Tinta Media: Kejahatan Seksual Anak
Tampilkan postingan dengan label Kejahatan Seksual Anak. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kejahatan Seksual Anak. Tampilkan semua postingan

Kamis, 09 Februari 2023

Belia Tersakiti, Aturan Agama Harus Segera Direalisasi

Tinta Media - Baru-baru ini tersebar berita yang menggoreskan luka pada setiap orang, terutama para orang tua, yaitu tentang siswi TK yang menjadi terduga korban kejahatan seksual oleh tiga anak SD. Korban mendapat perlakuan tak senonoh secara bergiliran. Ini adalah kejadian yang amat memilukan dan mengiris hati setiap orang tua. 

Kasus ini sudah ditangani aparat kepolisian setempat. Menurut Krisdiyansari selaku kuasa hukum korban, terduga pelaku ialah tetangga dan juga teman sepermainan. (liputan6.com, 20/01/23)

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menyesalkan kasus kekerasan seksual tersebut, terlebih para pelakunya masih berusia anak. KemenPPPA berkomitmen akan mengawal dan memperhatikan pemenuhan hak-hak korban. (kemenppa.go.id (20/01/23)

Hal yang menyedihkan lagi adalah efek yang terjadi pada korban paska tindak kejahatan seksual tersebut. Trauma yang dialami korban membutuhkan waktu yang lama untuk disembuhkan. Butuh kesabaran dan batin yang kuat dalam prosesnya. Pengacara korban mengatakan bahwa teman-teman korban yang mengetahui hal tersebut menjadi penyebab tidak sekolahnya korban saat ini. Psikolog belum melakukan terapi, hanya pemeriksaan. (detik.com, 21/01/23)

Apa yang menimpa siswi TK tersebut bukanlah satu-satunya kejadian yang menunjukkan betapa rentannya anak-anak terhadap kekerasan.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengungkapkan sebanyak 4.683 aduan masuk ke pengaduan sepanjang 2022. Dikutip dari republika.co.id (22/01/23),

Pengaduan paling tinggi adalah klaster Perlindungan Khusus Anak (PKA) sebanyak 2.133 kasus. Kasus anak yang menjadi korban kejahatan seksual menjadi kasus yang tertinggi mencapai 834 kasus.

Kurangnya Peran Orang Tua

Anak adalah anugerah yang Allah berikan kepada sepasang perempuan dan laki-laki yang sudah diikat dalam pernikahan. Anak juga sekaligus menjadi amanah yang Allah titipkan kepada kedua orang tuanya. Tidak mudah memang menjalani peran sebagai orang tua. Ada tanggung jawab yang harus dipikul dan ada hak-hak anak yang harus dipenuhi. Sedih rasanya jika ada anak yang melakukan kejahatan dikarenakan ada beberapa peran orang tua maupun orang dewasa lainnya yang tak terlaksana, baik itu sengaja maupun terpaksa.

Di usianya yang masih sangat muda, peran orang tua amat berpengaruh dalam kehidupan anak-anaknya. Mereka membutuhkan perhatian dan kasih sayang yang tersalurkan dengan baik dan dapat dipahami. Mereka juga perlu diberikan penanaman akidah Islam sejak dini. Mereka juga butuh pengenalan dan pemahaman akan aturan Allah sedari kecil. Namun, adakalanya proses tersebut terlewatkan atau bahkan terabaikan.

Kesibukan yang harus dijalani oleh orang tua, terkadang membuat hak-hak anak terlupakan. Beban ekonomi yang harus dipikul bersama istri, menjadikan peran ibu sebagai sekolah pertama dan utama bagi anaknya tak berjalan selayaknya. Belum lagi, jika orang tua tidak melek teknologi, gadget contohnya. Mereka tidak paham penggunaannya, tetapi memberikannya pada anak. Segala informasi yang ada di dunia ini dapat diakses melalui gadget tersebut, tak terkecuali konten yang bersifat dewasa, baik itu pornografi, pornoaksi, maupun pornoliterasi. Kurangnya pengawasan dari orang tua mengakibatkan anak dapat mengakses itu semua hanya dalam genggamannya. Terlebih lagi, dalam usia tersebut, anak-anak belum dapat secara bijak menyaring segala informasi yang masuk, termasuk dari gadget itu sendiri.


Minimnya Pemahaman Islam

Kurang siapnya sebuah pasangan dalam menjalankan rumah tangga, termasuk memiliki anak, menjadi faktor lain yang dapat menyebabkan tak terlaksananya tanggung jawab ataupun kewajiban yang harus dilakukan. Maka, butuh pemahaman mendalam dan cemerlang untuk menjalani rumah tangga dengan cara mengkaji Islam kaffah atau mengkaji Islam secara menyeluruh. Sehingga, kewajiban dan tanggung jawab sebagai orang tua dapat terlaksana dengan optimal.

Selain dari orang tua, lingkungan pun berpengaruh pada perkembangan anak. Lingkungan yang individualis menimbulkan perasaan acuh pada apa yang terjadi di sekelilingnya, tidak ada perasaan saling menjaga. Sehingga, masyarakat menjadi tidak peduli pada apa yang terjadi pada anak orang lain, asalkan tidak terjadi pada anaknya. 

Lalu, pengaruh teman sebaya yang ada di lingkungan tersebut juga dapat mengambil peran terhadap perilaku anak. Teman sebaya yang berperilaku baik akan membawa kebaikan pada teman lainnya, dan begitu pula sebaliknya.  

Lingkungan pendidikan yang kurang memperhatikan aspek keterikatan pada agama, menjadikannya kurang kontrol terhadap macam-macam perilaku anak. Apalagi jika sudah ada persepsi yang salah, seperti ketaatan pada agama dianggap radikal.

Selain itu, peran negara menjadi hal yang sangat penting untuk menjaga anak-anak dari tindak kejahatan seksual, baik sebagai pelaku maupun korban. Kurangnya pengawasan maupun penanganan dalam memfilter situs-situs yang berkonten dewasa, mengakibatkan konten dewasa tersebut yang ada di dalam media sosial maupun jejaring sosial, dapat diakses oleh setiap orang, termasuk anak-anak. Penjagaan oleh negara atas konten-konten yang tidak layak dikonsumsi oleh rakyat, terlebih lagi anak-anak, menjadi penting untuk dilakukan.

Keluarga pun membutuhkan peran negara dalam membantu memenuhi kebutuhan pokok. Dengan membuka lapangan kerja yang banyak, diimbangi dengan upah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup, diharapkan para ibu tidak lagi memeras keringatnya untuk membantu perekonomian keluarga, apalagi sampai melalaikan kewajiban sebagai seorang ibu. Dengan demikian, anak-anaknya mendapat perhatian dan kasih sayang sebagaimana mestinya.

Adanya kasus kejahatan seksual merupakan salah satu bukti rusaknya sistem sekularisme-liberalisme yang dipakai sekarang ini. Pemisahan agama dari kehidupan menjadikan kaburnya pemahaman antara yang hak dan yang batil, baik dan buruk, serta halal dan haram. Manusia seakan bebas melakukan apa saja, tanpa mempertimbangkan lagi adanya keridaan Allah Swt. atau tidak dalam setiap aktivitas nya. Meskipun masih dalam usia anak, mereka patut diperkenalkan keterikatan hubungan dengan Sang Khalik atau Sang Pencipta. Hal ini bertujuan agar anak-anak terbiasa berpikir dan berperilaku sesuai dengan tuntunan yang Allah berikan, sedari mereka kecil, dan juga agar tertanam ketakwaan dalam diri anak.


Islam Menjadi Solusi

Perlu adanya kesiapan untuk menjadi orang tua sebagaimana perlunya kesiapan juga untuk menjadi orang yang berkuasa dalam suatu wilayah. Aturan yang Allah siapkan seharusnya dipakai untuk kehidupan sehari-hari, demi mencegah terjadinya hal yang tidak diinginkan. Menjadikan akidah Islam sebagai pondasi merupakan hal yang penting untuk disadari, dan beralih ke Islam kaffah adalah menjadi solusi demi tercapainya kebahagiaan hakiki.

Wallahu alam bishawab.

Oleh: Ummu Azmi 
Aktivis Muslimah

Senin, 06 Februari 2023

Kejahatan Seksual pada Anak Mengintai, Umat Butuh Perisai

Tinta Media - Miris, kejahatan seksual pada anak mengintai negeri. Lebih miris lagi, pelakunya adalah anak-anak.

Salah satu kasus kejahatan seksual pada anak oleh anak-anak yang terjadi beberapa waktu yang lalu, tepatnya pada 7 Januari 2023, yakni kasus pemerkosaan siswi Taman Kanak-kanak (TK) oleh tiga anak Sekolah Dasar (SD), yang merupakan tetangga korban dan teman sepermainan. (Liputan6, 20/1/2023).

Kasus serupa dari tahun ke tahun tidak pernah absen, bahkan bertambah meningkat. Mengapa bisa terjadi kasus seperti di atas secara berulang?

Berulangnya kasus kejahatan seksual dengan pelaku yang masih terkategori anak ini, salah satunya ditengarai akibat akses anak terhadap konten-konten pornografi yang makin terbuka lebar.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) mencatat ada 66% anak laki-laki pernah menonton kegiatan seksual melalui platform game online dan 63,2% anak perempuan pernah menonton pornografi. Lalu, 34,5% anak laki-laki dan 25% anak perempuan sudah pernah melakukan kegiatan seksual. Miris.

Hal ini merupakan buah kelalaian negara dalam mengurus rakyatnya dalam berbagai aspek, khususnya sistem pendidikan, ekonomi, dan pengaturan media.

Akar persoalan bersumber dari sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan) yang dijadikan sebagai asas negara.

Solusi sekuler selalu gagal dalam mengatasi berbagai persoalan kehidupan, seperti dalam menghadapi tingginya kasus kejahatan seksual dengan pelaku dan korban dari anak, dengan mewujudkan kota layak anak (KLA), memberlakukan hukuman dengan pemberatan, akan tetapi kasus kejahatan anak tetap tinggi. Solusi tersebut hanya menyelesaikan di permukaan saja tanpa menyentuh akar permasalahannya.

Solusi tuntas hanya dapat diperoleh dengan mengubah asasnya, yaitu dengan menjadikan akidah Islam sebagai asas negara. Islam memiliki aturan yang lengkap dan paripurna yang mampu mencegah dan menyelesaikan persoalan ini.

Dalam Islam, sistem pendidikan yang diterapkan adalah sistem pendidikan yang berbasis akidah Islam, sedangkan sistem ekonominya adalah sistem ekonomi Islam yang membuka lebar lowongan pekerjaan bagi para pencari nafkah. Pengaturan medianya melarang adanya pornografi dan pornoaksi, sedangkan sistem sanksi yang diterapkan dapat membawa efek jera bagi para pelaku kejahatan seksual.

Islam tegak di atas tiga pilar, yakni membangun ketakwaan individu, menciptakan lingkungan yang kental dengan tradisi amar makruf nahi mungkar, serta penerapan syariat Islam kafah oleh negara, termasuk sistem sanksi yang membawa efek jera.

Peran negara dan pemimpinnya sangat penting dalam menerapkan syariat Islam tersebut. Rasulullah saw. bersabda terkait tanggung jawab pemimpin negara,

"Sesungguhnya imam itu laksana perisai, tempat orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya." (HR Muslim). 

Serta hadis lain, "Imam adalah pengurus dan ia akan diminta pertanggungjawaban terhadap rakyat yang diurusnya." (HR Muslim dan Ahmad).

Islam memandang bahwa anak adalah setiap orang yang belum mukalaf (akil, balig, dan punya daya pilih). Mereka tidak terkena sanksi jika melakukan kejahatan, hanya akan di-ta'dib, dan orang tua akan ditakzir jika lalai. Jika seseorang sudah mukalaf meskipun masih berusia di bawah 18 tahun, maka ia tidak terkategori lagi sebagai anak, sehingga bisa dikenai sanksi hukum sesuai kejahatannya.

Sungguh indah bila Islam diterapkan secara menyeluruh dalam segala aspek kehidupan. Negeri yang _baldatun toyyiban warobbun ghofur_ akan terwujud nyata. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam Al-Qur'an surat al-A'raf ayat 96,

"Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan."

Wallahualam bissawab.

Oleh: Naina Yanyan
Sahabat Tinta Media

Rabu, 01 Februari 2023

Kejahatan Seksual Anak Merajalela, Bukti Bobroknya Pengurusan Negara

Tinta Media - Dilansir dari Republika.co.id (22/1/2023), Komisi Perlindungan Anak (KPAI) mengungkapkan ada 4.683 aduan masuk ke pengaduan sepanjang tahun 2022. Dari sini, pengaduan yang paling tinggi adalah klaster Perlindungan Khusus Anak (PKA) berkisar sampai 2.133 kasus. Dan kasus yang tertinggi lagi adalah anak yang menjadi korban kejahatan seksual dengan jumlah 834 kasus.

Sungguh miris, saat ini, banyak sekali kejahatan yang sering kita saksikan yang menimpa pada anak-anak. Ini jelas menunjukkan bukti bobroknya negara dalam memberikan pengurusan terhadap rakyatnya. 

Apalagi baru-baru ini, beredar di media. Belum genap sebulan kita memasuki masa pergantian tahun, kini sudah disuguhkan kembali kasus yang menimpa pada anak di Dlanggu, Mojokerto seorang siswi TK (6 tahun) yang menjadi korban perkosaan berulang-ulang. Dan yang mengejutkan adalah pelakunya pun anak-anak usia pra baligh (7-8 tahun), yang seharusnya dalam masa-masa belajar dan bimbingan.

Lantas, apa yang menjadi penyebab kasus ini selalu terulang. Bahkan, semakin berkembang dan kian parah? Tidak lain, yang menjadi akar permasalahan adalah, masih bercokolnya sistem kapitalis sekuler yang diadopsi oleh negara saat ini. Dimana aturan Tuhan tidak boleh dibawa dalam kehidupan. Yang mengedepankan aturan yang dibuat oleh manusia yang serba terbatas.

Kita bisa melihat sekarang, beberapa aturan yang pakai sistem kapitalis di dalam berbagai aspek. Pertama, dalam sistem pendidikan, negara seharusnya mampu membentuk generasi yang cerdas dan beradap dengan diberikan pemahaman-pemahaman agama secara mendasar. Namun, saat ini justru sebaliknya, agama hanya diajarkan seperlunya saja. Bahkan, sepekan agama diajarkan paling lama 2 jam.

Sehingga, banyak melahirkan generasi-generasi yang kurang ilmu agama, yang terkadang tidak punya adab, sering melakukan tindakan kriminal dan lain-lain. Sungguh, kita tidak akan pernah menginginkan generasi yang berlaku seperti itu. Namun, aturan kufur saat inilah yang memaksakan mereka untuk tidak kenal agama.

Kedua, sistem ekonomi. Kita lihat di negeri ini, dari berbagai sudut ekonomi negara dikuasai oleh kapitalis. Dimulai dari Pasar, Perbankan, Transportasi, Pertambangan, BUMN, dan lain-lain. Hasil dari semua ini, dimanfaatkan hanya untuk kepentingan penguasa saja. Sumber Daya Alam (SDA) yang seharusnya dikelola negara untuk kebutuhan rakyat. Namun, kini dikapitalisasi.

Rakyat yang seharusnya hidup sejahtera karena dijamin oleh negara. Kini harus menanggung beban yang berat dan kesengsaraan. Dimana mereka harus membanting tulang untuk memenuhi kebutuhan hidup. Tidak jarang seorang ibu juga banyak yang bekerja. Seperti dalam kasus anak TK Mojokerto, karena orang tua bekerja. Sehingga, anak-anak kurang mendapat perhatian dan pengawasan. Ketika kejahatan pada anak terjadi orang tua baru mengetahuinya sudah beberapa kali dilakukan.

Ketiga, dalam pengaturan media. Banyak kejahatan terjadi salah satu faktor penyebabnya adalah tanyangan media yang tidak mendidik. Seharusnya negara menutup rapat-rapat celah kemaksiaatan dalam media. Sehingga, hal tetsebut tidak mudah diakses oleh publik.

Juga, orang tua harus lebih memperhatikan buah hatinya dalam bersosial media, terutama pada anak pra baligh, harus bisa mensetting ulang apa-apa yang boleh ditonton begitupun sebaliknya. Memang sangat sulit menjalani hidup di negeri kapitalis ini, banyak sekali celah yang mengintai dan mempengaruhi pemikiran generasi dan anak-anak.

Berbeda halnya dalam Islam. Aturan dalam Islam akan merangkum secara keselurahan dengan berasaskan akidah Islam. Sehingga, aturan ini, akan mencegah dan mampu menyelesaikan segala persoalan dalam berbagai kehidupan. Jika aturan Islam diterapkan maka bukan hanya anak-anak dan generasi saja yang berhak mendapat perlindungan. Namun, seluruh rakyat akan merasa aman, tenang, dan sejahtera.[]

Oleh: Mariyam Sundari 
Praktisi Komunikasi Penyiaran

Kejahatan Seksual Anak Merajalela, Bukti Bobroknya Pengurusan Negara

Tinta Media - Dilansir dari Republika.co.id (22/1/2023), Komisi Perlindungan Anak (KPAI) mengungkapkan ada 4.683 aduan masuk ke pengaduan sepanjang tahun 2022. Dari sini, pengaduan yang paling tinggi adalah klaster Perlindungan Khusus Anak (PKA) berkisar sampai 2.133 kasus. Dan kasus yang tertinggi lagi adalah anak yang menjadi korban kejahatan seksual dengan jumlah 834 kasus.

Sungguh miris, saat ini, banyak sekali kejahatan yang sering kita saksikan yang menimpa pada anak-anak. Ini jelas menunjukkan bukti bobroknya negara dalam memberikan pengurusan terhadap rakyatnya. 

Apalagi baru-baru ini, beredar di media. Belum genap sebulan kita memasuki masa pergantian tahun, kini sudah disuguhkan kembali kasus yang menimpa pada anak di Dlanggu, Mojokerto seorang siswi TK (6 tahun) yang menjadi korban perkosaan berulang-ulang. Dan yang mengejutkan adalah pelakunya pun anak-anak usia pra baligh (7-8 tahun), yang seharusnya dalam masa-masa belajar dan bimbingan.

Lantas, apa yang menjadi penyebab kasus ini selalu terulang. Bahkan, semakin berkembang dan kian parah? Tidak lain, yang menjadi akar permasalahan adalah, masih bercokolnya sistem kapitalis sekuler yang diadopsi oleh negara saat ini. Dimana aturan Tuhan tidak boleh dibawa dalam kehidupan. Yang mengedepankan aturan yang dibuat oleh manusia yang serba terbatas.

Kita bisa melihat sekarang, beberapa aturan yang pakai sistem kapitalis di dalam berbagai aspek. Pertama, dalam sistem pendidikan, negara seharusnya mampu membentuk generasi yang cerdas dan beradap dengan diberikan pemahaman-pemahaman agama secara mendasar. Namun, saat ini justru sebaliknya, agama hanya diajarkan seperlunya saja. Bahkan, sepekan agama diajarkan paling lama 2 jam.

Sehingga, banyak melahirkan generasi-generasi yang kurang ilmu agama, yang terkadang tidak punya adab, sering melakukan tindakan kriminal dan lain-lain. Sungguh, kita tidak akan pernah menginginkan generasi yang berlaku seperti itu. Namun, aturan kufur saat inilah yang memaksakan mereka untuk tidak kenal agama.

Kedua, sistem ekonomi. Kita lihat di negeri ini, dari berbagai sudut ekonomi negara dikuasai oleh kapitalis. Dimulai dari Pasar, Perbankan, Transportasi, Pertambangan, BUMN, dan lain-lain. Hasil dari semua ini, dimanfaatkan hanya untuk kepentingan penguasa saja. Sumber Daya Alam (SDA) yang seharusnya dikelola negara untuk kebutuhan rakyat. Namun, kini dikapitalisasi.

Rakyat yang seharusnya hidup sejahtera karena dijamin oleh negara. Kini harus menanggung beban yang berat dan kesengsaraan. Dimana mereka harus membanting tulang untuk memenuhi kebutuhan hidup. Tidak jarang seorang ibu juga banyak yang bekerja. Seperti dalam kasus anak TK Mojokerto, karena orang tua bekerja. Sehingga, anak-anak kurang mendapat perhatian dan pengawasan. Ketika kejahatan pada anak terjadi orang tua baru mengetahuinya sudah beberapa kali dilakukan.

Ketiga, dalam pengaturan media. Banyak kejahatan terjadi salah satu faktor penyebabnya adalah tanyangan media yang tidak mendidik. Seharusnya negara menutup rapat-rapat celah kemaksiaatan dalam media. Sehingga, hal tetsebut tidak mudah diakses oleh publik.

Juga, orang tua harus lebih memperhatikan buah hatinya dalam bersosial media, terutama pada anak pra baligh, harus bisa mensetting ulang apa-apa yang boleh ditonton begitupun sebaliknya. Memang sangat sulit menjalani hidup di negeri kapitalis ini, banyak sekali celah yang mengintai dan mempengaruhi pemikiran generasi dan anak-anak.

Berbeda halnya dalam Islam. Aturan dalam Islam akan merangkum secara keselurahan dengan berasaskan akidah Islam. Sehingga, aturan ini, akan mencegah dan mampu menyelesaikan segala persoalan dalam berbagai kehidupan. Jika aturan Islam diterapkan maka bukan hanya anak-anak dan generasi saja yang berhak mendapat perlindungan. Namun, seluruh rakyat akan merasa aman, tenang, dan sejahtera.[]

Oleh: Mariyam Sundari 
Praktisi Komunikasi Penyiaran

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab