Tinta Media: Kelaparan Papua
Tampilkan postingan dengan label Kelaparan Papua. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kelaparan Papua. Tampilkan semua postingan

Minggu, 13 Agustus 2023

Ironis, Kelaparan di Papua di Tengah Melimpahnya SDA

Bukan lautan hanya kolam susu, kail dan jala cukup menghidupimu. Tiada badai tiada topan kau temui, ikan dan udang menghampiri dirimu. Orang bilang tanah kita tanah surga, tongkat kayu dan batu jadi tanaman”.

Tinta Media - Penggalan lirik lagu lama ciptaan Koes Plus ini cukup memberikan gambaran betapa melimpahnya Sumber Daya Alam (SDA) yang dimiliki negeri ini. Seharusnya, semua itu bisa menyejahterakan seluruh rakyat. Namun ironisnya, masalah kemiskinan, kelaparan, gizi buruk, dan lainya masih menjadi problem besar di negeri ini. 

Seperti kasus kelaparan di Papua Tengah yang dipicu oleh bencana kekeringan akibat kemarau panjang. Peristiwa ini telah memakan korban, yaitu enam orang meninggal, satu di antaranya anak-anak. Sebelumnya, para korban meninggal mengalami gejala lemas, diare, panas dalam, dan sakit kepala (amp.kompas.com, 30/7/2023).

Bahkan, ada seorang ibu hamil yang terpaksa melahirkan bayinya secara prematur akibat kelelahan saat mencari makan, hingga menyebabkan bayi tersebut meninggal sesaat setelah dilahirkan.

Sementara itu, menurut data Kementerian Sosial, ada sekitar 7.500 jiwa yang mengalami dampak akibat kekeringan dan kelaparan akibat gagal panen.

Padahal, Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) telah menginformasikan bahwa kondisi kekeringan akan terjadi sampai dua bulan ke depan. 

BMG juga mengklaim telah memberitahu pemerintah sejak maret 2023 mengenai kondisi ini. Tujuannya adalah agar pemerintah daerah bisa mengantisipasi dampak yang terjadi akibat kekeringan.

Sedangkan pihak pemberi bantuan untuk rakyat Papua menyatakan sempat mengalami kendala untuk menyalurkan bantuan karena faktor keamanan dan akses (kompas.com, 27/7/2023).

Wilayah bencana, yakni Distrik Lambawi dan Distrik Agandume hanya bisa dijangkau dengan jalan kaki dari Distrik Sinak. 

Sebenarnya ada cara lain untuk menyalurkan bantuan, yaitu melalui jalur udara atau penerbangan. Namun, penyalur bantuan kesulitan mendapatkan layanan penerbangan lantaran faktor ancaman dari KKB, karena wilayah itu masuk dalam kawasan pelintasan KKB (viva.co.id, 30/7/2023).

Miris, kelaparan yang terjadi hingga menyebabkan hilangnya nyawa rakyat terjadi di Papua yang terkenal dengan sumber kekayaan alam yang melimpah. Kementrian Energi Dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat jumlah cadangan emas terbesar di Papua, yakni sebesar 52% dari seluruh total cadangan emas Indonesia. Selain itu, Papua juga memiliki sebanyak 1,76 juta ton biji dan 1.875 juta ton biji untuk cadangan perak (cnbcindonesia.com,17/7/2021).

Kasus ini sungguh menggambarkan ketimpangan pembangunan di wilayah Papua yang sejatinya memiliki kekayaan alam melimpah dan gagalnya pemerintah dalam melaksanakan visi atau tugas negara dalam melindungi segenap raktyat, apalagi negara kita telah merdeka selama 78 tahun.

Akar Masalah

Pemilihan sistem politik dan ekonomi yang tidak tepat, sungguh akan berakibat fatal bagi kehidupan rakyat. Saat ini, negara kita masih menerapkan sistem politik demokrasi dan sistem ekonomi kapitalisme yang menghendaki negara untuk tidak ikut campur dalam mengatur kepemilikan sumber daya alam. Tugas negara hanyalah sebagai pembuat kebijakan (regulator) yang justru memuluskan para korporat untuk menguasai SDA yang seharusnya menjadi milik rakyat. 

Privatisasi SDA inilah yang menyebabkan terjadinya kemiskinan sistemik yang menimpa rakyat negeri ini, seperti rakyat Papua yang kehidupannya makin terpuruk. Kapitalisasi SDA dan segala bentuk pelayanan oleh pihak swasta, mengakibatkan kesenjangan yang makin menganga antara rakyat dan para pemilik modal. 

Di sisi lain, politik demokrasi yang mahal, meniscayakan para pemilik modal semakin mudah mengendalikan kebijakan pemerintah.

Islam Kaffah Solusi Tuntas

Dalam pandangan Islam, hilangnya nyawa seorang muslim itu lebih besar perkaranya daripada hilangnya dunia dan seisinya. Untuk itu, persoalan kelaparan yang terjadi di Papua akan selesai jika rakyat hidup dalam naungan sistem Islam. Hal ini karena sistem Islam akan menjamin kesejahteraan dan keamanan yang merupakan tanggung jawab negara. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw. 

“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR. Al-Bukhori).

Negara dalam Islam (Khilafah) akan menerapkan konsep kepemilikan Islam. Sumber daya alam yang menguasai hajat publik dan memiliki deposit terus mengalir akan menjadi kepemilikan umum yang haram dikuasai oleh individu atau korporasi. Negara wajib mengelola kepemilikan umum tersebut untuk kesejahteraan rakyat melalui mekanisme anggaran belanja negara (Baitul Maal). Pengelolaan tersebut adalah sesuai sabda Rasulullah saw. 

“Kaum muslimin berserikat dalam tiga perkara: padang rumput, air dan api.” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah).

Melalui sistem ekonomi dan politiknnya, Khilafah akan mendistribusikan hasil pengelolaan kekayaan milik rakyat tersebut ke semua wilayah tanpa melihat potensi ekonomi dari wilayah tersebut.

Semua kebutuhan dasar rakyat, yaitu pendidikan, kesehatan, dan keamanan dipenuhi secara langsung. Sedangkan sandang, pangan dan papan akan dipenuhi oleh negara secara tidak langsung.
Negara akan senantiasa mewujudkan ketahanan dan kedaulatan pangan untuk menghindari terjadinya kelaparan, termasuk ketika terjadi kekeringan karena berbagai sebab. 

Langkah yang akan dilakukan adalah dengan memperhatikan sektor pertanian, menghitung kebutuhan pangan nasional, dan memetakan daerah mana yang potensial untuk dijadikan wilayah pertanian. 

Negara juga akan menunjang kebutuhan-kebutuhan pertanian dengan mengoptimalkan industri-industri terkait, seperti industri pupuk, alat-alat pertanian dan sejenisnya. Kemudian, hasil pangan akan didistribusikan sesuai dengan kebutuhan per wilayah sehingga rakyat akan bisa hidup sejahtera di bawah naungan daulah Islam. Wallahu a’lam bish shawab.

Oleh: Dwi Maria, Amd. Kep.
Sahabat Tinta Media

Selasa, 08 Agustus 2023

Papua Kaya SDA tapi Rakyat Kelaparan Kehilangan Nyawa, Bagaimana Fungsi Negara?

Tinta Media - Dilansir dari Viva.co (30/7/2023) bahwa ada sebanyak enam orang warga di Distrik Agandugume dan Lambewi, Kabupaten Puncak, Papua Tengah dilaporkan meninggal dunia disebabkan karena kelaparan. Kelaparan ini diakibatkan dari adanya kemarau panjang yang terjadi sejak bulan Juni 2023 yang lalu pada daerah tersebut.

Sungguh miris, peristiwa seperti ini kenapa bisa terjadi? Padahal, faktanya di Papua terkenal sebagai negara yang kaya akan Sumber Daya Alam (SDA). Kaya akan bahan tambangnya seperti emas, batu bara, batu kapur, tembaga, besi, minyak bumi, gas alam, dan pasir koalin.

Bahkan, menurut data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tahun 2020 bahwa cadangan biji emas di Indonesia yang paling banyak itu berada di Pulau Papua. Dalam laporan peluang investasi Emas-Perak di Indonesia, Pernyataan Kementerian ESDM yang mengatakan Pulau Papua memiliki cadangan biji emas hingga hampir sekitar 1,9 miliar ton.

Jadi, Papua merupakan tempat tambang emas terbesar di Indonesia yaitu pertambangan Grasberg.yang sampai saat ini masih dikelola oleh Freeport, kini terus diperpanjang masa pengelolaan sampai berpuluh tahun lamanya. Berdasarkan sebaran luas lahan tambang emas tersebut mencapai 229.893,75 ha. Tersebar pada enam Kabupaten yaitu: Mimika, Paniai, Pegunungan Bintang, Nabire, Keerom, dan Dogiyai.

Lantas, kenapa rakyat di Papua masih banyak yang kelaparan hingga kematian menimpa? Ini jelas, fungsi negara saat ini gagal mengatasi peri hal kemiskinan terhadap rakyatnya terutama dalam bidang ekonomi. Tidak dipungkiri, beginilah kehidupan dalam sistem kapitalis sekuler yang diadopsi di negeri sekarang ini. Dimana, ruh agama dipisahkan dari ranah kehidupan. Sehingga, yang dipakai bukanlah halal haram tapi kemanfaatan sebagai tolok ukurnya.

Dalam negara kapitalis, segala sesuatu dikelola semata-mata hanya untuk kepentingan dan kemanfaatan para pemilik modal saja. Dengan tujuan untuk meraih keuntungan yang sebesar-besarnya. Jelas tidak akan mempedulikan orang lain di sekitarnya apalagi rakyat. Rakyat akan terus-menerus menjadi korban kerakusan penguasa, kalau sistem kufur ini yang diterapkan.

Seharusnya, negara mampu mengelola sendiri Sumber Daya Alam (SDA) dengan sebaik-baiknya semata-mata hanya untuk kebutuhan dan kepentingan rakyat. Bukan malah diberikan dan dikelola oleh pihak asing yang akan menyengsarakan rakyat.

Juga seharusnya negara selalu siap, serta sigap terhadap mengatasi hambatan ketika terjadi bencana alam. Seperti kemarau panjang misalnya, harus jauh-jauh hari mempersiapkan kebutuhan yang kurang dalam masyarakat, seperti bahan makanan yang cukup untuk persediaan selama kemarau, air bersih, kesehatan, serta kebutuhan pokok lainnya.

Hal ini akan terwujud jika di negeri ini diterapkan aturan Islam secara kafah yang aturannya berasal dari pencipta. Islam mempunyai aturan yang sistematis dalam segala bidang termasuk ekonomi. Senantiasa siap mengayomi dan memenuhi segala kebutuhan hidup masyarakat, baik itu sandang, pangan, ataupun papan. Terlebih saat-saat paceklik, kemarau atau bencana lainnya. Juga tidak semerta-merta memberikan fasilitas dan kekayaan negara kepada orang lain, apalagi asing. Karena, kepala negara dalam Islam akan sangat menjaga amanah hak rakyat.

Jika negara Islam diterapkan, maka tidak akan ada lagi rakyat yang menderita kelaparan apalagi sampai adanya kematian sebagai penyebabnya. Karena kepala negara dalam Islam fungsinya menjaga, melindungi, memberikan keamanan, keadilan, termasuk sigap dalam bidang kesehatan dan ekonomi semata-mata atas dasar perintah syariat, bukan kepentingan penguasa, pribadi ataupun golongan. 

Sudah sangat jelas perbedaannya, jadi tunggu apalagi segera berjuang untuk menerapkan Islam secara kafah di bawah naungan Khilafah. Dengan cara meninggalkan aturan kufur kapitalis yang dibuat oleh manusia.[]

Oleh: Mariyam Sundari (Jurnalis Ideologis)
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab