Tinta Media: Kejahatan
Tampilkan postingan dengan label Kejahatan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kejahatan. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 28 September 2024

Kejahatan Anak Makin Menjadi, Buah Liberalisme Sekuler

Tinta Media - Sungguh miris generasi hari ini, kejahatan terhadap anak kian menjadi-jadi. Mirisnya pelakunya bukan lagi hanya dari kalangan orang dewasa namun juga dari kalangan anak-anak yang bahkan masih di bawah umur. Tak lain hal tersebut dilakukan akibat dari kecanggihan teknologi, yakni media sosial dari tontonan yang mereka tonton. Ya, tontonan yang tidak selayaknya ditonton untuk anak-anak.

Seperti halnya baru-baru ini yang terjadi di Palembang, Sumatera Selatan seorang siswi SMP, AA (13) diperkosa dan dibunuh oleh empat orang remaja di bawah umur, para pelaku masih duduk dibangku SMP dan SMA yakni IS (16), MZ (13), AS (12) dan NS (12). Kemudian jasadnya di tinggalkan oleh pelaku di sebuah kuburan Cina. Setelah ditelusuri ternyata pelaku melakukan aksi tersebut untuk menyalurkan hasratnya setelah menonton video porno di ponsel milik IS. (sumber CNN Indonesia)

Satu pelaku di tahan dan tiga pelaku lainnya dilimpahkan ke panti rehabilitasi karena adanya permintaan keluarga agar dilakukan pembinaan. (sumber urban.id)

Tindak kejahatan yang terus berulang di kalangan pelajar menunjukkan potret generasi makin suram seperti halnya realitas saat ini. Hal ini tampak dari perilaku para pelaku yang kecanduan dengan pornografi dan bangga dengan kejahatan yang dilakukannya. Tanpa memikirkan lagi akan dampak yang dilakukannya untuk dirinya sendiri ataupun terhadap orang lain.

Fenomena ini juga menggambarkan anak-anak kehilangan masa kecil yang bahagia, bermain dan belajar dengan tenang sesuai dengan fitrah anak dalam kebaikan. Kerusakan akan generasi hari ini seharusnya dapat membuka mata umat akan serangan pemikiran liberal yang kian masif terjadi di Tengah umat Islam saat ini. Liberalisme yang merupakan buah dari sekularisme memisahkan agama dari kehidupan yang merupakan asas yang dimiliki Barat. Ketika hidup serba bebas yang dituntun oleh hawa nafsu merupakan kehidupan sekuler yang mengabaikan agama dalam kehidupan. Tidak hanya itu, agama hanya di pandang sebagai formalitas sehingga standar kebahagiaan diletakkan pada kepuasan materi dan kesenangan jasadiyah.

Mirisnya sekularisme pun di jadikan sebagai asas yang dipakai negara dalam membangun SDM. Hal ini tampak bagaimana sistem Pendidikan diarahkan hanya untuk mencetak generasi yang mampu mendongkrak perekonomian tanpa peduli kepribadian yang terbentuk pada generasi. Maka tidaklah heran banyak kita temui generasi yang pandai pada akademik namun kecanduan pada pornografi, narkoba, dan sebagainya. Bahkan ada dari mereka yang bangga dengan kejahatan dan kemaksiatan yang mereka lakukan, tanpa adanya rasa bersalah. Sehingga visi yang disandarkan pada materi ini menjadikan negara mengatur media dengan landasan materi pula. Hal ini juga tampak dengan masih banyaknya konten-konten pornografi yang mudah diakses generasi menunjukkan tidak adanya keseriusan negara dalam menutup akses konten-konten pornografi demi melindungi generasi yang dapat memberikan dampak buruk terhadap generasi. Generasi yang makin liberal, di era digital setiap harinya disuguhi dengan tayangan yang dapat menjauhkan generasi dari jati diri seorang muslim.

Berbeda dengan generasi yang dicetak dalam sebuah negara yang menjadikan syariat Islam sebagai sistem bermasyarakat dan bernegara. Sebagai sebuah ideologi, Islam memiliki aturan yang komprehensif yang membawa kebaikan dalam penerapannya. Islam mewajibkan negara mencegah terjadinya kerusakan generasi melalui penerapan berbagai aspek kehidupan sesuai dengan aturan Islam diantaranya pendidikan Islam, media Islami, hingga sistem sanksi yang menjerakan. Negara memiliki peran besar dalam hal ini sebagai salah satu pilar tegaknya aturan Allah. Negara yang menerapkan aturan Allah akan mampu berkolaborasi dengan individu dan masyarakat untuk menjauhi aktivitas kemaksiatan dalam bentuk apa pun. Termasuk diantaranya pacaran, rudapaksa, hingga pembunuhan.

Dalam sistem Islam, individu sangat memahami hidupnya hanya untuk beribadah kepada Allah SWT dan meraih ridho-Nya. Maka mereka akan menjauhi perbuatan maksiat dan senantiasa selalu berusaha untuk taat kepada Allah swt., dan rasul-Nya. Hal ini didukung oleh sistem pendidikan Islam yang diterapkan negara dengan kurikulumnya yang berasaskan pada Aqidah Islam. Dengan sistem pendidikan ini memastikan generasi dibentuk menjadi sosok yang memiliki kepribadian Islam dengan begitu maka mereka memiliki kontrol individu yang kuat. Segala bentuk kemaksiatan termasuk pergaulan juga akan mampu dicegah dengan masyarakat yang Islami yakni masyarakat yang senantiasa melakukan amar ma’ruf nahi munkar saling menasihati dalam kebaikan dan mengingatkan agar menjauhi maksiat. Mereka terbentuk untuk saling peduli satu dengan lainnya. dalam Islam penerapan sistem pergaulan, media dan sanksi sesuai syariat Islam alhasil generasi akan terhindar dari perilaku maksiat dan selalu dalam ketakwaan. (MMH)

Media juga akan dipastikan tidak menayangkan konten-konten yang dapat merusak generasi. Sebaliknya media akan digunakan untuk sarana dakwah dan meningkatkan keimanan dan ketakwaan, serta memberikan informasi yang benar. Sehingga menerapkan Islam secara kaffah maka akan mampu membangun generasi yang berkepribadian yang mulia dan siap membangun peradaban yang mulia. Allahu Alam Bishawab.[]

Oleh: Haniah, Sahabat Tinta Media 

Minggu, 19 Mei 2024

Anak Pelaku Kejahatan Lahir dari Sistem Rusak


Tinta Media - Masyarakat dipaksa untuk terbiasa saat mendengar ada kasus kejahatan  yang terjadi, karena jumlah kejahatan setiap tahunnya terus meningkat. Bahkan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) mencatat ada 288.472 kejahatan selama tahun 2023. (Dataindonesia.id. 28/12/2023). Kasus kejahatan ini rata-rata dilakukan oleh orang dewasa.

Tetapi akhir-akhir ini ada kasus kejahatan yang dilakukan oleh anak di bawah umur. Sungguh sangat menggemparkan publik. Anak sekecil itu sudah lihai melakukan kelakuan bejatnya seorang diri. Bermula dari anak laki-laki berinisial MA (6) menjadi korban pembunuhan, tidak hanya dibunuh anak yang baru mau duduk di sekolah dasar ini juga menjadi korban kekerasan seksual sodomi. Yang menjadi pelaku utama kasus ini adalah seorang pelajar berusia 14 tahun yang masih duduk di bangku sekolah menengah pertama (SMP). (Sukabumiku.id. 02/05/2024)

Tak berhenti di kasus tadi, ada juga kasus pembunuhan yang dilakukan di pondok pesantren. Polisi mengungkap penyebab kematian santri Airul Harahap (13) di pondok pesantren Raudhatul Mujawwadin Kabupaten Tebo, Jambi. Ternyata sebelum meninggal korban dipukuli menggunakan kayu oleh dua orang senior berinisial AR (15) dan RD (14). Akar permasalahannya karena korban menagih utang kepada pelaku. (Detik.com. 23/03/2024)

Maraknya kriminalitas oleh anak-anak saat ini, terjadi karena diatur oleh sistem yang salah, sistem yang menomorsatukan materi, manfaat dan kebebasan yaitu kapitalisme. Bahkan dalam kapitalisme peran orang tua dianggap hanya sebagai pihak pemberi materi, sementara itu orang tua juga tugasnya hanya mengejar materi sebagaimana yang ditanamkan oleh kapitalisme ini.

Padahal orang tua merupakan lingkungan pertama bagi anak untuk mendapatkan pendidikan, karena ini akan menentukan sifat dan karakter anak pada masa yang akan datang. Hanya saja hidup dalam sistem kapitalis peran orang tua sangat minim dalam memberikan pendidikan pada anak-anaknya. Dengan dalih sibuk pada pekerjaannya maka perhatian yang dibutuhkan oleh anak seolah sudah cukup tergantikan hanya dengan memenuhi faktor finansialnya saja. Atau "broken home" yang dirasakan oleh anak menyebabkan anak mencari perhatian dengan melakukan hal-hal di luar nalar. Begitu pun kondisi ekonomi yang kurang atau kurang kesadaran orang tua terhadap pendidikan. Itu semuanya faktor yang menyebabkan peran orang tua tidak mempunyai andil dalam mendidik anak-anak mereka. (Psikologiuma.ac.id. 03/06/2023)

Tidak hanya peran orang tua yang bergeser dalam sistem ini, tataran masyarakat pun  seolah menutup mata melihat kejadian ini, padahal semua orang mempunyai tanggung jawab yang besar untuk menciptakan anak- anak sebagai penerus generasi. Yang harus turun tangan langsung yaitu mulai dari pihak keluarga, masyarakat bahkan pemerintah.  Yang paling penting adalah peran pemerintah, karena mempunyai wewenang untuk membuat aturan dalam bidang pendidikan yang dapat mencetak karakter pelajar yang tangguh, tapi ternyata kurikulum pendidikan yang dibuat pun mendukung untuk pelajar memiliki gaya hidup yang sekuler dan hedonis, sehingga menjauhkan dari kepribadian yang luhur.

Selain sistem pendidikan, pemerintah mempunyai wewenang dalam mengontrol lalu lintas sistem informasi digital. Kebebasan mengakses semua informasi tanpa penyaringan dapat menyebabkan anak-anak di bawah umur bebas melihat berbagai informasi tentang kekerasan, pergaulan bebas, pornografi/pornoaksi. Sehingga mereka dengan leluasa bisa mencontoh tanpa memahami kebaikan dan keburukannya.

Berbeda dengan Islam, dalam sistem pendidikan Islam yang pertama dilakukan adalah membangun kepribadian islami, yaitu pola pikir dan pola sikap bagi anak - anak. Ini menjadi sebuah keharusan karena akidah Islam adalah dasar kehidupan setiap muslim sehingga dijadikan sebagai landasan untuk berpikir dan bertindak, maka akan menghasilkan kepribadian yang luhur dan mulia.

Mempersiapkan anak-anak menjadi generasi unggul agar diantara mereka menjadi para ulama yang ahli dalam setiap bidang kehidupan, baik ilmu agama maupun sains dan teknologi. Jadi mereka mahir dalam sistem digitalisasi dan bertakwa kepada Allah sehingga mereka sanggup menjadi generasi pemimpin yang diharapkan oleh umat. Anak-anak tidak akan kehilangan arah dan terjerumus dalam kejahatan karena mereka sudah faham benar tujuan dalam mengarungi kehidupan.

Tak perlu diragukan lagi, jika aturan Islam diterapkan dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam sistem pendidikan maka keberhasilan akan diraih. Sebagaimana telah dicontohkan oleh para ulama shalih terdahulu, salah satunya diantara banyak sosok yang dijadikan panutan, seperti Imam Syafii pada usia 7 tahun sudah menghafal Al- Qur'an  dan menjadi qadhi. Masya Allah.

Wallahu'alam Bishowab.

Oleh: Irma Legendasari, Sahabat Tinta Media 

Sabtu, 18 Mei 2024

Kejahatan Semakin Kronis di Sistem Demokrasi


Tinta Media - TR seorang suami yang memutilasi istrinya YN  telah ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi berdasarkan olah kejadian perkara dan pemeriksaan saksi pada hari Jumat (3/5/2024) di Dusun Sindanglaya, Kecamatan Rancah, Kabupaten Ciamis. Menurut Kapolres Ciamis AKBP Akmal, berdasarkan olah TKP (Tempat Kejadian Perkara) dan pemeriksaan saksi, TR layak dijadikan tersangka. Kapolres Ciamis AKBP Akmal mengatakan, pelaku diduga mengalami halusinasi dan sedang menunggu hasil pemeriksaan dokter jiwa,. (REPUBLIKA.CO.ID, Senin, 6/5/2024)

Penyidik juga belum menyimpulkan motif pembuatan karena belum melakukan pemeriksaan secara menyeluruh, apalagi kondisi tersangka masih labil. Namun, hasil pemeriksaan saksi kunci, kejadian pembunuhan tersebut dilatarbelakangi faktor ekonomi. Beberapa saksi mengatakan bahwa usaha pelaku sedang menurun. Terkait dengan halusinasi, polisi sedang menunggu kepastian dari para ahli. 

Polisi mengatakan bahwa korban YN dibunuh oleh suaminya yang berinisial TR dengan cara dipukul dengan benda tumpul hingga meninggal , lalu dimutilasi.

Sungguh tragis, kasus pembunuhan  semakin hari semakin marak terjadi sekitar kita. Parahnya, pelakunya adalah orang terdekat yang seharusnya menjadi pelindung. Bayangkan, seorang suami tega membunuh istrinya dengan sadis, padahal seharusnya suami adalah pelindung dan mengayomi keluarga, termasuk istrinya. Namun, karena tersulut amarah, akhirnya ia gelap mata sehingga menghabisi nyawa istrinya secara sadis. 

Biasanya, banyak faktor yang menjadi motif pembunuhan, mulai dari faktor ekonomi, depresi, rasa cemburu, perselingkuhan, dan perselisihan dengan rekan kerja/bisnis balas dendam dan lain-lain. 

Kondisi masyarakat saat ini cenderung sangat labil dan mudah sekali terpancing emosi hingga dengan mudah melampiaskan kemarahannya itu. Apalagi jika melihat kondisi saat ini yang sedang terpuruk karena ekonomi sulit, kesehatan mahal, pendidikan mahal, hingga banyaknya pengangguran. Keadaan seperti itu akan berimbas pada banyaknya orang yang stres dan depresi. Hal itu akan berujung pada tindak kriminal, seperti membunuh keluarga sendiri. Namun, apa pun motifnya, pembunuhan tanpa hak adalah perbuatan tercela yang dilarang. 

Adapun penyebab mendasarnya adalah penerapan sistem buatan manusia. Itulah akar masalah yang sesungguhnya. Sistem demokrasi sekuler yaitu sistem yang memisahkan agama dari kehidupan. Sistem ini lebih mengagungkan kebebasan dan mengedepankan hawa nafsu demi meraih kepuasan hidup. 

Perilakunya jauh dari agama. Pemikirannya rusak. Akidahnya lemah sehingga tidak peduli halal haram. Hukum sanksi dalam sistem demokrasi sekuler juga tidak membuat jera dan mudah dibeli. Maka wajar jika tindakan kejahatan hingga pembunuhan semakin merajalela. 

Islam Solusi Komprehensif

Berbeda dengan sistem Islam. Sistem Islam menjaga kewarasan berpikir. Seorang kepala negara adalah pemimpin, pengurus urusan rakyat yang dengannya akan dimintai pertanggung-jawabannya. 

Sudah menjadi kewajiban negara untuk memenuhi kebutuhan dasar rakyat, seperti sandang pangan, dan papan. Negara juga akan menyediakan kebutuhan rakyat secara komunal, seperti prasarana pendidikan, kesehatan, keamanan. Negara akan memastikan bahwa setiap individu rakyat mempunyai pekerjaan sehingga tak banyak pengangguran, yaitu dengan membuka lapangan pekerjaan yang banyak. Ekonominya cenderung stabil  karena Islam memakai standar mata uang Dinar dan dirham. 

Dari segi pendidikan, akidah Islam sebagai landasan berpikir akan menghasilkan individu yang beriman dan taat. Masyarakat mengakui betul bahwa manusia adalah makhluk ciptaan Allah. Karena itu, kita harus tunduk dan patuh kepada Allah. Dengan kesadaran tersebut, maka pola pikir dan pola sikapnya akan selaras sesuai syariat.

Masyarakat akan takut berbuat kriminal dan kejahatan lainnya. Kehidupannya hanya mencari rida Allah yang akan mengantarkannya  ke surga yang abadi. 

Dari segi hukum, sanksi hukum Islam sangat tegas dan memberi efek jera sehingga akan menimbulkan rasa takut bagi orang yang berniat melakukan kejahatan. Itulah bentuk perlindungan dan sayangnya Allah kepada hamba-Nya.

Sanksi tersebut juga bisa meringankan beban hisab di yaumil akhir, sebagai penggugur dosa. 

Islam adalah satu-satunya aturan yang komprehensif sebagai solusi problematika kehidupan. Semua bisa merasakan kesejahteraan dan ketenteraman jika syariat Islam diterapkan secara menyeluruh oleh sebuah institusi negara khilafah. Wallahu a'lam bishawab.



Oleh: Dartem
Sahabat Tinta Media

Minggu, 14 April 2024

Dalam Dekapan Sekularisme, Kejahatan Semakin Tak Terkendali


Tinta Media - Hari Ied adalah hari yang sakral. Semua umat Islam merayakannya dengan penuh khidmat. Namun, kekhidmatan ini seolah tak berarti di alam sekuler. Setiap orang tetap merasa keamanannya belum terpenuhi sebab kejahatan tak pernah absen. 

Dilansir dari media online SuaraBogor.id pada 10/4/2024, salah satu rumah di Mekarwangi, Kecamatan Tanah Sereal, Kota Bogor menjadi sasaran maling di Hari Raya Idul Fitri 2024 ini. Rumah salah satu warga Mekarwangi itu dibobol maling saat ditinggal pemiliknya salat hari raya.

Seolah tak kenal tempat dan waktu, tindak kriminal terus terjadi dan berulang. Selama Ramadan, ada peningkatan kasus secara signifikan. Seperti yang dinyatakan oleh Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Erdi Adrimulan Chaniago dalam keterangan resminya pada 18 Maret 2024, terjadi kenaikan kasus sebanyak 1.145 atau 112,14 persen. (news.batampos.co.id 22/3/2024)

Peningkatan kasus kriminalitas seolah menjadi tradisi setiap menjelang Ramadan dan Idul Fitri, seiring meningkatnya kebutuhan masyarakat. Bukan bermaksud menyalahkan momen dan kebutuhannya, tetapi kenapa semua ini semakin masif terjadi?  

Akar Masalah

Ramadan dan Syawal dijadikan momen untuk saling berbagi rezeki kepada sesama. Tradisi baik ini memang sengaja dilestarikan oleh umat. Namun, penerapan sekularisme menjadikan seseorang bisa berbuat apa saja demi memenuhi keinginannya. 

Gaya hidup hedon sedikit demi sedikit menggerus akidah. Tak jarang seseorang menggunakan cara yang haram untuk memenuhi kebutuhan dan gaya hidupnya. Menjauhkan aturan agama dari kehidupan sudah merasuk ke dalam pemikiran masyarakat saat ini, apalagi ditunjang dengan meroketnya harga kebutuhan pokok dan yang lainnya. Lengkap sudah penderitaan masyarakat. 

Penerapan sekuler ini tidak bisa menyejahterakan masyarakat. Negara gagal membuat rakyatnya sejahtera. Negara juga gagal menancapkan keimanan dan ketakwaan rakyat yang bisa membentenginya dari berbuat kriminal.  Aturan  dan kebijakan negara hanya mampu menyejahterakan oligarki dan kroni-kroninya. 

Semua kebijakan hanya berpihak kepada pemilik modal, bukan kepada rakyat. Padahal, dalam sistem demokrasi, rakyat merupakan pemilik kedaulatan. Hal ini sangat bertolak belakang dengan prinsip demokrasi itu sendiri. Lalu, masihkah umat ini percaya dengan janji manis demokrasi? 

Dengan menelaah secara mendalam, kita bisa mengerti bahwa akar masalahnya adalah karena penerapan sistem kapitalisme sekuler demokrasi. Kejahatan dan kriminalitas ini tidak akan pernah bisa selesai jika sistem tersebut masih dipelihara dan dijaga. Karena itu, butuh sistem lainnya yang bisa menghentikan segala permasalahan saat ini. 

Dalam Dekapan Sistem Islam

Islam adalah sistem yang sangat direkomendasikan agar diterima dan diterapkan dalam level negara. Hal itu karena Islam memuat aturan hidup yang sangat kompleks. Islam mengatur urusan individu, keluarga, masyarakat, maupun negara. 

Penerapan sistem pendidikan Islam akan membentuk individu-individu yang berkepribadian Islam. Dengan begitu, akan tercipta orang-orang yang beriman dan bertakwa, yang selalu merasa diawasi Allah dan takut akan siksa-Nya. Hal itu akan membentengi masyarakat dari segala bentuk kejahatan dan kriminalitas.

Penerapan sistem ekonomi Islam akan memberikan kesejahteraan kepada setiap individu masyarakat yang ada di dalam daulah Islam. Negara akan mengelola kekayaan alam untuk dijadikan modal dalam memberikan pelayanan kepada rakyat. Negara akan membuka lapangan pekerjaan bagi para penanggung nafkah dan memastikan bahwa setiap individu akan terpenuhi segala kebutuhannya.

Negara Islam juga akan memberikan bantuan kepada setiap orang yang memang masih belum terpenuhi kebutuhannya, seperti orang-orang yang tidak memiliki wali dan ahli waris. Negara juga tidak akan membebani rakyat dengan kenaikan harga-harga kebutuhan pokok. Negara akan mengontrol harga dan memastikan ketersediaan segala kebutuhan yang ada di masyarakat.

Negara Islam juga akan menerapkan sanksi kepada setiap individu rakyat yang melakukan kejahatan dengan sanksi yang tegas. Sanksi di dalam Islam berfungsi untuk memberikan efek jera dan menebus dosa. Penerapan sanksi Islam pasti akan dapat menekan angka kriminalitas dan kejahatan.

Sudah dipastikan bahwa penerapan sistem Islam dalam sebuah institusi negara akan memberikan keadilan dan kesejahteraan bagi semua lapisan masyarakat yang ada dalam daulah Islam. Karena itu, saatnya bagi kita semua untuk mencampakkan sistem kapitalisme sekuler demokrasi dan berganti dengan sistem Islam yang kaffah. Dengan penerapan sistem Islam kaffah, maka akan datang keberkahan dari Allah. Wallahu a'lam bishawab.


Oleh: Sri Syahidah 
(Sahabat Tinta Media) 

Rabu, 10 April 2024

Kejahatan Makin Masif dalam Sistem Sekuler

Tinta Media - Hampir di semua negara yang menerapkan sistem selain Islam, sudah dapat dipastikan tindakan kriminalitasnya tinggi, termasuk di Indonesia. Dan parahnya ketika memasuki bulan Ramadhan justru pihak kepolisian Republik Indonesia (POLRI) mengungkapkan bahwa kasus kriminal atau gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas) mengalami peningkatan yang signifikan. Ini di sampaikan oleh Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Erdi Asrimulan Chaniago yang mengatakan Kamtibmas saat Ramadan tahun ini per tanggal 21 Maret 2024 sudah terjadi 2.166 kasus kejahatan.

Tentu saja tindak kejahatan ini tidak lepas dari banyak faktor, terutama faktor kemiskinan. Negara kita menggunakan sistem ekonomi kapitalis yang hanya menguntungkan pihak-pihak yang mempunyai modal saja. Harga bisa dimainkan sesuai kehendak mereka. Alhasil karena adanya kecurangan dari pedagang besar sehingga harga makin melonjak naik. Jika diperhatikan dari penghasilan/ pendapatan masyarakat tentunya tidak sebanding dengan harga kebutuhan pokok saat ini. Apalagi di saat Ramadan harga kebutuhan akan cenderung lebih tinggi dari bulan-bulan yang lainnya. Ditambah dengan ikut naiknya biaya hidup yang lainnya seperti tarif air dan listrik.

Selain ekonomi, kapitalis sekuler telah menjadikan iman kaum Muslim lemah dan akhirnya tidak benar-benar yakin bahwa Allah Ta'ala telah mengatur rezeki setiap hamba-Nya. Dia pun akan membalas setiap perbuatan manusia. Banyak umat yang imannya menjadi lemah ketika menghadapi hidup yang kian mengimpit, rumit dan sulit. Aturan agama yang dijauhkan dari semua aspek kehidupan mulai dari ekonomi, sosial, politik hingga pendidikan menambah rusaknya tatanan masyarakat saat ini. Terlebih sanksi peradilan hari ini tidak bersifat menjerakan sehingga pelaku kejahatan akan terus bertambah.

Sangat berbeda dengan Islam yang memiliki sistem kehidupan yang khas dan sistem pemerintahan yang fokus pada terpenuhinya kebutuhan umat. Dalam Islam, seluruh sistem kehidupan akan berlandaskan pada akidah Islam. Umat di paham kan bahwa tujuan mereka hidup adalah untuk beribadah kepada Allah Ta'ala. Alhasil standar perbuatannya adalah ridho Allah dan tolak ukur perbuatannya adalah halal dan haram. Selain itu sistem pemerintahan Islam akan memosisikan rakyat sebagai fokus kerja para penguasa. Kesejahteraan umat akan diperhatikan dan menjamin seluruh kebutuhan hidup rakyat. Sistem peradilan dalam Islam juga sangat terkenal dengan sanksinya yang menjerakan misalnya pelaku pencurian akan dihukum potong tangan.

Ketika kita menyerahkan solusi kepada aturan manusia yakni sekularisme kapitalisme, maka sejatinya tidak akan menyentuh ke akar permasalahan. Hanya dengan menerapkan sistem Islam secara kaffah maka kita akan mendapatkan solusi yang hakiki yang mampu menyelesaikan segala permasalahan umat, melindungi, menjamin dan menyejahterakan rakyatnya. Wallahu a'lam bish- shawwab.

Oleh: Ummu Arkaan
Sahabat Tinta Media 

Minggu, 07 April 2024

Kejahatan Meningkat Selama Ramadhan


Tinta Media - Bulan Ramadhan adalah bulan penuh ampunan dan keberkahan. Bulan yang di dalamnya ada bulan seribu bulan yang ketika kita mendapatkan kemuliaan malam itu maka kita akan mendapatkan pahala berlipat ganda.

Tentunya bulan Ramadhan ini disambut suka-cita oleh umat muslim di seluruh dunia, tak terkecuali di Indonesia, sayang nya di bulan suci ini peningkatan kejahatan malah lebih marak terjadi. Faktor ekonomi menjadi pemicunya. 

Seperti yang diberitakan bahwa  Kapolresta Bogor kota menghimbau masyarakat untuk mewaspadai kejahatan selama Ramadhan. Pihaknya  sudah melakukan antisipasi di antaranya dengan menyiapkan 6 pos penjagaan. Ujar Kompol Luthfi Olot Gigantara, kasat Kapolresta Bogor Kota. (Radar Bogor 14/3/24).

Meningkatnya tindak kejahatan selama bulan Ramadhan dikarenakan meningkatnya kebutuhan masyarakat yang tidak dibarengi dengan peningkatan penghasilan sehingga massa mengambil jalan pintas dengan berbuat kriminal. Ujar Bambang Rukminto, pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS). 

Ternodainya kesucian bulan Ramadhan akibat maraknya kejahatan. Kejahatan ini akibat kemiskinan yang mendera masyarakat dan lemahnya iman di dada. Semua akibat penerapan sistem kapitalisme sekuler yang menciptakan kemiskinan dan lemahnya iman. Masyarakat pada sistem kapitalisme selalu berubah peraturannya , terpecah- pecah hubungannya, tidak diawasi dan dikoreksi siapa pun, karena dalam pandangan sistem ini, masyarakat terbentuk dari individu yang bebas. Dalam sistem kapitalisme negara merupakan sarana untuk menjaga kebebasan individu.

Islam menjadikan negara sebagai ra’in/ junnah / pelindung. yang menjamin kesejahteraan rakyat melalui  pemenuhan kebutuhan pokok rakyat oleh negara, juga adanya jaminan keamanan.

Islam membangun kehidupan yang aman dan tenteram dengan kekuatan tiga asas yaitu ketakwaan individu, Masyarakat yang peduli dan negara yang menerapkan aturan Islam termasuk sistem sanksi yang tegas dan menjerakan.

Asas pertama pembangunan sistem Islam adalah rasa ketaqwaan yang tertanam dan terbina pada setiap individu di masyarakat. 

Seorang  muslim memiliki pandangan dan pemikiran mendalam terhadap alam , manusia dan kehidupan. Serta apa yang ada sebelum dan sesudahnya. Perbuatan baik buruk akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah. Pandangan ini akan menumbuhkan ketakwaan individu. Dan menjadikan akidahnya sebagai pengontrol tingkah lakunya sehingga tidak akan pernah bertentangan dengan akidahnya. Hal ini terjadi karena pemahaman seseorang tentang kehidupan dan tingkah laku seorang muslim terpancar dari akidahnya. 

Asas kedua dalam penegakan sistem Islam adalah adanya sikap saling mengontrol pelaksanaan hukum.  Masyarakat Islam terbentuk dari individu-individu yang dipengaruhi oleh perasaan, pemikiran, dan peraturan yang mengikat mereka. 

Karenanya , pengawasan masyarakat dalam bentuk Amar Maruf nahi mungkar merupakan asas kedua yang menopang kehidupan Masyarakat Islam sehingga mampu membawa kepada kemuliaan umat. 

Asas ketiga adalah pembangun masyarakat Islam adalah keberadaan negara / pemerintah sebagai pelaksana hukum syara. Kedudukan negara dalam Islam adalah untuk selalu memelihara masyarakat dan  anggota-anggotanya serta  bertindak selaku pemimpin yang mengatur dan mementingkan urusan rakyatnya.

Negara merupakan asas tegak dan kokohnya masyarakat islam. Negara / pemerintahan mengawasi dan mengontrol masyarakat, individu dan pelaksanaan seluruh hukum Islam. Kepadanya Allah memberikan amanah untuk menerapkan syariat Islam. Kepala negara / Khalifah beserta aparatnya yang menjalankan amanah itu. 

"Seorang pemimpin adalah pemelihara dan dua bertanggungjawab terhadap peliharaannya” (HR Bukhari Muslim).

Maka sudah saatnya kita kembali kepada hukum Islam sesuai apa yang dicontohkan Rasulullah SAW.
Wallahu'alam.

Oleh: Dewi Sulastini
Sahabat Tinta Media 


Senin, 04 Maret 2024

Kemiskinan Menghilangkan Naluri Keibuan dan Jadi Sasaran Kejahatan


Tinta Media - Tak dipungkiri bahwa kemiskinan bisa mengakibatkan hilangnya naluri keibuan. Dan kemiskinan juga di manfaatkan oleh sebagian orang yang ingin mendapatkan keuntungan. Seperti halnya kasus perdagangan bayi di Tambora. Kasus ini menyasar keluarga kurang mampu yang ekonominya lemah. Sehingga seorang ibu, tega menjual darah dagingnya ke pembeli demi sejumlah uang yang dijanjikan. Dan mirisnya, ada seorang ibu juga yang menjual bayinya masih dalam kandungan, karena tidak sanggup membayar proses persalinan. 

Begitu banyak terdengar kasus seperti ini di negara kita. Kondisi ini adalah buah penerapan sekularisme dan sistem ekonomi kapitalisme. Rakyat sangat membutuhkan solusi nyata dari berbagai permasalahan yang terjadi di negeri ini. Tapi sayangnya solusi yang dihadirkan kerap kali tidak tuntas sampai ke akar masalah. Hingga memunculkan masalah baru baik yang serupa ataupun masalah yang berbeda.

Solusi dari semua ini yaitu negara harus menerapkan sistem Islam kafah. Sistem ini yang akan mengatur dalam berbagai aspek kehidupan. Salah satunya sistem ekonomi Islam yang menjamin kehidupan sejahtera semua bagi seluruh rakyat. Sistem ekonomi Islam yang kokoh dan mapan dengan berbagai pos pemasukan kepada negara untuk di distribusikan kepada seluruh rakyat bisa berupa pemenuhan berbagai kebutuhan dasar kehidupan rakyat ataupun tersedianya berbagai kebutuhan rakyat dengan harga yang sangat terjangkau oleh seluruh rakyat. 

Selain itu sistem pendidikan Islam yang mampu mencetak individu yang beriman dan bertakwa, sabar dalam menghadapi ujian, menjauhi kejahatan dan saling tolong menolong dalam kebaikan. Dan sistem sanksi dalam negara Islam yang tegas bisa memberikan efek jera dan menjauhkan diri dari berbagai kejahatan.

Jadi sistem Islam yang sempurna dan lengkap serta mampu menyejahterakan rakyat secara adil inilah yang sangat dibutuhkan oleh seluruh manusia dalam menjalankan kehidupannya. Sistem Islam menjamin seluruh rakyatnya hidup dalam jaminan keamanan dan ketenangan dari maraknya peluang menjadi pelaku maupun korban kejahatan apa pun motifnya baik kemiskinan maupun hal lain.
Wallahu a'lam bish shawwab


Oleh: Ummu Silmi 
Sahabat Tinta Media 

Senin, 19 Februari 2024

Kejahatan Teknologi Marak dalam Kapitalisme




Tinta Media - Belum lama kasus korupsi benih Lobster mengudara, kini publik kembali dihebohkan dengan kasus penggelapan dana bansos Covid-19 oleh Mensos. Tak berselang lama, kasus-demi kasus mulai bermunculan. Sebut saja kasus penembakan enam laskar FPI oleh oknum polisi, penangkapan para ulama, serta diskriminalisasi pada mereka. Bahkan,  baru-baru ini ada seorang ibu yang tega membunuh tiga anak kandungnya sendiri. Prostitusi online juga merebak. Angka perceraian meningkat sejak pandemik. Demo Omnibus law kerap menyapa dan masih banyak lagi rentetan persoalan yang semakin menyesakkan. Setiap hari, setiap jam, permasalahan terus menimpa tanpa ada solusi secara pasti.

Benarkah yang terjadi saat ini merupakan buah dari sistem kufur yang diterapkan suatu negara? Indonesia sendiri menganut sistem demokrasi, yaitu kedaulatan berada di tangan rakyat. Namun, slogan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat ternyata hanya pemanis untuk menghibur rakyat saja. Nyatanya, rakyat hanya dibutuhkan untuk menyumbangkan suara.

Kian hari, sistem ini semakin terlihat kerusakannya. Kejahatan makin merajalela. Korupsi makin menjamur. Utang negara makin menggunung.

Dalam Demokrasi, berbagai kebijakan diputuskan oleh rakyat secara tidak langsung melalui suara terbanyak,  tidak memandang baik-buruk atau halal haram. Hal ini sudah sepaket dengan ide sekuler dan liberal yang diterapkan. 

Sekularisme ialah sistem kenegaraan yang  memisahkan agama dengan kehidupan. Agama hanya digunakan  untuk mengurusi masalah ibadah saja, tidak boleh ikut campur dalam politik dan bidang lainnya. Padahal, Allah menjadikan Islam untuk mengatur kehidupan dunia di segala lini, hingga urusan akhirat. Islam adalah rahmatan lil alamin.

Jadi jelas, konsep kedaulatan rakyat merupakan pelanggaran berat. Allah Swt. telah menetapkan hukum yang sempurna untuk mengatur kehidupan dunia sampai akhir zaman. Allah Swt. berfirman : 

اِنَّ الدّین عِندَ الله الاَسلاَمُ وَمَا اختلَفَ الّلذِینَ اُوتُوا الِکتبَ اِلاَّ مِن بَعدِ ماَ جآءَهُمُ الِعلمُ بَغیاً بَینَهُم وَمَن یَّکفُر بِایتِ اللهِ فاَنّ الله سَرِیعُ الحِسَابِ

Artinya : “Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah Islam. Tidaklah berselisih orang-orang yang telah diberi kitab kecuali setelah mereka memperoleh ilmu, karena kedengkian di antara mereka. Barang siapa ingkar terhadap ayat-ayat Allah, maka sungguh, Allah sangat cepat perhitungan-Nya. (QS. Ali Imran : 19).

Tidak ada pilihan lain untuk mengatur kehidupan ini selain dengan Islam. Islamlah solusi dari segala masalah. Saatnya kita bersegera menegakkan syariat Islam secara kaffah dalam naungan khilafah Islamiyah. 

Yudha Pedyanto, di dalam bukunya yang berjudul ‘Buanglah Demokrasi pada Tempatnya’ menjelaskan bahwa ada beberapa kejahatan pada Demokrasi :

1. Demokrasi mencampakkan Allah Swt.
2. Demokrasi hanya jadi alat penjajah
3. Demokrasi menyuburkan korupsi berjamaah

Semua sumber dari kejahatan itu adalah  karena mencampakkan Allah Swt. sebagai pembuat hukum. Maka, tidak ada ruang bagi Islam untuk diterapkan. Padahal, demokrasi tidak memberikan apa pun kecuali kerugian dan kerusakan. 

Akan tetapi, masih ada orang-orang yang membenarkan dan mengiyakan sistem rusak ini, bahkan kaum muslimin sekalipun. Mengapa demikian? Mungkin salah satu alasannya adalah karena ketidaktahuan mereka tentang sejarah dan hakikat demokrasi. Parahnya, demokrasi justru digunakan sebagai alat untuk memanfaatkan kepentingan berbagai pihak.

Kendati demikian, jika kita sudah memahami rusaknya sistem demokrasi ini, maka kewajiban kita adalah terus menyampaikan kepada seluruh umat bahwa sistem ini tak layak untuk dipakai. Hanya Islam satu-satunya yang dapat menyelesaikan berbagai persoalan kehidupan. Allahualam bisawab.


Oleh: Eli Ermawati
Sahabat Tinta Media

Jumat, 16 Februari 2024

Teknologi Dimanfaatkan untuk Kejahatan, Salah Siapa?


Tinta Media - Semakin ke sini, kehidupan mengalami perkembangan yang cukup pesat. Apalagi ketika berkaitan dengan perkembangan teknologi yang memiliki pengaruh cukup signifikan dalam kehidupan. Pesatnya kemajuan teknologi, khususnya di perkotaan, membuat banyak hal yang bersifat administratif berubah dari cara manual beralih ke teknologi melalui jejaring yang memudahkan akses transaksi berlangsung. 

Bagaimana tidak, mulai dari aktivitas pengeluaran perjalanan, pengurusan masalah perut, hingga keperluan kebutuhan sehari-hari seluruhnya sudah dapat menggunakan aplikasi digital, seperti m-banking, e-money, e-wallet, hingga sistem terbaru keluaran Bank Indonesia, QRIS. Semua memudahkan kita dalam bertransaksi multi-platform. 

Kemajuan teknologi tersebut menjadikan orang-orang berubah persepsi dalam menjalani kehidupan, sehingga sebagian orang cenderung lebih takut tidak terhubung ke internet dibandingkan ketinggalan dompet.

Selain dampak positif dalam hal kemudahan bertransaksi melalui daring, kemajuan teknologi juga memiliki dampak negatif, yaitu kejahatan siber (cybercrime) seperti pencurian data, penipuan, manipulasi, kebohongan, dan lain-lain yang hari ini sering kali terjadi sehingga menimbulkan kerugian, baik secara ekonomi maupun fisik.

Keberadaan teknologi memang dibutuhkan manusia untuk kehidupan yang lebih baik.  Namun, penguasaan teknologi tanpa pijakan yang sahih akan menghantarkan pada kejahatan dan kecurangan sehingga membawa bencana bagi rakyat. Hal ini menjadi satu keniscayaan dalam sistem kapitalisme karena keberadaannya memberikan peluang bagi orang-orang melakukan tindakan kejahatan berdasarkan asas manfaat dan keuntungan belaka.

Susatyo, dalam keterangan pers yang disampaikan di Jakarta, Sabtu (20/1/2024) mengatakan bahwa kejahatan dulu dilakukan secara psikologis, sedangkan sekarang modelnya dengan teknologi. Teknologi memengaruhi tugas-tugas kepolisian.

Ini menunjukkan bahwa kejahatan dengan menggunakan teknologi dan jejaring mampu membuat pihak keamanan kewalahan dalam menangani. Di balik kemudahan yang ditawarkan dunia saat ini melalui teknologi nyatanya juga menimbulkan masalah.

Pemanfaatan teknologi untuk kejahatan dapat terjadi karena abainya negara dalam membina keimanan dan kepribadian rakyat. Di sisi lain, ini menunjukkan ketidakseriusan negara dalam menghadapi kejahatan tersebut. 

Sungguh miris, negara justru kalah dengan penjahat. Selain itu, hal tersebut menunjukkan lemahnya sistem sanksi yang diberlakukan negara. Ini adalah kegagalan negara dalam menyejahterakan rakyat.

Islam menetapkan negara  sebagai pengurus dan pelindung rakyat, termasuk dalam membentuk kepribadian Islam yang kuat. Negara menjaga agar penggunaan teknologi tidak salah arah dan membahayakan rakyat. Negara juga membangun sistem perlindungan yang kuat, baik untuk keamanan data maupun keselamatan rakyat.

Islam merupakan agama yang banyak berbicara tentang keamanan. Salah satunya dinyatakan dalam QS An-Nur ayat 27 yang di dalamnya berkaitan dengan larangan memasuki rumah yang bukan rumahnya tanpa izin dari pihak pemilik rumah, serta tidak boleh ada pemaksaan pemilik rumah untuk menerima tamu tersebut.

Selanjutnya, disinggung dalam suatu riwayat hadis yang disampaikan oleh Abu Hurairah yang menyatakan bahwa tidak berdosa bagi pemilik rumah melempar kerikil hingga tercungkil mata orang yang mengintip ke dalam rumahnya. Ini dari hadis riwayat Al Bukhari dan Muslim.

Dalam hal ini, dapat kita ketahui bersama bahwa agama Islam secara jelas dan nyata mengatur perlindungan, baik yang berkaitan dengan data pribadi ataupun yang berpengaruh pada fisik. 

Data pribadi bersifat sensitif sehingga harus ada perlindungan karena jika ada kebocoran data, sesuatu yang tidak diinginkan bisa saja terjadi. Hal tersebut juga bisa disalahgunakan sehingga merusak harkat dan martabat seseorang. Dalam konsepnya, melindungi informasi yang bersifat pribadi merupakan kebutuhan primer karena tergolong dalam maqashid syari’at, yaitu perlindungan kehormatan diri (hifdzul ‘irdh). Wallahua'lam.


Oleh: Erna Nuri Widiastuti S.Pd 
(Aktivis Muslimah)

Senin, 29 Januari 2024

Kejahatan Teknologi Marak dalam Kapitalisme




Tinta Media - Sepakat dengan apa yang disampaikan oleh Kapolres Jakarta Pusat dalam keterangan Pers yang disampaikan di Jakarta, Sabtu (201/), bahwa saat ini berbeda dengan zaman dulu. Kejahatan dulu dilakukan secara psikologis, tapi kini modelnya dengan teknologi. Terlebih, menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, kejahatan teknologi (cyber crime) marak. Kapolres menyebut bahwa ada pelaku yang memiliki ratusan akun palsu untuk meretas hingga 800 akun untuk menyebarkan berita bohong atau hoaks. 

Modusnya, pelaku menggunakan akun anonim, semi anonim, hingga akun nyata dengan masuk ke sejumlah grup aplikasi perpesanan untuk menyebarkan hoaks. Dengan adanya hal ini, muncul imbauan untuk menggunakan sosial media dengan bijak, dan senantiasa melihat sumber informasi yang disampaikan di sosial media. 

Kecanggihan teknologi bak pisau bermata dua. Satu sisi bisa memaksimalkan kehidupan manusia jadi lebih baik, di sisi lain menghantarkan kecurangan dan kesengsaraan bagi kehidupan manusia. Salah menggunakan, maka akan merugikan masyarakat, sebagaimana yang terjadi saat ini. 

Bahkan, fakta bahwa teknologi mampu merugikan masyarakat adalah dengan terungkapnya jaringan "love scaming" di media sosial. Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri berhasil mengungkap jaringan internasional "love scaming" yang beroperasi di Indonesia. Ada 21 pelaku yang berhasil ditangkap, 3 di antaranya ditetapkan sebagai tersangka. 

Kejahatan "love scaming" adalah kejahatan yang dilakukan dengan modus mencari pasangan. Pelaku menipu korban melalui aplikasi Tinder, Okcupid, Bumble, Tantan, dengan menggunakan karakter seorang laki-laki ataupun perempuan yang bukan dirinya. Pelaku berpura-pura mencari pasangan dan intens berkomunikasi tentang percintaan pada korban. Korban kemudian dibujuk untuk berbisnis dengan membuka toko online melalui link tertentu. 

Tak hanya itu, korban pun diminta deposit sebesar Rp20 juta agar dapat membuka toko daring. Fantastisnya, 21 orang pelaku yang ditangkap berhasil meraup keuntungan sekitar Rp40 miliar per bulan. Para pelaku ini pun terjerat Pasal 45 ayat (1) juncto Pasal 27 ayat (1) UU RI nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) juncto Pasal 55 dan atau Pasal 378 KUHP.

Fakta ini mengonfirmasi bahwa jika sistem yang mendasarinya salah, maka akan menghantarkan pada sesuatu yang salah pula. Sebagaimana dalam kapitalisme, pemanfaatan teknologi untuk kejahatan dapat terjadi karena beberapa hal, salah satunya yakni minimnya keimanan dalam individu. 

Kapitalisme menihilkan peran agama dalam mengatur kehidupan. Kehidupan ditopang oleh liberalisme (kebebasan) sesuai kehendak manusia itu sendiri. Alhasil, standarisasi kebahagiaan manusia dalam kapitalisme adalah meraih manfaat materi sebanyak-banyaknya. Parahnya, karena nihil peran agama, individu dalam kapitalisme bertindak sesuai kehendaknya sendiri, menghalalkan segala cara agar tercapai tujuan dalam kehidupan. 

Sikap ini amatlah berbahaya. Manusia akan jauh tenggelam dalam kubangan dosa, tak tahu dalam berbuat hingga merugikan masyarakat. Kecanggihan teknologi malah dipandang sebagai alat baru yang berpeluang mencari keuntungan materi. Kepribadian manusia rusak karena kapitalisme dan sekularisme.

Sayangnya, kapitalisme dan sekularisme ini diadopsi oleh negara. Fakta menunjukkan jika ada individu yang menjadikan syariat sebagai tolok ukur perbuatan, maka ia dilabeli dengan radikalisme atau intoleran. Semua hal tak perlu bawa-bawa agama. Padahal, lihatlah, tanpa agama, manusia semakin berbuat kerusakan. 

Belum lagi ketiadaan sanksi tegas bagi pelaku kejahatan di media sosial. Dalam kasus "love scaming" disebutkan dalam pasal yang menjerat bahwa terkait penipuan, pelaku terkena empat tahun penjara, sementara di dalam UU ITE enam tahun penjara. Ini pun bisa jadi dipotong masa tahanan jika pelaku melakukan suap-menyuap. Hal ini karena bukan sebuah rahasia lagi jika dalam sistem kapitalisme yang menihilkan peran agama, praktik ini marak terjadi.

Oleh karena itu, penting bagi kita mengembalikan fungsi teknologi dengan baik, agar tidak terjadi kejahatan yang serupa. Pertama-tama, kita harus mengembalikan peran dan fungsi negara sebagai pengurus dan pelindung rakyat. Sebagaimana Sabda Nabi Saw.

"Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu junnah (perisai) yang (orang-orang) akan berperang mendukungnya dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)-nya.” (HR Muttafaqun ’Alayh dll.)

Salah satu wujud tanggung jawab negara dalam Islam adalah membentuk kepribadian Islam yang kuat. Tentu dengan cara menguatkan akidah setiap muslim, menjadikan Islam sebagai satu-satunya jalan kehidupan. Syari'at adalah panduan dalam berbuat dan membuat kebijakan negara. Sehingga, standar bahagia bagi individu muslim yang memiliki akidah yang kuat adalah rida Allah Swt. semata. 

Negara juga wajib membentuk kepribadian Islam melalui proses pendidikan berbasis akidah, sehingga output pendidikan yang dihasilkan adalah generasi yang memiliki pola pikir dan pola sikap islami. 

Selain itu, negara dalam sistem Islam haruslah menguasai teknologi dengan baik, yakni membuat sistem keamanan data yang tercanggih dan terbaik untuk melindungi rakyat dari segala bentuk kejahatan media. Jika masih ada pelaku kejahatan sosial media, maka negara akan memberikan sanksi tegas bagi pelaku sebagai wujud perlindungan negara. 

Dengan demikian, jelaslah akar masalah kejahatan teknologi adalah sistem rusak yang mendasarinya, yakni kapitalisme. Sudah saatnya kita berbenah, mengganti sistem rusak ini dengan Islam sebagai aturan kehidupan. Wallahua'lam bisshawab.

Oleh: Ismawati 
(Aktivis Dakwah dari Banyuasin) 

Jumat, 17 November 2023

Wahyudi al-Maroky: Dua Bantuan yang Dibutuhkan Palestina



Tinta Media - Direktur Pamong Institute Wahyudi al-Maroky menerangkan, ada dua bentuk bantuan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan penjajahan di Palestina. 

“Bantuan ada dua model,” ucapnya dalam diskusi program Sorotan Tajam: Tragedi Palestina Ditunggangi Propaganda Khilafah? Di kanal Youtube Kampung Syariah, Rabu (8/11/2023).

Pertama, bagi korban atau masyarakat yang terluka, terbunuh atau sakit, maka bentuk bantuannya adalah bantuan kemanusiaan. Misalnya bantuan makanan, obat-obatan, pakaian dan seterusnya. “Tetapi kalau hanya bantuan itu yang dilakukan. itu bukan penyelesaian masalah,” ungkapnya.

Oleh karenanya, sambung Wahyudi, harus ada bentuk bantuan yang kedua, yaitu bantuan untuk menghentikan kejahatan pasukan penjajah dan penjarah Zionis Yahudi sebagai pihak pembuat kerusakan yang membuat luka dan kematian. 

Dan menurutnya, yang punya kekuasaanlah yang harusnya membantu dengan cara mencegah terjadinya invansi dan penyerangan yang menimbulkan korban di Palestina.

‘Nah dengan apa? Dengan kewenangan dia dan dengan pasukan (militer) dia. Nah ini kewajiban dari para penguasa,” tegasnya.

Jadi, ia pun menerangkan, para penguasa memiliki kewenangan dan tanggung jawab lebih. Maka, level pejabat negara dan level orang yang punya kekuasaan itu tidak cukup hanya dengan mengecam.

 “Kalau pimpinan ormas, karena enggak punya pasukan tentara wajarlah dia mengecam, itu yang bisa dilakukan karena gak punya tentara. Tapi, kalau pimpinan negara atau panglima perang yang dia punya pasukan, punya kewenangan, punya tentara, punya senjata, punya tank, punya pesawat, kalau dia hanya mengecam, maka itu saya bilang pura-pura membela. Kenapa? Karena dia membela tidak sewajarnya. Tidak selevelnya,” terangnya. 

Ia menambahkan bahwa dalam catatan sejarah, sudah ada hanya dua orang, selevel penguasa yang pernah sukses menyelesaikan persoalan Palestina. Yang pertama adalah Khalifah Umar bin Khattab  (637 M) dan yang kedua Sultan Salahuddin al-Ayyubi (1187 M),

“Saya pikir kalau ingin membebaskan Palestina, minimal mencontoh orang yang pernah sukses dan pernah berhasil membebaskan Palestina dengan cara yang pernah ditempuh,” pungkasnya.[] Muhar

Jumat, 04 Agustus 2023

Miras adalah Induk Kejahatan


 
Tinta Media - Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM)  Agung Wisnuwardana menegaskan bahwa minuman keras adalah induk kejahatan.
 
“Minuman keras (miras) harus mendapatkan perhatian serius dari pemerintah, sebab Islam menganggap miras adalah induk dari kejahatan,” tuturnya, di program Aspirasi: Heboh Produk Wine Berlogo Halal, Kok Bisa? Di kanal You Tube Justice Monitor, Selasa (1/8/2023).
 
Agung melanjutkan, Nabi saw. bersabda, minuman keras itu induk dari segala  hal yang buruk.  Allah Swt. telah jelas melarang peredaran miras hingga yang terkena dosa, bukan peminumnya saja, tetapi juga penjualnya dan orang-orang yang terlibat di dalam peredarannya, seperti sopir pengangkut mirasnya, orang yang mengambil untung dari penjualan miras, kuli angkutnya, yang mengoplosnya dan lain lain.
 
“Allah melaknat khammar, peminumnya, penuangnya, yang mengoplos, yang minta dioploskan, penjualnya, pembelinya, pengangkutnya, yang minta diangkut, serta orang yang memakan keuntungannya,” ucapnya membacakan hadis riwayat Ahmad.
 
Kehidupan Aman
 
Menurut Agung, untuk menciptakan kehidupan yang aman, salah satu yang harus ditegakkan adalah pelarangan miras baik pelarangan produksinya, konsumsinya, maupun distribusinya.
 
Ia menyesalkan beredarnya  produk minuman beralkohol wine baru-baru ini yang diklaim memiliki sertifikat halal. “Produk wine itu viral dan ramai dibahas di media sosial Twitter. Kegaduhan muncul setelah Indonesia Halal Corner di Twitter mengatakan bahwa, wine halal tidak melalui mekanisme sertifikasi halal MUI,” paparnya.
 
Proses sertifikasi halal tersebut, lanjutnya, melalui Kementerian Agama lewat prosedur self declare atau pengakuan mandiri.
 
“Untuk menciptakan masyarakat yang bebas dari miras bukan hanya diberlakukan larangan secara mutlak, tetapi juga harus dibangun pemahaman pada diri umat bahwa miras adalah benda yang haram karena zatnya. Dengan demikian umat akan menjauhkan dirinya dari hal tersebut sekalipun seolah olah mendatangkan manfaat bagi dirinya,” tutupnya. [] Abi Bahrain
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab