Tinta Media: Kehidupan
Tampilkan postingan dengan label Kehidupan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kehidupan. Tampilkan semua postingan

Senin, 13 Mei 2024

Sebagai Solusi Masalah Kehidupan, HAM Tak Berdaya


Tinta Media - Widya Adiwena selaku Deputi Direktur Amnesty Internasional Indonesia menyatakan bahwa hukum di Indonesia makin lemah karena kriminalisasi yang sering terjadi, terutama terhadap peserta aksi unjuk rasa. 

Laporan tahunan HAM Global Amnesty mencatat empat isu di Indonesia yang melemahkan nilai-nilai hukum, seperti pelanggaran hak warga sipil dalam konflik bersenjata, penolakan terhadap keadilan berbasis gender, dampak ekonomi perubahan iklim terhadap kelompok masyarakat tertentu (termasuk masyarakat adat), dan ancaman teknologi baru terhadap hak-hak rakyat Indonesia. (idntimes.com, 26/04/2024)

Jika di teliti lebih dalam tentang isu di Indonesia yang melemahkan nilai-nilai hukum, maka dapat dilihat bahwa akar masalahnya adalah penyelesaian yang hanya bersifat sementara sehingga tidak selesai secara tuntas. Hal tersebut jelas menimbulkan masalah baru.

Contoh-contoh, prinsip HAM adalah untuk melindungi dan menghormati hak-hak dasar setiap individu tanpa diskriminasi apa pun berdasarkan prinsip-prinsip kemanusiaan, martabat, dan kesetaraan. Berdasarkan latar belakang sejarahnya, pada hakikatnya HAM muncul karena keinsafan manusia terhadap harga diri, harkat dan martabat kemanusiaan, sebagai akibat tindakan sewenang-wenang dari penguasa, penjajahan, perbudakan, ketidakadilan, dan kezaliman (tirani) yang hampir melanda seluruh umat manusia. 

Namun faktanya, adanya HAM banyak dilanggar oleh manusia itu sendiri dengan faktor yang mendorong terjadinya pelanggaran HAM, yakni sikap tidak tanggung jawab, rendah toleransi, kurangnya kesadaran HAM, minimnya empati, kondisi psikologis, sikap egois, dan sebagainya. 

Apabila ditelusuri mengapa adanya HAM tetap saja tidak bisa melindungi manusia dari diskriminasi dan penindasan, ternyata hal itu terjadi karena prinsip HAM didasarkan pada liberalisme—atau kebebasan—sehingga ada dua standar yang digunakan di dalamnya.

Misalnya, jika yang melakukan kekerasan adalah Amerika Serikat dan sekutunya, tindakan tersebut tidak dianggap sebagai pelanggaran HAM. Sebaliknya, jika yang melakukan kekerasan adalah musuh AS, seperti kelompok Islam, tindakan tersebut akan dianggap sebagai pelanggaran HAM. 

Wajarlah ide HAM menjadi absurd dan bermuka dua karena berasal dari sekularisme yang mendewakan kebebasan berperilaku.

Oleh karena itu, konsep ini sejak awal bertentangan dengan Islam. HAM adalah hasil dari sekularisme yang bertentangan dengan akidah Islam. Bagi seorang muslim, hak asasi manusia adalah prinsip yang salah karena memberi orang kebebasan untuk berbuat apa pun tanpa aturan agama.

Sementara itu, manusia memiliki sifat yang lemah, yakni tidak tahu hakikat benar dan salah sehingga tidak bisa membuat aturan yang sahih untuk mengatur interaksi manusia. Sehingga, saat manusia memiliki kesempatan untuk membuat aturan, mereka akan membuat aturan yang bermanfaat bagi mereka sendiri dan kelompoknya.

Dengan demikian, penerapan HAM dalam kehidupan sehari-hari akan bertentangan dengan kepentingan orang lain. Semua orang mengutamakan hak mereka daripada hak orang lain. Oleh karena itu, masalah tidak kunjung selesai, bahkan tetap menimbulkan ancaman untuk masa depan. 

Baik individu maupun kelompok akan saling dendam, yang dapat menyebabkan serangan. Ini karena setiap pihak terus menuntut hak-haknya, dan terjadi konflik yang berkelanjutan. 

Selain itu, terbukti bahwa HAM berfungsi sebagai alat penghinaan Barat terhadap negara muslim yang dianggap menentangnya. Oleh karena itu, hak asasi manusia (HAM) digunakan ketika dianggap menguntungkan Barat, dan diabaikan ketika dianggap merugikan Barat. 

Selain itu, telah terbukti bahwa hak asasi manusia membantu melakukan hal-hal yang salah atas nama kebebasan. Contohnya adalah kelompok orang yang menyukai sesama jenis. 

Berbeda dengan Islam, hukum dasar semua perbuatan terikat dengan hukum syara', sehingga segala sesuatu memiliki standar yang sama, yaitu syariat. Syariat akan menentukan hukum dalam kasus kekerasan, bukan berdasarkan nafsu manusia. 

Hak dasar manusia, seperti hak untuk hidup, mendapatkan makanan dan pakaian, menjalankan ibadah, keamanan, pendidikan, dan kesehatan, akan dipenuhi dengan penerapan Islam kafah. 

Dengan demikian, maqasid syariah akan terwujud, sehingga manusia dapat hidup dengan aman dan terpenuhinya semua kebutuhan. 

Sejarah peradaban Islam telah menunjukkan bahwa hidup tenang hanya di bawah sistem Islam. Bahkan, menurut sejarawan Barat terkenal Will Durrant (1885–1981),

"Agama (Ideologi) Islam telah menguasai hati ratusan bangsa di negeri-negeri yang terbentang mulai dari Cina, Indonesia, India hingga Persia, Syam, Jazirah Arab, Mesir hingga Maroko dan Spanyol. Betapa indahnya sistem Islam dengan balutan khilafah Islamiyah apabila diaplikasikan sekarang di dalam kehidupan umat manusia. Karena hanya sistem Islam yang sesuai dengan fitrah manusia dan bersumber dari Al-Quran dan As-Sunnah. 

Maka, sudah saatnya kita sadar bahwasannya setiap problematika manusia tidak selesai dikarenakan HAM. Namun, sudah saatnya untuk kita kembali kepada sistem Islam kafah. Wallahu A'lam



Oleh: Naura Azla Gunawan 
(Aktivis Muslimah dan Mahasiswi)

Sabtu, 03 Februari 2024

Beratnya Beban Kehidupan Merenggut Insting Keibuan



Tinta Media - Rohwana alias Wana (38 tahun), seorang ibu di Kabupaten Belitung, Bangka Belitung, tengah menjadi pembicaraan hangat di masyarakat. Rohwana ditangkap polisi karena tega membunuh dan membuang anaknya yang baru saja lahir di kamar mandi. Insiden tragis di Desa Membalong ini terjadi pada Kamis (18/01/2024) sekitar pukul 21.00 WIB.

Peristiwa ini sontak membuat semua warga terkejut, terlebih suaminya sendiri yang ternyata tidak mengetahui bahwa istrinya mengandung. 

“Anaknya dibunuh oleh ibunya kemudian dibuang ke semak-semak di salah satu kebun warga,” kata Kasat Reskrim Polres Belitung, AKP Deki Marizaldi, kepada kumparan, (Kumparan, 24/01/2024).

Berawal dari penemuan warga sekitar atas bayi laki-laki pada Jumat sore (19/1), kemudian dilanjutkan proses penyidikan. Dari hasil penyidikan tersebut diketahui bahwa perempuan yang kesehariannya bekerja sebagai buruh ini mengakui bahwa tindakan tragis yang dilakukannya diduga karena impitan ekonomi. Alasan tidak cukup biaya untuk membesarkan anak ketiga yang baru saja lahir tersebut disertai dua anak lainnya yang sudah besar dan suami yang bekerja sebagai buruh, sehingga Rohwana tega membunuh putranya. 

Akar Masalah

Kasus Filiside, kasus orang tua yang membunuh anaknya ini bukanlah yang pertama kali terjadi. Banyak kasus sama yang terjadi di daerah berbeda. Banyak hal yang menyebabkan hal ini terjadi, namun yang paling muncul di permukaan adalah faktor himpitan ekonomi yang telah mengimpit masyarakat.

Seorang ibu idealnya merupakan sosok yang memiliki rasa cinta mendalam terhadap anaknya. Bagaimana mungkin tidak, sang ibu telah mengandung anak selama sembilan bulan lamanya. Selama periode tersebut, terbangun ikatan emosional antara ibu dan anak yang dikandungnya. Rasa cinta ini akan semakin menggebu ketika anak tersebut dilahirkan dan menambah keceriaan dalam lingkup keluarga. Namun, semuanya menjadi terkikis, bahkan hilang ketika tingginya beban hidup hadir dan tidak ada penyelesaiannya.

Selain faktor ekonomi yang mengimpit, faktor keimanan pun mengambil peran dalam membuat lemahnya iman, sehingga para ibu tidak dapat berpikir jernih dan gelap mata. 

Begitu pun faktor ketahanan keluarga yang seharusnya menjadi pendukung utama agar para ibu bisa menjalankan fungsi utama seorang ibu. Namun, karena desakan ekonomi, para ibu dipaksa ikut serta dalam menanggung beban ekonomi keluarga, sehingga lahirnya anak menjadi beban, bukan sebaliknya.

Di Mana Peran Negara?

Sejatinya, negara harus menjamin kesejahteraan atas setiap individu rakyat dengan membuat langkah-langkah strategis dalam hal perekonomian untuk meningkatkan kesejahteraan warga. Hal ini agar tingkat hidup rakyat menjadi lebih baik serta dapat memperkecil gap sosial, terutama dalam aspek kebutuhan dasar seperti pangan, pakaian, dan pendidikan.

Hal yang sangat penting bagi negara adalah menciptakan kesempatan kerja dan menetapkan standar gaji yang mencukupi untuk kebutuhan sehari-hari rakyat. Namun, pada kenyataannya saat ini, harga barang-barang kebutuhan pokok semakin tinggi dan tidak terkontrol, sementara pendapatan tetap atau bahkan berkurang akibat pemangkasan jumlah karyawan. Hal ini sering kali mengharuskan istri untuk ikut serta bekerja guna mendukung ekonomi keluarga. 
Setelah lelah bekerja di luar, istri masih harus mengurus rumah tangga dan anak-anak.

Saad bin Abi Waqas r.a. berkata, bahwa Rasulullah saw. bersabda,

"Dan sesungguhnya jika engkau memberikan nafkah, maka hal itu adalah sedekah, hingga suapan nasi yang engkau suapkan ke dalam mulut istrimu." (HR. Bukhari dan Muslim).

Pada dasarnya, negara bertanggung jawab sebagai penjaga utama bagi para ibu, dan mampu menumbuhkan keyakinan yang teguh dalam diri mereka agar tidak mudah putus asa ketika dihadapkan pada berbagai cobaan dan tidak hilang harapan kepada Allah Ta’ala. 

Negara juga seyogianya memiliki sistem yang efektif untuk memastikan kesejahteraan warga, termasuk para ibu. Negara juga harus menciptakan kondisi sosial yang mendukung perhatian terhadap kesehatan fisik dan mental ibu serta keselamatan janinnya.

Akan tetapi, sangat disayangkan bahwa negara sering kali gagal menjalankan perannya sebagai pelindung. Dalam kerangka demokrasi kapitalis, negara tidak berfungsi sebagai pelindung rakyat, melainkan cenderung melayani kepentingan kelompok oligarki kapitalis. 

Kebijakan yang diambil lebih sering menguntungkan para pemilik modal daripada rakyat kecil. Para pemimpin terlalu fokus pada persaingan politik untuk mempertahankan atau memperkuat posisi mereka sendiri atau keluarga mereka di pemerintahan, sementara penderitaan rakyat diabaikan tanpa upaya mencari solusi yang nyata dan berkelanjutan. Hal ini meningkatkan risiko terulangnya insiden tragis seperti ibu yang menghilangkan nyawa anaknya sendiri, dengan jumlah kasus yang dapat bertambah.

Tentu hal ini tidak dapat kita biarkan terus terjadi. Karena itu, dibutuhkan perubahan signifikan dalam struktur sosial dan pemerintahan untuk menjamin adanya perlindungan yang layak bagi para ibu.

Islam Mengembalikan Fitrah Ibu

Allah Swt. berfirman, “Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu.” (QS Luqman: 14)

Begitulah Islam dalam memuliakan posisi seorang ibu. Di dalam sistem Islam, perempuan wajib dilindungi oleh negara dalam kesulitan apa pun, termasuk persoalan ekonomi. Perempuan tidak diwajibkan mencari nafkah, karena mencari nafkah adalah kewajiban pria, sehingga perempuan bisa kembali menjalankan fungsi utamanya, yakni menjadi ummu warabbatul bait, ibu rumah tangga yang akan mendidik generasi penerus bangsa.

Ini tidak berarti bahwa wanita sama sekali dilarang untuk bekerja. Wanita dapat mengambil pekerjaan yang bermanfaat bagi masyarakat, seperti menjadi guru, dokter spesialis kebidanan, perawat, pedagang, dan sebagainya, selama mereka tetap mampu menjalankan peran utama mereka. Wanita bekerja berdasarkan kebutuhan, bukan karena tekanan untuk memenuhi kewajiban yang seharusnya bukan tanggung jawab mereka.

Demikianlah pengaturan yang terdapat dalam Islam. Ajaran ini menegaskan bahwa pria dan wanita mempunyai tanggung jawab yang berbeda dalam kehidupan keluarga. Perbedaan ini bukan merupakan diskriminasi, melainkan sudah sesuai dengan ciptaan Allah. Oleh karena itu, hanya dengan penerapan sistem Islam yang sejati, fitrah wanita dapat dipulihkan sepenuhnya. 

Hanya pemimpin yang menjadikan Al-Qur'an dan Sunnah sebagai dasar nilai dan hukum yang akan mampu menjunjung tinggi kehormatan wanita, memberikan keselamatan dan perlindungan yang layak. Wallahu a’lam bishawab.


Oleh: Umma Almyra
Pegiat Literasi

Rabu, 03 Januari 2024

Refleksi 2023, Pakar Parenting: Banyak KDRT Karena Sistem dan Pranata Kehidupan Jauh dari Islam



Tinta Media - Banyaknya KDRT dan pembunuhan yang melibatkan keluarga sepanjang tahun 2023, dinilai Pakar Parenting sekaligus Penulis Buku The Model for Smart Parents Nopriadi Hermani, Ph.D. berakar dari sistem dan pranata kehidupan yang jauh dari Islam. 

“Akar masalahnya sebenarnya pada sistem dan pranata kehidupan kita yang jauh dari Islam,” nilainya kepada Tinta Media, Ahad (31/12/2023). 

Masyarakat jauh dari nilai-nilai keislaman sebagai akibat dari kehidupan sekuler-kapitalis yang telah menjauhkan agama (Islam) dalam kehidupan.  “Mentalitas dan perilaku masyarakat jauh dari Islam. Kekerasan menjadi hal yang lumrah terjadi. Apalagi tekanan sosial karena masalah ekonomi semakin besar,” jelasnya.

“Seperti yang sering saya sampaikan bahwa kita hari ini hidup di sebuah mesin sosial yang merusak perilaku dan mental,” tambahnya. 

Ia melihat semakin banyaknya perilaku dan mentalitas sakit sehingga ada banyak orang tua yang mendidik tanpa kompetensi, sehingga menimbulkan trauma dan sakit kepribadian (personality illness) pada anak. “Orang tua yang mendidik tanpa pengetahuan Islam dan parenting yang memadai akan cenderung emosional dan merusak,” tuturnya. 

“Apalagi kalau orang tua ini dulunya juga dididik penuh kekerasan. Maka dia mewariskan itu pada anak-anak mereka,” imbuhnya menjelaskan. 

Di samping itu, Nopriadi mengungkap ada banyak fasilitas yang menjadi sarana pengrusak ini. Kekerasan juga dilakukan oleh anak pada orang tua karena anak-anak terpapar oleh tayangan kekerasan setiap saat, melalui gadget misalnya. “Di samping itu keterlibatan anak dengan gank-gank yang menonjolkan kekerasan akan membuat anak menjadi agresif, termasuk di rumah. Apalagi kalau sudah kecanduan narkoba atau judi. Semakin tidak terbendung,” ungkapnya. 

Menurutnya masalah ini semakin membesar karena tidak seriusnya pemerintah dalam mengatasi masalah-masalah yang dihadapi keluarga (orang tua dan anak). “Tidak terlihat adanya ikhtiar pemerintah yang mampu membuat sistem sosial yang menghasilkan pribadi-pribadi shaleh,” tuturnya. 

“Dengan kondisi di atas maka data peningkatan kekerasan yang terjadi di keluarga merupakan hal yang lumrah, wajar, dan akan cenderung meningkat,” tegasnya. 

Nopriadi menjelaskan bila Islam diterapkan dalam kehidupan, maka tidak akan tampak problem seperti ini. Pada level individu, orang-orang beriman akan memiliki mental health yang sangat baik. “Akidah dan cabang-cabangnya seperti masalah tawakal, qanaah, rezeki, sabar, syukur, dan lain-lain akan membuat seseorang menjadi pribadi yang sehat secara mental,” jelasnya. 

Menurutnya mereka akan mampu menyikapi masalah dalam kehidupan dengan sangat baik. Bila ada tekanan hidup maka selain berikhtiar untuk menyelesaikannya, maka konsep-konsep keimanan yang ada dalam kalbu akan mampu menjadi benteng yang mengokohkan mentalitas mereka. Mereka sangat bergantung pada Allah (tawakal) dan menjadikan sabar sebagai pertahanan mental yang baik. “Konsep-konsep keimanan lain seperti rezeki dan lainnya akan mengokohkan mentalitas mereka,” ucapnya. 

Lalu  aturan Islam yang mereka jadikan sebagai cara hidup menurutnya akan membuat perilaku mereka tertata. Perilaku yang tertata secara Islam akan membuat kehidupan seorang muslim menjadi indah, termasuk kehidupan keluarga. “Mereka memiliki kontrol diri yang sangat baik, baik kontrol pikiran, perasaan maupun tindakan,” ujarnya. 

“Tidak mungkin orang yang beriman akan melakukan kekerasan di rumah tangga, apalagi sampai membunuh,” tambahnya menegaskan. 

Kemudian di level keluarga, ia katakan akan terasa suasana Islami yang semakin menguatkan keislaman anggota keluarga. Ayah bunda akan bertanggungjawab mengurus anaknya, tidak hanya nafkah, tapi juga pendidikan. Keluarga yang dibangun atas asas keimanan dan diatur dengan keislaman akan menjadi keluarga yang tampak suasana cinta, kepedulian, ketenangan, kasih sayang dan tanggung jawab. “Ayah bunda akan menyayangi dengan tulus anak-anak mereka, sementara anak-anak akan berbakti pada orang tua (birrul wallidain),” ucapnya. 

“Para ayah bunda sangat menyadari  bahwa  menjaga anak-anak itu tanggung jawab mereka, terutama para ayah,” imbuhnya. 

Ia percaya mereka paham akan firman Allah SWT dalam Q.S At-Tahrim:6, “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” 

Dipaparkannya bahwa para ayah diwajibkan menjaga dirinya dan keluarganya (anak istri) dari neraka dengan cara menjadikan anak-anak mereka sebagai pribadi bertakwa. “Dengan pribadi takwa ini maka anak-anak memiliki kepribadian yang baik dan  akan jauh dari sikap aniaya terhadap orang lain,” paparnya. 

Diterangkannya bahwa dengan Islam, masyarakat juga akan terlihat sehat. Mereka akan menjaga satu sama lain dengan amar ma’ruf nahi mungkar. Mereka juga akan saling peduli dan memperhatikan. Mereka akan memenuhi kebutuhan tetangga mereka yang mengalami kesulitan. “Dengan demikian anggota masyarakat tidak sendiri dalam menghadapi masalah hidupnya. Tekanan beban hidup yang sering memicu kekerasan tidak terjadi dalam masyarakat Islam,” terangnya. 

Lalu ia menjelaskan di level negara yang terinstall nilai-nilai dan aturan Islam akan menjadikan negara yang mengurusi dan menjamin terpenuhi kebutuhan pokok rakyatnya. “Masyarakat akan dibuat sejahtera sehingga mampu memenuhi kebutuhan pokok seperti sandang, pangan dan papan,” jelasnya. 

Menurutnya, negara juga menjamin pelayanan sosial seperti pendidikan, kesehatan dan keamanan bagi masyarakat dengan pelayanan terbaik dan gratis. “Jaminan kebutuhan pokok dan pelayanan sosial akan membuat beban hidup masyarakat akan terasa ringan, tidak seperti beban hidup di dunia  sekuler-kapitalis  seperti saat ini,” paparnya. 

Dengan pendidikan, maka negara akan membuat rakyatnya memiliki kepribadian Islam sebagaimana gambaran pada level individu di penjelasan atas. Dengan pendidikan yang baik ditambah pelayanan kesehatan terbaik akan membuat rakyat menjadi sehat, tidak hanya fisik tapi juga mental. Pemimpin amanah yang terpilih karena proses politik yang sesuai Islam akan membuat sistem-sistem Islam akan bekerja dengan baik sehingga terjagalah jiwa, agama, akal, kehormatan dan harta rakyatnya. 

“Semua ini akan membuat kehidupan Islam menjadi kehidupan yang indah dan penuh berkah. Tidak seperti kehidupan saat ini, masyarakat menjadi sakit, terutama masalah kekerasan dalam rumah tangga,” pungkasnya.[] Raras

Selasa, 19 Desember 2023

Bullying Semakin Meresahkan, MMC: Ada Kesalahan Cara Pandang Kehidupan



Tinta Media - Menyoroti gagalnya sistem pendidikan saat ini mengatasi bullying yang semakin meresahkan, Narator MMC menilai, ada kesalahan cara pandang kehidupan. 

“Ini menunjukkan adanya kesalahan cara pandang kehidupan dan akar masalah persoalan yang belum tersentuh,” tuturnya dalam Serba-Serbi MMC: Bullying Makin meresahkan, Sistem Pendidikan Sekuler Gagal Melindungi Generasi, di kanal Youtube MMC, Sabtu (16/12/2023). 

Kesalahan cara pandang kehidupan ini, menurutnya, karena ide sekularisme (pemisahan aturan agama dari kehidupan) telah menjangkiti masyarakat sehingga masyarakat tidak memahami halal haram dan kehilangan rasa takut kepada Allah Swt. 

“Tak hanya itu, ide kapitalisme yang menganggap sumber kebahagiaan ada pada kepuasan jasadiah semata juga berkembang di masyarakat. Tak heran generasi hanya mengejar eksistensi diri dan melakukan apa pun yang dianggap mampu memuaskan diri dan mencapai eksistensi tersebut. Dalam kasus bullying dia akan merasa lebih hebat dari korban,” kritiknya.
 
Ia menyesalkan, sistem pendidikan hari ini justru mengadopsi ide sekuler dan kapitalis ini.

“Akibatnya pelajar semakin jauh dari agama. Mereka sibuk mengejar akademik hanya untuk mengejar harta dan kesenangan duniawi. Mereka tidak dibentuk menjadi pribadi yang bertakwa,” ulasnya.

Padahal, ia menambahkan, pendidikan yang dijauhkan dari agama justru akan membahayakan generasi , sebab para pelajar akan berperilaku bebas tanpa batas, termasuk melukai orang lain.

“Media sekuler kapitalis hari ini juga semakin menambah parah perilaku amoral yang mendominasi generasi hari ini. Oleh karena itu selama sistem kapitalisme dijadikan pijakan dalam berbangsa dan bernegara, kasus bulying tidak pernah akan selesai,” pungkasnya. [] Rini.

Jumat, 19 Agustus 2022

Kisah Badut Kecil, Tak Semua Anak Memiliki Pengasuhan Terbaik

Tinta Media - Dari kisah badut kecil, Narator MMC mengungkap bahwa tidak semua anak memiliki pengasuhan terbaik. “Tak semua anak memiliki pengasuhan terbaik sesuai usianya,” tuturnya pada rubrik Hitam Putih Kehidupan: Kisah Badut Cilik Tertidur di Tepi Jalan Disuruh Ayah Cari Uang, Ahad (14/8/2022) di kanal Youtube Muslimah Media Center (MMC).

“Di antara mereka ada yang tidak beruntung karena harus mengais recehan rupiah di pinggir jalan,” lanjutnya. 

Narator memberi contoh kisah badut kecil yang sudah seharian mengenakan kostum baju tokoh boneka kartun. “Rasa penat membuatnya duduk lesu di pinggiran jalan,” ucapnya.

Ia mengungkapkan fakta memilukan tatkala ada seorang pria yang mencoba membangunkan Badut cilik itu. “Si pria justru menemukan fakta memilukan. Ternyata, badut cilik itu terpaksa bekerja dari pagi hingga malam karena disuruh oleh sang ayah,” ungkapnya.

Menurutnya, potret memilukan ini sudah menjadi salah satu realita pahit kehidupan sekarang. “Ekonomi yang serba sulit, tak jarang memaksa anak-anak mencari nafkah sebelum waktunya,” jelasnya.

“Sementara sebagai kepala keluarga, tak jarang sang ayah kesulitan bekerja karena lapangan pekerjaan yang sempit,” jelasnya lebih lanjut.

Padahal Narator menilai negeri ini begitu banyak akan sumber daya alam, namun untuk menjamin kesejahteraan rakyatnya saja tak mampu. “Sebenarnya bukan tidak mampu hanya saja terjadi salah tata kelola mengurus rakyat,” nilainya.

Menurutnya, sistem kapitalisme yang digunakan saat ini hanya menyejahterakan para korporat. “Buktinya negara tidak berkutik di bawah ketiak mereka,” paparnya.

“Sumber daya alam diangkut ke luar negeri karena kontrak-kontrak liberal yang dibuat. Akhirnya sumber daya alam yang melimpah ini tidak bisa menjamin kesejahteraan masyarakat sedikitpun,” imbuhnya.

Narator menjelaskan perbedaannya dengan sistem Islam yang disebut dengan Khilafah. “Ketika mengatur umat Khilafah diposisikan syariat sebagai sistem yang mengurus keperluan setiap individu rakyat. Khilafah akan menjamin kesejahteraan masyarakatnya melalui mekanisme ekonomi syariah,” jelasnya. 

Ia memaparkan bahwa kesejahteraan ini bisa meliputi jaminan kebutuhan pokok dan kebutuhan dasar publik.

“Untuk kebutuhan pokok seperti sandang, pangan dan papan menjaminnya secara tidak langsung, yaitu dengan menjamin setiap kepala keluarga mendapatkan pekerjaan yang layak. sehingga mereka bisa memenuhi kebutuhan keluarganya secara makruh sesuai standar wilayah masing-masing,” paparnya.
 
Sedangkan untuk lapangan pekerjaan dalam khilafah sangat banyak, karena jalur-jalur pekerjaan terbuka luas. Narator menyontohkan semisal untuk mengelola sumber daya alam, lowongan pekerjaan sebagai tenaga ahli dan terampil akan terbuka luas.

“Sebab khilafah akan mengelola sumber daya alam secara mandiri tanpa intervensi asing,” jelasnya.

“Selain itu ada mekanisme iqtha’  negara memberi tanah kepada rakyatnya yang mampu dan mau mengelola tanah sehingga tanah tersebut bisa berproduksi. Ada juga mekanisme jaminan modal dan masih banyak lagi,” lanjutnya.

Narator juga menjelaskan bagaimana kebutuhan dasar publik seperti kesehatan, pendidikan, dan keamanan, Khilafah akan menjamin secara langsung yaitu semua biaya dan fasilitas akan ditanggung Khilafah. 
“Sehingga tidak ada satupun warga Khilafah yang tidak bisa menikmati layanan umum tersebut,” jelasnya.

Ia mengungkapkan bahwa untuk membiayai semua, khilafah mengalokasikan dana dari pos kepemilikan umum baitul mall. “Bahkan dari dana ini khilafah bisa memberi subsidi kepada anak-anak,” ungkapnya.

“Salah satu contohnya subsidi yang diberikan oleh Khalifah Umar Bin Khattab bukan hanya kepada anak yang sudah disapih, melainkan juga yang masih menyusu kepada ibunya,” tambahnya.

Menurutnya, konsep Khilafah ini akan menghentikan realita realita memilukan seperti yang dialami si badut cilik.

“Sang ayah akan bisa memiliki pekerjaan untuk menafkahi keluarganya dengan makruf, sedangkan sang anak bisa sekolah dan fokus mengembangkan potensinya tanpa tekanan biaya dan beban ekonomi,” tandasnya. [] Raras
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab