Tinta Media: Kebahagiaan
Tampilkan postingan dengan label Kebahagiaan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kebahagiaan. Tampilkan semua postingan

Minggu, 25 Februari 2024

Kebahagiaan Para Kades di Atas Penderitaan Rakyat



Tinta Media - Di tengah kondisi masyarakat yang semakin sulit akibat kenaikan harga bahan pokok, terutama harga beras yang semakin melambung Massa Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia menggelar unjuk rasa. Unjuk rasa tersebut  terkait tuntutan revisi  Undang-Undang Desa di DPR RI, pada hari Selasa (6/2/2024). Poin pentingnya adat perpanjangan jabatan kades menjadi 8 tahun dan bisa 2 periode. 

Menurut Dedi Bram, Ketua Apdesi Kabupaten Bandung, tuntutan revisi Undang-Undang Desa No 6 Tahun 2014 tersebut telah diterima dan ditandatangani oleh sejumlah pihak. Bahkan, Dedi pun turut serta berdemo ke DPR RI bersama dengan 100 lebih Kades se Kabupaten Bandung. Mereka tinggal menunggu ketok palu saja. 

Menurut Dedi, yang juga sebagai Kades Cikoneng, Kecamatan Ciparay, Kabupaten Bandung, pada tanggal 9 Februari akan digelar syukuran atas diterimanya revisi Undang-Undang Desa ini. Sejumlah massa Apdesi sujud syukur di depan gerbang gedung DPR RI di Jakarta Pusat setelah selesai pembahasan revisi UU Desa No 6 Tahun 2014 dilaksanakan. 

Dedi mengungkapkan bahwa setelah selesai pembahasan revisi, berarti masa jabatan Kades menjadi 8 tahun dan 2 periode. Persetujuan revisi Undang-Undang Desa ini sebelumnya telah disepakati oleh Badan Legislasi (Baleg) dan pemerintah dalam rapat, pada Senin ( 5/2/2024). Hal ini juga disampaikan oleh Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Achmad Baidowi.

Sangat miris memang, apabila menelaah tuntutan yang mereka ajukan. Di tengah kondisi masyarakat yang semakin berat dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, seharusnya tuntutan para Kades berkaitan dengan kemaslahatan warga, bukan malah ikut mendesak revisi pada pasal 39 UU 6/2014 tentang Desa, yang poin pentingnya adalah menuntut perpanjangan masa jabatan kades. 

Demonstrasi ini pun menuai kritikan karena dianggap tidak penting dan berpotensi dipolitisasi sehingga melanggengkan oligarki. 

Unjuk rasa di depan Gedung DPR RI ini diterima dan langsung diakomodasi. Para wakil di DPR RI menjanjikan akan ada revisi UU Desa. Politisi PDIP Budiman Soejatniko berpendapat bahwa karena konflik sosial di awal kemenangan menyebabkan masa efektif Kades hanya 2-3 tahun. Walhasil, pembangunan di desa dianggap nanggung atau belum selesai, tetapi sudah harus ganti pemimpin. Padahal, pemilihan membutuhkan konsentrasi dan biaya yang besar. Akhirnya, pemilihan kades enam tahun sekali dianggap tidak produktif dan boros anggaran. 

Bahkan, Presiden Jokowi pun menyepakati perubahan tersebut. Jokowi beralasan bahwa, dinamika di desa berbeda dengan di kota, seperti pemilihan gubernur. Sehingga, menurut Jokowi tuntutan para Kades dianggap masuk akal. 

Ini berbeda dengan demo-demo yang dilakukan oleh kaum buruh dan mahasiswa yang menuntut kemaslahatan untuk mereka. Jangankan dipenuhi, diapresiasi pun tidak.

Jabatan Kades memang menjadi lahan basah untuk meraup cuan. Makanya, mereka ingin masa jabatannya diperpanjang. Ini terbukti dengan adanya rumor politik terkait data dari Indonesia Corruption Watch (ICW). Dari hasil pemantauannya dilaporkan tentang tren penindakan korupsi semester I/2022. Kasus penyalahgunaan anggaran menunjukkan 134 dari 252 kasus yang terungkap, 62 dari 192 kasus menyasar pada desa. 

Pada tahun 2021, terjadi peningkatan angka korupsi desa. Sehingga, apabila masa jabatan diperpanjang, potensi korupsi pun semakin besar. Sangat mungkin terjadi adanya kerja sama yang erat antara parpol yang berkuasa dan para kades. 

Ini terbukti dengan adanya gerakan kades mendukung tiga periode pada beberapa waktu lampau. Keduanya akan sama-sama diuntungkan karena berpeluang menduduki jabatan yang lebih lama. Sehingga, kebijakan ini sangat rentan dipolitisasi oleh segelintir elite yang berkuasa atau oligarki.

Sebenarnya, permasalahannya bukan terletak pada masa jabatan, tetapi pada  buruknya pengurusan pejabat desa pada warga. Terbukti ketika masyarakat mengeluh akan tingginya biaya hidup, para pejabat desa tidak merespons. Bahkan, ketika ada bansos pun, selain tidak mencukupi, selalu terjadi salah sasaran dan tidak  merata. 

Inilah akibat dari sistem politik yang menerapkan demokrasi. Kebijakannya lahir bukan untuk kemaslahatan umat, tetapi hanya untuk segelintir elite berkuasa dan para kapitalis. 

Sistem demokrasi hanya menghasilkan para pemimpin yang miskin visi, sehingga kebijakan ditetapkan hanya untuk kepentingan partai dan dirinya saja. 

Politik transaksional yang menjadi pendorong berjalannya partai akan menghadirkan para pemilik modal yang harus diladeni kepentingannya. Karena sistem demokrasi lahir dari ideologi sekularisme, maka agama tidak boleh mengatur perpolitikan. Mereka tidak mengenal halal haram. Apa pun dilakukan untuk mengejar dunia.

Masalah gratifikasi, suap, dan korupsi- korupsi lainnya akan tumbuh subur. Semua ini akan menghilangkan rasa empati dan nurani kepada rakyat yang sedang kesusahan.

Islam adalah agama sempurna yang mengatur seluruh aspek kehidupan. Dengan kesempurnaannya, sistem Islam akan memunculkan para pemimpin yang peduli umat. 

Di dalam Islam, menjadi pemimpin adalah amanah yang besar dan berat yang nantinya akan dihisab dan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah 'azza wa jalla. 

Karena itu, banyak pemimpin Islam yang menolak amanah tersebut. Satu-satunya motivasi dalam menjabat adalah keridaan Allah Ta'ala. Di dalam Islam, pemimpin adalah ra'in, yang bertugas melayani umat secara adil dengan menerapkan hukum-hukum Islam di tengah-tengah masyarakat sehingga rakyat tidak diabaikan dan terpenuhi semua kebutuhannya. 

Inilah urgensi penerapan sistem Islam, agar dalam memilih pemimpin, betul-betul dicari yang beriman dan bertakwa kepada Allah Ta'la, sehingga bisa menjalankan amanah kepemimpinan sesuai dengan apa yang Allah Ta'ala perintahkan. Wallahu'alam bisshawab.


Oleh: Enung Sopiah
Sahabat Tinta Media

Rabu, 03 Januari 2024

Lima Syarat Kebahagiaan Dunia dan Akhirat

Tinta Media - Sobat. Diriwayatkan , Rasulullah SAW bertanya kepada para sahabat,” Siapa saja yang ingin masuk surga?” Mereka menjawab,” Kami semua , wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, “ Pendekkanlah angan-angan kalian, pancangkanlah ajal kalian di depan penglihatan kalian, dan malulah kepada Allah dengan sebenar-benarnya malu.” 

Mereka menjawab, “ Kami selalu malu terhadap Allah.” Beliau menanggapi,” Bukan malu seperti itu.” Tetapi barang siapa yang malu kepada Allah dengan sebenar-benar malu, maka hendaklah dia menjaga kepala dan isinya, perut dan isinya, serta selalu mengingat kematian dan cobaan. Barang siapa  yang menginginkan akhirat, dia tidak akan ragu meninggalkan dunia. Jadi, barang siapa yang mampu berbuat demikian, berarti dia telah malu kepada Allah dengan sebenar-benar malu. 

Allah SWT berfirman : 

۞أَلَمۡ يَأۡنِ لِلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَن تَخۡشَعَ قُلُوبُهُمۡ لِذِكۡرِ ٱللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ ٱلۡحَقِّ وَلَا يَكُونُواْ كَٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡكِتَٰبَ مِن قَبۡلُ فَطَالَ عَلَيۡهِمُ ٱلۡأَمَدُ فَقَسَتۡ قُلُوبُهُمۡۖ وَكَثِيرٞ مِّنۡهُمۡ فَٰسِقُونَ 

“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.” ( QS. Al-Hadid (57) : 16 ) 

Sobat. Pada ayat ini Allah menegur dan memperingatkan orang-orang Mukmin tentang keadaan mereka yang berlalai-lalai. Belum datangkah waktunya bagi orang-orang Mukmin untuk mempunyai hati yang lembut, senantiasa mengingat Allah, suka mendengar dan memahami ajaran-ajaran agama mereka, taat dan patuh mengikuti petunjuk-petunjuk kebenaran yang telah diturunkan, yang terbentang di dalam Al-Qur'an. Selanjutnya orang-orang Mukmin diperingatkan agar jangan sekali-kali meniru-niru orang-orang Yahudi dan Nasrani yang telah diberikan Kitab Taurat dan Injil. 

Sekalipun telah lama dan memakan waktu agak panjang, mereka belum juga mengikuti dan memahami ajaran mereka dan nabi-nabi mereka, sehingga hati mereka menjadi keras dan susah membantu, tidak lagi dapat menerima nasihat, tidak membekas pada diri mereka ancaman-ancaman yang ditujukan kepada mereka. Mereka mengubah Kitab yang ada di tangan mereka dan ajaran-ajaran Kitab mereka dilempar jauh-jauh. Pendeta dan pastur mereka jadikan tuhan selain Allah, membikin agama tanpa alasan. Kebanyakan mereka menjadi fasik, meninggalkan ajaran-ajaran mereka yang asli. 

Sejalan dengan ayat ini firman Allah: 
(Tetapi) karena mereka melanggar janjinya, maka Kami melaknat mereka, dan Kami jadikan hati mereka keras membatu. Mereka suka mengubah firman (Allah) dari tempatnya, dan mereka (sengaja) melupakan sebagian pesan yang telah diperingatkan kepada mereka. 

Engkau (Muhammad) senantiasa akan melihat pengkhianatan dari mereka kecuali sekelompok kecil di antara mereka (yang tidak berkhianat), maka maafkanlah mereka dan biarkan mereka. Sungguh, Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. (al-Ma'idah/5: 13) 

Sobat. Abdullah bin Amru bin al-Ash berkata, “ Lima perkara yang apabila orang memilikinya, dia  akan  bahagia  di dunia  maupun di akhirat. Lima perkara itu adalah : 

1. Berdzikir  kepada Allah dengan lafadz syahadat ( Laa ilaaha illallah Muhammadur Rasulullah ) dari waktu ke waktu. 

2. Mengucapkan kalimat istirja’ ( Innaa lillaahi wainna ilaihi raajiuun wa laa haula wa la quwwata illa billaahil aliyyil ‘adziim ) setiap ditimpa musibah. 

3. Mengucapkan hamdalah (Alhamdulillahi rabbil ‘aalamin)  setiap mendapatkan nikmat sebagai rasa syukur kepada Allah SWT. 

4. Mengucapkan basmalah ( bismillaahirrahmaanirrahiim ) setiap memulai sesuatu. 

5. Mengucapkan istighfar ( astahgfirullaahal ‘adziim wa atuubu ilaih ) apabila melakukan dosa. 

Sobat. Baginda Rasulullah SAW bersabda,” Hendaklah kalian memperbanyak dzikir kepada Allah dalam keadaan apa pun karena sesungguhnya tidak ada amal yang lebih dicintai oleh Allah dan lebih menyelamatkan seorang hamba dari setiap kejahatan di dunia maupun di akhirat selain dzikir kepada Allah.” ( HR.Ibnu Sharshari). 

Rasulullah SAW bersabda, “ Setiap perbuatan baik yang tidak dimulai dengan menyebut nama Allah SWT maka ia akan terputus (keberkahannya dari Allah).” (HR.Ibnu Hibban). 

Sobat. Sesungguhnya tafakur itu ada lima macam yaitu : Tafakur tentang ayat-ayat Allah, melahirkan tauhid dan yakin kepada Allah. Tafakur tentang nikmat-nikmat Allah, melahirkan rasa cinta dan syukur kepada Allah. Tafakur tentang janji-janji Allah, melahirkan rasa cinta kepada akhirat. Tafakur tentang ancaman Allah, melahirkan sikap waspada terhadap perbuatan dosa. Tafakur tentang kekurangan diri dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah, melahirkan rasa malu kepada Allah. 

Sobat. Memilih teman dan komunitas adalah memilih masa depan, maka bergaullah dengan orang-orang sholeh yakni dengan menghadiri majelis-majelis nasihat dan mempelajari kehidupan orang-orang sholeh. Beramar  makruf nahi munkar dan menjauh dari orang-orang yang selalu menjalankan kebatilan. Terkait dengan perihal sedikit makan, Rasulullah SAW bersabda dalam hadits marfu’, “ Ada tiga hal yang dapat menyebabkan kerasnya hati, yaitu suka makan, suka tidur, dan suka bersantai-santai.” ( HR. ad-Dailami ) 

Sobat. Tafakur itu merupakan pelita hati. Jika tafakur hilang maka hilang pula pelita hati. Tafakur tidak akan terwujud tanpa lisan yang terbiasa berzikir kepada Allah dengan kekhusyukan hati. 

أَوَعَجِبۡتُمۡ أَن جَآءَكُمۡ ذِكۡرٞ مِّن رَّبِّكُمۡ عَلَىٰ رَجُلٖ مِّنكُمۡ لِيُنذِرَكُمۡۚ وَٱذۡكُرُوٓاْ إِذۡ جَعَلَكُمۡ خُلَفَآءَ مِنۢ بَعۡدِ قَوۡمِ نُوحٖ وَزَادَكُمۡ فِي ٱلۡخَلۡقِ بَصۜۡطَةٗۖ فَٱذۡكُرُوٓاْ ءَالَآءَ ٱللَّهِ لَعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ 

“Apakah kamu (tidak percaya) dan heran bahwa datang kepadamu peringatan dari Tuhanmu yang dibawa oleh seorang laki-laki di antaramu untuk memberi peringatan kepadamu? Dan ingatlah oleh kamu sekalian di waktu Allah menjadikan kamu sebagai pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah lenyapnya kaum Nuh, dan Tuhan telah melebihkan kekuatan tubuh dan perawakanmu (daripada kaum Nuh itu). Maka ingatlah nikmat-nikmat Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.” ( QS. Al-A’raf (7) : 69) 

Sobat. Dalam ayat ini, Allah menerangkan kecaman Nabi Hud kepada pemuka-pemuka kaumnya, bahwa tidak patut mereka merasa heran dan ragu-ragu terhadap kedatangan peringatan dan pengajaran dari Tuhan yang dibawa oleh seorang laki-laki di antara mereka. Pengajaran Allah itu datang kepada mereka justru pada saat mereka berada dalam kesesatan. Semestinya mereka tidak perlu ragu kepada pribadi orang yang membawa seruan. 

Hendaknya mereka mempergunakan akal pikiran untuk memperhatikan seruan yang dibawa kepada mereka itu yaitu seruan yang benar, seruan yang menyelamatkan diri mereka dari azab Allah. Ia juga mengingatkan mereka akan nikmat dan rahmat Allah, bahwa mereka bukan saja sebagai ahli waris kaum Nuh yang diselamatkan Allah dari topan karena keimanan mereka kepada-Nya, tetapi juga Allah melebihkan mereka dengan kekuatan fisik serta tubuh yang besar. 

Oleh sebab itu hendaklah mereka bersyukur kepada Allah dengan bertakwa kepada-Nya. Kalau mereka tidak bersyukur, Allah akan menjatuhkan azab-Nya sebagaimana Allah menjatuhkan azab kepada kaum Nuh yang ingkar dan menggantikan kedudukannya dengan bangsa lain. Mereka diingatkan kepada nikmat Allah itu agar mereka bersyukur dengan menyembah-Nya seikhlas-ikhlasnya sehingga mereka menjauhi kemusyrikan dengan meninggalkan penyembahan berhala. 

Dengan demikian mereka harus meninggalkan penyembahan berhala untuk mencapai kebahagiaan pada hari kemudian dan mendapat tempat pada sisi Allah yang telah disediakan untuk hamba-hamba-Nya yang bersyukur kepada nikmat-Nya. 

Oleh: Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual dan Buku BIGWIN. Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo. Wakil Ketua Komnas Pendidikan Jawa Timur

Jumat, 28 April 2023

Kebahagiaan Hakiki Idul Fitri

Tinta Media - Idealnya setelah ibadah Ramadan selesai, kaum muslimin dalam kebahagiaan, karena  tidak ada lagi kewajiban yang tidak tertunaikan dan tidak ada keharaman yang dipertahankan. Hal itu bisa dipahami, sebab ibadah shaum adalah medium untuk meraih takwa, yaitu menjalankan seluruh kewajiban dan meninggalkan seluruh larangan.

Namun, faktanya masih banyak keharaman yang  tetap dilakukan, dipertahankan, sebagaimana masih sangat banyak kewajiban yang ditinggalkan. Lebih mengkhawatirkan lagi, saat ini muncul fenomena orang-orang yang hendak melakukan ketaatan malah dijuluki radikal, teroris, dan sebutan buruk lainnya.

Ini jelas menunjukkan cara pandang yang lepas dari  ketakwaan. Bisa jadi orang yang menjuluki demikian dia menjalankan puasa, ikut berlebaran, tetapi puasanya tidak membimbing dia untuk menjadikan takwa sebagai cara pandang.

Andai takwa dijadikan sebagai cara pandang, niscaya akan suport terhadap segala sesuatu yang bersifat takwa, dan sebaliknya tidak suport terhadap sesuatu yang tidak bersifat takwa.

Puasa memang  ibadah fisik, menahan lapar, haus, dan segala hal yang membatalkan puasa. Namun, ibadah yang bersifat fisik itu dalam rangka meraih sesuatu yang bersifat substansial berupa ketundukan terhadap seluruh perintah Allah dan meninggalkan seluruh larangan-Nya. Ketundukan ini merupakan esensi dari takwa.

Ketika orang lupa menghayati bahwa seluruh ibadah yang bersifat fisik ini adalah untuk meraih yang bersifat substansial, maka dia kehilangan pijakan dalam memandang suatu masalah, berpikir, menilai, dan bersikap.

Akibatnya, ia menjadi muslim yang aneh, benci terhadap ajaran agamanya sendiri, menjadi oposan terhadap sesama muslim yang berusaha mewujudkan takwa. Bukan hanya dalam kehidupan pribadi, tetapi juga dalam kehidupan bernegara.

Kehidupan bernegara yang sekuler memperparah kondisi ini. Dalam kehidupan sekuler,  Islam hanya ada dalam aspek spiritual. Puasa dengan Islam, idul fitri dengan Islam, tetapi begitu masuk ke dalam politik, ekonomi, dan budaya, Islam ditinggalkan. Padahal, kebahagiaan idul fitri yang  hakiki adalah manakala umat Islam hidup dalam keselarasan, baik spiritual, politik, ekonomi, maupun sosial budaya.

Kehidupan sekuler inilah yang membuat kaum muslimin hidup dalam kesusahan, penderitaan, kemiskinan, tekanan politik, budaya yang merusak generasi, serta sederet keburukan lainnya. 

Kehidupan Islam

Umat Islam akan meraih kemenangan dan kebahagiaan hakiki hanya jika hidup secara Islami dalam seluruh aspek kehidupan, baik dalam spiritual maupun nonspriritual. Hal itu bisa terwujud ketika umat Islam berada dalam kehidupan Islami,  yaitu kehidupan yang menerapkan Islam kafah.

Sebenarnya, hasil berbagai survey menunjukkan bahwa umat ini mayoritas menghendaki diterapkan syariat Islam kafah. Hanya saja, kebijakan elit politik tidak sejalan dengan kehendak umat.

Rezim ini begitu kuat menahan kebangkitan umat dengan Islam kafah. Perjuangan Islam kafah justru dilabeli radikal, teroris dan sebutan buruk lainnya.

Dalam kondisi seperti ini, menjadi urgen untuk menjaga umat agar terus memiliki semangat berislam kafah, serta mewujudkan Islam dalam kehidupan. Semangat ini harus terus dijaga dan ditingkatkan agar pada titik tertentu menjadi kekuatan perubahan.

Perubahan inilah yang mampu mengubah level mana pun, termasuk level kekuasaan. Kekuasaan tidak akan mampu menahan desakan perubahan yang digerakkan oleh umat ini. Di sinilah pentingnya dakwah.

Para pemimpin umat, baik ulama, dai, ustaz, ustazah adalah aktivis dari berbagai level masyarakat harus bersinergi membangun semangat keberislaman, semangat keimanan dan ketakwaan, serta keyakinan akan pertolongan Allah untuk kehidupan lebih baik dengan diterapkannya Islam kaffah dalam kehidupan. Saat itulah ketakwaan akan mudah terealisasi dan terjaga hingga umat bahagia dunia akhirat.

Oleh: Irianti Aminatun
Jurnalis 

Sabtu, 08 Oktober 2022

Tanda Kebahagiaan dan Kesengsaraan

Tinta Media - Sobat. Abdullah bin Masúd ra berkata, “ Kesenangan dan ketenangan itu ada pada keyakinan dan ridha, sedangkan kegundahan dan kesedihan itu ada pada keraguan dan ketidakrelaan. Rasulullah SAW hidup dengan penuh keridhaan terhadap semua yang ditetapkan Allah. Beliau ridha terhadap semua yang dipilihkan Allah dalam segala urusan, baik senang maupun susah, berat maupun ringan, kaya maupun miskin, serta sehat maupun sakit. Beliau selalu bersama Allah, percaya kepada Allah, pasrah kepada Allah, menyerahkan semua urusan kepada Allah, serta menerima apa yang dipilihkan Allah. 

Sobat. Siapa yang ingin bahagia, hendaklah dia ridha kepada takdir. Siapa yang menerima takdir, tidak akan merasa gelisah. Siapa yang ridha kepada takdir, Allah akan meridhainya dan menghilangkan kesedihan dalam hatinya. Oleh karena itu, masuklah ke dalam surga keridhaan, niscaya Anda akan selamat dan bahagia.

Sobat. Rasulullah SAW bahagia karena  beliau selalu qanaáh dengan apa yang diberikan Allah dan ridha  dengan pembagian Allah. Beliau tidak berambisi mendapatkan kekayaan dan kenikmatan duniawi. Beliau tidak pernah dikuasai oleh keserakahan hawa nafsu. Beliau merasa cukup dengan rezeki yang sedikit, serta mensyukuri apa yang ada. Demikianlah, siapa yang qanaáh pasti hidupnya tentram, bahagia, aman dan tenang. Rasulullah SAW bersabda,” Sungguh beruntung  orang Islam yang mendapatkan kecukupan rezeki dan diberi rasa qanaáh terhadap apa yang Allah berikan.” ( HR. Muslim ).

Sobat. Rasulullah SAW hidup bahagia karena bertawakal kepada Allah SWT, senantiasa menyerahkan urusan kepada Allah, tetapi tetap disertai dengan usaha, sehingga Allah pun memberinya  kecukupan, penjagaan, dan perlindungan.

Sobat. Ketahuilah bahwasanya tanda kebahagiaan itu ada sebelas perkara. Pertama.Zuhud  terhadap dunia dan cinta kepada akherat. Kedua. Senantiasa ingin beribadah dan membaca Al-Qurán. Ketiga. Sedikit bicara tentang hal yang tidak perlu. Keempat. Senantiasa memelihara sholat lima waktu. Kelima. Bersikap wara’ tehadapa barang haram maupun syubhat, sedikit atau banyak. Keenam. Bersahabat dengan orang yang baik-baik. Ketujuh. Berlaku tawadhu’ tidak sombong. Kedelapan. Dermawan lagi pemurah. Kesembilan. Belas kasih terhadap sesama makhluk Allah SWT. Kesepuluh. Menjadi orang yang bermanfaat bagi sesama makhluk. Dan kesebelas. Banyak mengingat mati.  Demikian penjelasan Abu Laits Assamarqandi dalam kitab Tanbihul Ghafilin.

Sobat. Rasulullah SAW hidup bahagia  dengan kesabarannya yang begitu besar, sehingga setiap kesulitan terasa mudah dan jalan perjuangan yang jauh terasa dekat. Beliau menganggap kesabaran adalah anugerah ilahi yang paling agung. Beliau hidup bahagia dengan selalu mengingat  nikmat Allah dan mensyukurinya serta menyatakan kesyukuran. Dan lisannya senantiasa bertahmid sebagai pengamalan  firman Allah :
أَوَعَجِبۡتُمۡ أَن جَآءَكُمۡ ذِكۡرٞ مِّن رَّبِّكُمۡ عَلَىٰ رَجُلٖ مِّنكُمۡ لِيُنذِرَكُمۡۚ وَٱذۡكُرُوٓاْ إِذۡ جَعَلَكُمۡ خُلَفَآءَ مِنۢ بَعۡدِ قَوۡمِ نُوحٖ وَزَادَكُمۡ فِي ٱلۡخَلۡقِ بَصۜۡطَةٗۖ فَٱذۡكُرُوٓاْ ءَالَآءَ ٱللَّهِ لَعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ 
“Apakah kamu (tidak percaya) dan heran bahwa datang kepadamu peringatan dari Tuhanmu yang dibawa oleh seorang laki-laki di antaramu untuk memberi peringatan kepadamu? Dan ingatlah oleh kamu sekalian di waktu Allah menjadikan kamu sebagai pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah lenyapnya kaum Nuh, dan Tuhan telah melebihkan kekuatan tubuh dan perawakanmu (daripada kaum Nuh itu). Maka ingatlah nikmat-nikmat Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.” ( QS. Al-A’raf (7) : 69 ).

Sobat. Dalam ayat ini, Allah menerangkan kecaman Nabi Hud kepada pemuka-pemuka kaumnya, bahwa tidak patut mereka merasa heran dan ragu-ragu terhadap kedatangan peringatan dan pengajaran dari Tuhan yang dibawa oleh seorang laki-laki di antara mereka. Pengajaran Allah itu datang kepada mereka justru pada saat mereka berada dalam kesesatan. Semestinya mereka tidak perlu ragu kepada pribadi orang yang membawa seruan. Hendaknya mereka mempergunakan akal pikiran untuk memperhatikan seruan yang dibawa kepada mereka itu yaitu seruan yang benar, seruan yang menyelamatkan diri mereka dari azab Allah. 

Ia juga mengingatkan mereka akan nikmat dan rahmat Allah, bahwa mereka bukan saja sebagai ahli waris kaum Nuh yang diselamatkan Allah dari topan karena keimanan mereka kepada-Nya, tetapi juga Allah melebihkan mereka dengan kekuatan fisik serta tubuh yang besar. 

Oleh sebab itu hendaklah mereka bersyukur kepada Allah dengan bertakwa kepada-Nya. Kalau mereka tidak bersyukur, Allah akan menjatuhkan azab-Nya sebagaimana Allah menjatuhkan azab kepada kaum Nuh yang ingkar dan menggantikan kedudukannya dengan bangsa lain. 
Mereka diingatkan kepada nikmat Allah itu agar mereka bersyukur dengan menyembah-Nya seikhlas-ikhlasnya sehingga mereka menjauhi kemusyrikan dengan meninggalkan penyembahan berhala. Dengan demikian mereka harus meninggalkan penyembahan berhala untuk mencapai kebahagiaan pada hari kemudian dan mendapat tempat pada sisi Allah yang telah disediakan untuk hamba-hamba-Nya yang bersyukur kepada nikmat-Nya.

Sobat. Berpikirlah dan bersyukurlah! Lihatlah daftar berbagai kenikmatan dan ingatlah! Jadikanlah kesyukuran sebagai kebiasaan! Mendekatlah kepada Allah dengan ibadah, karena itu adalah penyebab ditambahkan kenikmatan. Contohlah Rasulullah SAW Imam dari para ahli syukur  serta teladanilah beliau , sebaik-baiknya ahli dzikir!

Sobat. Rasulullah SAW hidup bahagia karena tidak pernah menangisi derita masa lalu dan menyesali hari-hari kelam yang telah berlalu. Namun beliau senantiasa berjuang agar ‘hari ini’ diberkahi Allah, setiap harinya penuh dengan ihsan, ketaatan dan kebahagiaan serta menyongsong masa depan yang lebih baik.

Sobat. Adapun  tanda kecelakaan atau kesengsaraan  juga  ada sebelas. Pertama. Rakus mengumpulkan harta. Kedua. Hanya ingin memperturutkan syahwat dan keenakan-keenakan dunia. Ketiga. Ucapan kotor dan suka menggunjing orang. Keempat. Meremehkan sholat lima waktu. Kelima. Bergaulnya dengan orang-orang yang durhaka. Keenam. Buruk budi pekertinya. Ketujuh. Berlaku congkak lagi sombong. Kedelapan. Menolak manfaat dari sesama manusia. Kesembilan. Sedikit belas kasihnya terhadap orang-orang yang beriman. Kesepuluh. Kikir dan Kesebelas. Tidak ingat mati. Yakni bahwasanya apabila seseorang ingat akan mati, maka dia takkan menolak memberi makan dan belas kasih terhadap sesama muslim, baik laki-laki maupun perempuan.

Sobat. Rasulullah SAW hidup bahagia, karena beliau menebarkan berbagai macam kebaikan kepada manusia, baik dalam bentuk hidayah, ilmu, pengaruh, makanan , harta, maupun akhlak mulia. Kemudian Allah membalas kebaikan beliau dengan kelapangan dada dan ketenangan pikiran.Suatu balasan yang sesuai dengan kebaikannya. Sebab, balasan itu diberikan sesuai  dengan jenis amalannya.

Siapa yang menginginkan kebahagiaan jiwa, ketenangan pikiran, rasa aman, ketentraman, maka hendaklah dia menebarkan berbagai macam kebaikan kepada hamba-hamba Allah.

Sobat. Salah satu penyebab utama kebahagiaan Nabi Muhammad SAW adalah kemesraannya dengan Al-Qurán. Beliau hidup bersama Al-Qurán. Al-Qurán adalah teman, sahabat, dan karib beliau. Al-Qurán adalah wahyu yang beliau dapatkan dari sisi Tuhannya. Siapa saja yang membersamai Al-Qurán  dengan penuh penghormatan, penghargaan, dan pemuliaan, niscaya Allah akan melimpahkan kepadanya karunia agung yang tak terbayangkan sebelumnya. Diantaranya kelapangan dada, ketenangan hati, serta lenyapnya keresahan, kesedihan, dan kegundahan.

Allah SWT Berfirman :
الٓرۚ كِتَٰبٌ أَنزَلۡنَٰهُ إِلَيۡكَ لِتُخۡرِجَ ٱلنَّاسَ مِنَ ٱلظُّلُمَٰتِ إِلَى ٱلنُّورِ بِإِذۡنِ رَبِّهِمۡ إِلَىٰ صِرَٰطِ ٱلۡعَزِيزِ ٱلۡحَمِيدِ
“Alif, laam raa. (Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji.” ( QS. Ibrahim (14) : 1 )

Sobat. Dalam firman Allah swt sesudah Alif Lam Ra menjelaskan maksud dan tujuan diturunkannya Al-Quran kepada Nabi Muhammad. Allah menurunkan Al-Quran kepada Rasulullah agar petunjuk dan peraturan-peraturan yang dibawa Al-Quran itu dapat menjadi tuntunan dan bimbingan kepada umatnya. Dengan petunjuk itu mereka dapat dikeluarkan dari kegelapan ke cahaya yang terang-benderang, atau dari kesesatan dan kejahilan ke jalan yang benar dan mempunyai ilmu pengetahuan serta peradaban yang tinggi, sehingga mereka memperoleh rida dan kasih sayang Allah swt di dunia dan di akhirat.

Penegasan tentang fungsi Al-Quran ini sangat penting sekali, apalagi jika dihubungkan dengan ayat-ayat yang lalu, di mana Allah swt telah menyebut-kan adanya orang-orang yang mengingkari Al-Quran, baik sebagian, maupun keseluruhannya.

Selanjutnya dalam ayat ini diterangkan bahwa Rasulullah hanya dapat menjalankan tugas tersebut di atas dengan izin dan bantuan dari Allah swt, dengan cara memberi kemudahan dan menguatkan tekad beliau dalam menghadapi segala rintangan. Al-Quran merupakan jalan yang dibentangkan Allah Yang Mahakuasa dan Maha Terpuji bagi Nabi Muhammad dan umatnya.

Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual dan Buku The Power Of Spirituality. Dosen Pascasarjana IAI Tribakti Lirboyo. Wakil Ketua Komnas Pendidikan Jawa Timur
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab