "anak". Jadi menurut Mujahid dan 'Ikrimah, maksud ungkapan ayat "bahwa Dia menjadikan antara suami dan istri rasa kasih sayang" ialah adanya perkawinan sebagai yang disyariatkan Tuhan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan dari jenisnya sendiri, yaitu jenis manusia, akan terjadi persenggamaan yang menyebabkan adanya anak-anak dan keturunan. Persenggamaan merupakan suatu yang wajar dalam kehidupan manusia, sebagaimana adanya anak-anak yang merupakan suatu yang umum pula. 

Ada yang berpendapat bahwa mawaddah bagi anak muda, dan rahmah bagi orang tua. Ada pula yang menafsirkan bahwa mawaddah ialah rasa kasih sayang yang makin lama terasa makin kuat antara suami istri. Sehubungan dengan mawaddah itu Allah mengutuk kaum Lut yang melampiaskan nafsunya dengan melakukan homoseks, dan meninggalkan istri-istri mereka yang seharusnya menjadi tempat mereka melimpahkan rasa kasih sayang dan melakukan persenggamaan. Allah berfirman:
Dan kamu tinggalkan (perempuan) yang diciptakan Tuhan untuk menjadi istri-istri kamu? (asy-Syu'ara'/26: 166) 

Dalam ayat ini, Allah memberitahukan kepada kaum laki-laki bahwa "tempat tertentu" itu ada pada perempuan dan dijadikan untuk laki-laki. Dalam hadis diterangkan bahwa para istri semestinya melayani ajakan suaminya, kapan saja ia menghendaki, namun harus melihat kondisi masing-masing, baik dari segi kesehatan ataupun emosional. Dengan demikian, akan terjadi keharmonisan dalam rumah tangga.

Nabi saw bersabda: Demi Tuhan yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidak ada seseorang lelaki pun yang mengajak istrinya untuk bercampur, tetapi ia (istri) enggan, kecuali yang ada di langit akan marah kepada istri itu, sampai suaminya rida kepadanya. Dalam lafal yang lain, hadis ini berbunyi, "Apabila istri tidur meninggalkan ranjang suaminya maka malaikat-malaikat akan melaknatinya hingga ia berada di pagi hari. (Riwayat Muslim dari Abu Hurairah) 

Dalam ayat ini dan ayat-ayat yang lain, Allah menetapkan ketentuan-ketentuan hidup suami istri untuk mencapai kebahagiaan hidup, ketenteraman jiwa, dan kerukunan hidup berumah tangga. Apabila hal itu belum tercapai, mereka semestinya mengadakan introspeksi terhadap diri mereka sendiri, meneliti apa yang belum dapat mereka lakukan serta kesalahan-kesalahan yang telah mereka perbuat. Kemudian mereka menetapkan cara yang paling baik untuk berdamai dan memenuhi kekurangan tersebut sesuai dengan ketentuan-ketentuan Allah, sehingga tujuan perkawinan yang diharapkan itu tercapai, yaitu ketenangan, saling mencintai, dan kasih sayang.

Demikian agungnya perkawinan itu, dan rasa kasih sayang ditimbulkannya, sehingga ayat ini ditutup dengan menyatakan bahwa semuanya itu merupakan tanda-tanda kekuasaan dan kebesaran Allah bagi orang-orang yang mau menggunakan pikirannya.

Akan tetapi, sedikit sekali manusia yang mau mengingat kekuasaan Allah yang menciptakan pasangan bagi mereka dari jenis mereka sendiri (jenis manusia) dan menanamkan rasa cinta dan kasih sayang dalam jiwa mereka.

Suatu penelitian ilmiah menunjukkan bahwa setelah meneliti ribuan pasangan suami istri (pasutri) maka disimpulkan bahwa setelah diadakan korelasi, maka antara kedua pasangan tadi terdapat banyak kesamaan, baik secara psikologis maupun secara fisik. Maksud "jenis kamu sendiri" di sini adalah dari sisi psikis dan fisik yang sama sehingga mereka mempunyai kesamaan antara keduanya. Hanya dengan hidup bersama pasangan yang serasa akrab (familiar) dengannya, maka akan tumbuh perasaan mawaddah dan rahmah, kasih sayang dan perasaan cinta. Oleh karena itu, teman hidup harus dipilih dari jenis, kelompok fisik, dan kejiwaan yang mempunyai kemiripan yang serupa dengannya.

2. Melanjutkan keturunan dan menghindari dosa . Sebagaimana dijelaskan pada hadits yang dipaparkan pada paragraph awal artikel ini.

3. Mempererat silaturahim. 

4. Sebagai sarana dakwah (Lihat surat At Tahrîm[66]:6)

Allah SWT Berfirman :

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ قُوٓاْ أَنفُسَكُمۡ وَأَهۡلِيكُمۡ نَارٗا وَقُودُهَا ٱلنَّاسُ وَٱلۡحِجَارَةُ عَلَيۡهَا مَلَٰٓئِكَةٌ غِلَاظٞ شِدَادٞ لَّا يَعۡصُونَ ٱللَّهَ مَآ أَمَرَهُمۡ وَيَفۡعَلُونَ مَا يُؤۡمَرُونَ  

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At-Tahrim (66) : 6 )

Saydina Ali bin Abu Thalib ra menafsirkan firman Allah di atas adalah Ajarilah diri kalian dan keluarga kalian kebaikan ( yang sesuai dan dibenarkan oleh Islam ).

Sobat. Dalam ayat ini, Allah memerintahkan orang-orang yang beriman agar menjaga dirinya dari api neraka yang bahan bakarnya terdiri dari manusia dan batu, dengan taat dan patuh melaksanakan perintah Allah. Mereka juga diperintahkan untuk mengajarkan kepada keluarganya agar taat dan patuh kepada perintah Allah untuk menyelamatkan mereka dari api neraka. Keluarga merupakan amanat yang harus dipelihara kesejahteraannya baik jasmani maupun rohani.

Di antara cara menyelamatkan diri dari api neraka itu ialah mendirikan salat dan bersabar, sebagaimana firman Allah:
 
Dan perintahkanlah keluargamu melaksanakan salat dan sabar dalam mengerjakannya. (thaha/20: 132)
 
Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu (Muhammad) yang terdekat. (asy-Syu'ara'/26: 214)

Diriwayatkan bahwa ketika ayat ke-6 ini turun, 'Umar berkata, "Wahai Rasulullah, kami sudah menjaga diri kami, dan bagaimana menjaga keluarga kami?" Rasulullah saw menjawab, "Larang mereka mengerjakan apa yang kamu dilarang mengerjakannya dan perintahkan mereka melakukan apa yang diperintahkan Allah kepadamu. Begitulah caranya menyelamatkan mereka dari api neraka. Neraka itu dijaga oleh malaikat yang kasar dan keras yang pemimpinnya berjumlah sembilan belas malaikat. Mereka diberi kewenangan mengadakan penyiksaan di dalam neraka. Mereka adalah para malaikat yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan-Nya.

5. Menggapai mardhatillâh (ridha Allah) dan masuk sorga bersama (az-Zukhruf:70)

Allah berfirman :

ٱدۡخُلُواْ ٱلۡجَنَّةَ أَنتُمۡ وَأَزۡوَٰجُكُمۡ تُحۡبَرُونَ  

“Masuklah kamu ke dalam surga, kamu dan isteri-isteri kamu digembirakan". ( QS. Ad-Zukhruf (43) : 70 ).

 Sobat. Kemudian terdengar pula seruan berikutnya, "Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kamu dan istri-istrimu ke dalam surga yang telah dijanjikan kepadamu dahulu, bersenang-senang dan bersuka-rialah di dalamnya menikmati karunia Allah yang telah dilimpahkan kepada kamu semua. Karena Allah memuliakan mereka dengan memasukkan ke dalam surga.
Dalam ayat yang lain, diterangkan bahwa orang-orang yang beriman beserta istri dan anak cucu mereka yang beriman akan ditinggikan derajatnya di dalam surga, seperti derajat bapak-bapak mereka yang mantap dan kuat imannya. Allah berfirman:
 
Dan orang-orang yang beriman, beserta anak cucu mereka yang mengikuti mereka dalam keimanan, Kami pertemukan mereka dengan anak cucu mereka (di dalam surga), dan Kami tidak mengurangi sedikit pun pahala amal (kebajikan) mereka. Setiap orang terikat dengan apa yang dikerjakannya. (ath-thur/52: 21)

( DR. Nasrul Syarif, M.Si. Penulis Buku Gizi Spiritual. Dosen Pascasarjana IAI Tribakti Lirboyo. Wakil Ketua Komnas Pendidikan Jawa Timur )

Jumat, 09 Desember 2022

Anak SMP Laporkan Ibunya Ke Polisi, Pakar Parenting: Indonesia Krisis Nilai-Nilai Keluarga

Tinta Media - Menanggapi kasus pelaporan seorang anak SMP yang memperkarakan ibunya ke kantor polisi gegara tak terima dimarahi karena ketahuan pacaran kelewat batas, Pakar Parenting Iwan Januar mengungkapkan, Indonesia sedang mengalami krisis nilai-nilai keluarga.

"Indonesia sedang mengalami krisis nilai-nilai keluarga. Sederet kasus yang sering terjadi di masyarakat menunjukkan Indonesia sedang alami disharmonisasi dan disfungsi nilai-nilai keluarga, " tuturnya dalam wawancara dengan Tinta Media, Selasa (6/12/2022).

Ia memaparkan keluarga yang seharusnya menjadi salah satu benteng perlindungan bagi individu, justru menjadi tidak aman karena tengah meluncur deras ke jurang dehumanisasi. "Di antara dampak rusaknya nilai-nilai keluarga adalah kian renggangnya hubungan anak dengan orang tua. Hubungan yang harusnya penuh kasih sayang seringkali berganti menjadi saling tidak peduli bahkan bermusuhan," jelasnya.

Iwan menambahkan bahwa beberapa kali kita membaca pemberitaan konflik dan kekerasan orang tua terhadap anak. Rumah bukan lagi menjadi tempat  yang aman untuk anak-anak, karena tidak sedikit orang tua berlaku kasar baik secara verbal maupun fisik pada anak mereka. 

“Survei Kekerasan Terhadap Anak Indonesia 2013” dari Kementerian Sosial menunjukkan 73,7 persen anak Indonesia mengalami kekerasan di rumahnya sendiri," paparnya.

Akar Masalah

Ia pun mengungkap bahwa faktor penyebab rusaknya hubungan anak dengan orang tua adalah berkembangnya sikap individualistik. "Orang tua kehilangan kepedulian pada anak karena sibuk dengan pekerjaan atau aktivitas pribadi. Kondisi ini akhirnya membuat ikatan emosional anak dengan orang tua menipis, sehingga anak pun ikutan menjauh," imbuhnya.

Hubungan yang individualistik ini, lanjutnya, membuat anak merasa tidak membutuhkan lagi orang tua secara utuh. "Ia menganggap orang tua sebagai orang asing. Kadang kala sikap keras pada anak adalah cara mereka ‘balas dendam’ pada orang tua yang kerap mengabaikan anak," tambahnya.

"Sehingga pada titik tertentu, anak-anak akan tega melakukan kekerasan bahkan pembunuhan pada kedua orang tuanya," sesalnya.

Menurutnya, ada perilaku lain yang merusak hubungan orang tua dan anak adalah budaya hedonisme, menciptakan kepuasan materi. Anak-anak dimanjakan dengan fasilitas oleh orang tua. Tak ada permintaan anak yang tak dikabulkan. "Anak-anak yang tumbuh dalam suasana ini merasa bahwa pemberian materi adalah simbol kasih sayang. Materi adalah ukuran kasih sayang. Semakin besar pemberian materi, semakin besar penilaian terhadap kasih sayang," tegasnya.

Iwan menguraikan adanya budaya hedonisme ini berpotensi menciptakan konflik antar anggota keluarga, termasuk anak dengan orang tua, karena ketidakpuasan akan materi. "Kondisi inilah yang terjadi belakangan; perebutan harta waris antar saudara kandung, atau anak menggugat warisan dari orang tua. Bahkan sampai terjadi kekerasan dan pembunuhan," ungkapnya.

Solusi 

Iwan menekankan bahwa persoalan yang membelit keluarga di tanah air tidaklah sederhana, semua berkaitan dengan tatanan nilai yang berlaku. Terbukti di negara-negara yang juga menerapkan nilai-nilai sekulerisme-liberalisme yang melahirkan sikap individualistik dan hedonis juga mengalami kondisi serupa, bahkan lebih parah. "Di AS, 90 persen anak menyaksikan kekerasan domestik. Lalu pada tahun 2020, ada 618,399 anak menjadi korban kekerasan," ungkapnya.

Menurutnya, disharmonisasi dalam keluarga, termasuk konflik anak dengan orang tua, tidaklah sederhana. Bukan sekedar persoalan domestik, atau perilaku pribadi tertentu. "Semua bersumber dari peradaban yang berlaku saat ini. Maka solusinya bukan sekedar memberikan perlindungan pada anak atau perempuan, tapi harus melindungi juga keluarga dan masyarakat," tegasnya.

"Solusi seperti itu hanya bisa dilakukan dengan membangun peradaban baru yang lebih sehat dan aman, dan itu hanyalah Islam," pungkasnya. [] Nita Savitri

Senin, 05 Desember 2022

Ustaz Iwan Ungkap Penyebab Kekerasan dalam Keluarga

Tinta Media - Pakar Parenting Islam Ustaz Iwan Januar mengungkap penyebab terjadinya kekerasan dalam keluarga.

"Banyaknya kekerasan dalam keluarga menunjukkan bahwa Indonesia mengalami krisis hubungan keluarga. Krisis hubungan keluarga penyebabnya adalah budaya hidup individualistik buah dari sistem sekuler," tuturnya dalam rubrik Jendela Keluarga Muslim: Mengapa Banyak Terjadi Kekerasan dalam Rumah Tangga? melalui kanal Youtube Peradaban Islam ID, Jumat (2/12/2022).

Menurutnya, banyaknya kekerasan dalam keluarga yang terjadi di Indonesia, seperti ada seorang anak meracuni orangtua dan kakaknya dengan sianida dan arsenik sampai mati karena masalah utang, seorang ibu yang membunuh bayi yang baru dilahirkannya karena cekcok dengan suaminya, seorang anak yang menggugat orangtuanya di pengadilan karena warisan, itu semua menunjukkan bahwa Indonesia ini mengalami krisis hubungan keluarga.

"Antara anggota keluarga kurang kedekatan, komunikasi dan sibuk dengan aktivitas masing-masing. Orang tua sibuk dengan pekerjaan mereka, frekuensi bertemu dan ngobrol dengan anak bahkan dengan
pasangan semakin berkurang, termasuk juga
hubungan biologis suami istri semakin berkurang, ditambah penggunaan teknologi digital di rumah semakin menjadikan
mereka akhirnya individualistik," ujarnya.

Anak-anak dan pasangan akan terabaikan dan kurang ikatan emosional, "Jangan harap orang tua bisa mendapatkan balasan perhatian, sikap hormat dan kasih sayang dari anak kalau mereka sendiri juga memperlakukan sama," terangnya.

Solusi

Ustaz Iwan mengatakan, Islam mendorong setiap keluarga untuk menciptakan suasana keluarga yang baik. "Seperti hubungan Nabi Yusuf dengan ayahnya, hubungan Nabi Ibrahim dengan putranya Ismail a.s. digambarkan dengan hubungan yang positif," tuturnya.

Kemudian dalam Islam, lanjutnya, para ayah atau para suami berkewajiban menanggung nafkah anggota keluarganya. "Di dalam Al-Qur'an dan hadits, banyak menyebutkan tentang kewajiban ayah memberikan nafkah pada keluarga," ungkapnya.

"Seorang muslim dalam kehidupan keluarga harus menunjukkan dan mencukupkan kasih sayang untuk anak-anak dan keluarganya," imbuhnya. 

Ustaz Iwan mencontohkan, Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam tidak sungkan menggendong cucunya ketika dalam keadaan salat. "Mencium cucunya dan memberikan hadiah pakaian untuk anak perempuan," pungkasnya.[] Evi

Selasa, 29 November 2022

9 Simpul Moderasi Beragama Berbasis Keluarga Dinilai Abstrak dan Tidak Solutif

Tinta Media - Konferensi Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) yang menghasilkan sembilan Simpul Moderasi Beragama Berbasis Keluarga, menurut Pemerhati Keluarga dan Generasi Ustazah Reta Fajriah, abstrak dan tidak solutif.

“Simpul Moderasi Beragama Berbasis Keluarga yang dirumuskan KUPI tidak memberikan solusi yang jelas. Selain itu, antar simpul ada yang tidak nyambung dan terlihat abstrak,” tuturnya dalam rubrik Kuntum Khaira Ummah: Mewaspadai Konsep Moderasi yang Menyasar Keluarga Muslim (Bagian 2) di kanal Youtube Muslimah Media Center pada Rabu (23/11/2022). 

Pada bagian pertama, ustazah Reta menyampaikan empat simpul yakni Islam, Tauhid, Khalifah, dan Maslahah. “Simpul Islam dimaknai sebagaimana bahasa artinya berserah diri, sedangkan simpul Tauhid adalah penyembahan kepada Allah SWT namun tidak boleh ada di antara sesama hamba Allah atau mahluknya ada diskriminasi  atau ketidakadilan,” urainya.

"Simpul yang ketiga adalah Khalifah dengan makna setiap individu bisa menjadi pemimpin yang akan membawa kepada kedamaian, keselamatan, dan kesejahteraan. Sedangkan simpul yang keempat adalah Maslahah kepada individu, keluarga, masyarakat, atau kepada alam semesta," lanjutnya.

Di bagian kedua ini, ustazah Reta menyampaikan simpul kelima hingga kesembilan adalah Wathoniyah, Pelayanan, Sakinah, Tarbiyah, dan terakhir Kaffah. Ia menjabarkan lebih lanjut bahwa simpul Wathonyah adalah ketanah-airan atau kebangsaan. “Wathoniyah ini masih terkait dengan kepemimpinan Khalifah yang dibahas dalam simpul sebelumnya itu berbasis kepada tanah air. Secara alami di sinilah setiap orang itu berpijak dan juga harus sesuai dengan kesepakatan para pendiri bangsa,” tambahnya.

Menurutnya, konsep Khilafah dalam makna kebangsaan agak dipaksakan serta tidak mempunyai dalil dan dasarnya tidak jelas. “Realitas konsep kepemimpinan dalam Islam di masa Rasulullah Saw., para sahabat, dan Khulafaur Rasyidin tidak dibatasi adanya bangsa-bangsa tertentu. Bahkan kepemimpinan Rasul dan para sahabat itu terus meluas hingga melewati batas benua, bangsa, asal-usul, maupun warna kulit,” tegasnya.

Berlanjut ke simpul keenam adalah Pelayanan. “Pelayanan dalam hal ini diwakilkan atau direpresentasikan oleh KUA. Pihak KUA diharapkan yang akan mensosialisasikan simpul-simpul sebelumnya di tengah masyarakat,” jelasnya.

Masih terkait dengan simpul keenam, simpul ketujuh adalah Sakinah. “Sakinah dengan harapan pihak KUA yang secara praktis akan membimbing masyarakat menuju keluarga yang sakinah yaitu keluarga yang mengimplementasikan sembilan nilai atau simpul Moderasi Beragama Berbasis Keluarga,” tambahnya. 

Dua simpul terakhir adalah Tarbiyah dan Kaffah. “Tarbiyah bentuk nyatanya memberikan bantuan kepada masyarakat dalam bentuk bimbingan pranikah. Sedangkan Kaffah artinya diharapkan setelah semua simpul terimplementasi akan terwujud bangunan keluarga yang individu-individunya soleh maupun solehah,” ujarnya.

Tak Ada Kolerasi

Ustazah Reta mengkritisi lebih lanjut bahwa konsep yang ditawarkan dalam simpul Moderasi Beragama Berbasis Keluarga adalah konsep abstrak dan tidak memiliki korelasi terhadap solusi atas persoalan-persoalan yang ada. “Bullying, tawuran, narkoba, HIV, gaul bebas, dan lain lain dari nilai-nilai atau simpul-simpul tersebut belum terlihat ada korelasi serta tidak nampak berisi seperangkat aturan yang benar-benar sebagai solusi,” kritiknya.

Menurutnya, nilai atau simpul ini sangat berbeda dengan aturan dan solusi yang dimiliki Islam. “Islam memiliki seperangkat aturan yang akan menjaga individu, keluarga, dan masyarakat tetap dalam batasan-batasan aturan yang jelas. Bagi pelaku pelanggaran akan dibei sanksi,” jelasnya.

Terakhir, ustazah Reta memberikan memberikan nasihat kepada keluarga muslim dan seluruh kaum muslimin  agar selayaknya mempunyai daya sikap kritis sehingga mampu mencerna setiap konsep dan landasan yang mendasarinya dari pemikiran-pemikiran yang ditawarkan. 

“Kita berharap ada solusi atas problem yang sudah sangat berat dalam menghadapi persoalan generasi dan pendidikan yang karut-marut. Konsep yang berlandaskan Islam lah satu-satunya yang akan menjadi solusi tuntas,” pungkasnya.[] Erlina YD

Selasa, 09 Agustus 2022

98 Ribu Lebih Pasutri Jabar Cerai, Ustaz Iwan: Indonesia Krisis Keluarga

Tinta Media - Tingginya angka perceraian di Indonesia, khususnya di Jawa Barat (Jabar) yang mencapai 98.088 kasus pada 2021 dan tertinggi dalam tiga tahun terakhir, dinilai Pakar Parenting Islam Ustaz Iwan Januar menggambarkan negeri ini sedang mengalami krisis keluarga.

"Tingginya angka perceraian bukan saja di Jawa Barat, tapi secara nasional, memang tinggi. Ini gambaran kalau Indonesia sedang alami krisis keluarga. Rapuh betul ikatan pernikahan yang ada di masyarakat," tuturnya kepada Tinta Media, Kamis (4/8/2022).

Ustaz Iwan mengatakan, belum lagi kalau mau disandingkan dengan angka KDRT, penelantaran keluarga oleh suami atau istri. "Status mereka masih dalam pernikahan tapi alami disfungsi keluarga dan disharmonisasi," katanya. 

Menurutnya, perceraian ini berdampak serius terhadap anggota keluarga, terutama anak-anak. "Angka kemiskinan bertambah, anak-anak alami broken home dan tak sedikit yang terlantar," ujarnya.

Ia menilai ada dua penyebab utama dari perceraian. Pertama, banyak pasangan menikah tidak membekali diri dengan ilmu agama dan tidak mau belajar. "Ditambah lagi budaya hedonisme seperti shopaholic, perselingkuhan, dan tekanan ekonomi," ungkapnya. 

Kedua, negara abai mengurus masyarakat khususnya menjaga ketahanan keluarga. "Ini disebabkan negara kita berprinsip keluarga adalah urusan privat, jadi negara tidak perlu mengurus," tuturnya. 

Lebih lanjut, kata Ustaz Iwan, negara juga tidak membangun ketahanan ekonomi dan sosial masyarakat, khususnya keluarga. "Dalam ekonomi, rakyat dibiarkan berjuang nafkahi keluarga. Sementara negara malah senang mensubsidi konglomerat hitam," ungkapnya. 

Kehidupan sosial masyarakat, menurutnya, juga tidak dijaga dari budaya hedonisme. "Akhirnya ini menggerogoti kehidupan keluarga di tanah air," katanya. 

Ia melihat, angka perceraian ini akan terus naik bila kondisi tidak berubah. "Oleh sebab itu, nasyarakat butuh penerapan syariat Islam untuk melindungi dan menjaga kekuatan keluarga," pungkasnya.[] Achmad Mu'it

Minggu, 03 April 2022

Ustaz Abu Zaid: Allah Ciptakan Manusia Hanya Dua Jenis

https://drive.google.com/uc?export=view&id=156q5pyVJfp8Bv1UFnBh8XxrMsE-5vguc

Tinta Media - Ulama, Trainer, dan Motivator Keluarga Samara Ustaz Abu Zaid menyatakan Allah SWT menciptakan manusia hanya dua jenis kelamin yaitu laki-laki dan perempuan sesuai dengan fungsi dan perannya.

“Allah SWT menciptakan manusia hanya dua jenis kelamin yaitu laki-laki dan perempuan sesuai dengan fungsi dan juga perannya,” tuturnya dalam Kajian Malam (Kalam) – Kajian Keluarga Samara: Allah Hanya Menjadikan Laki-laki dan Perempuan, Rabu (30/3/2022) di kanal Youtube Kaffah Channel.

Ia menerangkan Allah telah menciptakan manusia, laki-laki dan perempuan, dipersiapkan dengan perannya masing-masing dalam kekhususannya.

“Allah ciptakan perempuan jadi istri, jadi ibu dengan peran khusus, hamil, menyusui, mendidik anak pertama kali sampai anak itu mandiri. Itu tugas perempuan. Perempuan diberi peran dalam melakukan aktivitas-aktivitas khusus perempuan,” terangnya.

Begitu pula dengan peran laki-laki dengan aktivitas khususnya, menurutnya, peran yang membutuhkan kerja keras, tenaga besar itu diberikan kepada laki-laki, kepala keluarga, penanggung jawab nafkah keluarga, itu sudah dibagi sedemikian rupa oleh Allah SWT.

Menurutnya, penting sekali mendidik anak itu sebagai laki-laki dengan perannya laki-laki dan fungsi sosial (gender)nya pun laki-laki. Demikian pula anak perempuan harus memainkan peran gender perempuan.

“Dalam Islam anak laki-laki harus memainkan peran gendernya laki-laki, begitu pula anak perempuan harus memainkan peran gender perempuan, jadi istri, ibu, dan seterusnya. Sementara laki-laki jadi suami, bapak, dan peran sosialnya sebagai laki-laki. Ini penting sekali,” tuturnya.

Allah Subhanahu Wa Ta’alla berfirman, artinya: “Wahai kalian manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan. Dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal,” (QS al-Hujurat:13).

Ia mengatakan, dalam surat al Hujurat ayat 13 ini Allah sudah menegaskan bahwa Allah menciptakan kamu (manusia) dari laki-laki dan perempuan.

Di dalam Quran Surat An-Nisa ayat 1, Allah SWT berfirman: “Allah menciptakan dari adam itu hawa kemudian Allah menciptakan dari adam dan hawa itu laki-laki dan perempuan yang banyak.” Ia mengungkapkan dalil ini merupakan pemahaman yang penting untuk diterapkan dalam pendidikan ke anak-anak.

Ia menjelaskan bahwa diciptakan laki-laki dan perempuan itu supaya menikah menjadi suami istri dan mempunyai anak. Sebagaimana firman Allah SWT, artinya: “Dia menciptakan kamu dari diri yang satu (adam) dan darinya Dia menciptakan istrinya agar dia merasa senang kepadanya maka setelah dicampurinya, istrinya itu mengandung kandungan yang ringan dan teruslah merasa ringan dalam beberapa waktu. Kemudian tatkala merasa berat, keduanya suami istri, berdoa kepada Allah, kepada Tuhannya seraya berkata: “Sesungguhnya jika Engkau memberi kami anak yang sempurna tentunya kami termasuk orang-orang yang bersyukur,” (QS Al-Araf: 189).

“Dengan begitu tujuan Allah untuk mengatur dunia ini dengan manusia sebagai khalifah untuk melaksanakan syariat Allah itu akan tercapai keberlangsungan hidup manusia,” ujarnya.

Pertentangan Jenis Kelamin dan Gender

Menurutnya, dunia sekarang lagi kacau tentang persoalan jenis kelamin, maraknya LGBT dan lain-lain telah mempengaruhi umat Islam. Ada dua hal yang dipertentangkan sekarang ini, yaitu jenis kelamin dan gender.

“Sekarang ada pertentangan antara jenis kelamin yang bersifat fisik, dan gender yang sifatnya terkait status kondisi sosial,” ucapnya.

Akibatnya sekarang marak laki-laki dioperasi kelamin seperti perempuan atau sebaliknya, perempuan dioperasi menjadi laki-laki. Bahkan ada yang tidak jelas, fisiknya tampak dari luar laki-laki tapi ternyata perempuan. Ada yang tampak luarnya perempuan ternyata laki-laki. “Hal ini dipengaruhi oleh liberalisme yang menjadikan manusia itu boleh mengubah jenis kelaminnya,” ujarnya.

Ia mengungkapkan bahwa Allah SWT telah mengatur peran-peran laki-laki dan perempuan dengan syariat. Kemudian dijungkir-balikan oleh sistem yang ada sekarang sehingga kehidupan manusia menjadi rusak. Berbagai pelanggaran yang menyalahi fitrah manusia dilakukan oleh Barat atau lebih tepatnya adalah ideologi sekuler-kapitalisme yang berdasarkan sekularisme.

“Sekularisme menjadikan manusia mengatur kehidupannya sesuka hati sehingga muncul ide aneh seperti misalnya LGBT, child free, seks bebas, atau di Jepang ada fenomena laki-laki dan perempuan muda tidak menganut seks bebas, tidak juga menganut menikah, angkanya sampai puluhan persen mereka itu tidak punya pasangan,” ungkapnya

Ia mengkritisi pemikiran dari seorang psikolog Selandia Baru bahwa antara gender dan jenis kelamin dipisah, dibedakan. Di mana jenis kelamin terkait dengan fisik seseorang, sementara gender terkait fungsi sosial. Akhirnya kacau.

“Seperti berita yang lalu, seorang perempuan Inggris ingin hamil tapi tidak punya suami, dia beli sperma online, kemudian beli alat suntiknya, dan menyuntikkannya sendiri, lalu hamil dan punya anak. Gimana kalau jadi begini? Kacau sekali kehidupan ini, bapaknya siapa? Siapa nanti yang bertanggung jawab? Perwaliannya bagaimana? Nasabnya bagaimana?” kritiknya.

Oleh karena itu ia mengatakan di dalam Islam, setiap anak yang lahir itu dipastikan nasabnya jelas makanya harus menikah. “Satu-satunya hubungan yang halal laki-laki dan perempuan itu di dalam Islam adalah dengan pernikahan,” katanya.

Ia mengungkapkan penting sekali kita didik anak itu sebagai laki-laki dengan peran laki-laki. Jadi secara jenis kelamin dan gendernya satu.

“Di dalam Islam secara gender dan jenis kelamin itu sama. Seorang laki-laki, jenis kelaminnya memang laki-laki dan secara sosial dia berlaku, bertingkah laku, berperan misal sebagai suami, peran suami sebagai pemimpin. Dia memang laki-laki,” pungkasnya. [] Ageng Kartika

Rabu, 23 Maret 2022

Ustaz Iwan Januar: Tidak Pantas Istri Tak Puas terhadap Nafkah Makruf Suami

https://drive.google.com/uc?export=view&id=12MikYXd4crkMqUNu7cb8MM24kQ9r-Mo5

Tinta Media - Islamic Super Parent Inspirator Ustaz Iwan Januar menyatakan, tidak pantas bagi seorang istri tidak merasa puas setelah suami memberi nafkah secara makruf.

“Sekiranya seorang suami sudah berusaha memberikan nafkah secara makruf menurut apa yang dia bisa, maka ini sebenarnya tidak pantas bagi seorang istri tidak merasa cukup, tidak merasa puas,” tuturnya dalam Kajian Jendela Keluarga Muslim: Dilema Istri Tak Puas, Jumat (18/3/2022) di kanal Youtube Peradaban Islam ID.

Ia menilai andaikata istri tidak merasa puas bukan karena suami ini belum makruf tapi karena suami sudah memberikan nafkah tapi istri tidak merasa cukup dengan uang belanja dari suami. Maka ini ada problem dalam kehidupan sang istri.

“Berarti, dia (istri) merasa nafkah itu harus sesuai keinginan istri. Padahal ada kalanya suami memberikan, atau menahan, menyimpan dulu karena ada kepentingan yang lebih besar. Seorang suami yang sudah berusaha mencukupi maka istri harus merasa cukup, merasa puas,” ujarnya.

Menurutnya, kondisi ini rawan terjadi konflik antara suami istridan rawan anak-anak jadi korban kekerasan, dan juga rawan macam-macam.

Ia memaparkan persoalan rumah tangga itu ketika istri merasa tidak cukup, merasa tidak puas dengan apa yang diberikan oleh suami. Padahal batasan suami memberi nafkah kepada istri itu adalah pertama, secara makruf dan kedua, berdasarkan pada kemampuan yang bisa diberikan untuk keluarganya.

“Karena mungkin istri merasa apa yang diberikan suami ini belum dikategorikan makruf, dikategorikan layak dibandingkan dengan orang lain misalnya,” paparnya.

Dalam Al Qur’an surat At-Thalaq ayat 7 Allah berfirman, “Barang siapa yang Allah sempitkan rezekinya, siapa yang sedang disusahkan Allah sebagai ujian. Hendaklah dia (suami) memberikan belanja nafkah kepada keluarganya dari apa-apa yang Allah berikan kepada dia.”Ustaz Iwan mengingatkan kepada para istri akan ayat ini. “Allah saja tidak menuntut, membebani seorang suami memberikan nafkah di luar kemampuannya. Karena ada hal merupakan qodarullah rezeki Allah Yang Maha Mengatur,” katanya.

Menurutnya, istri yang tidak merasa puas bisa dikarenakan dorongan nafsu, kurangnya rasa bersyukur kepada apa yang diberikan suami kepadanya. “Ada kalanya suami istri itu diberi lebih kecukupan, ada yang diberikan ujian kekurangan maka harus ingat, ini salah satu ujian dari Allah SWT dalam urusan nafkah, kemudian saling memotivasi,” ujarnya.

Ia mengingatkan perkataan Nabi SAW tentang perempuan yang kurang bersyukur kepada suami dan tidak pernah merasa cukup. Dalam hadis Imam An-Nasa’i, Nabi bersabda, “Allah tidak akan melihat di hari kiamat kepada wanita yang tidak bersyukur terhadap suaminya.”

Ia menuturkan, suami yang sudah bekerja, memberikan nafkah, menjaga, melimpahkan cinta kasih sayang tapi ada juga seorang perempuan yang tidak merasa cukup, tidak merasa puas. “Apa kata Nabi SAW bahwa Allah tidak akan melihatnya di yaumil akhir, naudzubillahimindzalik,” tuturnya.

Ia menegaskan, seorang istri yang tidak merasa puas merupakan kondisi tidak wajar karena istri telah dipenuhi nafkahnya oleh suami. Apalagi jika istri membanding-bandingkan dengan orang lain maka ia mengingatkan kembali hadis Nabi di atas.
“Jangan berpikir suami keluar rumah untuk bersantai-santai tapi bekerja mencari nafkah, kalau ada istri yang merasa tidak cukup juga, hati-hati bisa menggerogoti sikap syukur pada suaminya,” tegasnya.

Menurutnya, ketika istri merasa tidak puas terhadap apa yang telah diberikan oleh suaminya secara makruf dapat menggerogoti rasa syukur yang dipengaruhi oleh hasad dan nafsu duniawi yang tidak pernah ada batasnya.

“Rasa syukur istri itu digerogoti oleh hasad, hawa nafsu duniawi yang tidak pernah ada batasnya sehingga merasa tidak puas,” pungkasnya. [] Ageng Kartika
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab