Tinta Media: Kekerasan Seksual
Tampilkan postingan dengan label Kekerasan Seksual. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kekerasan Seksual. Tampilkan semua postingan

Selasa, 19 September 2023

Kekerasan Seksual Bukan Hanya Tanggung Jawab Keluarga




Tinta Media - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menyatakan bahwa Indonesia darurat kekerasan seksual terhadap anak. Berdasarkan catatan KemenPPPA, kasus kekerasan seksual terhadap anak mencapai 9.588 kasus pada 2022. Jumlah itu mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya, yakni 4.162 kasus. Meski cukup tinggi, tetapi angka ini hanya seperti fenomena gunung es. Kasus yang tidak tercatat dan dilaporkan tentu lebih besar lagi.

Menanggapi banyaknya kasus kekerasan seksual yang banyak menimpa anak di bawah umur, Staf Ahli Menteri Bidang Pembangunan Keluarga Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Indra Gunawan mengungkapkan keluarga dan masyarakat dapat berkontribusi mencegah tindak pidana kekerasan seksual (TPKS). Indra menyoroti fenomena anak yang menjadi korban TPKS, tetapi enggan menceritakannya. 

Mencegah terjadinya kekerasan seksual dapat dimulai dari keluarga, sebab keluarga sebagai lembaga terkecil yang aman bagi setiap anggota bisa melindungi anak-anak mereka dari kekerasan seksual," kata Indra (news.republika.or.id, 27/08/2023)

Benar bahwa keluarga punya peran penting untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual. Akan tetapi, jika menganggap bahwa satu-satunya pihak yang punya tanggung jawab besar untuk mencegah kekerasan seksual adalah keluarga, maka pernyataan ini kurang tepat. Untuk mengetahui apa solusi efektif mengatasi masalah ini, maka kita harus memahami terlebih dahulu penyebab utama banyak terjadi tindak kekerasan seksual.

Penyebab Terjadinya Kekerasan Seksual

Sebagaimana yang disampaikan oleh staf ahli KemenPPPA, salah satu faktor penyebab terjadinya kekerasan seksual pada anak adalah kurangnya komunikasi anak dengan orang tua sehingga mereka tidak berani menceritakan ketika terjadi tindak kekerasan. Akan tetapi, selain karena alasan tersebut, sebenarnya masih ada faktor lain yang menyebabkan maraknya kasus kekerasan seksual, di antaranya adalah: 

Pertama, lemahnya iman pelaku kekerasan seksual. Dari banyaknya kasus kekerasan seksual, tidak sedikit para pelaku adalah muslim. Karena dorongan syahwat serta lemahnya iman, akhirnya mereka terjerumus melakukan hal-hal yang dilarang oleh syariat.

Kedua, maraknya pornoaksi dan pornografi. Dalam negara yang menganut sistem kapitalis sekuler, akidah Islam tidak dijadikan dasar untuk menerapkan suatu aturan sehingga pornoaksi dan pornografi tidak benar-benar dilarang, tetapi hanya diberikan batas tempat dan waktu mana yang pantas dan tidak. 

Misalnya, pakaian renang yang menampakkan aurat tidak layak dipakai di tempat ibadah atau pasar, tetapi boleh tampil di kolam renang atau pantai, meski dilihat banyak orang. Belum lagi ketika kita bicara tentang internet dan media sosial, maka tidak sulit untuk mencari gambar atau video vulgar. 

Padahal, Allah telah menciptakan pada diri manusia naluri bereproduksi/syahwat  yang akan muncul jika melihat aurat, baik secara langsung maupun di media. Jika sudah timbul syahwat, seseorang akan berusaha memenuhinya. Apabila tidak ada pasangan yang sah, maka akan terdorong untuk melakukan maksiat, seperti zina atau tindak kekerasan seksual.

Ketiga, sanksi yang kurang tegas bagi pelaku kekerasan seksual. Banyaknya kasus kekerasan seksual salah satunya karena hukuman bagi pelakunya tidak tegas sehingga tidak menimbulkan efek jera bagi yang bersangkutan maupun bagi orang lain. 

Solusi Islam Mengatasi Tindak Kekerasan Seksual

Dalam mencegah kasus kekerasan seksual. Keluarga sebagai institusi terkecil di tengah masyarakat memiliki peran strategis untuk menumbuhkan keimanan dan ketakwaan anak. 

Orang tua dan juga pihak sekolah memiliki kewajiban mengajak anak untuk taat kepada Allah Swt. dengan mengajarkan aturan pergaulan dalam Islam, yaitu perintah menutup aurat serta menundukkan pandangan, menjaga interaksi dengan lawan jenis, tidak campur baur dengan lawan jenis (ikhtilat), juga berduaan tanpa mahram (khalwat), menjauhi zina dan tidak tabarruj yang bisa mengundang syahwat.

Tidak cukup hanya itu, masyarakat juga memiliki peran penting untuk selalu peduli dengan kondisi lingkungan, serta  wajib melakukan upaya amar makruf nahi munkar untuk mencegah kemaksiatan di sekitar tempat tinggal. 

Kasus pemerkosaan anak TK oleh anak SD yang terjadi di Mojokerto misalnya, merupakan salah satu contoh kelalaian orang tua dan masyarakat di sekitar hingga kejadian bisa terulang 5 kali. Na’uzubillahi min zaalik.

Yang paling utama adalah peran negara untuk mewujudkan masyarakat islami dan menerapkan sanksi yang tegas bagi para pelaku kekerasan seksual. Khilafah wajib melakukan pembinaan dan menanamkan akidah Islam sehingga warga negara memiliki keimanan dan ketakwaan yang kokoh yang akan mencegah diri mereka terjerumus melakukan kemaksiatan. 

Di samping itu, dalam sistem Islam, pelaku kekerasan seksual mendapat sanksi yang berat. Jika sampai terjadi pemerkosaan, sementara pelakunya sudah/pernah menikah, maka hukumannya adalah dirajam hingga mati. Jika bujang, maka dicambuk 100 kali. 

Jika kekerasan seksual yang dilakukan tidak sampai zina, tetapi melakukan pelecehan, maka Khalifah akan menerapkan sanksi ta’zir yang tegas untuk memberikan efek jera.

Selain itu, negara akan menerapkan upaya prefentif/pencegahan terjadinya kekerasan seksual dengan mencegah banjirnya konten pornoaksi pornografi. Negara juga akan menerapkan sejumlah aturan Islam terkait dengan pergaulan, yaitu mewajibkan menutup aurat, mencegah khalwat, ikhtilat dan segala kegiatan di ranah umum yang akan memicu terjadinya pelanggaran hukum syara’ (konser musik, reuni ikhtilat, dll).

Apabila keluarga, masyarakat dan negara bersinergi untuk melaksanakan syariat Islam, insyaallah kekerasan seksual akan bisa dicegah dan terjamin perlindungan keamanan bagi semua warna negara. Allahu a’lam bi ash shawab.

Oleh: Lilla Prawidya
Sahabat Tinta Media

Rabu, 06 September 2023

Pencegahan Kekerasan Seksual terhadap Anak Tidak Cukup Peran Keluarga



Tinta Media - Kasus kekerasan seksual pada anak sering kali terjadi, khususnya di Indonesia. Dari tahun ke tahun, laporan kasus kekerasan bukannya menurun justru semakin meningkat, tanpa kejelasan solusi yang dapat menuntaskannya.

Staf Ahli Menteri Bidang Pembangunan Keluarga Kementerian Pemberdayaan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Indra Gunawan mengatakan, keluarga dan masyarakat dapat berkontribusi dalam mencegah terjadinya tindak pidana kekerasan seksual. Fenomena banyak anak yang menjadi korban kekerasan seksual, tetapi enggan menceritakan serta melaporkannya karena takut menjadi aib dan mencoreng nama keluarga masih sering terjadi. 

Indra mengatakan, orang tua perlu menciptakan ruang yang aman dalam keluarga dan membuat anak nyaman dalam berkomunikasi.

“Cara mencegah terjadinya kekerasan seksual terhadap anak dapat dimulai dari lingkup keluarga, sebab keluarga adalah tempat terkecil yang aman bagi anak-anak mereka dari tindakan kekerasan seksual. Pencegahan dapat dilakukan dengan  memberikan edukasi kepada seluruh anggota keluarga, terutama anak-anak, serta membangun komunikasi yang berkualitas bagi anggota keluarga,” ungkap Indra dalam kegiatan Media Talk di kantor KemenPPPA, Jakarta, Jumat (25/8/2023) 

Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) selama tahun 2023 KPA telah menerima laporan kasus kekerasan seksual pada anak di beberapa daerah di Indonesia, yaitu mencapai 2.739. Jumlah tersebut mengalami peningkatan dibandingkan 2022. Parahnya lagi, sebagian besar pelakunya adalah orang terdekat anak, seperti ayah kandung, kakek, kakak korban, ayah tiri, paman, dan teman dekat. (Kompas, 31-7-2023).

Ia pun menegaskan bahwa meningkatnya angka kekerasan seksual anak di negeri ini adalah tanggung jawab bersama, baik dari pemerintahan, penegak hukum, dan masyarakat luas, yakni dalam rangka melindungi anak-anak.

Akar Masalah 

Kasus kekerasan seksual yang menimpa anak masih menjadi persoalan yang sulit dipecahkan. Banyak peraturan dan UU yang dibuat, tetapi justru kasus kekerasan seksual tak pernah usai. 

Memang benar, keluarga memiliki andil dalam masalah ini. Hanya saja, kasus kekerasan seksual bukan disebabkan rapuhnya keimanan seseorang semata atau minim literasi terkait hal itu, tetapi karena lemahnya pendidikan agama dari orang tua kepada anak-anak yang  disebabkan mereka bekerja demi kebutuhan ekonomi. Alhasil, anak menjadi korban. 

Sejatinya, kasus kekerasan seksual yang merajalela adalah buah dari penerapan sistem sekularisme kapitalisme. Sistem ini menjauhkan manusia dari agama sehingga orientasi kehidupan hanya digunakan untuk meraih kemenangan dan kepuasan duniawi semata, sehingga melahirkan kerusakan di semua sendi kehidupan.

Di sisi lain, masyarakat mudah mengakses berbagai film, video, maupun situs-situs porno di berbagai media. Pergaulan di masyarakat pun menganut kebebasan dan permisif yang menormalisasi perzinaan untuk memuaskan syahwat. Akhirnya, anak menjadi sasaran empuk predator seksual. 

Lebih mirisnya, kekerasan seksual banyak dilakukan oleh orang-orang terdekat anak. Mereka yang semestinya melindungi justru malah merusak kehormatan anak tersebut.

Di sisi lain, sanksi yang diberikan kepada pelaku terlalu ringan dan tidak memberikan efek jera. Faktor penegakan hukum ini cukup memberi andil sehingga kasus-kasus kekerasan terhadap anak terus terulang. 

Jadi, akar masalah kasus ini bukan terletak dari minimnya peran orang tua, tetapi karena kegagalan sistem sekularisme kapitalisme. Telah tampak kerusakan dan kegagalan sistem buatan manusia ini di segala lini kehidupan.

Pandangan Islam

Sangat berbeda dengan sistem kapitalisme, Islam adalah agama sempurna yang mampu menyelesaikan segala problem kehidupan, khususnya masalah kekerasan seksual anak. Islam memandang negara adalah pengatur urusan seluruh rakyat. Rasulullah saw bersabda:

“Imam/khalifah adalah pemelihara urusan rakyat, ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap urusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari dan Muslim)

Islam sebagai ideologi yang memiliki seperangkat aturan baku yang sangat terperinci dan sempurna mencakup seluruh aspek kehidupan. Untuk menyelesaikan kasus kekerasan seksual, Islam menyelesaikan dengan cara menerapkan sistem ekonomi, sistem pergaulan, dan sistem sanksi yang tegas bagi pelaku kejahatan. 

Tidak hanya itu, Islam mewajibkan tiga pilar, yakni orang tua, masyarakat, dan negara menjalankan perannya masing-masing untuk mencegah kekerasan seksual. 

Peran orang tua adalah mendidik anak-anak dengan syariat Islam. Orang tua wajib menanamkan akidah kepada anaknya hingga terbentuk kesadaran di dalam diri mereka bahwa dia adalah hamba Allah yang wajib menaati perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. 

Masyarakat memiliki peran menciptakan kehidupan yang berasaskan Islam, yaitu sebagai wadah terwujudnya amalan praktis amar ma’ruf nahi munkar dan saling tolong menolong (ta’awun) dalam kebaikan. Masyarakat seperti ini hanya terbentuk ketika Islam kaffah dijadikan sebagai maqayis (standar nilai), mafahim (pemahaman), dan qanaah (penerimaan) dalam masyarakat.  

Dari sisi negara, Islam mewajibkan khilafah sebagai penerapan hukum Islam dan penjamin keamanan rakyat. Sebab, salah satu faktor utama kejahatan tersebut adalah karena tidak terpenuhinya kebutuhan dasar bagi masyarakat itu sendiri. 

Khilafah akan menerapkan sistem ekonomi Islam yang menjamin setiap laki-laki mendapatkan pekerjaan. Dengan bekerja, mereka akan bisa menafkahi keluarganya secara makruf. Jaminan ini akan membuat tugas ayah dan ibu dalam mendidik anak tidak tumpang tindih. 

Apalagi media dalam khilafah digunakan sebagai sarana edukasi masyarakat terkait hukum-hukum syariah. Media juga menjadi sarana meningkatkan taraf berpikir mereka dengan informasi politik, iptek dan sejenisnya. Selain itu, media juga berfungsi sebagai sarana menumbuhkan cinta kepada Islam dengan menayangkan haibah negara khilafah. 

Dengan penerapan sistem semacam ini, masyarakat akan tersuasanakan dalam kebaikan.  Islam akan menerapkan sanksi tegas kepada pelakunya.

Syaikh Abdurrahman al-Maliki dalam kitabnya sistem sanksi Islam menjelaskan bahwa hukuman bagi pemerkosa mendapat 100 kali cambuk bila belum menikah, dan hukuman rajam bila sudah menikah. Hukuman bagi penyodomi adalah dibunuh. Jika melukai kemaluan anak-anak kecil dengan persetubuhan, terkena denda 1/3 dari 100 ekor unta atau sekitar 750 juta rupiah selain hukum zina. 

Beginilah Islam dalam menyelesaikan kekerasan seksual pada anak, yang tidak bisa dilakukan dalam sistem kapitalisme. Dengan penerapan Islam kaffah dalam kehidupan maka otomatis perlindungan terhadap anak akan sangat mudah diwujudkan. Sebab, anak adalah generasi penerus bangsa.  Bahkan, anak akan merasakan keamanan dan kesejahteraan yang sesungguhnya saat hidup di bawah naungan daulah Islamiah. Wallahu a’lam bish shawwab.

Oleh: Hamsia 
(Pegiat Opini)

Sabtu, 02 September 2023

Kekerasan Seksual Anak Butuh Solusi Tuntas, Bukan Sebatas Pencegahan




Tinta Media - Menurut Staf Ahli Menteri Bidang Pembangunan Keluarga Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Indra Gunawan Pencegahan Kekerasan Seksual. Dimulai dari keluarga sebagai satu lembaga terkecil, yang aman bagi setiap anggota dan bisa melindungi anak-anak mereka dari kekerasan seksual, oleh karenanya orang tua perlu menciptakan ruang yang aman dalam keluarga.

Memang benar keluarga, merupakan orang terdekat yang memiliki peran dalam menghindarkan anak dari kekerasan seksual, namun kita tidak bisa menutup mata, bahwa tidak sedikit juga, kasus tindak kekerasan seksual terjadi pelakunya adalah pihak keluarga. Selain itu banyak kasus kekerasan terjadi di ranah publik, korbannya pria juga wanita yang artinya kasus kekerasan ini bisa terjadi di mana pun tanpa mengenal usia, ruang, bahkan jenis kelamin. 

Oleh sebab itu, menjadi sangat tidak tepat jika ingin melakukan pencegahan kekerasan seksual hanya memerlukan peran keluarga,  sebab  masyarakat dan negara juga punya hak dan kewajiban sama dalam mencegah kekerasan seksual. Terlebih dampak kekerasan seksual ini, bukan hanya  menimpa korban, namun juga merusak tatanan sosial negara dan generasi kedepan.


Namun realitas hari ini, kendati kekerasan seksual adalah kejahatan yang besar, yang kerap terjadi di kehidupan sehari-hari. Namun kejahatan seksual menjadi sulit di ungkap hingga tuntas, akibat dari hukum dan undang-undang di negara saat ini kerap memosisikan kejahatan seksual seperti kejahatan biasa. 

Sejatinya, banyaknya kasus kekerasan seksual yang terjadi, menandakan bahwa nilai moral dan berpikir manusia kian menurun, dan ini adalah buah dari penerapan sistem kapitalisme sekuler, sistem yang diciptakan oleh manusia yang rakus yang menuruti hawa nafsunya, sehingga menjadikan penganutnya menjadi makhluk individualis dan bahkan kehilangan identitasnya sebagai manusia. 

Belum lagi sekularisme, paham yang  menjadikan agama sebatas ritual, sehingga menjadikan banyak manusia saat ini, hidup di jalan yang bertolak belakang dengan ajaran agama, alih-alih berperang melawan hawa nafsu seperti yang di perintahkan Islam, tindakan mereka cenderung dikendalikan oleh nafsu 

Di dalam Islam perlindungan anak memiliki model perlindungan yang berlapis, bersinergi dan sempurna terhadap tumbuh kembang anak. Misalnya, di dalam keluarga, seorang anak wajib dilindungi oleh keluarga dalam hal ini orang tua atau seluruh anggotanya, dengan penuh kasih sayang dan penuh tanggung jawab. Serta menanamkan akidah semenjak dini, sehingga anak dapat tumbuh bukan hanya sekedar menjadi  manusia, namun juga sebagai hamba Allah yang sadar akan tugas mengabdikan hidupnya kepada Allah SWT semata. 


Selanjutnya di dalam masyarakat, Islam mewajibkan anggota masyarakat untuk saling melakukan amar makruf nahi mungkar dan tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan, termasuk saling membantu dalam kehidupan bermasyarakat, hal ini tentu memunculkan rasa saling peduli, serta menjamin rasa aman lingkungan. 

Dan negara, di dalam paradigma Islam, negara berperan sebagai pelaksana utama penerapan seluruh syariat Islam. Oleh karenanya negara wajib menjamin kehidupan yang bersih dari berbagai kemungkinan berbuat dosa. Dengan menjaga agama, moral, dan menghilangkan setiap hal yang dapat merusaknya, serta menetapkan sanksi yang tegas pada pelaku kriminal termasuk pelaku tindak kejahatan pada anak dengan hukum sesuai syariat Islam yang tegas dan keras.  


Demikianlah Islam, ajarannya menyentuh seluruh aspek kehidupan manusia, setiap peraturan yang terdapat dalam Al-Quran dan hadis saling mengikat, tidak hanya berbicara untuk kemaslahatan pribadi, Namun lebih dari itu, ditujukan untuk mencapai sebuah kebaikan dan keselamatan bersama antar sesama manusia. Maka tidak heran jika Islam disebut sebagai rahmatan lil alamin atau Rahmat bagi seluruh alam. 

Oleh karenanya selain kewajiban sadar dan peduli, kita juga harus mengambil insiatif yang membawa perubahan untuk Indonesia, dengan membuang akar masalahnya yaitu kapitalisme sekuler, sebab kita lebih butuh negara  berasaskan akidah Islam yang tuntunannya sesuai otoritas nash Al-Qur'an dan Sunnah, sehingga dengan begitu masalah kekerasan seksual bisa terselesaikan dengan tuntas. 

Wallahu alam.


Oleh: Indri Wulan Pertiwi 
Aktivis Muslimah Semarang

Senin, 19 Juni 2023

Kekerasan Seksual Makin Mengerikan, Urgen Evaluasi Besar dan Solusi Islam

Tinta Media - Ketika keinginan manusia selalu dituruti tanpa adanya rambu-rambu kebaikan Islam, maka yang akan terjadi adalah kekacauan dan musibah. Bahkan, Allah ta'ala telah mengingatkan manusia di dalam surah Al-A'raf ayat 179 yang artinya: 

"... Mereka memiliki hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka memiliki mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengarkan (ayat-ayat Allah). Mereka seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat lagi ..."

Saat perilaku manusia tidak lagi dipandu dengan tuntunan Allah ta'ala, maka akan bermunculan berbagai macam kasus yang sangat menyayat hati, sebagaimana yang menimpa seorang remaja di Sulawesi Tengah. Remaja berusia 15 tahun ini diperkosa oleh 11 pria, termasuk di dalamnya oknum kepala desa, oknum guru, dan anggota Brimob. 

Sebagaimana dikutip dari CNN Indonesia, sebanyak 11 tersangka itu bakal dijerat dengan Pasal 81 ayat 2 Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2022 tentang Perlindungan Anak. (Minggu, 11 Juni 2023)

Yang makin membuat miris, ulah bejat para pria itu menyebabkan rahim anak perempuan 15 tahun itu terinfeksi dan terancam diangkat. Namun, setelah dirawat beberapa pekan, kondisinya kian membaik. Berdasarkan informasi yang dinyatakan oleh Direktur Rumah Sakit Umum Undata Palu, Herry Mulyadi, kemungkinan operasi pengangkatan rahim dibatalkan.

Kasus yang Marak Terjadi

Kasus kekerasan seksual sudah sering terjadi di negeri dengan jumlah muslim mayoritas ini. Berdasarkan data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, ada 21.241 anak menjadi korban kekerasan pada 2022. Jumlah tersebut mencakup kekerasan di dalam rumah tangga maupun di luar, seperti tempat pendidikan, lingkungan, dan lainnya. 

Jenis kekerasan seksual menempati urutan pertama dengan korban sebanyak 9.588 anak. Maka dari itu, pantaslah menyebut Indonesia darurat kekerasan pada anak. Tingginya kasus kekerasan seksual pada anak menjadi bukti nyata bahwa sanksi yang ada selama ini tidak memberikan efek jera, sehingga urgen untuk menuntaskan problem ini sampai akarnya.

Sanksi tegas dan membuat efek jera seharusnya menjadi sesuatu yang urgen dilakukan, mengingat dari waktu ke waktu kasus kekerasan seksual makin parah. Hal tersebut dikarenakan sanksi yang dibuat manusia tidak menyelesaikan masalah. Maka, sudah saatnya kita mengambil panduan syari'ah dari Allah ta'ala. 

Ini sebagaimana yang diterangkan di dalam surah An-Nur ayat 2 yang mana hukuman untuk pezina yang belum menikah adalah didera (dicambuk) sebanyak 100 kali, sedangkan pezina yang sudah menikah diberikan hukuman rajam seperti yang dijelaskan di dalam hadis Rasulullah. Terkait korban kekerasan seksual, tentunya tidak akan mendapat sanksi.

Media jelas punya peran besar dalam mendidik masyarakat. Mayoritas media saat ini berisi konten yang tidak mendidik menjadi muslim yang taat, baik dalam bentuk tulisan, film, maupun musik karena menyuguhkan kebebasan interaksi laki-laki dan perempuan. Bahkan, terbukanya aurat sudah jadi sesuatu yang normal saja. 

Ini wajar terjadi, karena kehidupan kita tidak memakai tuntunan Islam. Karena itu, urgen bagi kita untuk mengatur media sesuai syari'ah Islam agar tayangan yang ada mampu mendidik masyarakat mempunyai akhlak mulia.

Dunia pendidikan pun selayaknya melakukan evaluasi besar-besaran karena terbukti melahirkan orang-orang yang berbuat kriminalitas. Kejadian di Sulawesi Tengah ini adalah kasus kesekian yang menunjukkan betapa pendidikan ala sekuler telah gagal mewujudkan manusia yang beradab.

Di sisi lain, sistem ekonomi yang rapuh telah mendorong generasi muda untuk berorientasi materi dan mencari harta sebanyak mungkin dalam waktu yang singkat. Sungguh, jika semua ini tidak segera dievaluasi dan diberikan solusi yang bersumber dari syari'ah Islam, entah musibah mengerikan apalagi yang ke depannya akan terjadi? Semoga Allah ta'ala melindungi kita dan kaum muslimin dari setiap keburukan. Wa maa tawfiiqii illaa billaah, 'alaihi tawakkaltu wa ilaihi uniib.

Oleh: Dahlia Kumalasari
Pendidik

Jumat, 16 Juni 2023

Darurat Kekerasan Seksual Anak, Perlu Solusi Tuntas

Tinta Media - Kekerasan seksual pada anak terus terjadi dengan kondisi korban yang sangat memprihatinkan. Seorang anak berusia 15 tahun diperkosa 11 orang.

Hingga Selasa (30/05) Polda Sulawesi Tengah telah menahan lima tersangka dari 11 terduga pelaku dan memeriksa sejumlah saksi. Meski demikian, hasil penyelidikan belum mengungkap motif para pelaku.

Sementara itu, pendamping korban, Salma Masri mengatakan kondisi kesehatan anak terus memburuk lantaran alat reproduksinya mengalami infeksi akut dan rahimnya terancam diangkat. Bbc.com (31/5/2023). 

Tindakan biadab yang mengusik hati itu menunjukkan hilangnya rasa kemanusiaan hingga terjerumus pada tindakan yang lebih rendah dari binatang. Kondisi di atas hanyalah sedikit  gambaran manusia sakit akibat diterapkannya sistem sekularisme liberalis_sistem yang mengabaikan agama dan bebas melakukan apa saja, tanpa takut dosa sedikitpun. 

Standar kebahagiaan manusia dalam sistem ini adalah sebanyak-banyaknya mendapatkan materi, tidak peduli halal ataukah haram. Ditambah tayangan di media sosial yang bebas nilai dan siapa saja bisa mengaksesnya, menjadikan apa yang dipikirkan hanya seputar bagaimana caranya agar bisa memuaskan nafsu, sekalipun hal itu menimbulkan kerusakan dan kesengsaraan. 

Tak bisa dimungkiri, sistem ini telah gagal melindungi kehormatan dan keselamatan jiwa. Hak asasi yang selama ini digembar-gemborkan sekadar bualan kosong tanpa makna. Apalagi jika korbannya adalah rakyat bawah yang tak punya akses kekuasaan, maka kasus terabaikan hingga korban bisa jadi tersangka. .

Sebagaimana kasus di atas, oleh Polda Sulteng di katakan bahwa hal itu merupakan persetubuhan anak di bawah umur. Tentu saja ungkapan Polda menjadi polemik, yang seharusnya kasus segera tuntas malah terkesan dimanipulasi hanya karena ada anggota kepolisian yang diduga terlibat. 

Solusi Tuntas Kekerasan Seksual Anak Ada dalam Sistem lslam

Islam adalah sistem kehidupan yang terbukti mampu melindungi kehormatan dan keselamatan jiwa masyarakat. terkait hal tersebut, ada beberapa hal yang dilakukan oleh negara: 

Pertama, negara memupuk rasa iman yang kuat serta kokoh. Di antaranya melarang aktivitas apa saja yang mendangkalkan iman, seperti perdukunan, ramalan masa depan, hari buruk atau baik, dan yang lainnya. Bahwa Allah Swt. sajalah Sang Pencipta satu-satunya Yang Mahakuasa atas segala sesuatu dan Dia tempat semua makhluk bersandar. 

Kedua, negara wajib memudahkan rakyat untuk mendapatkan ilmu agama. Berbagai fasilitas pendukung harus disediakan oleh negara dengan murah, bahkan gratis. Misalnya, ustadzah atau guru, gedung, jalan, dan kendaraan yang baik. Dengan demikian manusia tahu mana yang benar dan mana yang salah hingga takut azab jika melanggar perintah-Nya. 

Tak kalah penting, kurikulum pendidikan sekolah juga harus bertujuan agar anak didik mempunyai pola pikir dan pola sikap yang islami. Artinya, dilarang memisahkan agama dari kurikulum pendidikan, pelajaran apa saja bisa di hubungkan dengan kekuasaan dan kebesaran Allah Swt. hingga terbentuklah pribadi luhur pada output pendidikan sekaligus mencetak calon pemimpin yang kuat dan amanah. 

Ketiga, ada sanksi tegas terhadap siapa saja pelaku kekerasan seksual, baik pada anak atau pada yang lainnya. Tujuan Sanksi adalah agar ada rasa jera/jawazir baik bagi pelaku untuk tidak mengulangi perbuatan tersebut, serta orang lain tidak mencontoh perbuatan serupa. Sanksi juga dimaksudkan untuk menebus dosa di akhirat kelak/jawabir. 

Untuk kekerasan seksual, maka sanksi bagi pelaku yang sudah menikah adalah rajam hingga mati dan disaksikan sekelompok orang tanpa belas kasihan. Jika pelakunya belum menikah, maka ia dijilid 100 kali dan diasingkan satu tahun di luar kota. 

Negara juga tegas melarang tayangan pornografi dan pornoaksi karena bisa menjadi pemicu adanya tindakan kekerasan seksual. Ada sanksi tegas bagi yang melanggar. Sanksi yang dikenakan adalah takjir, yaitu sesuai pendapat pemimpin. Bisa dengan denda, penjara, hingga hukuman mati. 

Dalam sistem Islam, para pemimpin dan rakyat menstandarkan perilakunya pada syariat, apa yang dilarang akan ditinggalkan. Tujuan hidup jelas untuk beribadah, dan kebahagiaannya adalah mendapat rida-Nya semata. Kehidupan dalam sistem ini mendatangkan ketenangan dan keberkahan, karena terjaminnya keselamatan jiwa dan terlindunginya kehormatan. 

Sebaliknya, kehidupan dalam sistem sekularisme liberalis saat ini diliputi kecemasan karena negara abai terhadap perlindungan jiwa dan kehormatan, hingga kekerasan seksual pada anak terus terjadi tanpa pernah tahu siapakah pelaku dan korban berikutnya. 

Allahu a’lam.

Oleh: Umi Hanifah
Sahabat Tinta Media
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab