Tinta Media: Kecaman
Tampilkan postingan dengan label Kecaman. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kecaman. Tampilkan semua postingan

Kamis, 15 Februari 2024

Menghentikan Penistaan Al-Qur’an, Tidak Cukup dengan Kecaman



Tinta Media - Lagi-lagi terjadi pembakaran mushaf Al-Qur’an di Swedia dan Denmark. Pelaku berlindung di bawah Undang-Undang demokrasi yang menjamin kebebasan berbuat dan bertingkah laku. 

Negeri-negeri muslim ramai mengecam. Sayangnya, kecaman saja tidak cukup untuk dapat menghentikan penistaan yang telah berulang kali dilakukan oleh musuh-musuh Islam. Selama negeri-negeri muslim masih menerapkan sistem demokrasi sekuler, maka selama itu pula kaum muslimin tidak akan pernah mampu menyelesaikan problem penistaan agama. 

Umat Islam sedunia mesti bersatu dalam satu institusi negara shahih yang menerapkan syariat Islam secara kaffah. Negara akan mengirimkan pasukannya untuk berjihad menjaga kemuliaan Islam. Hanya dengan Khilafah, pelaku penistaan terhadap kesucian Islam dan simbol-simbolnya akan ditindak tegas; para pendukungnya akan ditumpas; sehingga permasalahan ini menjadi tuntas.  Wallahu a'lam.

Oleh: Raty
Sahabat Tinta Media

Kamis, 18 Agustus 2022

FIWS: Kecaman Barat atas Penikaman Salman Rushdie Tunjukkan Ketidakadilan

Tinta Media - Para pemimpin barat semisal Joe Biden atau Emmanuel Macron yang mengecam penikaman Salman Rushdie seraya memuji Salman Rushdie sebagai pejuang kebebasan, direspon Direktur Forum in Isamic World Studies (FIWS) Farid Wadjdi.
 
“Ini menunjukkan pada kita suatu ketidakadilan yang nyata sedang  terjadi di dunia saat ini,” ungkapnya dalam acara Dialogika Peradaban: Salman Rushdie Diserang Ada Apa? Di kanal Youtube Peradaban Islam, Senin (15/8/2022).
 
Pasalnya menurut Farid, ini sangat berbeda dengan  ketika Palestina dibombardir Israel, terdapat anak-anak yang  meninggal dunia, tapi kita tidak pernah mendengar kecaman yang sama dari para pemimpin dunia tadi.
 
Siapa Salman Rushdie?
 
Farid menjelaskan, Rushdie adalah penulis novel the satanic verses. “Novel  ini disebut terinspirasi oleh kehidupan Rasulullah SAW. Buku ini isinya menghina Rasulullah dan para istri beliau,” jelas Farid.
 
Akibatnya, lanjut Farid,  Rushdie  mendapat kecaman kaum Muslim sedunia.  “Bukunya juga dilarang di berbagai negara, bahkan pada 1989 pemimpin Iran pada waktu itu  mengeluarkan fatwa hukuman mati untuk Rushdie  dan menawarkan imbalan 3 juta US$  bagi siapa pun yang membunuh Rushdie,” ungkap Farid.
 
Menurutnya, kecaman terhadap Rushdie tidak hanya muncul dari umat Islam, tapi juga muncul dari beberapa penulis barat yang cukup obyektif.
 
Bahaya Besar
 
Berkenaan dengan buku the satanic verses ini Farid menuturkan kisah Aktivis Dakwah asal Inggris Dr. Abdul Wahid.
 
“Dalam sebuah tulisannya,  Dr. Abdul Wahid  menceritakan saat masih kuliah di Inggris. Pada September 1988 ia bertemu langsung dengan Rushdie, membeli novelnya, serta menyatakan kekagumannya pada Rushdie,” tutur Farid mengutip tulisan Dr. Abdul Wahid.
 
Setelah membaca buku itu, kisah Farid selanjutnya, dia menyebut  dari cara Salman Rushdie menjelaskan  tentang istri-istri Rasulullah SAW.  maka dia mengerti bagaimana novel ini menimbulkan begitu banyak kekesalan.
 
“Karakter dalam buku ini sangat menghina, sebagai Muslim yang pemahaman Islamnya saat itu  masih sangat minimal, saya merasa malu dengan isi buku ini dan saya  ikut melakukan protes di Inggris. Saya sangat  jijik membaca buku ini,” ucap Farid menirukan kata-kata Dr. Abdul Wahid.

Dr. Abdul Wahid lanjut Farid,  mengatakan,  Salman Rushdie  dan novelnya telah diambil oleh barat dan media arus utama untuk agenda besar mereka menyerang Islam, sehingga  bahaya buku ayat-ayat  setan ini jauh lebih besar dari pada  penulisnya.
 
Tak Layak Diadopsi
 
Farid mengatakan, ini menjadi pelajaran bagi kita, bagaimana sistem kapitalisme barat ini bukan sistem yang layak untuk diadopsi atau diperjuangkan.
 
“Peradaban barat seolah mulia dengan menghargai kebebasan berpendapat, kebebasan  berkarya, bahkan melindunginya. Di sisi lain barat melakukan serangan terhadap pihak-pihak  yang mengancam Salman Rushdie ini dengan mengatakan barbar, dipenuhi narasi kebencian. Narasi-narasi seperti  itu mirip dengan narasi-narasi hari ini, ideologi kekerasan, kebencian” ungkap Farid.
 
Salman Rushdie dengan novelnya, kata Farid,  dia bukan sekedar Salman Rushdie, tapi telah diadopsi barat sebagai alat untuk kampanye agenda besar serangan mereka terhadap ajaran Islam.
 
“Jadi Salman Rushdie  dan novelnya itu dimainkan oleh barat sampai saat ini. Barat memang memelihara orang-orang  seperti Salman Rushdie ini. Itu ditunjukkan, misalnya dengan penghargaan ratu  Elizabeth dari Inggris yang   memberikan gelar  bangsawan  “Sir” pada Rushdie,”  beber Farid.
 
Seolah olah, kata  Farid, mereka ingin menunjukkan ketinggian peradaban barat, padahal ini menunjukkan kebusukan peradaban barat.
 
“Ini cerminan kegagalan peradaban barat, tidak bisa memisahkan kebolehan seseorang itu bicara dengan penghinaan. Mereka mencampuradukkan antara kebebasan, dengan penghinaan,” simpulnya.
 
Berbeda
 
Menurut Farid, ini sangat berbeda dengan  Islam yang tidak mengenal kebebasan berbicara, karena dalam Islam setiap kata akan ada pertanggungjawaban.
 
“Islam sejak awal mengatakan bahwa setiap perbuatan manusia terikat pada hukum syarak, termasuk omongan, tulisan, cuitan di twiter, semua akan dimintakan pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT. Makanya isinya tidak boleh menghina, hoax, bohong,” tandas Farid.
 
Dalam Islam tegas Farid, Rasulullah saw.  itu orang yang sangat mulia, maka kita diperintahkan untuk mencintai Rasulullah, sebagaimana termaktub dalam hadis, “Tidak sempurna iman salah seorang diantara kalian sampai aku lebih ia cintai daripada orangtuanya, anaknya dan seluruh umat manusia.”
 
“Mencintai Rasul adalah suatu kewajiban, maka menghina Rasul  dosa besar sebagaimana termaktub dalam  al-Quran surat at-Taubah ayat 61 dan al-Ahzab  ayat 57,” tegasnya.
 
Farid menegaskan, para ulama sepakat untuk para penghina Nabi  hukumannya wajib hukuman mati.
 
“Ini menunjukkan pada kita bahwa Islam itu begitu memuliakan Rasulullah saw. Oleh karena itu pantas kalau umat Islam marah ketika Rasulnya dihina, karena Rasul memerintahkan kita seperti itu. Ini yang harus difahami umat Islam,” ulasnya.
 
Kekuatan Seimbang
 
Farid menegaskan untuk bisa menghentikan kebijakan barat yang  menyerang Islam secara sistematis, harus ada kekuatan seimbang. “Harus ada kekuatan negara global yang bisa berhadapan dengan negara-negara barat yang memusuhi umat Islam, yang dalam istilah fikih Islam negara global itu disebut negara khilafah,” tandasnya.
 
Farid lalu menyontohkan Sultan Abdul Hamid II yang bisa menghentikan  Inggris dan Perancis untuk pementasan drama yang menghina Rasulullah.
 
“Ketika umat Islam masih memiliki institusi Khilafah suara umat Islam itu masih didengar, karena seruan Khalifah akan menggerakkan umat Islam seluruh dunia, bukan hanya menggerakkan tentara-tentara  kaum muslimin. Ini yang ditakuti Inggris saat itu. Khilafah ini yang tidak ada lagi saat ini, dan  kita tidak boleh tinggal diam harus mewujudkannya,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun.
 
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab