Tinta Media: Kekayaan
Tampilkan postingan dengan label Kekayaan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kekayaan. Tampilkan semua postingan

Selasa, 19 November 2024

Lautan, Kekayaan Tiada Habisnya



Tinta Media - Lautan adalah kumpulan air asin yang luas, tertahan di cekungan besar di permukaan bumi. Lautan terdiri dari permukaan laut, dalam laut,  dasar laut. Luas lautan dan daratan di bumi mencapai 70 berbanding 30. Ini membuat negara memiliki sejumlah wilayah lautan yang lebih luas daripada daratan sebagai wilayah kekuasaannya. Salah satunya adalah Indonesia.

Kekuatan yang melimpah di perairan Indonesia kaya akan sumber daya alam kelautan, termasuk ikan, udang, kerang, rumput laut, dan berbagai jenis biota laut lainnya. Indonesia juga  memiliki  potensi besar dalam penangkapan dan budidaya perikanan, yang menjadi sumber penting bagi perekonomian negara ini.

Sumber daya alam yang ada di lautan melimpah. Sayangnya, terjadi kerusakan lautan yang cukup parah, seperti perubahan yang terjadi secara langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik atau hayati laut yang melampui kreteria baku.  Kriteria baku kerusakan laut ditetapkan sesuai dengan kondisi fisik ekosistem laut, yakni terumbu karang, mangrove, dan padang lamun.

Adapun kerusakan lautan akibat tangan manusia, yakni merusak terumbu karang, membuang sampah sembarangan, penggunaan pupuk pestisida buatan, penggunaan air secara boros, penambangan pasir dan pembangunan pemukiman, penggunaan racun sianida dan bahan peledak saat menangkap ikan dan penggundulan hutan. (Detikedu, 09/09/22)

Kerusakan lautan ini apabila dibiarkan akan merusak ekosistem laut, sehingga perlu penanganan untuk mencegah hal itu. Pemerintah Indonesia   memiliki berbagai program dan kebijakan untuk menjaga kelestarian laut, di antaranya: pembentukan kawasan konservasi program restorasi ekosistem, pengelolaan perikanan yang berkelanjutan,
pendidikan masyarakat, kerjasama global,
Pembinaan POKMASWAS.

Walaupun sudah diprogramkan oleh pemerintah, tetapi tetap terjadi kerusakan laut. Selain itu, ada juga pengambilan sumber daya alam yang ada di laut. Pencurian pasir laut oleh Singapura telah merugikan output ekonomi. Sebesar Rp925 miliar atau hampir Rp1 triliun PDB kita berkurang. Hal itu disampaikan oleh Nailul dalam diskusi Celios  yang digelar secara daring  pada Senin, 14 Oktober 2024. (Kompas.com)

Hal itu membuktikan bahwa kelautan Indonesia kaya dengan sumber alam yang melimpah ruah, tetapi ditangani secara salah disebabkan sistem yang diterapkan saat ini. Sistem sekuler kapitalis yang diterapkan dunia saat ini memungkinkan terjadi pelanggaran, baik HAM, kebijakan sepihak, dan ketidakadilan. Penerapan sistem sekuler kapitalis ini membawa kesengsaraan bagi seluruh umat manusia dikarenakan tidak sesuai dengan fitrah manusia. Ini karena manusia membuat aturan yang diterapkan untuk manusia yang notabene manusia bersifat lemah dan sering melakukan kelalaian.

Sumber daya alam merupakan milik rakyat dan harusnya dikelola oleh negara. Namun, dengan adanya kerusakan laut akibat ulah manusia dan mudahnya pengerukan pasir secara ilegal membuktikan abainya penanganan kelestarian laut. Hal ini karena mudahnya aturan dibolak-balik sesuai dengan kepentingan dan juga adanya permainan uang, sehingga orang yang mempunyai uang bisa berkuasa.

Sistem ini tidak hanya membuat manusia lalai, tetapi juga membuat alam rusak disebabkan manusia yang rakus dengan kekayaan dan kekuasaan. Sistem ini juga menyebabkan kesenjangan sosial karena kekayaan hanya menumpuk pada orang tertentu saja.

Ketidakadilan sistem saat ini harusnya diganti dengan sistem yang lebih komprehensif karena sistem sekuler tidak memberikan solusi yang benar, lebih kepada tumpang tindih. Sistem yang bisa memberikan solusi menyeluruh hanyalah Islam. 

Islam tidak hanya agama, tetapi juga sebuah aturan hidup. Islam mampu menyatukan umat manusia dengan berbagai ras, bangsa, adat dan agama. Hal ini dibuktikan dengan adanya sejarah gemilang kejayaan Islam yang memimpin umat manusia selama 13 abad lamanya. Sistem ini berakhir di kekhilafahan Turki Utsmani.

Islam menghasilkan sebuah aturan yang langsung dari Allah melalui perantara Rasulullah yang tertuang dalam Al-Qur'an. Al-Qur'an inilah yang menjadi petunjuk manusia dalam hal mengarungi kehidupan, termasuk bernegara. Begitu juga dengan sumber daya alam. 

Rasulullah bersabda bahwa kaum muslimin  berserikat dalam tiga hal, yakni padang rumput, air dan api. ( HR. Abu Dawud dan Ahmad)

Dari hadis ini kita bisa melihat bahwa hak  kepemilikan ada tiga hal, yakni milik negara, milik umum, dan pribadi. 

Kepemilikan negara berasal dari fa'i, kharaj, jizyah, rikaz, dll.
Milik umum yakni sumber daya alam seperti kekayaan laut, batu bara, migas, nikel, emas, dan lainnya. Kekayaan ini dikelola negara dan hasilnya untuk kemakmuran rakyat. Semua itu harus dinikmati oleh rakyat dan tidak boleh di privatisasi oleh individu. 

Kepemilikan individu adalah kepemilikan perorang seperti papan, pangan dan sandang. Hal lainnya, misalkan membangun perusahaan  industri atau apa pun, asalkan di dalam industri itu tidak ada  hak  kepemilikan negara atau umum diperbolehkan seperti industri sepatu, baju dan lainnya.

Dengan adanya aturan Islam yang diterapkan, maka akan terwujud sebuah negara yang penuh dengan rahmat dan  barokah karena Islam hadir tidak hanya untuk muslim saja, tetapi juga untuk umat manusia. Saatnyalah kita mengubah sistem sekuler kapitalis dengan sistem Islam.




Oleh: Hafizatul Dwi Maulida, S.Pd
Sahabat Tinta Media

Senin, 21 Oktober 2024

Kekayaan Alam Berlebih, Bencana atau Berkah

Ķ


Tinta Media - Berbagai macam sumber daya alam di Indonesia sangat memungkinkan untuk menyejahterakan seluruh rakyat jika pengelolaannya dilakukan dengan cara yang benar. Namun, ibarat kampung kumuh di atas gunung emas, rakyat justru hidup dalam kesengsaraan. Nyatanya, di negeri ini tak ada satu pun sumber daya alam yang pengelolaannya diperuntukkan kepada rakyat. Semuanya dikomersialisasi sesuai.

Inilah alasan mengapa negeri yang subur dan kaya ini malah menjadi tempat kumuh dengan taburan problema kehidupan yang senantiasa menghiasi perjalan siklus kehidupan.
Entah sampai kapan negeri ini menjadi buruh di rumah sendiri. Tak paham atau tutup mata, tutup telinga atas apa yang diketahui, bukannya mendongkrak pemahaman rakyat agar layak menjadi pengelola sumber daya yang ada, penguasa malah membuka lahan bagi para investor untuk menanamkan modal sehingga berujung pada penggadaian dan pengalihan kepemilikan.

Kegagalan negara dalam memetakan kekayaan alam berdampak pada munculnya berbagai macam bencana, seperti terjadinya longsor di lokasi penambangan. Bisa jadi, hal itu memakan korban jiwa, atau hilangnya kemanfaatan sumber daya alam karena ditambang oleh oknum tertentu tanpa batas. Hal ini menunjukkan adanya keruwetan dalam pengelolaan negara.

Dikutip dari media CNBC, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bersama dengan Biro Koordinasi dan Pengawasan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (Korwas PPNS) Bareskrim Polri berhasil mengungkap aktivitas penambangan emas ilegal di Ketapang, Kalimantan Barat. Penambangan ini dilakukan oleh sekelompok warga negara asing (WNA) asal Cina. Mereka menggali lubang sepanjang 1.648,3 meter di bawah tanah.

Penyebutan kata illegal pada suatu agenda besar ibarat cuci tangan pemerintah atas persoalan pengurusan SDA yang tepat. Padahal, kasus seperti tambang ilegal merupakan hal yang berulang. Ini menunjukkan bahwa hukum di negeri yang katanya damai ini merupakan ilusi, hanya permainan dari orang-orang yang berkepentingan.

Sebuah kebohongan jika dikatakan bahwa negara tidak tahu seberapa besar potensi kekayaan alam di negeri ini. Seharusnya negara memiliki bigdata kekayaan/ potensi alam. Negara juga harus memiliki kedaulatan dalam mengelolanya.

Maka dari itu, negara bukan hanya wadah manusia berkumpul untuk saling mendominasi, tetapi di dalamnya harus diletakkan aturan yang tidak hanya mengurusi masalah kenegaraan, tetapi juga persoalan rakyat yang berada di bawah naungannya.

Sudah menjadi keharusan bahwasanya negara memiliki kewaspadaan tinggi atas pihak asing ataupun pihak lain yang berniat merugikan negara. Negara juga harus memiliki pengaturan atas tambang, baik besar maupun kecil sesuai dengan standarisasi yang benar dan jelas.

Gambaran kehidupan sekarang memang jauh dari harapan karena dibimbing oleh ideologi kapitalis dengan asas manfaat. Ini berbanding terbalik dengan Islam ketika diterapkan. Islam bukan hanya sebuah agama yang mengatur tentang ibadah, tetapi juga terkait muamalah dan sanksi. Salah satunya adalah berkaitan dengan tata cara pengelolaan sumber daya alam sesuai dengan standar Islam.

Masyarakat Islam berserikat dalam tiga hal, yaitu padang rumput, air, dan api. Ketiga hal tersebut cukup mencakup segala hal yang bisa menjadi penunjang kehidupan negara dan rakyat. Sehingga, melakukan pengrusakan terhadap ketiga hal tersebut merupakan bentuk kezaliman, sehingga harus diberi sanksi.

Kesadaran negara atas  potensi kekayaan alam mengharuskan  pengaturannya sesuai degan ketentuan Allah, selaras dengan keberadaan kekayaan alam itu sendiri, apakah dikelola individu atau negara, sehingga rakyat mendapatkan manfaat yang optimal dan mampu menyejahterakan rakyat. Tiga pilar tegaknya aturan akan menjamin pengelolaan yang baik dan tanggung jawab ataas berbagai hal terkait, seperti jaminan keselamatan dan sebagainya.

Hal ini takkan mampu dirasakan selama kita masih bergelut dengan sistem kapitalisme. Sistem ini terbukti semakin menjauhkan kita dari solusi mendasar, menjadikan kita tamak dan rakus dengan berbagai hal dalam kehidupan.

Padahal, Islam sudah menggambarkan dengan jelas bahwa manusia sudah ditentukan potensi dasarnya, serta cara menyalurkan agar sejalan dengan Islam. Dari bangun tidur hingga mengelola negara, Islam mempunyai cara. Maka, apa yang diragukan darinya sedangkan Allah sendiri yang menjamin kebenaran Islam? Wallahua'lam.


Oleh: Erna Nuri Widiastuti S.Pd
Sahabat Tinta Media

Sabtu, 30 Desember 2023

Sudahkah Kita Mensyukuri Kekayaan Kita?



Tinta Media - Pernahkah Anda berpikir berapa kekayaan setiap orang jika dihargai dengan uang? 

Saat mata kita sehat, kita tak pernah berpikir betapa berharga mata kita. Coba saja andai suatu saat mata Anda, karena satu sebab kecelakaan tertentu, menjadi buta. Kebetulan Anda memiliki tabungan miliaran rupiah. Apa yang Anda lakukan? Anda pasti akan membayar berapa pun untuk mengembalikan penglihatan Anda. Tak peduli jika untuk itu tabungan Anda terkuras nyaris habis. Saat kaki kita sehat dan normal, kita pun mungkin jarang berpikir betapa bernilai kaki kita itu. Namun, pernahkah Anda membayangkan andai suatu saat, karena satu sebab musibah tertentu, kaki Anda harus diamputasi? Saya yakin, jika kebetulan Anda orang kaya, Anda akan sanggup mengeluarkan ratusan juta atau bahkan miliar rupiah asal kaki Anda tidak diamputasi serta kembali sehat dan normal seperti sedia kala. Bagaimana pula jika satu sebab bencana tertentu wajah Anda yang ganteng/cantik tiba-tiba harus menerima kenyataan rusak parah tak berbentuk akibat terbakar hebat atau terkena air keras? Saya yakin, Anda pun akan rela melepaskan harta apa saja yang Anda miliki asal wajah Anda bisa kembali ganteng/cantik seperti sedia kala.

Sudah banyak bukti, orang-orang kaya sanggup mengorbankan hartanya sebanyak apa pun demi mengembalikan kesehatannya; demi sembuh dari penyakit jantung, kanker, kelumpuhan, kecacatan dll. Bahkan demi mengembalikan agar kulitnya menjadi kencang, agar keriput di wajah bisa hilang, dll banyak orang rela merogoh sakunya dalam-dalam.

Jika sudah demikian, semestinya kita sadar, betapa kayanya setiap diri kita hatta jika secara materi kita orang miskin. 

Karena itu amat pantaslah jika Allah SWT dalam al-Quran surat ar-Rahman berkali-kali mengajukan pertanyaan retoris kepada kita: Fa bi ayyi âlâ’i Rabbikumâ tukadzibân (Nikmat Tuhanmu manakah yang kau dustakan)? 

Pertanyaannya: Sudahkah semua itu kita syukuri? Sudah berapa lama kita luangkan waktu untuk beribadah dan ber-taqarrub kepada-Nya? Ataukah kita malah rajin bermaksiat kepada-Nya? Sudah berapa besar pengorbanan kita untuk agama-Nya? Sudah berapa banyak harta milik-Nya yang kita infakkan di jalan-Nya atau membantu sesama? Ataukah kita gunakan sebagian besar harta itu di jalan yang sia-sia dan tak berguna sekadar demi memuaskan syahwat dan kesenangan dunia yang sesungguhnya hanya sesaat saja?

Wa mâ tawfîqî illâ billâh wa ’alayhi tawakkaltu wa ilayhi unîb. []

Oleh: Al-Faqir Arief B. Iskandar

(Khadim Ma’had Wakaf Darun Nahdhah al-Islamiyah Bogor).

Sabtu, 04 November 2023

Kekayaan Pejabat Meningkat, Rakyat Tetap Melarat


Tinta Media - Di negeri yang bersistem demokrasi kapitalisme, harta kekayaan seseorang meningkat saat menjabat sebagai pemangku kebijakan bukanlah hal yang mengejutkan. Hal ini banyak dijumpai, baik di tingkat desa, daerah, ataupun tingkatan paling atas di pemerintahan.

Salah satunya adalah pemberitaan yang sedang ramai diperbincangkan mengenai kekayaan Bupati Bandung Dadang Suptiatna yang meningkat drastis pasca dua tahun memimpin. Tokoh Pemuda Kabupaten Bandung serta Ketua DPD Korps Alumni KNPI Kabupaten Bandung, Tubagus Topan Lesmana menilai hal ini sangat (metrojabar.pikiran-rakyat.com, 16/10/2023).

Berdasarkan data Laporan Harta Kekayaan Penyelengaara Negara (LHKPN) sebagaimana di laman elhkpn.kpk.go.id, jumlah kekayaan Bupati Bandung bertambah sebesar Rp600 juta. Pada tahun 2021 jumlah total harta kekayaannya sebesar Rp8.884.850.872. Sedangkan pada tahun 2022 sebesar Rp9.492.804.928. Ini artinya, dalam kurun setahun, jumlah harta kekayaannya mengalami peningkatan sebesar Rp607.954.056. 

Jika mengingat kembali data LHKPN dalam waktu pelaporan harta kekayaan selama setahun dari periode 31-30 Desember 2020, terdapat 5 pejabat atau menteri yang kekayaannya meningkat selama pandemi yaitu: 

Pertama, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono harta kekayaannya naik Rp481.530.801.537. 

Kedua, Menko Marves Luhut Binsar mengalami kenaikan sebanyak Rp67.747.603.287. 

Ketiga, Menhan Prabowo Subianto, tercatat kenaikannya sebesar Rp23.382.958.500. 

Keempat, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate jumlah kenaikan sebesar Rp17.764.059.042. 

Kelima, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, kenaikannya sebanyak Rp10.221.697.693. (Kompas.com, 13/09/2023)

Tak ketinggalan, laman CNBC Indonesia (12/4/2023), juga merilis 10 pejabat terkaya, di antaranya ada menteri hingga bupati. Bisa jadi, inilah alasan mengapa kursi pemerintahan dalam sistem Demokrasi Kapitalisme selalu jadi ajang perebutan, meskipun pencalonan untuk menduduki kursi panas pemerintahan dalam sistem ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit. 

Deretan kekayaan fantastis pejabat serta kenaikan harta kekayaan yang tidak kalah fantastis pula ketika menjabat cukup membuat rakyat kecil tersenyum getir. Seakan para wakil rakyat telah berhasil mewakili kesejahteraan rakyat, di saat rakyat harus menelan kenaikan harga berbagai bahan pokok, BBM, listrik, pendidikan, kesehatan. Belum lagi masyarakat dihadapkan pada permasalahan PHK massal di berbagai lini industri. 

Melihat jumlah kekayaan yang meningkat pesat, jumlah uang rakyat yang dipakai untuk menggaji mereka tentunya tidak mengecewakan. Terlepas dari mereka sebagai pengusaha, memiliki bisnis sampingan, ataupun dari maraknya kasus-kasus korupsi yang menghiasi perilaku para pejabat di sistem demokrasi kapitalisme ini. Kondisi ini berbalik dengan nasib rakyat yang tetap pada garis kemiskinan.

Dalam pesta lima tahunan, suara rakyat bak dituhankan. Sistem demokrasi ini menghantarkan harapan untuk duduk di kursi kebijakan, kemudian mengantarkan pada napas kapitalisme. Para pejabat dan wakil rakyat beralih menjadi regulator antara kapitalis dan rakyat. Hal ini menjadikan rakyat sebagai objek bagi kapitalis dalam mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya. Sistem demokrasi kapitalisme inilah yang menjadikan perselingkuhan antara pemangku kebijakan dengan pemilik kepentingan. Rakyat menjadi korban kebijakan, nihil akan kesejahteraan. 

Dalam sistem demokrasi kapitalisme, slogan 'Yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin' sepertinya akan nampak nyata menjadi slogan abadi. Sistem ini meniscyakan bahwa pejabat makin kaya dan rakyat makin miskin. Negeri ini dijuluki sebagai surga dunia karena keberlimpahan kekayaan alamnya dan dikenal dengan zamrud khatulistiwa. Kondisi inieharusnya mampu menyejahterakan anak cucu negeri. Namun nyatanya, rakyat Indonesia telah terbiasa bergelud hidup miskin di tengah kekayaan negerinya. 

Kapitalisme liberal melalui para pengusungnya menyebabkan berbagai kekayaan alam yang terkandung di negeri ini dikuasai oleh asing dan aseng. Negeri ini juga rentan didominasi oleh asing dan aseng melalui utang luar negeri. Hal ini karena sistem kapitalisme telah membebaskan orang-orang yang bermodal besar (para kapitalis) untuk menguasai apa pun, tidak peduli melanggar syariat atau. 

Ada aset atau kekayaan yang semestinya milik umum, misalnya sumber daya alam adalah milik rakyat, tetapi dikuasai sendiri oleh para konglomerat. Tidak ada sepeser pun keuntungan untuk rakyat. Semua masuk ke kantong pribadi mereka. Inilah maksud dari makna bebas tanpa batas.

Berbeda dengan sistem Islam. Sistem ini berdiri di Madinah dan dipimpin langsung oleh Rasulullah saw. yang membawa aturan dari Sang Pencipta manusia untuk mengatur seluruh kehidupan umat manusia. Dialah suri teladan terbaik. 

Islam mengatur dari hal kecil sampai besar, mulai dari bangun tidur hingga membangun negara. Sepeninggal Rasulullah, kepemimpinan negara Islam dilanjutkan oleh para Khalifah yang bertahan hingga 13 abad lamanya. 

Dalam Islam memang tidak ada larangan bagi seseorang untuk memiliki kekayaan yang melimpah. Akan tetapi, ada batasan kekayaan. 

Pembagian kekayaan dibagi menjadi 3 kelompok, yakni kekayaan negara, kekayaan umum (milik rakyat), dan kekayaan individu. Semuanya diatur sesuai syariat Islam. Aturan dari Sang Pencipta meniscayakan kesejahteraan meliputi seluruh makhluk-Nya, membawa rahmat bagi seluruh alam. 

Para pejabat yang diangkat dalam sistem Islam berkewajiban menjalankan hukum-hukum yang telah ditetapkan Allah, yakni menerapkan Islam secara sempurna (kaaffah). 

Dari sistem inilah lahir pemimpin-pemimpin yang amanah, peka terhadap kondisi rakyat, sebab mereka menyadari bahwa setiap tugasnya akan dimintai pertanggungjawaban sehingga tidak akan mengabaikan sedikit pun urusan rakyat. Mereka senantiasa fokus mengurusi kepentingan umat dan tidak akan berpikir untuk memupuk harta demi kepentingan pribadi dengan memanfaatkan kekuasaannya.

Seperti kisah teladan Khalifah Umar bin Abdul Azis, beliau justru menyerahkan hartanya untuk kas negara (baitul mal). Selain itu, beliau juga menolak untuk tinggal di istana. Bahkan, Umar meminta istrinya, yakni Fatimah bin Abdul Malik untuk menyerahkan perhiasan-perhiasan ke baitul mal. 

Khalifah Umar hanya fokus untuk mengurusi kepentingan rakyat, sehingga rakyat yang dipimpinnya pun mencapai kemakmuran. Kemakmurannya terlihat saat amil zakat berkeliling mencari di tiap perkampungan hingga ke Afrika untuk membagikan zakat. Akan tetapi, mereka tak menjumpai satu pun orang yang mau menerima zakat. Ini karena pada saat itu negara dalam keadaan surplus. Bahkan, di masa Umar juga, negara memberikan subsidi untuk setiap individu, seperti membiayai pernikahan warga dan menebus utang-piutang di antara mereka.

Kesempurnaan pengaturan Islam secara kaffah yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. dan para khalifah setelahnya seharusnya mampu memberi jawaban kondisi rakyat hari ini. 

Sementara, sistem demokrasi kapitalisme seakan menjadi peluang besar atau lahan basah bagi pejabat yang ingin memperkaya diri. Pada akhirnya, pilihan ada pada umat, ingin selamanya bergelud dengan sistem yang terbukti semakin jauh dari kata sejahtera ataukah bangkit dari keterpurukan untuk mengembalikan pengaturan kehidupan kembali kepada aturan Pencipta manusia seutuhnya. WalLaahu a'lam bish-shawaab.

Oleh: Nia Kurniasari
Sahabat Tinta Media

Senin, 07 Agustus 2023

IJM: Miris! Kekayaan Pejabat Bertambah, Rakyat Semakin Susah


Tinta Media - Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM) Agung Wisnuwardana menyesalkan kekayaan pejabat semakin bertambah ditengah rakyat banyak yang susah.
 
"Miris! Apabila kekayaan pejabat bertambah ditengah rakyat banyak yang susah, kemiskinan dan pengangguran masih tinggi, dan banyak rakyat sulit mendapatkan kebutuhannya," tuturnya di kanal Youtube Justice Monitor: Kerja Belum Tentu Becus, Gaji Ahok Bikin Susah Rakyat,  Jumat (4/8/2023).
 
Ia menegaskan,  pendapat diatas muncul karena  ada pemberitaan bahwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) ditetapkan kembali menjadi komisaris utama Pertamina, dengan gaji miliyaran.

"Gaji atau honorarium dari komisaris utama, yakni US$ 46,48 juta atau senilai dengan Rp 702,67 M. Jumlah ini dibagi tujuh orang sesuai jumlah komisaris. Artinya Ahok mendapt gaji Rp 100,3 M per tahun, atau dalam per bulan sekitar Rp 8,3 M," ungkapnya.
 
Agung melanjutkan, sebagian publik mendesak pertamina untuk segera mengklarifikasi gaji komisaris utama PT. Pertamina. “Tak hanya itu sejumlah pihak pun meminta BPK RI mengaudit anggaran pertamina, apakah sudah sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Jangan sampai penerimaan negara dari sumber daya alam negara dinikmati dan menjadi  bancakan segelintir orang," kritiknya.
 
Agung menjelaskan, sesuai konstitusi, kekayaan alam yang dikuasai negara harus digunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Bukan kemakmuran segelintir orang, para pengurus BUMN migas.
 
“jangan sampai keputusan ini melukai rasa keadilan rakyat. Ditengah masyarakat yang kesulitan mendapatkan gas melon 3kg bersubsidi dan harga BBM yang kembali naik, kemiskinan dan pengangguran masih tinggi, dan banyak rakyat sulit mendapatkan kebutuhannya," ungkapnya.
 
Tak hanya itu, lanjutnya, masih banyak rakyat yang sulit untuk makan, biaya berobat dan pendidikan yang dianggap mahal.  “Mereka harus banting tulang hanya untuk sekadar makan. Jangan sampai kekayaan alam yang melimpah ini hanya dinikmati segelintir orang," pungkasnya. [] Citra Salsabila.

Minggu, 14 Agustus 2022

Pencapaian Kekayaan Material Suatu Umat Bergantung pada Pemikiran dan Pelestarian Pemikiran

“Dalam kitab Al Nizhomul al iqtishodi Syekh Taqiyuddin An Nabhani menyatakan bahwa pencapaian kekayaan material suatu umat bergantung pada pemikiran dan pelestarian pemikiran umat tersebut,” tutur Narator History Insight: Mimar Sinan, Arsitek Berpengaruh Sepanjang Masa, Selasa (9/8/2022) di kanal YouTube Muslimah Media Center(MMC). 

Tinta Media - Menurutnya, jika kekayaan material suatu bangsa hancur, maka dengan cepat mereka akan mampu memulihkannya kembali selama mereka memlihara kekayaan pemikiran mereka. “Umat Islam harus menyadari bahwa sejak runtuhnya khilafah Islamiyah mereka telah meninggalkan kekayaan pemikirannya,” jelasnya.

Narator mengungkap kaum kafir Barat dengan sigap melakukan berbagai cara untuk melenyapkan pemikiran Islam dari diri umat Islam. “Pemikiran tersebut tidak lain adalah ideologi Islam yang pernah membangun peradaban Islam gemilang selama belasan abad lamanya,” ungkapnya.

“Apalagi keruntuhan khilafah Islamiyah telah menjadikan kaum kafir barat dengan antek-anteknya dengan leluasa menerapkan ideologi kapitalisme sekuler yang bertentangan dengan Islam di negeri-negeri Muslim,” tambahnya.
 
Ia menjelaskan bahwa ini semakin menambah kekacauan pemikiran Islam dalam diri umat. 
“Bahkan umat melupakan jati dirinya sebagai khoiru umat yang pernah memiliki negara khilafah yang menjadi perisai mereka,” jelasnya.

“Tak heran jika hari ini, kekayaan materi yang masih ada di negeri-negeri muslim saat ini hanya menjadi peninggalan yang tidak mampu memberikan gambaran kebesaran umat Islam dan memberikan pengaruh pada kehidupan umat Islam. Umat Islam masih tetap tertinggal, tertindas hingga terjajah oleh negara-negara barat,” jelasnya lebih lanjutnya.

Mimar Sinan

Narator menyampaikan bahwa kebesaran peradaban Islam di masa kekhilafahan telah meninggalkan bangunan-bangunan megah yang penuh dengan arsitek-arsitek jenius. 
“Sebagian besar dari bangunan tersebut masih menjadi rujukan dan referensi dalam perancangan dan pengembangan infrastruktur masa modern,” tuturnya.

Narator memberi contoh salah satu arsitek yang paling berpengaruh di masa Islam khususnya di masa Khilafah Utsmaniyah adalah Mimar Sinan.

“Arsitek kebanggaan Kerajaan Utsmani ini banyak meninggalkan warisan-warisan pembangunan yaitu 90 masjid besar di seluruh wilayah kekuasaan Utsmani ,50 masjid kecil, 57 perguruan tinggi, 8 jembatan dan berbagai gedung-gedung sarana publik di seluruh wilayah kekuasaan Khilafah Utsmani,” paparnya.

“Ia juga mewarisi murid-murid hebat yang berhasil membangun masjid Sultan Ahmad atau dikenal dengan blue Mouse Turki dan Taj Mahal di India,” imbuhnya.
 
Ia mengungkap di saat arsitek-arsitek dari negeri lainnya tidak mampu membuat sebuah bangunan yang lebih atau setara dengan keindahan Hagia Sophia, saat itulah Mimar Sinan mampu keluar dari pakem dan standar yang telah dibuat oleh para arsitek terdahulu dan membuat bangunan yang lebih monumental.

“Salah satu masjid besar yang fenomenal yang menjadi karyanya adalah Masjid Sultan Sulaiman,” ungkapnya.

Dijelaskannya bahwa saat itu proyek besar Masjid Sultan Sulaiman direncanakan akan rampung pembangunannya dalam waktu 7 tahun. Namun selama 5 tahun Mimar Sinan hanya sibuk membangun pondasi masjid besar ini.

“Sampai-sampai Sultan Sulaiman mengira Mimar melarikan diri dari pembangunan karena dia sangat sibuk di area bawah tanah untuk membangun pondasi masjid,” jelasnya.

“Pada tahun 1557 selesailah pembangunan masjid Sultan Sulaiman dan ini adalah sebuah Masterpiece masjid besar dengan interior yang luar biasa,” lanjutnya. 

Narator memaparkan ketinggian langit-langit di ruang dalam menunjukkan kerumitan pembangunannya. Kubah-kubahnya menunjukkan perhitungan geometri yang detail. Di bagian luar terdapat empat menara ramping yang menjulang setinggi 50 meter. 
“Saat itu menara ini benar-benar sesuatu yang menakjubkan dan tidak ada arsitek yang mampu membuat serupa dengannya,” tegasnya.

Narator juga menjelaskan bahwa komplek Masjid Sulaiman meliputi masjid, Rumah Sakit, pemandian, perpustakaan, dapur umum Madrasah Alqur'an, madrasah hadis, taman kanak-kanak anak-anak dan pusaran pemakaman Sultan Sulaiman.

“Meski demikian, Mimar Sinan menyebutkan bahwa Komplek Masjid Sultan Selim II atau disebut Selimiye adalah masterpiece-nya. Kubah masjid yang dibangun di atas tumpuan segi delapan memungkinkan masjid ini dibangun dengan tinggi yang pada akhirnya mengalahkan Hagia Sophia. Hingga hari ini Masjid Sultan Selim II menjadi landmark kota Edirne,” jelasnya. 

Menurutnya, kekayaan materi yang sangat fenomenal dan membawa manfaat bagi masyarakat luas ini merupakan hasil kekayaan pemikiran umat Islam yang terjaga pada saat itu.

“Akankah kita membiarkan kekayaan pemikiran Islam terkubur selamanya?” tandasnya. [] Raras

*****

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab