Tinta Media: Kedaulatan
Tampilkan postingan dengan label Kedaulatan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kedaulatan. Tampilkan semua postingan

Kamis, 18 Januari 2024

Impor Beras Makin Deras, Kedaulatan Pangan Hanya Angan



Tinta Media - Impor menjadi solusi pragmatis permasalahan beras, dan hal ini bukan permasalahan mendasar. Bahkan, cenderung menjadi cara praktis mendapatkan keuntungan bagi pihak tertentu yang berkepentingan. 

Indonesia membutuhkan impor beras karena sulit untuk mencapai swasembada, terlebih jumlah penduduk Indonesia yang terus bertambah, yakni hampir mencapai 280 juta jiwa dan mereka membutuhkan beras. Hal ini diungkapkan Presiden Joko Widodo di acara Pembinaan Petani Jawa Tengah di Banyumas (2/1/2024). (CNBC Indonesia, 2/1/2024) 

Permasalahan ini bisa diatasi dengan upaya mewujudkan ketahanan pangan dan kedaulatan pangan oleh negara. Di antaranya, menyediakan lahan pertanian di tengah banyaknya alih fungsi lahan. 

Ekonom dari Pusat Analisis Kebijakan Strategis (PAKTA) Muhammad Hatta menyatakan bahwa kenaikan harga beras tidak sebatas karena dampak El Nino, tetapi lebih kompleks dan sistemis. Masalah sistemis itu di antaranya: 

Pertama, penduduk bertambah banyak, tetapi produksi beras makin turun. Harga barang akan mengikuti hukum pasar. Jika penawaran lebih sedikit daripada permintaan, maka harga pasti naik. Ini menjadi alasan mengapa pemerintah melakukan impor beras, yaitu untuk menekan agar harga tidak naik. 

Kedua, harga beras tetap naik, meskipun dana triliunan rupiah sudah dikeluarkan untuk pembangunan infrastruktur. Seharusnya, pembangunan infrastruktur dimulai dari kebutuhan dasar rakyat terlebih dahulu, terlebih Indonesia dikenal sebagai negara agraris dengan pertaniannya. 

Ketiga, keberlanjutan pertanian. Indonesia berada di ranking ke-71 dari 78 negara berdasarkan data dari food sustainability index (indeks keberlanjutan pangan). 

Di tengah sistem keuangan yang kapitalistik, orang lebih memilih menimbun uang di perbankan, deposito, dan bermain di pasar modal, sehingga uang yang masuk ke dalam sektor riil yang produktif itu sangat kurang, termasuk pertanian. 

Selain itu, ada masalah konversi lahan yang berhubungan dengan para kapitalis. Mereka membuka industri dan perumahan di lahan-lahan yang diperuntukkan untuk pertanian. Hal ini menyebabkan luas lahan pertanian menjadi berkurang. Meski ada upaya penanggulangan soal ini, tetapi belum ada kebijakan yang jelas, mengingat pendapatan pajak dari dunia industri dan perumahan juga cukup menggiurkan. 

Solusi tambal sulam untuk mengatasi hal tersebut tidak menyelesaikan masalah, malah menambah masalah baru. Sejatinya, ini memperlihatkan kelemahan negara dalam kedaulatan pangan. Negara di dalam sistem kapitalisme hanya sebagai regulator, yaitu sekadar menjalankan regulasi mengikuti arahan para kapitalis. 

Islam sangat memperhatikan masalah pangan, karena merupakan salah satu kebutuhan pokok masyarakat. Islam mewajibkan seorang pemimpin negara dan jajarannya untuk memenuhi seluruh kebutuhan rakyat, terutama pangan. Dengan dorongan iman, mereka akan melaksanakan tugas dengan baik, karena memaham bahwa kepemimpinan adalah amanah yang akan dimintai pertanggungjawaban kelak di akhirat. 

Islam mewajibkan pemerintah untuk menyediakan kebutuhan pokok, yaitu kecukupan dan kepastian kebutuhan setiap individu dapat terpenuhi. Islam mengharamkan negara mematok harga. Islam juga memiliki mekanisme agar ketersediaan pangan dan harganya tetap terjaga. 

Islam melarang kaum muslim bergantung pada asing agar negara bisa berdaulat. Namun, Islam tidak melarang impor, asalkan memenuhi kriteria syariat, seperti tidak bekerja sama dengan negara kafir harbi. 

Negara juga memiliki kebijakan dalam negeri untuk mewujudkan ketahanan pangan, di antaranya dengan ekstensifikasi, yaitu yang berhubungan dengan penyediaan lahan pertanian dan meminimalkan alih fungsi lahan. Juga dengan melakukan intensifikasi, seperti meningkatkan kualitas benih, pupuk, metode pertanian, dan seterusnya. 

Selain produksi, negara juga mengatur distribusi dengan memutus rantai distribusi hingga dapat meminimalkan biaya, menjadikan harga bahan pokok tidak naik jauh. Akan ada sanksi bagi pelaku kecurangan, sehingga tidak ada yang berani berlaku curang. Semua dilakukan karena dorongan iman kepada Allah dan paham bahwa hal itu kelak diminta pertanggungjawaban. Namun, hanya negara yang berlandaskan Islam yang dapat mewujudkannya, sehingga kedaulatan pangan bukan hanya angan-angan lagi. 

Wallahualam bissawab.

Oleh: Yanyan Supiyanti, A.Md.
Sahabat Tinta Media 

Sabtu, 23 Desember 2023

Keberadaan Investor Asing di KEK, Berbahaya bagi Kedaulatan Negeri



Tinta Media - Keberadaan investor asing di KEK (Kawasan Ekonomi Khusus) dinilai Narator MMC berbahaya bagi kedaulatan negeri. 

"Keberadaan investor asing memberikan bahaya tersendiri bagi kedaulatan negeri," tuturnya dalam Serba Serbi MMC: Dusta KEK Sebagai Jalan Menuju Sejahtera, Selasa (19/12/2023) di kanal YouTube Muslimah Media Center. 

"Sebab investasi ala kapitalisme membuat para pemilik modal bisa menguasai dan merampas ruang hidup rakyat," imbuhnya. 

Ia menjelaskan bahwa KEK hanya menyejahterakan pemilik modal sementara rakyat tetap hidup menderita. "Memang tidak bisa dipungkiri sebuah pembangunan pasti memerlukan dan yang besar dan pembangunan seharusnya dikelola secara mandiri oleh negara agar setiap rakyat dapat merasakan manfaat dari pembangunan tersebut," jelasnya. 

Ia mengungkapkan bahwa dalam sistem Islam, konsep pembangunan yang demikian sangat realistis untuk diwujudkan sebab Islam memiliki mekanismenya. Pembangunan akan dibiayai oleh dana dari pos kepemilikan negara dan pos kepemilikan umum baitul maal. "Dana pos kepemilikan negara berasal dari pengelolaan harta milik negara seperti kharaj, usur, fay, ghanimah, Anfal dan jizyah," terangnya. 

Ia melanjutkan bahwa dana pos kepemilikan umum berasal dari hasil pengelolaan sumber daya alam. Sumber daya yang demikian sangat cukup bahkan lebih dari cukup untuk menciptakan kemandirian. "Pembangunan Islam tidak melarang adanya investasi, hanya saja investasi yang dilakukan bukan dalam hal kepemilikan umum seperti sumber daya alam, barang haram, monopoli hajat kehidupan publik dan sebagainya," bebernya. 

"Aturan ini akan menutup celah penguasaan hajat hidup rakyat oleh para investor asing dengan mengatasnamakan pembangunan perekonomian sebagaimana yang terjadi pada hari ini," ungkapnya. 

Menurutnya, agar manfaat pembangunan bisa dirasakan oleh rakyat, Islam menetapkan orientasi pembangunan harus ditujukan untuk kemaslahatan rakyat bukan para pemilik modal seperti sistem kapitalisme. "Pembangunan akan memulai masyarakat untuk memenuhi hajat hidupnya seperti mobilitas dalam rangka mencari ilmu, mencari ekonomi, kehidupan sosial masyarakat, beribadah dan sebagainya," ujarnya. 

Ia menilai bahwa konsep yang demikian membuat negara mengatur pembangunan disesuaikan dengan kebutuhan per wilayah, sehingga perekonomian wilayah tersebut dapat mengangkat kehidupan warga setempat. "Sebagai contoh, jika sebuah wilayah kaya akan sumber daya alam tambang maka negara akan membangun infrastruktur terkait," paparnya 

"Selain itu negara juga akan mengoptimalkan pembangunan setempat agar dapat menjadi tenaga ahli dan terampil di industri tersebut," tambahnya. 

Ia menambahkan contoh lain di wilayah pesisir. Wilayah pesisir tidak akan dijadikan real estate hunian mewah ataupun industri. Sebuah pembangunan seperti ini berpotensi menimbulkan abrasi yang merugikan rakyat. Wilayah pesisir akan dikelola sesuai peruntukannya seperti pusat perikanan, budidaya perikanan dan  sejenisnya. "Jadi pembangunan tidak dilakukan serampangan sesuai keinginan investor seperti konsep KEK," tegasnya. 

Ia menyatakan bahwa Islam juga memiliki kebijakan jaminan kesejahteraan setiap individu rakyat. Jaminan terhadap kebutuhan pokok seperti sandang, pangan dan papan diberikan secara tidak langsung artinya negara akan mempermudah lapangan pekerjaan laki-laki sehingga mereka bisa memenuhi kebutuhan pokok diri beserta keluarganya. "Sementara jaminan kebutuhan dasar publik seperti kesehatan, pendidikan dan keamanan akan diberikan secara langsung oleh negara artinya negara akan menyediakan dan memberikan kebutuhan dasar publik tersebut secara gratis kepada rakyat," ulasnya. 

"Hanya saja negara yang mampu mewujudkan konsep Islam seperti ini hanyalah negara yang menerapkan sistem Islam secara kaffah yakni Daulah Khilafah," tukasnya. 

"Lantas masihkah kita rela ditipu dengan pembangunan kapitalisme yang terbukti nyata membawa kesengsaraan," pungkasnya.[] Ajira

Senin, 09 Oktober 2023

MMC: Kedaulatan dalam Demokrasi Bukan di Tangan Rakyat

Tinta Media - Narator Muslimah Media Center (MMC) menilai, bahwa kedaulatan dalam sistem demokrasi yang semestinya berada di tangan rakyat, justru dilanggar sendiri oleh demokrasi.

"Kedaulatan bukan di tangan rakyat, tetapi di tangan segelintir orang. Yakni, para kapitalis," ujarnya dalam tayangan Serba-serbi: Rakyat Rempang Menolak Relokasi, Ironi Kedaulatan Rakyat, di kanal YouTube Muslimah Media Center (MMC), Sabtu (7/10/2023).

Salah satu contohnya dalam kasus sengketa kepemilikan lahan Pulau Rempang ini, Narator menjelaskan, sistem ekonomi kapitalisme di bawah sistem demokrasi telah melegalkan kebebasan kepemilikan. 

"Artinya, siapa saja berhak memiliki tanah selama mereka mampu membelinya. Sekalipun, tanah tersebut mengandung kepemilikan umum, yang harusnya bisa dimanfaatkan oleh seluruh rakyat," jelasnya.

Hanya saja, sambung Narator, kebebasan tersebut pada faktanya tidak berlaku bagi orang miskin atau lemah.

Narator mengungkapkan, demokrasi sejatinya telah terbukti membuka jalan bagi segelintir orang atau pemilik modal besar (kapitalis) untuk mempengaruhi aturan-aturan negara. 

"Dan hal ini mutlak terjadi dalam sistem demokrasi," ungkapnya.

Narator pun menerangkan, penguasa atau pemimpin yang terpilih dalam sistem demokrasi dipilih untuk membuat hukum.

"Alhasil, penguasa tersebut dipastikan akan condong kepada pihak yang memberikan modal," terangnya.

Pasalnya, Narator menandaskan, untuk menjadi pemimpin dalam demokrasi membutuhkan dana yang tidak sedikit. Di sinilah muncul utang budi 
politik yang meniscayakan para penguasa terpilih untuk membuat aturan yang pro terhadap kepentingan para pemilik modal.

"Jadi, ketika terjadi perebutan kepentingan antara rakyat dan pemilik modal, maka penguasa akan memenangkan pihak pemilik modal. Apapun dan bagaimanapun caranya," tandasnya.

Sistem Islam

Narator kemudian mengatakan, berbeda dengan sistem Islam yang diterapkan di bawah institusi khilafah.

"Islam telah menetapkan kedaulatan di tangan syara', bukan di tangan umat (rakyat). Sedangkan, kekuasaan dalam Islam berada di tangan umat," ucapnya.

Ia menegaskan bahwa rakyat tidak memiliki wewenang sama sekali membuat hukum, meskipun seseorang itu adalah pemimpin.

"Siapapun pemimpin yang terpilih dalam khilafah, wajib menerapkan syariat Islam, bukan yang lain. Sebab sejatinya pemimpin dalam Islam dibai'at (diangkat dan disumpah) umat untuk mengurusi urusan umat dengan syariat Islam saja," pungkasnya. [] Muhar
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab