Tinta Media - Para pemimpin barat semisal Joe Biden atau Emmanuel Macron yang mengecam penikaman Salman Rushdie seraya memuji Salman Rushdie sebagai pejuang kebebasan, direspon Direktur Forum in Isamic World Studies (FIWS) Farid Wadjdi.
“Ini menunjukkan pada kita suatu ketidakadilan yang nyata sedang terjadi di dunia saat ini,” ungkapnya dalam acara Dialogika Peradaban: Salman Rushdie Diserang Ada Apa? Di kanal Youtube Peradaban Islam, Senin (15/8/2022).
Pasalnya menurut Farid, ini sangat berbeda dengan ketika Palestina dibombardir Israel, terdapat anak-anak yang meninggal dunia, tapi kita tidak pernah mendengar kecaman yang sama dari para pemimpin dunia tadi.
Siapa Salman Rushdie?
Farid menjelaskan, Rushdie adalah penulis novel the satanic verses. “Novel ini disebut terinspirasi oleh kehidupan Rasulullah SAW. Buku ini isinya menghina Rasulullah dan para istri beliau,” jelas Farid.
Akibatnya, lanjut Farid, Rushdie mendapat kecaman kaum Muslim sedunia. “Bukunya juga dilarang di berbagai negara, bahkan pada 1989 pemimpin Iran pada waktu itu mengeluarkan fatwa hukuman mati untuk Rushdie dan menawarkan imbalan 3 juta US$ bagi siapa pun yang membunuh Rushdie,” ungkap Farid.
Menurutnya, kecaman terhadap Rushdie tidak hanya muncul dari umat Islam, tapi juga muncul dari beberapa penulis barat yang cukup obyektif.
Bahaya Besar
Berkenaan dengan buku the satanic verses ini Farid menuturkan kisah Aktivis Dakwah asal Inggris Dr. Abdul Wahid.
“Dalam sebuah tulisannya, Dr. Abdul Wahid menceritakan saat masih kuliah di Inggris. Pada September 1988 ia bertemu langsung dengan Rushdie, membeli novelnya, serta menyatakan kekagumannya pada Rushdie,” tutur Farid mengutip tulisan Dr. Abdul Wahid.
Setelah membaca buku itu, kisah Farid selanjutnya, dia menyebut dari cara Salman Rushdie menjelaskan tentang istri-istri Rasulullah SAW. maka dia mengerti bagaimana novel ini menimbulkan begitu banyak kekesalan.
“Karakter dalam buku ini sangat menghina, sebagai Muslim yang pemahaman Islamnya saat itu masih sangat minimal, saya merasa malu dengan isi buku ini dan saya ikut melakukan protes di Inggris. Saya sangat jijik membaca buku ini,” ucap Farid menirukan kata-kata Dr. Abdul Wahid.
Dr. Abdul Wahid lanjut Farid, mengatakan, Salman Rushdie dan novelnya telah diambil oleh barat dan media arus utama untuk agenda besar mereka menyerang Islam, sehingga bahaya buku ayat-ayat setan ini jauh lebih besar dari pada penulisnya.
Tak Layak Diadopsi
Farid mengatakan, ini menjadi pelajaran bagi kita, bagaimana sistem kapitalisme barat ini bukan sistem yang layak untuk diadopsi atau diperjuangkan.
“Peradaban barat seolah mulia dengan menghargai kebebasan berpendapat, kebebasan berkarya, bahkan melindunginya. Di sisi lain barat melakukan serangan terhadap pihak-pihak yang mengancam Salman Rushdie ini dengan mengatakan barbar, dipenuhi narasi kebencian. Narasi-narasi seperti itu mirip dengan narasi-narasi hari ini, ideologi kekerasan, kebencian” ungkap Farid.
Salman Rushdie dengan novelnya, kata Farid, dia bukan sekedar Salman Rushdie, tapi telah diadopsi barat sebagai alat untuk kampanye agenda besar serangan mereka terhadap ajaran Islam.
“Jadi Salman Rushdie dan novelnya itu dimainkan oleh barat sampai saat ini. Barat memang memelihara orang-orang seperti Salman Rushdie ini. Itu ditunjukkan, misalnya dengan penghargaan ratu Elizabeth dari Inggris yang memberikan gelar bangsawan “Sir” pada Rushdie,” beber Farid.
Seolah olah, kata Farid, mereka ingin menunjukkan ketinggian peradaban barat, padahal ini menunjukkan kebusukan peradaban barat.
“Ini cerminan kegagalan peradaban barat, tidak bisa memisahkan kebolehan seseorang itu bicara dengan penghinaan. Mereka mencampuradukkan antara kebebasan, dengan penghinaan,” simpulnya.
Berbeda
Menurut Farid, ini sangat berbeda dengan Islam yang tidak mengenal kebebasan berbicara, karena dalam Islam setiap kata akan ada pertanggungjawaban.
“Islam sejak awal mengatakan bahwa setiap perbuatan manusia terikat pada hukum syarak, termasuk omongan, tulisan, cuitan di twiter, semua akan dimintakan pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT. Makanya isinya tidak boleh menghina, hoax, bohong,” tandas Farid.
Dalam Islam tegas Farid, Rasulullah saw. itu orang yang sangat mulia, maka kita diperintahkan untuk mencintai Rasulullah, sebagaimana termaktub dalam hadis, “Tidak sempurna iman salah seorang diantara kalian sampai aku lebih ia cintai daripada orangtuanya, anaknya dan seluruh umat manusia.”
“Mencintai Rasul adalah suatu kewajiban, maka menghina Rasul dosa besar sebagaimana termaktub dalam al-Quran surat at-Taubah ayat 61 dan al-Ahzab ayat 57,” tegasnya.
Farid menegaskan, para ulama sepakat untuk para penghina Nabi hukumannya wajib hukuman mati.
“Ini menunjukkan pada kita bahwa Islam itu begitu memuliakan Rasulullah saw. Oleh karena itu pantas kalau umat Islam marah ketika Rasulnya dihina, karena Rasul memerintahkan kita seperti itu. Ini yang harus difahami umat Islam,” ulasnya.
Kekuatan Seimbang
Farid menegaskan untuk bisa menghentikan kebijakan barat yang menyerang Islam secara sistematis, harus ada kekuatan seimbang. “Harus ada kekuatan negara global yang bisa berhadapan dengan negara-negara barat yang memusuhi umat Islam, yang dalam istilah fikih Islam negara global itu disebut negara khilafah,” tandasnya.
Farid lalu menyontohkan Sultan Abdul Hamid II yang bisa menghentikan Inggris dan Perancis untuk pementasan drama yang menghina Rasulullah.
“Ketika umat Islam masih memiliki institusi Khilafah suara umat Islam itu masih didengar, karena seruan Khalifah akan menggerakkan umat Islam seluruh dunia, bukan hanya menggerakkan tentara-tentara kaum muslimin. Ini yang ditakuti Inggris saat itu. Khilafah ini yang tidak ada lagi saat ini, dan kita tidak boleh tinggal diam harus mewujudkannya,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun.