Tinta Media: Keberanian
Tampilkan postingan dengan label Keberanian. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Keberanian. Tampilkan semua postingan

Senin, 20 November 2023

Dakwah Membutuhkan Strategi Bukan Hanya Keberanian



Tinta Media - Saat hijrah dari Mekah Beliau Saw disertai Abu Bakar Shidiq Ra tidak langsung berjalan menuju Madinah. Namun berdiam lebih dahulu di Gua Tsur selama tiga hari. Untuk keperluan makan minum beliau bersama sahabatnya diatur sedemikian rupa oleh kakak beradik putra dan putri Abu Bakar Shidiq Ra hingga tetap aman dari kejaran pasukan qurays. Sudah begitupun Beliau Saw nyaris ketahuan oleh pasukan Qurays namun Allah menjaga beliau berdua.

Ketika Beliau Saw mulai perjalanan maka tidak menempuh jalan yang biasa dilalui oleh para kafilah. Namun menempuh jalan lain sehingga beliau Saw membutuhkan pemandu jalan untuk perjalanan itu. Sekali lagi ini juga dengan maksud agar bisa aman dari kejaran musuh. 

Dengan mengatur perjalanan hijrah seperti ini, siapakah diantara kita yang berani menuduh bahwa Baginda Nabi Saw penakut? Alias tidak berani menghadapi resiko? Alias bukan pemberani?

Siapapun yang berani menuduh demikian maka bisa jatuh murtad bukan? Tidak ada seorang pun di muka bumi ini yang lebih berani daripada Baginda Nabi Muhammad Saw. Satu satunya alasan yang harus kita pelajari dari perbuatan Baginda Nabi Saw adalah bahwa dakwah butuh strategi bukan sekedar sikap sok berani.

Jamaah dakwah harus berpikir bagaimana cara menghadapi makar musuh musuh dakwah.  Sudah terbukti mereka, musuh dakwah, melakukan segala cara. Bukan sekedar untuk menghalangi dakwah namun juga untuk melenyapkan para pengemban dakwah andai mereka mampu.

Dalam hal ini hukum sababiyah berlaku. Ada Sebab sebab yang harus diperhatikan agar dakwah ini bisa berjalan dengan baik. Tidak bersikap sembrono dan asal asalan. Dakwah untuk merubah sistem kufur menjadi sistem Islam ada metode dan uslubnya yang sudah dicontohkan oleh Baginda Nabi Muhammad Saw. Uslubnya harus dicari yang tepat. Agar target dakwah tercapai dengan sebaik baiknya. 

Dakwah untuk menegakkan khilafah merupakan dakwah yang kompleks dan jangka panjang. Namun demikian tidak setiap saat kita ceramah misalnya harus ngomong Khilafah. Atau setiap membuat tulisan harus ada kata khilafah. Tentu saja semua itu tergantung pada tema yang dibahas atau pertanyaan yang disampaikan. Bukan karena takut namun semua sesuai kebutuhan obyek dakwah dan konteks pembahasan.

Beda halnya jika kita ditanya apa itu khilafah, kemudian kita ga menjawab seharusnya. Atau ditanya apakah negeri ini sudah sistem khilafah kita juga jawab sesuai selera penanya. Atau ditanya apakah si Fulan itu Kholifah kemudian kita jawab ga sesuai hukum syara. Semua itu karena kita takut konsekuensinya maka inilah penakut namanya.

Dalam hal ini kita harus menjauhi sifat nifak. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad Saw:

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا ، عَنِ النَّبيِّ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – ، قَالَ : أَربعٌ مَنْ كُنَّ فِيْهِ كَانَ مُنَافِقاً ، وَإِنْ كَانَتْ خَصْلَةٌ مِنْهُنَّ فِيْهِ كَانَتْ فِيْهِ خَصْلَةٌ مِنَ النِّفاقِ حَتَّى يَدَعَهَا : مَنْ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ ، وَإِذَا خَاصَمَ فَجَرَ ، وَإِذَا عَاهَدَ غَدَرَ  خَرَّجَهُ البُخَارِيُّ  وَمُسْلِمٌ


Dari ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhuma, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Ada empat tanda seseorang disebut munafik. Jika salah satu perangai itu ada, ia berarti punya watak munafik sampai ia meninggalkannya. Empat hal itu adalah: (1) jika berkata, berdusta; (2) jika berjanji, tidak menepati; (3) jika berdebat, ia berpaling dari kebenaran; (4) jika membuat perjanjian, ia melanggar perjanjian (mengkhianati).” (HR. Bukhari dan Muslim) [HR. Bukhari, no. 2459, 3178 dan Muslim, no. 58].

Beda halnya juga jika pada saatnya kita harus menyampaikan al Haq meskipun dengan resiko besar. Maka kita harus tetap berkata benar apapun resikonya. Sebagaimana contoh Rasulullah Saw dan para sahabatnya. Moga Allah luruskan hati dan lisan serta amal kita. Aamiin.

Oleh: Ustadz Abu Zaid
Tabayyun Center

Senin, 07 November 2022

Pemimpin Kehilangan Keberanian untuk Membela Rakyatnya

Tinta Media - Keberanian untuk membela rakyat harusnya ditunjukkan oleh wakil rakyat dan para pemimpin yang memiliki kekuasaan di negeri ini. Namun, kekuasaan tidak menjamin seseorang memiliki keberanian untuk membela kebenaran, karena mereka takut kehilangan kekuasaan dan jabatan. Mereka tunduk pada kekuatan oligarki sehingga tega mengorbankan rakyat dengan menghasilkan kebijakan zalim yang tidak menguntungkan rakyat sama sekali. 

Meskipun mengetahui kebijakan yang diambil zalim dan menyengsarakan rakyat banyak, mereka tidak berdaya dan tidak berani membela rakyat, karena kekuasaan menjadi tujuannya, bukan mengurusi rakyatnya. Pemimpin dalam kekuasaan oligarki tidak akan mampu membela rakyatnya, bahkan tidak berani berkata tidak atas tekanan yang membuatnya tidak berdaya.

Meskipun hanya pelajar SMA atau STM, keberaniannya bisa mengalahkan pemimpin negeri yang harusnya membela rakyat. Idealisme dari keyakinan yang kuat memberikan keberanian untuk membela kebenaran dan menolak kezaliman. Harusnya karakter yang baik untuk membela kebenaran ditumbuhkan pada jiwa mereka sejak usia dini, bukan malah ditakut-takuti dan diancam dengan berbagai alasan politik. Pelajar di Jakarta Barat mengaku bahwa mereka dilarang dan diancam untuk tidak mengikuti aksi unjuk rasa menolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) pada Selasa (13/9/2022) kemarin. 

Mereka harusnya diberikan ruang berekspresi untuk membela kebenaran dan menolak kebijakan zalim, bukan malah dilarang dan diancam. Harusnya, para wakil rakyat dan jenderal yang punya jabatan dan kekuasaan mencontoh para pelajar yang berani menyuarakan kebenaran, meskipun mereka tidak memiliki kekuasaan untuk mengubah sebuah kebijakan yang zalim. Sebagai pemimpin, harusnya mereka mempunyai keberanian untuk membela rakyat, bukan malah menjadi budak oligarki. 

Keberanian untuk membela kebenaran akan muncul dari jiwa yang bersih, beriman dan bertakwa, bukan mereka yang sudah terbiasa bermaksiat terhadap aturan Allah. Mereka yang terbukti korupsi dengan menyalahgunakan jabatan dan kekuasaan untuk memperkaya diri sendiri tidak akan mungkin berani menyuarakan kebenaran. Meskipun punya jabatan dan kekuasaan, hati mereka dipenuhi ketakutan jika kebusukan yang disembunyikan akan tercium dan terungkap ke publik. Oleh karena itu, mereka sibuk melakukan pencitraan agar mendapat simpati dan pujian, tetapi lupa tugasnya untuk mengurusi urusan rakyatnya. 

Keberanian untuk menyampaikan kebenaran diancam dalam sistem demokrasi. Mereka ditekan agar tidak berani menyuarakan kebenaran. Demokrasi memang sistem yang melahirkan para pejabat busuk, yang tidak siap dikritik. Karakter pemberani dibungkam dan dibunuh agar penguasa bebas melakukan kezaliman pada rakyat. Sementara, para penjilat kekuasaan dipelihara. Mereka suka menghujat dan memecah belah umat dengan menggunakan uang rakyat.

Negeri demokrasi yang katanya dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat, faktanya semua untuk oligarki. Rakyat diperas dengan pajak dan harus membiayai kebutuhan dasar mereka sendiri. Penguasa yang harusnya mengurusi rakyat, malah berhitung untung rugi. Rakyat dijadikan sapi perah, sementara para pejabat menghambur-hamburkanya untuk memenuhi nafsunya dalam gaya hidup hedonisme.

Rakyat yang terjepit dalam kehidupan yang serba sulit menjerit pada penguasa. Kehidupan yang serba sulit membakar keberanian mereka untuk unjuk rasa menolak kezaliman. Semoga mereka bersabar untuk menyuarakan kebenaran, bukan hanya luapan emosi dan kemarahan yang hanya ingin mengganti rezim. Padahal, permasalahanya ada pada sistem yang menciptakan pemimpin dan pejabat yang buruk.  

Saatnya rakyat tersadar, jangan sampai lepas dari mulut harimau masuk ke mulut buaya. Ternyata, berganti rezim tidak memberikan perubahan berarti, bahkan terasa lebih buruk dari sebelumnya. 

Kesadaran untuk membela kebenaran harus tumbuh pada diri rakyat, karena wakil mereka sudah tidak lagi mempunyai keberanian untuk membela. Mereka terlalu asyik menikmati uang rakyat, tetapi lupa untuk membela kepentingan rakyat. Mereka bahkan tidak lebih berani dari pelajar dan mahasiswa yang masih menjaga idealismenya. Mereka kehilangan idealisme karena berpikir bahwa politik hanya untuk kekuasaan, bukan mengurusi rakyat. Kesadaran hubungannya dengan Tuhan menghilang karena yang dipikirkan hanya mengejar nikmat dunia yang tidak lama lagi harus ditinggalkan untuk selama-lamanya.

Keberanian datang dari orang-orang yang masih menjaga idealismenya, bukan mereka yang suka berpikir pragmatis. Keberanian membela kebenaran bukan ditentukan tingginya strata pendidikan maupun jabatan seseorang, tetapi lebih pada keyakian kuat yang bersumber dari agama lurus dan mulia. 

Hanya orang yang memiliki ketakwaan yang sebenar takwa, yang akan memiliki keberanian memperjuangkan kebenaran hakiki. Ancaman tidak akan mampu menghentikannya untuk menyuarakan kebenaran dan berkata tidak pada kezaliman yang dilakukan penguasa. 

Hanya sistem Islam yang akan mampu menciptakan sosok pemimpin pemberani, bukan dalam sistem demokrasi. Karena itu, saatnya mencampakkan sistem buruk yang menjadi sumber segala masalah, dan kembali pada sistem Islam yang akan menjadi solusi semua masalah.

Oleh: Mochamad Efendi
Sahabat Tinta Media

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab