Tinta Media: Kebebasan
Tampilkan postingan dengan label Kebebasan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kebebasan. Tampilkan semua postingan

Jumat, 18 Agustus 2023

Kebebasan Remaja Kebablasan, Islam Solusinya

Tinta Media - Sangat menyedihkan mengamati realitas kehidupan kaum muda saat ini yang terjerat dalam perilaku seksual bebas. Data dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menunjukkan bahwa sebagian besar remaja di Indonesia telah terlibat dalam hubungan seksual. Angka tersebut semakin tinggi untuk usia remaja 14-15 tahun, mencapai 20 persen, dan untuk usia 16-17 tahun, mencapai 60 persen.

Erry Syahrial, Sekretaris LPA Batam, tidak bisa mengabaikan tingginya jumlah remaja yang telah terlibat dalam hubungan seksual. Hal ini tercermin dari peningkatan kasus pelanggaran seksual, pernikahan usia dini, serta masalah penjualan atau penelantaran bayi. (metro.batampos.co.id, 6/8/23)

Selain dampak fisiknya, hubungan seksual pada usia muda juga memberikan dampak moral yang serius. Akibatnya, anak-anak menjadi kurang berfokus pada pendidikan dan kesulitan merencanakan masa depan.

Ada beberapa faktor yang mendorong peningkatan perilaku seks bebas di kalangan remaja, salah satunya adalah percepatan pubertas yang diiringi oleh perubahan fisik saat datangnya menstruasi.

Peran media sosial juga sangat berpengaruh terhadap perilaku remaja. Komunikasi intens di platform media sosial dapat memicu rangsangan emosional seksual yang pada gilirannya membawa perubahan signifikan pada perilaku remaja.

Keluarga juga memiliki peran penting dalam menghindari perilaku seks bebas pada anak-anak, terutama pada anak-anak yang tidak mendapatkan cukup kasih sayang dari orang tua atau berasal dari keluarga yang retak. Mpkereka cenderung lebih berisiko terlibat dalam seks bebas.

Seharusnya keluarga menjadi tempat terbaik bagi anak-anak untuk berbagi cerita atau curhat. Namun, jika hal ini tidak ada dalam lingkungan keluarga, anak-anak akan kehilangan tempat untuk berbagi pengalaman dan mencari perlindungan.

Selain itu, pendidikan juga memainkan peran dalam masalah perilaku seks bebas di kalangan remaja. Sistem pendidikan di Indonesia belum sepenuhnya mampu mengatasi bahaya seksualitas. Terlebih lagi, sikap malas terhadap membaca di masyarakat juga memperparah situasi ini.

Ketidaktertarikan untuk membaca menyebabkan orang tua kurang peka terhadap bahaya seks bebas. Berdasarkan survei di beberapa negara, edukasi dan kesadaran akan risiko seks bebas dapat mengurangi tingkat insiden. Catatan juga menunjukkan bahwa ada risiko kesehatan akibat seks bebas, seperti risiko kanker mulut dan rahim, menempatkan Indonesia di peringkat kedua.

Melihat fenomena ini, tindakan seks bebas ternyata dilakukan oleh remaja dari kelompok ekonomi rendah dan usia di bawah 19 tahun. Ini sangat memprihatinkan ketika perilaku seks atau zina dianggap sebagai bagian dari pergaulan remaja di Indonesia.

Sebagian remaja bahkan meyakini bahwa tindakan seperti berciuman, berpelukan, meraba pasangan, dan bahkan berzina dengan lawan jenis tidaklah tabu atau dilarang. Beberapa remaja bahkan terlibat dengan pelacur atau bahkan menjadi pelacur sendiri. Konsep keperjakaan atau keperawanan menjadi tidak lagi relevan.

Kerusakan moral ini terjadi akibat beberapa faktor. 

Pertama, remaja terpapar konten pornografi melalui internet. Pada tahun 2021, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mengungkapkan bahwa 66,6 persen anak perempuan di Indonesia mengakses pornografi secara daring. Bahkan, 38,2 persen anak pernah mengirimkan foto kegiatan seksual melalui media daring.

Data dari Kementerian PPPA juga menunjukkan bahwa 34,5 persen anak laki-laki dan 25 persen anak perempuan pernah terlibat dalam pornografi atau aktivitas seksual langsung. Selain itu, perilaku pencabulan dan pemerkosaan juga dilakukan oleh remaja karena pengaruh pornografi.

Kedua, hukuman yang lemah dan tidak tegas di negara ini tidak mampu mencegah perzinaan. Dalam revisi KUHP yang disahkan oleh DPR tahun lalu, perzinaan masih dianggap sebagai delik aduan. Tanpa aduan, perzinaan sulit dijerat hukum.

Namun, perzinaan dalam Islam dianggap sebagai pelanggaran serius terhadap aturan Tuhan. Rasulullah saw. telah mengingatkan umatnya bahwa, "Ketika zina dan riba telah merajalela dalam suatu masyarakat, mereka telah memanggil azab Allah kepada diri mereka sendiri." (HR. Al-Hakim).

Islam memberikan perlindungan terhadap manusia dari dosa zina dan mengajarkan nilai-nilai kebaikan. Syariat Islam berusaha membentuk karakter remaja yang islami dan berakhlak mulia, yang menjunjung tinggi rasa malu dan takut kepada Allah.

Sabda Rasulullah saw.

"Tujuh golongan akan mendapatkan perlindungan Allah di bawah naungan-Nya pada hari di mana tidak ada naungan kecuali naungan-Nya: ... seorang pria yang digoda untuk berzina oleh wanita yang memiliki kedudukan dan kecantikan, lalu ia berkata, 'Sungguh, aku takut kepada Allah.'" (HR Al-Bukhari).

Negara yang menerapkan syariat Islam akan mengharuskan remaja dan masyarakat untuk menjaga norma-norma kesopanan, termasuk berpakaian menutup aurat, menjaga pandangan, dan menghindari aktivitas yang dapat mengarahkan pada perzinaan, seperti berkhalwat (berdua-duaan antara lelaki dan perempuan yang bukan mahram).

Negara Islam akan mendorong remaja yang sudah matang untuk menikah, dengan tujuan menjaga kesucian diri dan melanjutkan keturunan.

Negara Islam akan menghentikan peredaran pornografi dan konten dewasa. Sanksi tegas akan diberlakukan terhadap pembuat, penyebar, dan pelaku dalam produksi pornografi, dengan sanksi ta'ziir berupa hukuman penjara selama 6 bulan.

Sanksi keras juga akan diberlakukan terhadap pelaku perzinaan. Pelaku perzinaan yang belum menikah (ghayr muhshan), seperti pemuda dan pelajar, akan dihukum dengan cambukan sebanyak 100 kali (QS An-Nur: 2).

Pelaku perzinaan yang sudah menikah akan dijatuhi hukuman rajam hingga mati, sesuai dengan tindakan yang pernah dilakukan oleh Nabi saw. terhadap perempuan Al-Ghamidiyah dan lelaki Maidz bin Malik. Dalam Islam, perzinaan bukanlah delik aduan. Zina tetap dianggap sebagai dosa, bahkan jika dilakukan atas dasar kesepakatan.

Lelaki dan perempuan yang terlibat dalam tindakan asusila, meskipun tidak mencapai perzinaan, seperti berkhalwat atau tindakan merangkul, juga akan dihukum penjara, tergantung pada tingkat kejahatannya.

Generasi muda saat ini menghadapi risiko kerusakan akibat pengaruh seksual dan liberalisme yang diterima sebagai norma. Namun, agama Islam telah diberikan sebagai pedoman hidup yang mengandung hukum-hukum terbaik. Solusi terbaik hanya dapat ditemukan melalui penerapan ajaran Islam secara menyeluruh dalam sistem pemerintahan, untuk mengatasi kebebasan yang merusak dalam pergaulan remaja.

Wallahu a'lam bishawab.

Oleh: Cici Kurnia (Mahasiswi/Aktivis Muslimah)

Senin, 10 Juli 2023

PKAD: Pembakaran al-Qur’an di Swedia Akibat Islamofobia Akut dan Kebebasan dalam Demokrasi

Tinta Media - Analis Pusat Kajian dan Analisis Data (PKAD) Hanif Kristianto menilai bahwa aksi pembakaran al-Qur’an di Swedia, akibat Islamofobia akut dan kebebasan dalam demokrasi.


“Aksi pembakaran al-Qur’an di Swedia dilandasi dengan dendam permusuhan kepada umat Islam yang terus dipelihara atau Islamofobia yang begitu akut di dunia barat serta konsekuensi sistem kehidupan dan politik demokrasi Swedia yang mengagungkan kebebasan,” tuturnya dalam Kabar Petang bertajuk Swedia Kurang Ajar! di kanal Youtube Khilafah News Channel, Senin (3/7/2023).

Menurutnya, aksi penistaan terhadap al-Qur’an, Rasulullah Saw dan simbol-simbol Islam senantiasa berulang karena tidak ada ketegasan hukum selain dari kecaman.

“Kalau sekedar kecaman tapi tidak ada tindakan yang berupa penghukuman terhadap pelaku pembakaran Al-Qur’an, maka itu akan terus berulang, lalu bagaimana cara menghukumnya? Kan tidak bisa, apakah dia akan diekstradisi atau diserahkan ke otoritas, kan tidak ya. Nah, ini yang menjadi hijab atau penghalang kita untuk bisa bertindak lebih,” ungkapnya.


Hanif menjelaskan pentingnya ada Khilafah untuk melindungi kesucian dan kesakralan al-Qur’an.


“Penting sekali adanya sebuah negara yang memiliki ideologi Islam (Khilafah) serta memiliki kekuatan untuk bisa menghentikan semua aktivitas pelecehan terhadap al-Qur’an dan ajaran Islam,” jelasnya.


Ia mencontohkan sikap khalifah yang tegas mengancam untuk membatalkan pementasan drama di Eropa yang menghina Nabi Muhammad Saw.


“Kalau dahulu misalnya, beberapa negara Eropa ketika ada kekhilafahan, mau mengadakan sebuah drama tentang penghinaan pada Nabi Muhammad Saw, sudah diancam untuk dibatalkan karena ini hukuman yang berat,” sebutnya.


Menurutnya, selama belum ada Khilafah, maka berbagai peristiwa penistaan agama akan terus berulang, sehingga umat Islam harus mewujudkan Islam secara kafah dalam sebuah institusi negara dan sebagai sebuah solusi fundamental atasnya.


“Selama belum ada sebuah kepemimpinan Islam secara global yakni institusi Khilafah, maka peristiwa bisa jadi terulang kembali, karenanya kita serukan untuk betul-betul mewujudkan Islam secara kafah dalam sebuah institusi negara dan sebagai sebuah solusi fundamental atas peristiwa-peristiwa yang sudah terjadi yakni penistaan agama melalui pembakaran maupun yang akan direncanakan oleh mereka yang ingin menistakan Islam dan umatnya,” bebernya.


Menurutnya, seorang muslim harus menyikapi aksi penistaan al-Qur’an dengan benar, dalam posisi sebagai individu. Mengimani al-Qur’an sebagai bagian dari rukun iman, menjaga kesucian dan kesakralannya.

"Ketika kita berada dalam sebuah jamaah organisasi, memberikan suara, misalnya dalam aksi protes bersama, melalui penandatanganan petisi atau sebuah kampanye yang memunculkan opini publik bahwa umat Islam ini masih peduli terhadap al-Qur’an dan ajaran Islam, harus disampaikan kepada penguasa juga militer untuk memutus hubungan diplomatik dengan Swedia,” pungkasnya. [] Evi


Assalamualaikum ustadz @⁨Achmad Mu’it⁩, setor SN dari link https://youtu.be/y7aUslwru78
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab