Tinta Media: Kekeringan
Tampilkan postingan dengan label Kekeringan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kekeringan. Tampilkan semua postingan

Selasa, 20 Agustus 2024

Kekeringan Melanda, Butuh Solusi Islam



Tinta Media - Dalam upaya meringankan dan mengantisipasi dampak kemarau panjang yang akan mengakibatkan petani kesusahan, Sudaryono (wakil menteri pertanian) dan jajarannya akan menargetkan satu juta hektare program pompanisasi di Indonesia pada 2024. (TRIBUBJABAR.ID, BANDUNG)

Ada 100.000 hektare yang sudah tercapai dari 117.000 hektare yang ada di Jawa Barat. Harapannya, tidak hanya 100 persen, tetapi bisa lebih dari itu, bahkan hingga 200 persen boleh. Hal itu diungkapkan pada hari rabu (7/8/2024).

Sudaryono akan melakukan peninjauan secara langsung, khususnya diJawa Barat untuk memastikan program tersebut berjalan dengan lancar. Peninjauan langsung akan dilakukan di Desa Bojongkunci yang terletak di Kecamatan Pameungpeuk, Jawa Barat karena daerah tersebut merupakan daerah yang rawan kekeringan, apalagi di musim kemaren panjang El Nino. 

Setelah dilakukan peninjauan dan dicek, pompa berfungsi dengan baik. Sudaryono berharap semoga bukan hanya saat ditinjau saja kondisi pompa itu bagus.

Keberadaan air sangat diperlukan untuk kebutuhan sehari-hari, seperti minum, mencuci, dan untuk mengairi lahan pertanian. Namun, ketika kemarau panjang melanda, banyak daerah yang mengalami kekeringan dan kesusahan air bersih. 

Untuk menangani masalah tersebut, menteri pertanian membuat program pompanisasi sebagai upaya untuk membantu masyarakat dalam mengairi lahan pertanian mereka. Benarkah program itu bisa membantu masyarakat dalam jangka panjang atau hanya solusi pragmatis saja?

Jika ditelaah, kekeringan yang melanda Indonesia bukan karena faktor fenomena alam atau iklim semata. Namun, ada peran/andil dari manusia. Semua berakar dari sistem kapitalisme sekuler liberal yang diterapkan hari ini. 

Eksploitasi dan industrialisasi lahan besar-besaran oleh segelintir orang yang dijembatani oleh negara itulah yang  menyebabkan rusaknya keharmonisan lingkungan hingga pemanasan global yang makin menguat.

Dalam sistem kapitalis, pembangunan jor-joran dikebut tanpa memperhatikan keseimbangan lingkungan. Banyak lahan hijau yang dijadikan bangunan pabrik, perumahan, pertokoan, dan berbagai tempat wisata. 

Semua dilakukan dengan dalih untuk meningkatkan kesejahteraan dan ekonomi rakyat. Faktanya, bukan rakyat yang menikmati, tetapi mereka, para kapitalis. Rakyat hanya dapat imbasnya, yaitu kerusakan lingkungan serta hilangnya mata pencaharian ketika lahan mereka dialihfungsikan oleh pihak swasta melalui kebijakan pemerintah. 

Tata kelola lahan yang tidak tepat guna juga semakin memperparah kerusakan lingkungan. Hutan sebagai paru-paru dunia semakin terkikis dan berkurang akibat kerakusan segelintir orang yang bebas melakukan apa saja yang mereka inginkan. 

Banyak lahan yang dijadikan proyek strategis dan berujung pada ketidakseimbangan alam. Negara pun hanya berperan sebagai regulator saja untuk kepentingan mereka (oligarki).

Adapun upaya yang dilakukan oleh pemerintah, seperti program pompanisasi, jelas bukan sebuah solusi hakiki, tetapi sekedar solusi pragmatis saja. Ini karena solusi yang dibuat tidak digali secara mendalam akar permasalahannya.

Hanya dengan kembali pada konsep ekonomi Islam, kita bisa menyelesaikan masalah apa pun, termasuk masalah kekeringan. Islam tidak akan membiarkan sumber daya alam dikelola secara ugal-ugalan seperti dalam sistem demokrasi kapitalis. 

Semua sumber daya alam akan aman dan dikelola sesuai hak kepemilikan. Seperti halnya hutan yang notabene adalah harta milik umum, tentunya akan dikelola oleh negara untuk kemaslahatan umat. Tidak boleh ada pihak swasta maupun individu yang bisa mengeksploitasi hutan tersebut yang merupakan sumber resapan air. 

Pembangunan dilakukan tanpa merusak alam sehingga keharmonisan lingkungan  tetap terjaga dengan baik. Itulah hal yang sangat diperhatikan dalam konsep ekonomi Islam. 

Sesungguhnya, Rasulullah saw. bersabda, 

“Imam/khalifah adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat yang diurusnya.” (HR Muslim dan Ahmad)

Semua perbuatan Khalifah akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Swt.

Begitulah, tugas pemimpin dalam Islam sangatlah berat, karena akan berpengaruh terhadap kehidupan di akhirat kelak. 

Seorang Khalifah harus mempunyai keimanan yang kuat serta niat ikhlas dalam segala perbuatannya. Itu dilakukan semata-mata untuk mencari rida Allah, sehingga apa yang dilakukan dalam mengurus rakyat harus sesuai dengan syariat Islam.  

Penerapan syariat Islam secara kaffah dalam bingkai khilafah adalah satu-satunya solusi hakiki yang bisa menyejahterakan rakyat. Karena itu, sudah saatnya umat Islam sadar bahwa aturan yang paling sempurna hanya Islam. Mari berjuang bersama menyampaikan Islam kepada umat hingga umat sadar dan bangkit kembali dalam naungan khilafah. Wallahu a'lam bishawab.



Oleh: Dartem
Sahabat Tinta Media

Rabu, 07 Agustus 2024

Kekeringan Melanda, Buah Penerapan Sistem Kapitalisme

Tinta Media - Pihak PT Kreasi Papan (PK) angkat bicara terkait berkurangnya debit air yang berasal dari sumber mata air Cihampelas di Kampung Sukahayu RW 10, Desa Cinunuk, Cileunyi, Kabupaten Bandung. Budi Satria, Direktur Operasional PT KP membetulkan bahwa debit air sumber mata air Cihampelas mulai berkurang. Pernyataan tersebut disampaikan kepada KejakimpolNews.com, Selasa (16/7/2024) di kantornya.
 
Langkah yang diambil oleh Budi yaitu dengan cara pendistribusian ke warga secara bergiliran, berlaku untuk pengguna air berbayar maupun secara gratis. 

Pengelolaan sumber mata air Cihampelas oleh PT KP sudah mendapatkan izin dari Kementerian PUPR. Sedangkan dampak yang akibatkan oleh berkurangnya debit air Cihampelas adalah mengeringnya hektaran lahan persawahan dan saluran irigasi. 

Air merupakan kebutuhan dasar manusia dan juga sangat penting bagi kehidupan tumbuh-tumbuhan. Air adalah sumber kehidupan bagi seluruh alam yang harus dikelola oleh negara untuk kesejahteraan rakyat. Meskipun UU 45 memberikan amanah kepada negara untuk mengelolanya, tetapi ketika negara menerapkan sistem ekonomi kapitalis, maka undang-undang hanya sebatas formalitas di atas kertas. Pada faktanya, pengelolaan sumber daya alam yang melimpah justru diliberalisasi sehingga pihak asing/swasta dan perorangan bisa dengan bebas mengatur dari hulu sampai hilir. 

Debit air berkurang bukan tanpa sebab. Adanya tata-kelola yang salah serta liberalisasi di berbagai aspek membuat banyak kerusakan yang mengakibatkan terjadinya kekeringan. 

Berakar dari sistem kapitalisme, sistem yang telah merusak keharmonisan lingkungan dan alam, akibatnya muncul berbagai masalah, termasuk kekeringan yang melanda akibat debit air yang berkurang. Dalam hal ini, industrialisasi oleh pihak korporasi mempunyai andil besar dalam kerusakan lingkungan.

Kemudian, pembangunan insfratruktur yang jor-joran dengan alih fungsi lahan juga sangat berpengaruh terhadap keseimbangan lingkungan. Banyaknya pembangunan, baik insfrastruktur ataupun tempat-tempat wisata mengakibatkan tanah resapan menjadi berkurang dan terjadi pemanasan global.
Imbasnya, kekeringan melanda dan debit air berkurang di berbagai wilayah. Bahkan, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari juga sangat sulit. Belum lagi bagi para petani yang sangat bergantung pada ketersediaan air untuk mengairi sawahnya. 

Sungguh miris, negeri subur yang tropis menjadi rusak akibat pengelolaan yang salah. Negara abai dan tidak mampu melindungi dan memenuhi kebutuhan dasar rakyat, tetapi justru berpihak pada swasta melalui kebijakan-kebijakan yang dibuatnya. 

Perundangan-undanan dalam sistem kapitalisme sekadar formalitas, berbeda dengan fakta di lapangan. Pengelolaan sumber daya alam justru dikuasai oleh pihak swasta sehingga rakyat pun terpinggirkan, tidak mendapat keadilan dan selalu terzalimi.

Sangat jauh berbeda jika pengelolaan di dalam negara diatur dengan syariah Islam. Semua diatur oleh Zat yang sempurna dalam mengatur kehidupan manusia. Contohnya, terkait pengelolaan sumber daya alam, seperti air, padang rumput, dan barang tambang. Itu semua menjadi tugas negara untuk mengelolanya dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat, baik muslim maupun non-muslim. 

Dalam Islam, sumber daya alam seperti hutan dan lahan hijau akan dilindungi dan diatur cara pengelolaannya agar jangan sampai menimbulkan kerusakan lingkungan hidup. Rakyat tidak boleh menebang pohon sembarangan atau secara liar, apalagi mengalihfungsikan lahan secara serampangan. 

Adapun konsep negara dalam Islam adalah mengurus urusan rakyat berlandaskan akidah Islam dengan tujuan mengharap rida Allah Swt. semata. Negara tidak menjadikan rakyat layaknya pembeli dab penjual.

Dalam sistem Islam, rakyat benar-benar dilindungi oleh negara dan dijamin pemenuhan kebutuhan dasarnya, secara merata dan gratis, termasuk air. 

Dari segi hukum, sanksi Islam sangat tegas dan memberi efek jera sehingga mampu meminimalisir tindakan kejahatan atau kecurangan. 

Begitulah, Islam mengatur kehidupan di berbagai aspek kehidupan. Hanya dengan penerapan Islam secara kaffah dalam segala aspek kehidupan maka kelestarian lingkungan akan selalu terjaga. 

Sumber daya alam dikelola sesuai syariat Islam sehingga keharmonisan lingkungan tetap stabil dan terjaga. Rakyat pun akan tercukupi kebutuhan dasar hidupnya, termasuk kebutuhan air bersih. Solusi tuntasnya hanya jika syariat Islam diterapkan dalam sebuah institusi negara khilafah.
Sungguh, undang-undang buatan Allah adalah satu-satunya solusi terbaik mengatasi problematika kehidupan. Wallahu a'lam bishawab.

Oleh: Dartem, Sahabat Tinta Media

Rabu, 22 November 2023

Rakyat Kekeringan, Penguasa Kebanjiran Cuan

Tinta Media - Beberapa pekan lalu, masyarakat dibuat heran dengan adanya aturan yang dikeluarkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang mewajibkan masyarakat untuk meminta izin khusus kepada pemerintah jika ingin menggunakan air tanah. 

Surat Keputusan Menteri ESDM  Nomor 291.K/GL.01/MEM.G/2023 tentang Standar Penyelenggaraan Persetujuan Penggunaan Air Tanah telah resmi ditandatangani pada tanggal 14 September lalu. Hal ini mendapat sorotan dari Pengamat Planologi dari Universitas Trisakti, Nirwono Joga. Dia mempertanyakan, bagaimana cara Kementrian ESDM melakukan pengawasan penggunaan air tanah tersebut. Lebih lanjut lagi, Nirwono juga mempertanyakan tentang solusi yang ditawarkan pemerintah, yaitu agar masyarakat beralih dari air tanah ke PAM. Apakah pemerintah bisa menjamin kualitas, kuantitas, serta kontinuitas air PAM itu sendiri? (BBC News Indonesia, 31/10/2123)

Akibat disahkannya aturan tersebut, kelangsungan pemenuhan hajat hidup masyarakat secara luas menjadi terhambat. Pasalnya, setiap individu, kelompok masyarakat, instansi pemerintah, badan hukum, atau lembaga sosial yang menggunakan air tanah dan sungai paling sedikit 100.000 liter per bulan diwajibkan untuk meminta izin kepada pemerintah.

Lebih rinci lagi, aturan ini berlaku saat air tanah dipergunakan untuk kebutuhan pokok sehari-hari, seperti pengairan untuk lahan pertanian, penelitian, kesehatan, pendidikan, rumah ibadah, taman kota, fasilitas umum, dan pemerintahan.
 
Kebijakan ini muncul didasari oleh kekhawatiran akan terjadinya penurunan kualitas air tanah. Menurut Plt Kepala Badan Geologi ESDM Muhammad Wafid, kebijakan ini dibuat bukan untuk membatasi pemanfaatan air tanah untuk masyarakat. Akan tetapi, pemerintah berupaya  mengelola cekungan air tanah ini, khususnya akuifer dengan sebaik-baiknya supaya semua masyarakat bisa memakai, agar semuanya bisa terlayani dengan baik.

Nirwono Joga juga memiliki catatan penting yang perlu diperhatikan dari Keputusan Menteri ESDM ini. Salah satunya adalah tentang pengawasan penggunaan air tanah. Ia menilai bahwa kebijakan tersebut perlu didetailkan lagi, terkait teknis pelaksanaan di lapangan berkenaan dengan pengawasan penggunaan air tanah menggunakan pompa secara berlebihan di setiap rumah tangga, rumah kos, sekolah, hotel, pasar, mall, rumah sakit, apartemen, gedung perkantoran atau pemerintahan.

Ia juga menambahkan, pemerintah harus berani memberikan jaminan kualitas, kuantitas, dan kontinuitas air PAM jika ingin masyarakat berhenti menggunakan pompa air tanah di masa yang akan datang. 

Berdasarkan segala informasi di atas, dapat kita tarik benang merah bahwa ada yang salah dalam tata kelola terkait persoalan ini. Air merupakan salah satu hajat hidup masyarakat yang paling mendasar. Tanpanya, akan ada kebutuhan primer yang terhambat. Oleh karena itu, seharusnya ketersediaan air di tengah-tengah masyarakat wajib diatur dan dijamin oleh pemerintah. Seharusnya, negara menyediakan secara gratis, serta mengusahakan dengan berbagai cara agar kebutuhan pokok ini terpenuhi. 

Namun, fakta saat ini justru bertolak belakang. Pemerintah mengambil kesempatan dalam kesempitan. Saat masyarakat tengah kesulitan mendapatkan air bersih, negara dengan mudah memberi izin pengelolaan air pada perusahaan swasta atau yang memiliki modal besar dan alat yang lengkap untuk menyuplai air bersih tanpa batas, seperti pada pelaku industri, hotel, dan apartemen. Negara mencukupkan diri sebagai regulator dan negosiator  untuk menetapkan kebijakan dengan perhitungan untung rugi yang sangat kentara dan secara  gamblang melakukan kapitalisasi atas sumber daya air.

Di sisi lain, pemerintah tampak tidak memiliki wibawa dan kuasa di hadapan para pemilik modal. Mereka seakan lari dari tanggung jawab atas dampak yang dihasilkan dari kebijakan yang dibuat sendiri. Hal ini merupakan efek dari penerapan sistem kapitalisme. Di sini, pemerintah dengan mudah melimpahkan segala urusan kepada swasta maupun pemilik modal. Lebih bahayanya lagi, pemerintah telah meniscayakan pengambilan keuntungan pada pemilik modal tanpa memikirkan rakyat kecil yang selalu jadi korban.

Sungguh sangat jauh berbeda dengan sistem Islam. Dalam sistem Islam, pemerintah atau negara bertanggung jawab penuh terhadap segala kebutuhan pokok masyarakat, baik berupa sandang, pangan, papan, pekerjaan, pendidikan, kesehatan, dan juga keamanan. 

Sama halnya dengan sumber air bersih ini, rakyat bisa mendapatkan air bersih dengan mudah dan gratis. Pemerintah bertanggung jawab penuh untuk mengadakan dan mendistribusikan air bersih tersebut langsung kepada masyarakat tidak lewat perantara ataupun menyerahkan kuasa sepenuhnya kepada swasta untuk memperjualbelikan kebutuhan pokok tersebut.

Pemilik modal atau  swasta sebenarnya boleh saja ikut andil dalam proses penyediaan air bersih, tetapi posisinya sebagai pekerja, bukan pemilik usaha, apalagi pengambil alih kekuasaan. Agar penyediaan dan  pendistribusian air bersih tetap terkontrol dalam pengawasan pemerintah, maka pihak pemerintah juga memiliki hak untuk menghentikan kontrak kerja sesuai dengan akad ijarah yang telah disepakati bersama di awal.

Itulah seperangkat aturan Islam. Ketika diterapkan dalam kehidupan bernegara, tidak akan pernah terjadi ketimpangan dalam pemberian bahan pokok untuk masyarakat. Kesejahteraan rakyat pun menjadi prioritas dalam. Semoga Islam segera bangkit kembali, membawa perubahan menyeluruh untuk seluruh dunia. Aamiin. Wallahu a’lam bishawab.

Oleh: Husnul
Pemerhati Masyarakat

Selasa, 24 Oktober 2023

Solusi Pragmatis ala Kapitalis untuk Mengatasi Bencana

Tinta Media - Direktorat Jendral Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementrian Sosial RI, memfasilitasi pembentukan Kampung Bedas Siaga Bencana di Desa Nagreg, Kecamatan Nagreg dan Desa Tenjolaya, Kecamatan Pasirjambu, Kabupaten Bandung yang dinilai rentan bencana alam.

Bupati Bandung Dadang Supriatna mengukuhkan para pengurus dari kedua kampung Bedas Siaga ini pada gelaran Apel Kesiapsiagaan Bencana di lapangan Desa/Kecamatan Nagreg, Kamis (5/10/2023).

Bentuk langkah konkret untuk upaya antisipasi bencana menurut Bupati Bandung, yaitu dengan pengukuhan Bedas Siaga, sebab bencana tidak bisa ditangani oleh pemerintah saja. Berbagai unsur di masyarakat harus terlibat dengan program dan skema pentahelix.

Penanggulangan bencana merupakan tanggung jawab bersama, baik pemerintah, unsur akademisi, dunia usaha atau bisnis, masyarakat atau komunitas, serta media massa. Itulah yang dimaksud dengan konsep pentahelix. Melalui momentum Pengukuhan Kampung Siaga Bencana, Bupati Bandung juga menandaskan, untuk meningkatkan kesiapsiagaan dalam menghadapi berbagai ancaman bencana yang bakal terjadi. 

Berbagai persoalan, seperti ancaman banjir, longsor, gempa bumi, dan perubahan iklim, harua ada upaya pencegahan secara dini. Bupati Dadang  Supriatna menginstruksikan kepada sejumlah pihak untuk melaksanakan gerakan menanam pohon untuk meminimalisir bencana. 

Setiap warga diwajibkan menanam pohon. Bupati Bandung juga berharap, termasuk anak sekolah dan warga yang baru menikah, untuk menyiapkan pohon untuk mengimbangi perubahan iklim. 

Dalam waktu dekat ini, Bupati Bandung juga mengajak kepada sejumlah pihak untuk melaksanakan salat Istisqa', dengan harapan supaya tidak terjadi apa yang menjadi kekhawatiran di negara Indonesia, khususnya di Kabupaten Bandung. 

Bupati Bandung juga berharap agar ke depan bisa mendorong masyarakat secara bijaksana beradaptasi dengan perubahan iklim, melalui "Kampung Siaga Bencana". 

Bupati Bandung juga berharap kepada masyarakat untuk segera melapor ke pemerintahan setempat, apabila mengalami kekurangan atau rawan air bersih. Beliau mengatakan bahwa pemerintah menyediakan anggaran untuk kebutuhan air. 

Menurut Bupati Bandung, perlu ada upaya untuk mengubah kebiasaan sehari-hari dalam hal kesiapsiagaan untuk mendukung program adaptasi terhadap perubahan iklim, yaitu dengan meningkatkan kemampuan dalam mitigasi kesiapsiagaan dan peringatan dini.

Sebenarnya masalah bencana banjir dan bencana lainnya bukan hal yang baru. Hampir pada setiap musim penghujan bencana banjir dan longsor pasti menjadi langganan. Risiko yang ditimbulkan sudah tidak terhitung lagi, seperti risiko ekonomi dan sosial. Masyarakat-pun terpaksa menerima keadaan dengan dalih semua yang terjadi lantaran faktor alam.

Sementara, penyebab banjir bukan semata faktor alam. Banyak hal yang harus dievaluasi dari ulah tangan manusia, terutama terkait budaya dan kebijakan struktural dalam pembangunan, dan juga dengan dampak yang ditimbulkan. 

Sementara, negara gagap melakukan mitigasi bencana. Walhasil, berbagai dampak tidak terantisipasi dengan baik. Para penguasa malah sibuk berpolemik saat bencana sudah terjadi. Padahal, perlu dipahami  bahwa bencana banjir dan bencana lainnya bersifat sitematis dan harus diberi solusi sistemis. 

Pada dasarnya, bencana banjir ataupun bencana-bencana lain yang terjadi disebabkan oleh buruknya konsep tata kelola sumber daya alam dan lingkungan. Faktor cuaca ekstrim misalnya, yaitu terkait isu perubahan iklim. Pemicunya adalah prilaku manusia yang kian niradab terhadap alam, juga termasuk akibat kebijakan pembangunan kapitalistik yang eksploitatif dan tidak memperhatikan aspek daya dukung lingkungan. 

Curah hujan yang tinggi tidak akan menjadi masalah seandainya pohon-pohon di hutan tidak ditebangi. Allah Swt. telah menciptakan sistem hidup yang seimbang dan harmoni. Meluasnya bencana banjir memperlihatkan bahwa gurita kapitalisme semkin mencengkeram. 

Eksploitasi lahan tambang, alih fungsi lahan semakin tak terkendali. Permukaan tanah semakin menurun akibat eksploitasi air tanah untuk perusahaan-perusahaan industri dan untuk menunjang fasilitas hunian elit. Sungai pun volumenya semakin menyempit akibat dari produksi sampah karena dampak hunian di bantaran kali. 

Sangat miris, sebagian besar terjadi secara legal atas nama pembangunan yang abai terhadap tata ruang dan tata wilayah. Hal ini terjadi karena para penguasa merepresentasikan kepentingan para pengusaha. Mereka hanya memikirkan keuntungan materi saja, tetapi tidak memikirkan kelestarian alam. 

Sejatinya, inilah salah satu urgensi akan tegaknya sistem Islam. Hal ini karena Islam benar-benar  mengajarkan harmoni dan keseimbangan, bagaimana adab terhadap alam yang dinilai sebagai bagian dari iman, dan siapa pun yang melakukan kerusakan terhadap keseimbangan alam dianggap sebagai pelaku kejahatan dan bentuk perbuatan kemaksiatan.
Wallahu'alam bishawab.

Oleh: Enung Sopiah
Sahabat Tinta Media

Senin, 09 Oktober 2023

Islam Solusi Jitu Mengatasi Kekeringan

Tinta Media - Kekeringan adalah suatu periode cuaca kering yang tidak normal ketika suatu daerah kekurangan pasokan air. Umumnya, kekeringan terjadi pada saat suatu daerah tidak menerima curah hujan atau curah hujan kurang dari biasanya secara terus-menerus. 

Kekeringan diprediksi akan terus terjadi. Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG) memprediksikan kekeringan akan berakhir hingga akhir Oktober–November 2023. Kondisi kekeringan ini memang berbeda dari beberapa tahun sebelumnya di antaranya dipicu karena el nino. 

Apa itu el nino? El nino adalah fenomena pemanasan suhu muka laut (SML) di atas kondisi normal yang terjadi di Samudera Pasifik bagian tengah hingga timur. Pemanasan SML ini berpengaruh pada berkurangnya curah hujan. Dengan kata lain, fenomena ini merupakan salah satu penyebab terjadinya kondisi kekeringan di beberapa wilayah, termasuk Kabupaten Bandung. Kemunculan el nino tidak terjadi setiap tahun. Namun, perlu juga diwaspadai, karena jika sekali terjadi bisa, berlangsung selama 9-12 bulan.

Dilansir dari radaronline.id bahwa sudah ada 3 kecamatan di Kabupaten Bandung yang telah ditetapkan statusnya menjadi siaga darurat bencana kekeringan serta kebakaran hutan. Kekeringan bisa berdampak buruk terhadap masyarakat, lingkungan, dan pertanian di daerah yang dipengaruhinya. Kekeringan yang berkepanjangan dapat merusak dan membahayakan ekonomi suatu daerah sehingga berpengaruh pada ketidakstabilan harga bahan pokok, kesehatan masyarakat, seperti penyakit pernafasan, seperti batuk atau pilek.

Selain karena perubahan iklim, ada beberapa faktor yang menyebabkan bencana kekeringan. 

Pertama, kebijakan pembebasan sumber daya air. Pembebasan dari hilir menjadikan perusahaan swasta makin leluasa menguasai sumber daya air untuk didayagunakan. Hal tersebut terlihat dari tumbuh kembangnya perusahaan-perusahaan swasta yang menguasai dan mengelola air dalam bentuk kemasan.

Kedua, minimnya daerah resapan. Berkembangnya pengalihan fungsi tanah hijau menjadi bangunan, baik gedung-gedung bertingkat maupun rumah tempat tinggal yang memengaruhi kondisi tanah sebagai tempat cadangan air. Ketika turun hujan, fungsi tanah yang seharusnya mampu menyerap air secara maksimal akhirnya terhambat karena tertutup dengan beton. Inilah yang menyebabkan cadangan air berkurang dan kekeringan pun tak bisa dielakkan.

Ketiga, kerusakan hidrologis. Ini disebabkan karena kerusakan fungsi hulu sungai akibat waduk dan saluran irigasinya terisi sedimen dalam jumlah yang sangat besar. Hal tersebut mengakibatkan kapasitas dan daya serap air berkurang drastis dan akan membawa dampak kekeringan saat datangnya musim kemarau.

Keempat, langkanya hutan akibat kebijakan kapitalisme. Banyak terjadi alih fungsi lahan yang semula adalah hutan menjadi gedung-gedung ataupun perumahan, meningkatnya investasi, dan penambangan barang tambang. Padahal, hutan adalah salah satu lahan yang berfungsi mengurangi dampak pemanasan global. 

Ancaman kekeringan menyebabkan krisis air di sejumlah wilayah Kabupaten Bandung memengaruhi sektor pertanian. Padahal, jika produksi beras menurun, akan berdampak pada kurangnya persediaan pangan, kekurangan gizi pada rakyat, dan yang paling ditakutkan adalah bahaya kelaparan akut yang menyebabkan kematian. Inilah fakta yang dialami bangsa ini, mengerikan!

Air merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat dibutuhkan umat manusia. Keberadaan UU 17/2019 adalah salah satu langkah pemerintah untuk mengatur sumber daya air agar tetap terjaga. Akan tetapi, pada kenyataannya, aturan tersebut tidaklah menjamin air bersih bisa diakses dengan mudah oleh masyarakat dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. 

Jika kita teliti lebih lanjut, ada yang salah dalam mengatur dan mengelola sumber daya air ini, terutama dalam hal visi. Dengan demikian, negara wajib memiliki visi politik sumber daya alam yang jelas, yaitu yang memiliki tujuan untuk kemaslahatan rakyat. Di antara visi tersebut, antara lain:

Pertama, mengembalikan kepemilikan sumber daya alam pada rakyat, termasuk air. Hal ini karena air termasuk kategori harta milik umum.

Sabda Nabi saw.

“Kaum muslimin berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad)

Dalam Islam, penguasa diberikan wewenang untuk mengelola saja, bukan untuk memiliki atau menjual sumber daya alam tersebut, termasuk air. Sementara, hasil dari pengelolaan tersebut akan diserahkan kembali pada rakyat, untuk kemaslahatannya.

Kedua, sumber daya alam akan dikelola secara langsung oleh negara mulai dari proses produksi sampai distribusi. Demikian pula dari sisi pengawasan. 

Untuk air, negara akan mengawasi mulai dari peningkatan kualitas air sampai pada penyaluran air bersih melalui pipa-pipa pada masyarakat. Tak hanya itu, negara akan memberdayakan para ahli di bidangnya agar pemanfaatan air bersih bisa berjalan lancar dan dirasakan masyarakat secara menyeluruh.

Ketiga, negara akan memelihara hutan dan dan lingkungan dengan melakukan pembenahan agar daerah resapan air terjaga dengan baik, bahkan tidak sampai hilang. Masyarakat pun diberikan bimbingan untuk dapat menjaga lingkungan secara bersama-sama, hidup bersih dan sehat sehingga menjadi suatu kebiasaan. Negara juga memberikan sanksi yang tegas terhadap para pelaku pengrusakan lingkungan.

Inilah solusi yang diberikan Islam untuk mengatasi bencana kekeringan dan krisis air akibat dari salah tata kelola sumber daya alam dan efek el nino. 

Sementara, sistem kapitalisme membuat kehidupan manusia sengsara, kerusakan lingkungan makin meluas sehingga berakibat pada perubahan iklim secara ekstrem dan bencana kekeringan. 

Hanya saja, solusi yang jitu ini hanya bisa diwujudkan dengan penerapan Islam secara kaffah dalam tatanan negara Islam (khilafah). Sehingga, umat manusia dapat merasakan kesejahteraan. Wallaahu a’lam bi ash-shawaab.

Oleh: Ranny Liesdiatun
Sahabat Tinta Media

Sabtu, 19 Agustus 2023

Memahami Akar Permasalahan, Mengapa Kekeringan dan Kelaparan Masih Ada di Indonesia?

Tinta Media - Lagi-lagi Indonesia diterpa kekeringan dan kelaparan, lebih tepatnya di Papua yang memiliki sumber daya alam melimpah, terutama emas. Searusnya sumber daya alam yang melimpah ini bisa memenuhi kebutuhan pokok rumah tangga, tetapi pada faktanya kebutuhan tersebut belum terpenuhi. 

Dikutip dari KOMPAS, 27/07/2023), kelaparan di Kabupaten Puncak, Papua Tengah, memakan korban jiwa enam warga dan berdampak pada sedikitnya 7.500 orang. Kejadian ini dipicu kekeringan di daerah itu selama dua bulan terakhir. Bupati Puncak Willem Wandik di Mimika, Papua Tengah mengatakan, kekeringan terjadi di Distrik Agandugume dan Distrik Lambewi. Akibatnya, enam warga meninggal. 

Kelaparan yang dipicu oleh kekeringan di Papua ini tidak akan terjadi jika kebutuhan pokok rumah tangga mereka terpenuhi. Terdengar miris saat mengetahui fakta kelaparan di Papua sampai menghilangkan nyawa. Ironisnya, Papua yang kaya SDA tidak dapat menikmati kekayaan alam tersebut.

Di daerah Papua terdapat banyak ketimpangan. Pembangunan di sana sejatinya hanya bisa dinikmati oleh orang-orang berada saja, sedangkan orang terpencil harus menanggung realita yang ada. 

Pemilihan sistem ekonomi dan politik yang tidak tepat, sungguh membahayakan rakyat Indonesia, terutama di Papua. Dibangunnya PT. Freeport merupakan bentuk ketidakbijaksanaan pemerintah dalam mengelola SDA yang ada di Papua. 

Saat ini Papua selalu menjadi sorotan karena pertumbuhan ekonomi dan pendidikan yang ada di sana masih belum memadai. Ini berarti masih banyak PR pemerintah yang harus diselesaikan dan diperbaiki, mulai dari sosial, keamanan, kesehatan, pendidikan, hingga perekonomian. Harusnya pemerintah tidak hanya fokus pada pembangunan infrastruktur saja.   

Adanya kekeringan dan kelaparan di Papua yang memiliki sumber daya alam melimpah menunjukkan bahwa ada kesenjangan yang mengkhawatirkan, terutama dalam distribusi dan pengelolaan sumber daya. Yang perlu digarisbawahi adalah pentingnya kebijakan ekonomi dan politik yang tepat serta berkelanjutan, tidak hanya di Papua, tetapi di seluruh negeri.

Pemerintah perlu menjadikan kesejahteraan masyarakat sebagai prioritas utama. Meskipun berbagai aspek pembangunan perlu diperhatikan, pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat, seperti pangan, sandang, dan papan harus dikedepankan. 

Akibat dari penerapan hukum manusia, maka permasalahan yang terjadi di suatu negeri seperti halnya hama yang ditebas dan muncul kembali sewaktu-waktu. Akan tetapi, berbeda jika suatu negara menarapakan sistem Islam yang sudah terbukti berhasil selama beberapa abad. Islam memperhatikan kepentingan hidup masyarakat dengan strategi ketahanan pangan dan berhasil memecahkan berbagai persoalan, termasuk masalah kelaparan. 

Karena itu, tidak ada jalan lain untuk mengatasi seluruh permasalahan kecuali dengan kembali pada penerapan hukum-hukum Islam secara keseluruhan.

Tentu penerapan Islam di Indonesia tidaklah mudah, mengingat Indonesia mengadopsi sistem pemerintah atau hukum yang berasal dari Barat. Maka, perlu adanya nasihat yang harus disampaikan kepada pemimpin rakyat agar sadar akan cacatnya sistem buatan manusia sekarang, yang saat ini dipakai di Indonesia.

Oleh: Sonia Rahayu, S. Pd. (Sahabat Tinta Media)

Selasa, 01 Agustus 2023

Ancaman Kemarau Ekstrim, Bukan Semata Faktor Alam

Tinta Media - Narator Muslimah Media Center (MMC) menilai ancaman kemarau ekstrim bukan semata-mata disebabkan faktor alam.

"Sejatinya faktor utama terjadinya kemarau bukan semata-mata karena faktor alam ," ujarnya dalam program Serba- Serbi MMC: Hadapi Ancaman Kemarau Ekstrim, Cukupkah dengan Imbauan Menghemat Air? Ahad, (23/7/2023).


Menurut narator, banyak studi yang melaporkan bahwa kekeringan diakibatkan faktor manusia seperti deforestasi misalnya deforestasi hutan tropis Gunung Slamet dalam kurun waktu 10 tahun yakni tahun 2001 hingga 2011 mengakibatkan hilangnya 1321 sumber mata air sehingga terjadi kekeringan.

"Selain itu ada faktor eksploitasi sumber mata air oleh pebisnis air minum dalam kemasan atau AMDK, eksploitasi ini disinyalir kuat bertanggung jawab terhadap darurat kekeringan dan krisis air bersih hari ini", ungkapnya.

Ia menegaskan, seperti inilah pengelolaan sumber air dalam sistem yang hanya mengedepankan keuntungan materi yakni sistem kapitalisme.

Islam

Naratir menilai pengelolaan sumber air dalam sistem kapitalisme sangat berbeda dengan cara pengelolaan sumber air dalam Islam. Allah ta'ala telah menyediakan bumi dan seisinya beserta kadarnya untuk menunjang kehidupan manusia termasuk air. Firman Allah ta'ala,  "Dan yang menurunkan air dari langit menurut ukuran yang diperlukan lalu dengan air itu kami hidupkan negeri yang mati atau tandus seperti itulah kamu akan dikeluarkan dari kubur. " QS. az-Zukhruf ayat 11 

"Ia menjelaskan, menurut para hidrolog jumlah air di bumi diperkirakan berjumlah 326 juta kubik atau 1332 miliar kilometer kubik air yang ada di permukaan bumi akan tersimpan menjadi air danau air sungai, rawa, lautan gletser dan waduk, jumlah tersebut akan relatif tetap karena Allah Ta'ala telah menetapkan air akan mengalami siklus hidrologi," jelasnya.

Karenanya, ujar narator, Islam memiliki sejumlah aturan agar ketersediaan air ini bisa dimanfaatkan oleh semua masyarakat, Aturan ini akan secara praktis diterapkan oleh negara bernama Khilafah.

"Khilafah menerapkan sistem ekonomi Islam yang tegas, membagi harta menjadi tiga kelompok yakni harta milik individu, harta milik masyarakat, dan harta milik negara, keberadaan sumber air bisa menjadi milik individu atau menjadi milik negara atau menjadi milik publik," tuturnya .

Karena itu, ia menambahkan, dalam Khilafah tidak akan ada kondisi atau pemanfaatan secara istimewa khusus terhadap hutan, sumber-sumber mata air, sungai, danau dan laut kepada para korporasi sebagaimana yang terjadi pada industri air minum saat ini.

"Adapun untuk memenuhi kebutuhan air bersih setiap individu rakyat, khilafah akan membangun sarana perpipahan air bersih di seluruh wilayah kekhilafahan, terbukti sepanjang Khilafah berdiri lebih dari 1300 tahun lamanya, di seluruh wilayah Khilafah pasti tersedia air yang mengalir di sungai, kanal atau qonats, yakni saluran di bawah tanah ke kota air disimpan dalam tangki untuk disalurkan melalui pipa-pipa di bawah tanah ke berbagai tempat seperti tempat tinggal, bangunan umum, dan kebun, air yang berlebih mengalir keluar dari kota ke sistem irigasi," paparnya.

Narator menuturkan, Khilafah akan mendorong para ahli baik dari BMKG Khilafah, maupun pakar di bidang ekologi, pakar hidrologi, pakar teknik kimia, teknik industri kesehatan lingkungan dan lainnya untuk menyusun strategi terbaik dalam menghadapi bencana tersebut, demikian bila terkena dampaknya masyarakat tetap mendapatkan haknya atas mengkonsumsi air bersih.

"Demikianlah cara Khilafah dalam mengatur ketersediaan air untuk seluruh kehidupan di muka bumi," pungkasnya.[] Sri Wahyuni.

Sabtu, 08 Juli 2023

Kekeringan Melanda, Air Bersih pun Sirna

Tinta Media - Kekeringan melanda wilayah Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Akibatnya, warga kesulitan untuk mendapatkan air bersih, tepatnya di Kampung Cibogo Lamping, RT 02/01, Desa Lagadar, Kecamatan Margaasih. Mereka rela mengantre dengan membawa jerigen, drum, ember ataupun tong berukuran besar demi mendapatkan air bersih dengan cara membeli kepada warga yang memiliki jetpam seharga 1000/jeriken. 

Adapun pemerintah setempat, mereka memberikan bantuan berupa penyaluran air bersih sebanyak dua unit truk tangki air dengan kapasitas kurang lebih 13 ribu air bersih setelah pihaknya mendapat informasi dari masyarakat. Sementara, warga setempat pun berharap pemerintah dengan segera memberikan solusi bagi warga yang mengalami kekeringan, di antaranya dengan menggali sumur dengan kedalaman 120 meter sehingga air bisa keluar dari sumur tersebut.

Kekeringan dan kekurangan air bersih adalah peristiwa yang sering kali terjadi di berbagai wilayah. Apalagi saat musim kemarau tiba, masyarakat harus siap-siap menghadapi minimnya air bersih. Selama ini, yang mereka lakukan hanya sebatas mengantre untuk membeli air ataupun terlebih dahulu melakukan persiapan dengan menampung air hujan. 

Namun, pemerintah seakan tak peduli pada setiap keadaan yang terjadi. Kekeringan seolah menjadi hal yang biasa terjadi tanpa memberikan solusi yang mampu mengeluarkan dari permasalahan. Adapun dengan bantuan yang disalurkan berupa air bersih yang penyaluran, hal itu sifatnya terbatas, tidak menjadikan masyarakat tenang. 

Sementara, kita ketahui bahwa wilayah Indonesia dikelilingi hutan dan gunung. Pemanfaatan hutan yang begitu pesat selama beberapa dekade terakhir berpengaruh terhadap pasokan krisis air bersih, salah satunya disebabkan  penebangan hutan secara liar, kemudian dialihfungsikan menjadi tempat wisata oleh tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab. 

Oleh sebab itu, kekurangan ketersediaan air bersih itu jelas disebabkan oleh tangan-tangan manusia itu sendiri. Demikian pula dengan kekeringan yang senantiasa melanda, disebabkan adanya politik globalisasi dengan sejumlah agenda neoliberal dari hegemoni para kaum kapitalis. Di antaranya liberalisasi hutan lindung, pertambangan, eksploitasi sumber mata air, dan liberalisasi air bersih perpipaan. 

Semua ini menjadi bukti bahwa hidup di bawah sistem kapitalisme liberalisme hanya menjadikan rakyat sengsara.

Sementara, Islam memiliki mekanisme dalam mengatasi kekeringan dan kekurangan air bersih. Dalam sistem Islam, air merupakan hak kepemilikan umum yang tidak boleh dikelola oleh individu. Namun, setiap orang dibolehkan untuk memanfaatkan air bersih, tetapi pemanfaatannya juga tidak menghalangi siapa pun dalam menggunakan air bersih tersebut. 

Pemanfaatan tersebut secara khusus ada pada negara dengan maksud dan tujuan untuk kemaslahatan Islam dan kaum muslimin. Negara berkewajiban sepenuhnya untuk mendirikan industri air bersih sehingga dapat terpenuhi kebutuhan air bersih bagi setiap individu dan masyarakat kapan pun dan di mana pun berada. 

Adapun status kepemilikannya adalah sebagai harta milik umum yang dikelola oleh negara. Negara bisa memberdayakan para pakar terkait dengan upaya tersebut, seperti  pakar geologi, pakar teknik kimia, teknik industri, dan ahli kesehatan  lingkungan. 

Dengan demikian, dapat terjamin akses setiap orang terhadap air bersih, gratis, murah dan memadai. Aturan inilah yang akan terintegrasi bilamana ada sistem Islam diterapkan. Seluruh kehidupan umat manusia baik muslim maupun nonmuslim diatur dengan aturan yang berasal dari Allah Swt. 

Dengan aturan yang sahih ini, seluruh permasalahan kehidupan manusia pun akan terselesaikan hingga ke akarnya, termasuk masalah krisis air bersih. Wallahu a’lam bi ash shawab.

Oleh: Yuni Irawati
Sahabat Tinta Media

Sabtu, 06 Mei 2023

Bencana Kekeringan Bukan Hanya karena El Nino, Namun...

Tinta Media - Muslimah Media Center menegaskan memang benar bahwa bencana kekeringan yang terjadi saat ini bukan hanya disebabkan oleh el Nino, tapi semakin diperparah dengan liberalisasi dan kapitalisasi sumber daya alam yang menyebabkan perubahan iklim.

"Memang benar bahwa bencana kekeringan bisa terjadi karena faktor alam seperti El Nino. Namun, bencana kekeringan ini semakin diperparah dengan liberalisasi dan kapitalisasi sumber daya alam yang menyebabkan perubahan iklim," tutur narator Muslimah Media Center dalam program Serba-Serbi MMC: Cuaca Panas Ekstrem Berujung Kekeringan, Akibat Tata Kelola Kapitalistik, Senin (1/5/2023) di Kanal YouTube Muslimah Media Center (MMC)

Menurutnya, kekeringan adalah salah satu masalah cabang yang diciptakan oleh penerapan ideologi kapitalisme di negeri ini. "Sebab dalam paradigma kapitalisme sumber daya alam boleh dikelola atau diprivatisasi oleh pihak swasta demi meraih keuntungan sebesar-besarnya. Termasuk sumber daya air dan hutan. Alhasil terjadilah pembabatan hutan dan penguasaan sumber mata air oleh swasta dengan cara masif atas legalisasi penguasa dan atas nama investasi,” ungkapnya.

Narator menilai, hutan memiliki peranan penting dalam mengatur kondisi iklim di bumi melalui siklus karbon. Hutan yang ada di bumi mampu menyerap sebanyak 2,4 miliar ton karbondioksida per tahun. Nilai ini sebanyak 30% dikontribusikan dari hasil pembakaran bahan bakar fosil.

“Namun kini habitat hutan di Indonesia makin berkurang. Meski laju deforestasi berhasil ditekan, namun berdasarkan penelitian terbaru laju deforestasi masih lebih cepat dari pertumbuhan hutan di Kalimantan," ujarnya. 

Oleh karena itu, ia menilai  suhu ekstrem hingga kekeringan akan terus melanda masyarakat di dunia ini selama sistem kapitalisme liberal masih diberlakukan di dunia.[] Sofyan Zulkarnaen 

Selasa, 21 Februari 2023

Kekeringan Melanda Dunia, MMC: Bukti di Tangan Peradaban Sekuler Bumi Menderita

Tinta Media - "Fakta kekeringan yang melanda dunia ini merupakan bukti bahwa di tangan peradaban barat sekuler kapitalis, bumi menderita kerusakan lingkungan yang parah," ungkap Narator Muslimah Media Center (MMC) dalam Serba-serbi MMC: Ancaman Krisis Air, Pembangunan ala Kapitalis Menyebabkan Perubahan Iklim, di kanal YouTube Muslimah Media Center, Senin (20/2/2023)
 
Ada banyak hal yang mengakibatkan terjadinya krisis air bersih dan kekeringan di dunia. Maraknya industrialisasi yang tidak disertai dengan pengolahan limbah yang tepat mengakibatkan sungai-sungai tercemar, banyaknya pembangunan gedung, perkantoran, sarana komersial, bahkan rumah pemukiman tidak ramah lingkungan membuat air hujan tidak dapat meresap ke dalam tanah.  “Minimnya pengolahan air limbah domestik makin meningkatkan pencemaran air.  Demikian pula punahnya hutan dan deforestasi telah menghilangkan potensi cadangan air dari hutan," imbuhnya.
 
Kekeringan sebagai dampak dari  perubahan iklim, lanjutnya, akan memperburuk kondisi kesehatan masyarakat, berdampak secara ekonomi, dan menurunkan kualitas pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat.
 
“Sementara pada saat kondisi ini terjadi tidak ada kebijakan yang menyelesaikan dan menyentuh akar persoalan. Negara seharusnya membuat program mengatasi problem kekeringan yang diakibatkan kondisi fisiologis wilayah, juga semestinya mandiri dari beragam-program untuk mengatasi dampak perubahan iklim," paparnya.
 
Namun menurutnya, negara tidak akan mampu melakukan hal tersebut selama negara masih berpijak pada sistem kapitalisme sekuler.  Pasalnya darurat kekeringan dan krisis air bersih yang melanda dunia ini sejatinya tidak bisa dilepaskan dari laju deforestasi yang sangat cepat, sementara sistem ekonomi kapitalisme telah melegalkan pembangunan jor-joran meski harus melakukan pembukaan lahan yang luas.
 
“Kondisi ini diperparah dengan konsep liberalisasi sumber daya alam yang telah menjadikan sumber daya air legal dikelola oleh pihak swasta. Alhasil terjadilah eksploitasi mata air oleh pebisnis air minum kemasan. Tidak heran puluhan juta jiwa tetap tidak mendapat akses terhadap air bersih dan sanitasi yang baik. Kondisi ini semakin parah dan semakin meluas setiap musim kemarau datang," sesalnya.
 
Khilafah Islam
 
Menurut Narator, kekeringan yang berujung pada krisis air bersih sejatinya hanya dapat terselesaikan dengan mengembalikan bumi dan segala isinya ke dalam sistem kehidupan yang berasal  dari pencipta bumi yakni Allah Swt. yaitu sistem Khilafah Islam.
 
“Dalam mengatasi persoalan ini Khilafah akan menjalankan beberapa hal. Pertama,  hutan secara umum memiliki fungsi ekologis dan hidrologis  yang dibutuhkan jutaan orang di Indonesia bahkan dunia. Demikian pun sumber-sumber mata air yang berpengaruh luas terhadap kehidupan masyarakat.  Karena itu pada hutan dan sumber-sumber mata air, sungai, danau, dan lautan secara umum melekat karakter harta milik umum sebagaimana ditegaskan Rasulullah Saw. "Kaum muslimin berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput/hutan, air dan api" (HR Abu Daud dan Ahmad),” bebernya.
 
Status hutan dan sumber-sumber mata air, danau, sungai dan laut jelasnya, sebagai harta milik umum menjadikannya tidak dibenarkan dimiliki oleh individu, akan tetapi tiap individu publik memiliki hak yang sama dalam pemanfaatannya.
 
“Kedua, negara wajib hadir secara benar. Negara tidak berwenang memberikan hak konsesi atau pemanfaatan secara istimewa terhadap hutan, sumber-sumber mata air, sungai, danau, dan laut. Negara Wajib hadir sebagai pihak yang diamanahi Allah Swt. yang bertanggung jawab langsung dan sepenuhnya terhadap pengelolaan harta milik umum. Hal ini sebagaimana penegasan Rasulullah bahwa imam adalah ibarat penggembala.  Hanya dialah yang bertanggung jawab terhadap gembalaannya atau rakyatnya,” ungkapnya.
 
Ketiga sebutnya, negara berkewajiban mendirikan industri air bersih perpipaan sedemikian rupa sehingga terpenuhi kebutuhan air bersih setiap individu masyarakat kapanpun dan di manapun berada.  Dan status kepemilikannya adalah harta milik umum dan atau milik negara yang dikelola pemerintah untuk kemaslahatan Islam dan kaum muslimin.
 
“Keempat, Islam mengajarkan bahwa pemanfaatan alam oleh manusia tidak boleh sampai merusaknya. Umat harus menjaga kelestariannya.  Negara dalam Islam akan mendorong penelitian untuk menemukan solusi dari perubahan iklim yang diakibatkan oleh pemanfaatan alam,” terangnya.
 
Negara yang mengadopsi Islam sambungnya,  akan mengerahkan segala kemampuan berupa uang, alat, dan ilmuwan, untuk menemukan teknologi ramah lingkungan yang dapat menyelamatkan umat manusia. Seluruh biaya berasal dari Baitulmal yang memiliki pemasukan dari banyak pintu seperti zakat, jizyah, fa'i, kharaj, ghonimah, pemanfaatan sumber daya alam dan lain-lain.
 
"Inilah beberapa mekanisme yang akan dijalankan oleh Khilafah dan akan menjauhkan rakyat dari fenomena krisis air," pungkasnya.[] Sri Wahyuni

Kekeringan Melanda Dunia, MMC: Bukti di Tangan Peradaban Sekuler Bumi Menderita

Tinta Media - "Fakta kekeringan yang melanda dunia ini merupakan bukti bahwa di tangan peradaban barat sekuler kapitalis, bumi menderita kerusakan lingkungan yang parah," ungkap Narator Muslimah Media Center (MMC) dalam Serba-serbi MMC: Ancaman Krisis Air, Pembangunan ala Kapitalis Menyebabkan Perubahan Iklim, di kanal YouTube Muslimah Media Center, Senin (20/2/2023)
 
Ada banyak hal yang mengakibatkan terjadinya krisis air bersih dan kekeringan di dunia. Maraknya industrialisasi yang tidak disertai dengan pengolahan limbah yang tepat mengakibatkan sungai-sungai tercemar, banyaknya pembangunan gedung, perkantoran, sarana komersial, bahkan rumah pemukiman tidak ramah lingkungan membuat air hujan tidak dapat meresap ke dalam tanah.  “Minimnya pengolahan air limbah domestik makin meningkatkan pencemaran air.  Demikian pula punahnya hutan dan deforestasi telah menghilangkan potensi cadangan air dari hutan," imbuhnya.
 
Kekeringan sebagai dampak dari  perubahan iklim, lanjutnya, akan memperburuk kondisi kesehatan masyarakat, berdampak secara ekonomi, dan menurunkan kualitas pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat.
 
“Sementara pada saat kondisi ini terjadi tidak ada kebijakan yang menyelesaikan dan menyentuh akar persoalan. Negara seharusnya membuat program mengatasi problem kekeringan yang diakibatkan kondisi fisiologis wilayah, juga semestinya mandiri dari beragam-program untuk mengatasi dampak perubahan iklim," paparnya.
 
Namun menurutnya, negara tidak akan mampu melakukan hal tersebut selama negara masih berpijak pada sistem kapitalisme sekuler.  Pasalnya darurat kekeringan dan krisis air bersih yang melanda dunia ini sejatinya tidak bisa dilepaskan dari laju deforestasi yang sangat cepat, sementara sistem ekonomi kapitalisme telah melegalkan pembangunan jor-joran meski harus melakukan pembukaan lahan yang luas.
 
“Kondisi ini diperparah dengan konsep liberalisasi sumber daya alam yang telah menjadikan sumber daya air legal dikelola oleh pihak swasta. Alhasil terjadilah eksploitasi mata air oleh pebisnis air minum kemasan. Tidak heran puluhan juta jiwa tetap tidak mendapat akses terhadap air bersih dan sanitasi yang baik. Kondisi ini semakin parah dan semakin meluas setiap musim kemarau datang," sesalnya.
 
Khilafah Islam
 
Menurut Narator, kekeringan yang berujung pada krisis air bersih sejatinya hanya dapat terselesaikan dengan mengembalikan bumi dan segala isinya ke dalam sistem kehidupan yang berasal  dari pencipta bumi yakni Allah Swt. yaitu sistem Khilafah Islam.
 
“Dalam mengatasi persoalan ini Khilafah akan menjalankan beberapa hal. Pertama,  hutan secara umum memiliki fungsi ekologis dan hidrologis  yang dibutuhkan jutaan orang di Indonesia bahkan dunia. Demikian pun sumber-sumber mata air yang berpengaruh luas terhadap kehidupan masyarakat.  Karena itu pada hutan dan sumber-sumber mata air, sungai, danau, dan lautan secara umum melekat karakter harta milik umum sebagaimana ditegaskan Rasulullah Saw. "Kaum muslimin berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput/hutan, air dan api" (HR Abu Daud dan Ahmad),” bebernya.
 
Status hutan dan sumber-sumber mata air, danau, sungai dan laut jelasnya, sebagai harta milik umum menjadikannya tidak dibenarkan dimiliki oleh individu, akan tetapi tiap individu publik memiliki hak yang sama dalam pemanfaatannya.
 
“Kedua, negara wajib hadir secara benar. Negara tidak berwenang memberikan hak konsesi atau pemanfaatan secara istimewa terhadap hutan, sumber-sumber mata air, sungai, danau, dan laut. Negara Wajib hadir sebagai pihak yang diamanahi Allah Swt. yang bertanggung jawab langsung dan sepenuhnya terhadap pengelolaan harta milik umum. Hal ini sebagaimana penegasan Rasulullah bahwa imam adalah ibarat penggembala.  Hanya dialah yang bertanggung jawab terhadap gembalaannya atau rakyatnya,” ungkapnya.
 
Ketiga sebutnya, negara berkewajiban mendirikan industri air bersih perpipaan sedemikian rupa sehingga terpenuhi kebutuhan air bersih setiap individu masyarakat kapanpun dan di manapun berada.  Dan status kepemilikannya adalah harta milik umum dan atau milik negara yang dikelola pemerintah untuk kemaslahatan Islam dan kaum muslimin.
 
“Keempat, Islam mengajarkan bahwa pemanfaatan alam oleh manusia tidak boleh sampai merusaknya. Umat harus menjaga kelestariannya.  Negara dalam Islam akan mendorong penelitian untuk menemukan solusi dari perubahan iklim yang diakibatkan oleh pemanfaatan alam,” terangnya.
 
Negara yang mengadopsi Islam sambungnya,  akan mengerahkan segala kemampuan berupa uang, alat, dan ilmuwan, untuk menemukan teknologi ramah lingkungan yang dapat menyelamatkan umat manusia. Seluruh biaya berasal dari Baitulmal yang memiliki pemasukan dari banyak pintu seperti zakat, jizyah, fa'i, kharaj, ghonimah, pemanfaatan sumber daya alam dan lain-lain.
 
"Inilah beberapa mekanisme yang akan dijalankan oleh Khilafah dan akan menjauhkan rakyat dari fenomena krisis air," pungkasnya.[] Sri Wahyuni

Rabu, 21 September 2022

MMC: Kekeringan di Dunia Akibat Peradaban Barat

Tinta Media - Muslimah Media Center (MMC) menilai kemarau yang mengancam kekeringan di Indonesia dan dunia merupakan akibat dari peradaban barat sekuler kapitalis.

“Fakta kekeringan yang melanda dunia ini merupakan bukti bahwa di tangan peradaban barat sekuler kapitalis bumi menderita kerusakan lingkungan yang sangat parah,” nilai Narator pada program Serba-serbi MMC: Kekeringan Meluas Buah dari Peradaban Kapitalisme? Selasa (13/9/2022) di kanal YouTube Muslimah Media Center.

“Pasalnya darurat kekeringan dan krisis air bersih yang melanda dunia ini, sejatinya tidak bisa dilepaskan dari laju deforestasi yang sangat cepat,” tambahnya.

Ia melihat sistem ekonomi kapitalisme pembangunan jor-joran meski harus melakukan pembukaan lahan yang luas. “Kondisi ini diperparah dengan konsep liberalisasi sumber daya alam sistem ekonomi kapitalisme yang telah menjadikan sumber daya air legal dikelola oleh pihak swasta,” tuturnya.
 
“Alhasil terjadilah eksploitasi mata air oleh pebisnis air minum kemasan,” imbuhnya.
 
Narator tak heran jika puluhan juta jiwa tetap tidak mendapatkan akses terhadap air bersih dan sanitasi yang baik. “Kondisi ini semakin parah dan semakin meluas setiap musim kemarau datang,” ungkapnya.

“Sementara pada saat kondisi ini terjadi, tidak ada kebijakan yang menyelesaikan dan menyentuh akar persoalan,” tambahnya.
 
Menurutnya, negara seharusnya membuat program mengatasi problem kekeringan yang diakibatkan kondisi fisiologis wilayah. “Juga semestinya mandiri dari beragam program untuk mengatasi dampak perubahan iklim yang terjadi,” ujarnya.

Narator menambahkan bahwa negara tidak akan mampu melakukan hal tersebut selama negara masih berpijak pada sistem kapitalisme sekuler. “Padahal, kekeringan ditambah dampak perubahan iklim yang terjadi tentu saja akan memperburuk kondisi kesehatan masyarakat berdampak secara ekonomi dan menurunkan kualitas pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat,” paparnya.

Narator berpendapat bahwa kekeringan yang berujung pada krisis air bersih sejatinya hanya dapat terselesaikan dengan mengembalikan bumi dan segala isinya ke dalam pangkuan sistem kehidupan dari penciptanya yakni Allah SWT.
“Sistem kehidupan tersebut adalah sistem khilafah islamiyah,” tegasnya. 

Ia menyampaikan sejarah yang telah mencatat bahwa kota-kota Islam abad pertengahan di bawah negara khilafah sudah memiliki sistem manajemen dan pasokan air yang sangat maju untuk mengalirkan air ke semua tujuan.

“Hal ini ditandai dengan air di sungai, kanal atau konat yakni saluran bawah tanah mengalir ke seluruh wilayah khilafah,” jelasnya. 

Narator menjelaskan bagaimana mengatasi persoalan ini berjalan di atas prinsip-prinsip yang shohih. “Diantaranya adalah pertama, faktanya hutan secara umum memiliki fungsi ekologis dan hidrologis yang dibutuhkan jutaan orang di Indonesia bahkan dunia,” jelasnya.

“Demikian sumber-sumber mata air yang berpengaruh luas terhadap kehidupan masyarakat. karena itu pada hutan dan sumber-sumber mata air, sungai, danau dan lautan secara umum melekat karakter harta milik umum. Sebagaimana ditegaskan Rasulullah saw yang artinya kaum Muslimin berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput (hutan) air dan api (HR. Abu Dawud dan Ahmad),” jelasnya lebih lanjut.

Narator juga memaparkan bahwa status hutan dan sumber-sumber mata air danau sungai dan laut sebagai harta milik umum menjadikannya tidak dibenarkan dimiliki oleh individu. “Akan tetapi tiap individu publik memiliki hak yang sama dalam pemanfaatannya,” paparya.

Prinsip kedua menurut Narator adalah negara wajib hadir secara benar.

“Negara tidak berwenang memberikan hak konsesi atau pemanfaatan secara istimewa khusus terhadap hutan, sumber-sumber mata air, sungai, danau dan laut, karena konsep ini tidak di kenal dalam Islam,” terangnya.

“Negara wajib hadir sebagai pihak yang diamanahi Allah SWT, yakni bertanggung jawab langsung dan sepenuhnya terhadap pengelolaan harta milik umum,” lanjutnya.

Ia menyampaikan bahwa Rasulullah saw menegaskan, artinya: “Imam adalah ibarat penggembala dan hanya dialah yang bertanggung jawab terhadap gembalaannya atau rakyatnya.” (HR. Muslim).

Ketiga, menurut Narator, negara berkewajiban mendirikan industri air bersih perpipaan sedemikian rupa sehingga terpenuhi kebutuhan air bersih setiap individu masyarakat kapanpun dan dimanapun berada. 

“Status kepemilikannya adalah harta milik umum dan atau milik negara, dikelola pemerintah untuk kemaslahatan islam dan kaum muslimin,” paparnya.
 
“Hal ini kembali pada kaidah bahwa status hukum industri dikembalikan pada apa yang dihasilkannya,” tambahnya.

Dia menegaskan bahwa untuk semua itu, negara harus memanfaatkan berbagai kemajuan sains dan teknologi, pemberdayakan para pakar yang terkait berbagai upaya tersebut seperti pakar ekologi, pakar hidrologi, pakar teknik kimia, teknik industri dan ahli kesehatan lingkungan.

“Sehingga terjamin akses setiap orang terhadap air bersih gratis atau murah secara memadai kapanpun dan dimanapun ia berada,” tegasnya. 

Menurutnya, inilah sejumlah prinsip tauhid untuk mengakhiri krisis air bersih dan darurat kekeringan yang dihasilkan oleh sistem kapitalisme.

“Keseluruhan konsep ini adalah aspek yang terintegrasi dengan sistem kehidupan Islam yakni khilafah Islamiyah,” pungkasnya.[] Raras
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab