Tinta Media: Kecam
Tampilkan postingan dengan label Kecam. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kecam. Tampilkan semua postingan

Rabu, 06 Juli 2022

KPAU Kecam dan Tuntut Pembatalan Pasal Represif RKUHP

Tinta Media - Ketua Umum Koalisi Persaudaraan dan Advokasi Umat (KPAU) Ahmad Khozinudin, S.H. mengecam rencana pengesahan RUU KUHP oleh pemerintah bersama DPR RI yang diduga masih mengandung sejumlah pasal represif dan mengancam kebebasan berpendapat. 

"Pertama, mengecam sekaligus menuntut pembatalan rencana adopsi sejumlah pasal yang mengancam kemerdekaan berpendapat, membungkam kebebasan sipil serta akan menjadi sarana represif sebagaimana diatur dalam Pasal 240 dan 241 draf RKUHP terkait perbuatan menghina pemerintah yang dapat dikenai hukuman penjara maksimal 3 tahun, bahkan 4 tahun jika perbuatan tersebut dilakukan melalui teknologi informasi," tuturnya kepada Tinta Media, Kamis (30/6/2022).

Menurutnya, pasal 353 dan 354 draf RKUHP terkait perbuatan menghina kekuasaan umum dan lembaga negara yang bisa dipidana penjara hingga 3 tahun. "Pasal 246 dan 247 draf RKUHP terkait perbuatan menghasut penguasa umum yang dapat dipidana penjara maksimal 4 tahun, dan Pasal 218 hingga Pasal 220 RKUHP terkait perbuatan menyerang kehormatan dan martabat presiden yang dapat dipidana penjara hingga 3,5 tahun,” ungkapnya. 

Kedua, adopsi sejumlah norma represi dalam pasal-pasal RKUHP ini akan semakin membuka potensi kezaliman rezim terhadap rakyat. Saat ini saja, norma hukum yang sudah ada seperti dalam ketentuan pasal 14 dan 15 UU No 1 tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana dan pasal 28 ayat (2) UU No 19 tahun 2016 tentang perubahan UU No 11 Tahun 2008 tentang ITE,  diduga sering digunakan oleh rezim Jokowi untuk mengkriminalisasi Ulama, aktivis dan siapapun yang memiliki pendapat berseberangan dengan rezim dengan dalih menyebar hoax dan SARA.

“Karena itu, pengesahan RUU KUHP ini berpotensi akan menjadikan rezim Jokowi makin represif, makin diktator dan makin menindas kepada rakyat,” ungkapnya.

Ketiga, menurutnya, adalah norma-norma represif dalam RUU KUHP ini juga berpotensi akan disalahgunakan untuk merepresi aspirasi politik yang berbeda dengan rezim, khususnya bagi pendukung Capres - Cawapres yang berseberangan dengan Capres dan Cawapres yang didukung Petahana. “Partai politik dan politisi di Senayan harus menyadari potensi bahaya dibalik RUU KUHP yang dapat dijadikan sarana menekan secara politik kepada pendukung Capres Cawapres yang mereka usung dalam Pilpres 2024 nanti,” jelasnya.

Keempat, lanjutnya, sikap tertutup pemerintah dan DPR yang tidak membukan draf final RKUHP mengindikasikan ada motif jahat dibalik rencana pengesahan RUU KUHP menjadi undang-undang. “Saat ini yang beredar di tengah masyarakat hanya RUU KUHP versi tahun 2019,” paparnya.

Menurutnya, hal ini tidak menutup kemungkinan, isi RUU KUHP terbaru lebih represif ketimbang yang sudah diatur dalam draf RUU KUHP tahun 2019.

“Karena itu, kami mendesak kepada pemerintah dan DPR untuk segera menghentikan seluruh proses dan pembahasan, menundanya hingga ada keterbukaan kepada publik dan melibatkan seluruh elemen masyarakat dalam pembahasan RUU KUHP,” tegasnya.

Ahmad Khozinudin menilai, produk legislasi yang semestinya bertujuan untuk memperbaharui atau meng-update KUHP yang berasal dari Wetboek van Srafrecht voor Nederlandsch warisan penjajah Belanda, serta untuk menyesuaikan dengan politik hukum, keadaan, dan perkembangan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara saat ini, justru menimbulkan keresahan, ketakutan, kekhawatiran dan kecaman dari berbagai elemen masyarakat.

“Rencana pengesahaan RUU KUHP ini dikhawatirkan menjadi alat represi, membungkam nalar kritis bahkan memberangus kemerdekaan berpendapat sebagaimana telah dijamin konstitusi,” pungkasnya. [] Raras
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab