Tinta Media: Kebijakan Fiskal
Tampilkan postingan dengan label Kebijakan Fiskal. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kebijakan Fiskal. Tampilkan semua postingan

Selasa, 28 Februari 2023

PEPS: Kebijakan Fiskal Negeri ini Harus Ditata Ulang

Tinta Media - Managing Director at Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan mengungkapkan bahwa kebijakan fiskal negeri ini harus ditata ulang agar pro kepada rakyat.

“Saya rasa kebijakan fiskal ini harus ditata ulang agar pro terhadap rakyat karena angka kemiskinan kita sangat besar sekali,” ungkapnya dalam Re Live: Rp 2.000 Triliun APBN 2023 dari Pajak! Kekayaan Minerba diserahkan ke Swasta? Rabu (22/2/2023), di kanal Youtube Rayah TV.

Saat ini instrumen pajak menjadi pendapatan utama di Indonesia, demikian dengan negara lain. Anthony mengatakan pajak merupakan suatu instrumen fiskal yang tidak pro terhadap rakyat. Menurutnya, Indonesia tidak pernah optimal dalam menjalankannya. Terbukti masyarakat kelas bawah menjadi lebih sulit kehidupannya. “Artinya tidak pro kepada rakyat, instrumen fiskal ini lebih banyak pro kepada pengusaha-pengusaha. Insentif semuanya diberikan kepada pengusaha,” kritiknya.

Ia menjelaskan kemiskinan berdasarkan BPS yaitu dengan pendapatan di bawah Rp 535.000 per orang per bulan, angka kemiskinan mencapai 26,36 juta angka terakhir per September 2020. Tetapi Bank Dunia mengatakan kemiskinan Indonesia dengan pendapatan Rp 590.000 per orang per bulan atau $ 3,65 per hari per orang di mana kursnya memakai kurs purchasing power parity 2017 ekuivalen dengan Rp 590.000 per orang per bulan.

“Jadi kita lihat selisih antara Rp 535.000 threshold daripada pendapatan di garis kemiskinan itu menjadi Rp 590.000, artinya selisih 65.000, rakyat miskin Indonesia naik dari 26,36 juta menjadi 62 juta terakhir tahun 2021. Artinya garis kemiskinan naik sedikit saja maka rakyat miskinnya akan bertambah,” jelasnya.

Ia berpendapat bahwa sumber daya alam saat ini sudah tidak berkontribusi besar kepada APBN, lebih banyak kontribusinya kepada swasta. “Instrumen pajak pendapatan dari sumber daya alam tidak berkontribusi besar kepada APBN karena kepemilikan dan pengelolaannya lebih banyak dikuasai oleh swasta,” ungkapnya.

Padahal pada masa orde baru sumber daya alam melalui minyak bumi mampu berkontribusi pada APBN sebesar 80%. “Itu sangat luar biasa, tapi sekarang ini sudah dari pajak bahkan ada kenaikan PPN tahun 2022 dan UU Pajak yang terakhir memberikan kekuasaan kepada pemerintah untuk menaikkan pajak lagi sampai tahun 2025, tahap awal 11 % tetapi masih bisa naik lagi,” bebernya.

Ia mencontohkan kepemilikan minyak sawit yang lahannya luas tetapi diberikan kepada swasta, bukan kepada BUMN, demikian dengan batubara saat ini dikuasai oleh swasta. Sehingga kenaikan harga itu hanya dinikmati oleh swasta.

“Kita hanya mendapat royalti pajak, konsesi pajak , dan sebagainya,. Seperti tahun 2022 terjadi kenaikan harga batubara, swasta sangat menikmati, negara ada tetapi negara hanya dapat kenaikan harga saja, tidak terlalu signifikan dibandingkan kepemilikan mereka,” ucapnya.

“Inilah saya rasa pemerintah gagal dalam mengatasi kemiskinan melalui fiskal,” pungkasnya. [] Ageng Kartika

Minggu, 26 Februari 2023

Utang Riba Tembus 7733 T, Ini Sebabnya...


Tinta Media - Peneliti dari FAKKTA (Forum Analisis dan Kajian Kebijakan untuk Transparansi Anggaran) Muhammad Hatta, S.E., M.M. mengungkap penyebab utang riba di negeri ini yang mencapai 7.733 T.

"Berkaitan dengan kebijakan fiskal misalnya, kenapa utang kita sampai akhir tahun ini sudah tembus 7.733 triliun? Ini karena memang salah satu sumber pendapatan itu adalah utang," tuturnya dalam acara Islamic Lawyers Forum edisi ke-51 : Pemerintah Mempraktikkan Ideologi/Paham Kapitalisme, Selasa (31/01/2023) di kanal Youtube LBH Pelita Umat.

Menurutnya, utang itu menjadi sumber pendapatan kedua yang sangat diandalkan selain pajak. "Jadi, kalau kita melihat kenapa kemudian utang itu begitu tinggi? Itu adalah sistem ekonomi kapitalis, sistem ekonomi kapitalistik," ujarnya.

Pajak

Selain utang, Hatta juga menyoroti tingginya angka pajak di negeri ini. Ia menjelaskan bahwa 80% lebih pendapatan negara ini dari pajak. "81,8% itu adalah dari pajak tahun 2022, tahun 2023 kalau kita lihat APBN sekitar 82% lebih. Sementara untuk yang non pajak hanya sekitar 17,9%, itu tahun 2023," jelasnya.

Hatta memandang, kapitalistiknya ekonomi sebuah negara, sebuah bangsa itu dilihat dari sisi kebijakan fiskal. Dari sisi pajak sangat diandalkan, sementara dari sisi sumber daya alam justru menjadi semakin kecil kontribusinya. "Itu dari sisi kebijakan fiskal," tandasnya.

Masih berkait dengan kebijakan fiskal, Hatta menerangkan bagaimana upaya penyelesaian meningkatnya angka kemiskinan di tahun 2023 ini dengan sebuah kebijakan yang mampu menyelesaikan urusan kemiskinan tersebut.

"Kita anggaplah total penduduk miskin itu saya asumsikan 120 juta total rumah tangga miskin itu. Kalau jumlah anggota rumah tangga miskin itu 4 orang, berarti ada 30 juta keluarga. 30 juta keluarga rumah tangga miskin kita kasih 100 juta saja per rumah tangga, itu bisa dengan APBN yang ada sebenarnya. Sebenarnya bisa. Tinggal dipotong saja 25% per tahun APBN kita, misalnya saya simulasikan ini adalah dari tahun 2010 gitu ya sampai 2011-2018 itu bisa memberikan subsidi 100 juta per rumah tangga. Selesai urusan kemiskinan," terangnya meyakinkan.

Ia menyesalkan setiap bulan ada fakta banyaknya orang miskin, banyaknya orang stunting, kekurangan gizi, gizi buruk, dan sebagainya. Padahal ini bisa dengan hitung-hitungan sederhana. "Bisa, tapi kenapa menjadi sulit? Karena kebijakan fiskal, kerangka tata kelola fiskal kita adalah kapitalistik," sesalnya.

Lagi, Hatta melanjutkan, misalnya dalam konteks pembayaran bunga. Tahun 2023 ini, pembayaran bunga 441 triliun. Ini kalau kita bandingkan dengan total beban jaminan BPJS kesehatan dan ketenagakerjaan, bantuan sosial, subsidi, totalnya 498 triliun.

"Tiga belanja tadi, dibandingkan dengan bayar bunga utang, maka itu 76% jadinya. Bayar utang tahun 2023, itu 76%. Jadi apa? Inilah kebijakan fiskal ekonomi yang kapitalistik begitu nampak," pungkasnya.
[]'Aziimatul Azka
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab