Tinta Media: Keadilan
Tampilkan postingan dengan label Keadilan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Keadilan. Tampilkan semua postingan

Senin, 26 Agustus 2024

Ilusi Keadilan dalam Sistem Demokrasi

Tinta Media - Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 1 ayat 3 menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum, maka sebagai rakyat Indonesia kita semua akan terikat dengan hukum yang berlaku di Indonesia, yaitu undang–undang dan di mata hukum semua rakyat Indonesia sama sebagaimana  tertuang dalam Pasal 28 D ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen ke-IV : “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”. Inilah janji Negara Republik Indonesia yang menganut sistem demokrasi dalam pemerintahannya kepada seluruh rakyat Indonesia.

Nyatanya banyak sekali kita lihat tindak kejahatan, yang tidak mampu diselesaikan secara tuntas oleh penegak hukum. Kasus Vina Cirebon misalnya, pembunuhan tersebut sudah terjadi sejak tahun 2016, namun belum menemukan titik terang pelaku pembunuhan sampai sekarang, malah terjadi salah tangkap tersangka yang dilakukan oleh aparat kepolisian. (nasional.kompas.com/13/06/2024)

Kasus lain yang beredar di masyarakat yaitu kasus penganiayaan kepada Dini Sera Afrianti menyebabkan kematian korban. Penganiayaan ini dilakukan oleh kekasihnya yaitu Ronald Danur. Kasus ini menambah amarah publik kepada penegak hukum, dikarenakan vonis bebas yang diputuskan hakim kepada Ronald Danur dengan alasan tidak terbukti secara sah. Dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sesuai dengan dakwaan pertama Pasal 338 KUHP atau kedua Pasal 351 ayat (3) KUHP atau Pasal 259 KUHP dan Pasal 351 ayat (1) KUHP. Padahal dari bukti yang di serahkan oleh pengacara keluarga korban yaitu rekaman CCTV dan juga hasil visum tubuh korban menyatakan adanya penganiayaan. (m.jpnn.com 8/07/2024)

Sebenarnya jika kita kulik lebih dalam, banyak sekali terjadi kasus kejahatan yang tidak ditangani secara tuntas oleh aparat penegak hukum. Bahkan kita sendiri bisa merasakan bahwa hukum yang ada di negara ini, semakin tumpul ke atas namun sangat tajam ke bawah. Para pelaku jika memiliki harta, jabatan atau bahkan kekuasaan akan mampu terbebas dari hukuman atau mendapatkan hukuman yang ringan tidak sesuai dengan kejahatannya. Hal ini semakin memperjelas bahwa hukum dalam sistem demokrasi jauh dari ideologi Negara yaitu Pancasila, tepatnya sila ke 5 yakni Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Ditambah lagi asas kehidupan manusia yang berlaku adalah asas kapitalis atau keuntungan, maka tak heran, jika kita akan temukan hukum yang akan menguntungkan sebahagian pihak. Baik keuntungan untuk individu atau kelompok. Bahkan akan sangat jarang kita temukan hukum yang dibuat demi kepentingan kesejahteraan rakyat. Seperti yang kita rasakan hari ini.

Dalam Sistem Demokrasi akan kita temukan celah demi celah ketidakadilan, Tak jarang menimbulkan kezaliman. Inilah dampaknya jika hukum di buat oleh manusia, maka hasilnya bukanlah demi kemaslahatan umat namun kemaslahatan sebahagian golongan serta kerusakan dan kehancuran bagi yang lainnya. Karena pada dasarnya siapa yang menciptakan dialah yang mampu membuat peraturan terbaik untuk hasil ciptaannya. Sebagaimana seorang pembuat ponsel mengeluarkan ponsel beserta dengan aturan yang harus di gunakan oleh pengguna ponsel tersebut, jika penggunaannya tidak sesuai dengan peraturannya. Contohnya ponsel tidak tahan air tapi ponsel itu kita gunakan untuk berenang maka jelas ponsel itu akan rusak dan padam.

Begitu pun kita sebenarnya, manusia adalah makhluk ciptaan Allah, dan Allah bukan hanya menciptakan kita saja namun Allah menciptakan kita sepaket dengan aturan kehidupan manusia. Yang mana itu tertuang dalam Al-Qur’an dan sunnahnya Rasulullah. Maka kita seharusnya sebagai manusia juga menggunakan aturan Allah dalam kehidupan, sebagaimana perintah untuk masuk ke dalam Islam secara sempurna yang tertera dalam Al-Qur’an Surah Al-Baqarah ayat 208 “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al Baqarah: 208).

Maka dari itu dalam Islam tidak boleh hanya mengambil sebahagian hukum dan meninggalkan yang lain, sebagai contoh kita beriman kepada Allah dengan shalat dan zakat namun di satu sisi kita menghalalkan perbuatan riba dan zina. Hal ini tidaklah diperbolehkan, sebagai manusia yang mengimani Allah maka kita haruslah beriman secara keseluruhan. Sebagai konsekuensi keimanan kita kepada Allah maka kita juga harus beriman dengan apa yang Allah katakan di dalam Al-Qur’an, kita terikat kepada aturan yang tertera di dalam Al-Qur’an.

Islam bukanlah sebuah agama yang hanya mengajarkan tentang ibadah kepada sang maha pencipta saja, namun Islam juga memiliki segala solusi atas permasalahan yang terjadi hari ini. Baik dalam hubungan manusia dengan dirinya ataupun manusia dengan manusia lainnya. Islam bukan hanya difokuskan kepada perbaikan ketakwaan individu tetapi juga 2 pilar lainnya yang harus di bangun yaitu adanya kontrol masyarakat sebagai pelaksana dari pada ketakwaan itu sendiri untuk menjalankan maar ma’ruf nahi mungkar. Serta dengan adanya sebuah negara yang akan menjadi pelindung dan pelaksana aturan-aturan Islam. Sebagaimana firman Alllah, yang terkandung dalam surah Al-Maidah ayat 44, “Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir”

Negara nantinya yang akan menjadi pelaksana dari aturan Allah baik dari segi pelaksanaan hak untuk diri sendiri maupun pelaksanaan yang menyangkut hidup masyarakat luas. Di bidang hukum sendiri negara tidak akan lagi membedakan pengadilan untuk kejahatan dan pengadilan agama. Semua kasus yang terjadi di bawah institusi negara Islam yaitu Khilafah akan diadili dalam pengadilan yang sama dan dihukumi sesuai dengan kejahatan yang dilakukan. Pengadilan akan menjalankan fungsi hukuman yaitu memberikan efek jera bagi pelaku. Memberikan rasa takut untuk yang melihatnya dan sebagai penggugur dosa di dunia. Begitu pun dengan orang–orang yang akan menjalankan amanah sebagai hakim atau Qodi akan menjalankan peraturan sesuai dengan hukum yang berlaku atas dasar ketakwaan kepada Allah. Sehingga tidak terjadi celah ketidakadilan di masyarakat dan tidak ada perbedaan hukuman antara lapisan masyarakat termasuk pemimpin atau Khalifah akan mendapatkan hukuman sesuai dengan kesalahan yang di lakukan. Sehingga dengan begitu maka akan terwujudlah kesejahteraan bagi seluruh rakyat. 

Wallahu a’lam.

Oleh : Zayyin Afifah, A.Md., S.Ak., Pengajar dan Aktivis Dakwah 

Kamis, 08 Agustus 2024

Utopia Tegaknya Keadilan di Sistem Demokrasi

Tinta Media - Masyarakat kembali patah arang akan tegaknya keadilan di negeri ini. Ronald Tannur, anak eks anggota DPR dinyatakan bebas dari tuntutan hukuman 12 tahun penjara. Jaksa dan pengacara dari pihak korban, yang tidak lain adalah pacar dari Ronald menyayangkan keputusan hakim tersebut.

Hal ini karena dari bukti dan saksi, korban tewas karena sebelumnya dianiaya pelaku yang mabuk. Yang lebih mengerikan, si pelaku sempat melindas sebagian badan korban dengan mobilnya dan terseret beberapa meter. Jadi, sangat aneh bila hakim membebaskan pelaku. 

Pihak penuntut dan pengacara tak puas dengan keputusan hakim dan ingin naik banding ke Mahkamah Agung.

Dari peristiwa ini, pantas bila masyarakat menilai bahwa hukum di negeri ini semakin tumpul ke atas, tetapi tajam ke bawah. 

Sebagai anak mantan anggota DPR, kejahatan Ronald tak tersentuh hukum. Dengan dalih dia berusaha mencari pertolongan saat pacarnya sakaratul maut, hakim begitu saja memaafkan. Pasal-pasal yang menjadi delik hukum kejahatan pelaku, menguap begitu saja. 

Salah satu penegak hukum karena begitu kecewanya akan hasil sidang, menyerahkan hakim kepada Tuhan yang Maha Esa karena hanya Allah yang Maha Adil. 

Begitulah hukum di kehidupan demokrasi. Selain mudah terbeli, tak ada kepastian dari hukum buatan manusia terset. Pelaku kejahatan semakin bebas melakukan kejahatan karena tak ada hukum yang menjerakan. 

Meskipun naik ke persidangan, hukuman bagi pembunuh, baik disengaja atau tidak, bisa dibatalkan dengan banyak alasan, terutama karena hak asasi manusia.

Bila demokrasi terlihat jelas mengakomodir kejahatan, tidak demikian dengan Islam. Seorang muslim, karena ketakwaannya kepada Allah, ia terjaga dari tindak kejahatan dan penganiayaan. Bila pun terjadi kejahatan, delik hukum yang bersumber dari wahyu Allah sudah tegas ditentukan. 

Bagi pembunuhan, baik disengaja atau tidak disengaja, tetap ada hukumannya, yaitu _qiyas_ dan membayar denda. 

Hakim pun bekerja karena ketakwaan kepada Allah. Mereka senantiasa menggunakan akal sehatnya untuk menentukan hukum atas kejahatan yang dilakukan.

Peduli akan keadilan di negeri ini butuh aksi nyata. Ini karena ddemokrasi telah lumpuh sehingga tak bisa menegakkan keadilan. Hanya penerapan Islam kaffah yang akan menegakkan keadilan bagi semua. Wallahu a'lam bi ash shawab.

Oleh: Khamsiyatil Fajriyah, Sahabat Tinta Media

Rabu, 10 Juli 2024

Keadilan, Mustahil dalam Sistem Demokrasi

Tinta Media - Provinsi Jawa Barat membangun jalan tol yang menghubungkan kota Bogor dengan kota Sukabumi untuk mempersingkat waktu tempuh perjalanan. Panjang keseluruhan jalan tol di Jawa Barat ini adalah 54 kilometer. Pemerintah juga membangun ruas jalan Cibadak-Cigombong dengan panjang sekitar 11,9 kilometer yang diresmikan bulan Agustus 2023, ruas jalan Cibadak-Sukabumi Barat dengan panjang 13,70 kilometer, dan ruas Timur-Sukabumi Barat sepanjang 13,05 kilometer.

Terkoneksinya ruas tol Cigombong-Cibadak dengan ruas tol Jagorawi menjadikan waktu tempuh terpangkas, sehingga perjalanan dari Sukabumi menuju Jakarta ataupun sebaliknya menjadi lebih singkat, yaitu dari 4 jam menjadi 2,5 jam. (AYOBANDUNG.COM)

Tak heran jika pembangunan jalan tol tersebut menelan dana yang fantastis, yaitu sekitar Rp7,7 triliun. Jalan tol di Jawa Barat ini memang dibutuhkan oleh masyarakat untuk memudahkan mereka dalam hal pendistribusian, baik barang maupun jasa karena tersambung dengan beberapa wilayah di bagian selatan Jawa Barat, seperti Ciawi dan Bogor. Namanya adalah jalan tol BOCIMI/ Bogor-Ciawi-Sukabumi.

(bpjt.pu.go.id)

Pembangunan infrastruktur seperti jalan tol merusak kebutuhan rakyat untuk mempermudah dan mempersingkat waktu tempuh ketika beraktivitas sehari-hari. Sudah seharusnya seluruh masyarakat berhak mendapatkan pelayanan tersebut dari negara. Dengan kata lain, pembangunan infrastruktur, termasuk jalan tol hendaknya dibangun untuk kepentingan masyarakat, bukan untuk kepentingan asing dan Aseng.

Pembangunan jalan tol juga bukan untuk sekadar mengejar proyek yang menguntungkan oligarki. Kebutuhan rakyat, termasuk segala bentuk infrastruktur seharusnya diperhatikan dan dipenuhi oleh negara, bukan malah dikenakan pajak.

Namun faktanya, pembangunan berbagai macam infrastruktur seperti jalan tol hanya untuk kepentingan segelintir orang saja. Kenapa? Karena hanya orang-orang tertentu saja yang bisa menikmati atau menggunakan jalan tol, itu pun harus membayar. Ini karena dana triliunan rupiah yang digunakan untuk membangun infrastruktur jalan tol biasanya adalah hasil dari pinjaman dari luar/ asing. Merekalah sejatinya yang memiliki kepentingan dibalik pembangunan jalan tol.

Padahal, jalan tol adalah kebutuhan publik yang seharusnya diperuntukkan bagi siapa saja yang akan melewatinya tanpa harus bayar. Walhasil, rakyat hanya dijadikan sebagai lahan bisnis penguasa. Pengusaha dijembatani oleh negara melalui berbagai kebijakan untuk melegalkannya. Jadi, pembangunan jalan tol bukan semata-mata untuk kepentingan publik, tetapi ada kepentingan-kepentingan lain dibalik itu semua.

Dengan adanya berbagai proyek seperti pembangunan jalan tol, sudah pasti yang diuntungkan adalah oligarki. Salah satunya adalah dalam rangka melebarkan sayapnya untuk menguasai kekayaan alam daerah-daerah lain yang diincar, serta memperluas jangkauan cengkeramannya.

Sejatinya, pembangunan jalan tol bukan untuk rakyat jelata, tetapi untuk mereka yang punya kepentingan dan modal besar. Ini karena tidak semua rakyat memiliki mobil dan selalu menikmati jalan tol. Jelaslah bahwa, negara hanya berperan sebagai regulator untuk mempermudah mereka (oligarki) melalui kebijakan yang dibuat.

Sungguh ironis karena negara dalam asuhan sistem kapitalisme sekuler. Rakyat terus dikejar berbagai macam pajak dan berbagai program yang tidak jelas hanya untuk mendapatkan dana. Seharusnya kebutuhan rakyat yang diutamakan karena mereka sangat membutuhkan fasilitas umum. Sudah selayaknya fasilitas tersebut disediakan negara untuk melayani rakyat, bukan malah dipunguti pajak.

Dengan demikian, terlihat jelas bahwa pembangunan jor-joran yang katanya demi kemajuan negara dan menyejahterakan, faktanya hanya ilusi negeri kapitalis. Mustahil terjadi kesejahteraan jika negara terus mengadopsi sistem kufur demokrasi Kapitalis. Semua itu adalah buah dari penerapan sistem ekonomi yang kapitalistik yang hanya berlandaskan materi.

Solusi yang tepat agar rakyat makmur dan sejahtera adalah dengan membuang sistem kufur untuk diganti dengan sistem sahih yang berasal dari Al-Khalik, Pengatur seluruh alam. Pembangunan dilakukan semata- mata untuk kesejahteraan rakyat dengan landasan iman dan takwa. Tidak ada kepentingan lain selain hanya ingin mendapatkan rida Allah Swt.

Pembangunan jalan tol yang perlu biaya besar adalah hasil dari sumber daya alam milik umum yang dikelola oleh negara Islam, bukan dari para investor yang memiliki kepentingan di belakangnya.

Sistem ekonomi Islam memosisikan rakyat sebagai manusia yang harus diurus dengan baik, bukan dijadikan lahan bisnis untuk mendapatkan keuntungan. Islam mempunyai kas negara yang akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia seluruhnya, baik muslim maupun nonmuslim. Ini karena Islam adalah agama rahmatan lil Alamiin. Seluruh rakyat akan diperlakukan secara adil tanpa sekat. Namun, semua itu baru akan terwujud jika Islam diterapkan secara kaffah dalam segala aspek kehidupan dalam naungan khilafah Islam. Wallahu a’lam bishawab.

Oleh: Dartem, Sahabat Tinta Media

Jumat, 17 November 2023

Allah Perintahkan Menegakkan Keadilan



Tinta Media - Sobat. Tidaklah halal dunia Islam mengabaikan keadilan. Artinya merupakan sebuah kewajiban bagi setiap penguasa muslim untuk menetapkan hukum dengan apa yang telah diturunkan Allah, sekaligus menjaga nas - nas hukum yang maknanya jelas yang telah diturunkan kepada Rasul-Nya. Mereka harus menjadikan nas-nas tersebut sebagai petunjuknya, sekaligus menjadi lentera yang selalu menerangi jalan dalam menghadapi masalah yang datang baik masalah besar maupun masalah kecil. Dengan begitu, mata hatinya akan terbuka. Dan orang-orang yang ada di sekitarnya akan mendapati nasihat-nasihat yang jelas.

Sobat. Al-Qur'an menyatakan bahwa tujuan Allah menurunkan risalah samawi kepada manusia adalah menegakkan keadilan. Maksudnya, agar manusia menerapkan prinsip keadilan di tengah-tengah mereka, sebagaimana firman Allah:

لَقَدۡ أَرۡسَلۡنَا رُسُلَنَا بِٱلۡبَيِّنَٰتِ وَأَنزَلۡنَا مَعَهُمُ ٱلۡكِتَٰبَ وَٱلۡمِيزَانَ لِيَقُومَ ٱلنَّاسُ بِٱلۡقِسۡطِۖ وَأَنزَلۡنَا ٱلۡحَدِيدَ فِيهِ بَأۡسٞ شَدِيدٞ وَمَنَٰفِعُ لِلنَّاسِ وَلِيَعۡلَمَ ٱللَّهُ مَن يَنصُرُهُۥ وَرُسُلَهُۥ بِٱلۡغَيۡبِۚ إِنَّ ٱللَّهَ قَوِيٌّ عَزِيزٞ  

“Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)Nya dan rasul-rasul-Nya padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa. ( QS. Al-Hadid (57) : 25 )

Sobat. Allah menerangkan bahwa Dia telah mengutus para rasul kepada umat-umat-Nya dengan membawa bukti-bukti yang kuat untuk membuktikan kebenaran risalah-Nya. Di antara bukti-bukti itu, ialah mukjizat-mukjizat yang diberikan kepada para rasul. Di antara mukjizat tersebut seperti tidak terbakar oleh api sebagai mukjizat Nabi Ibrahim, mimpi yang benar sebagai mukjizat Nabi Yusuf, tongkat sebagai mukjizat Nabi Musa, Al-Qur'an sebagai mukjizat Nabi Muhammad saw dan sebagainya. Setiap rasul yang diutus itu bertugas menyampaikan agama Allah kepada umatnya. Ajaran agama itu adakalanya tertulis dalam sahifah-sahifah dan adakalanya termuat dalam suatu kitab, seperti Taurat, Zabur, Injil dan Al-Qur'an. 

Sobat. Ajaran agama itu merupakan petunjuk bagi manusia untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Sebagai dasar untuk mengatur dan membina masyarakat, maka setiap agama yang dibawa oleh para rasul itu mempunyai asas "keadilan". Keadilan itu wajib ditegakkan oleh para rasul dan pengikut-pengikutnya dalam masyarakat, yaitu keadilan penguasa terhadap rakyatnya, keadilan suami sebagai kepala rumah tangga, keadilan pemimpin atas yang dipimpinnya dan sebagainya, sehingga seluruh anggota masyarakat sama kedudukannya dalam hukum, sikap dan perlakuan. 

Sobat. Di samping itu Allah swt menganugerahkan kepada manusia "besi" suatu karunia yang tidak terhingga nilai dan manfaatnya. Dengan besi dapat dibuat berbagai macam keperluan manusia, sejak dari yang besar sampai kepada yang kecil, seperti berbagai macam kendaraan di darat, di laut dan di udara, keperluan rumah tangga dan sebagainya. 

Dengan besi pula manusia dapat membina kekuatan bangsa dan negaranya, karena dari besi dibuat segala macam alat perlengkapan pertahanan dan keamanan negeri, seperti senapan, kendaraaan perang dan sebagainya. Tentu saja semuanya itu hanya diizinkan Allah menggunakannya untuk menegakkan agama-Nya, menegakkan keadilan dan menjaga keamanan negeri. 

Sobat. Sebuah ensiklopedia sains modern menggambarkan unsur-unsur kimia yang ada di bumi kita ini mempunyai variasi yang menakjubkan, beberapa di antaranya susah ditemukan tapi ada juga yang berlimpah. Ada yang dapat dilihat oleh mata telanjang karena berbentuk cairan dan padatan, tetapi ada juga yang tak tampak karena berupa gas. Sekitar 300 tahun yang lalu hanya 12 unsur yang diketahui di antaranya adalah unsur Ferrum (Fe) yang bernomor atom 26 pada Tabel Susunan Berkala Unsur-Unsur. Fe ini lebih dikenal dengan sebutan besi. Besi merupakan salah satu unsur paling mudah ditemukan di Bumi. Diperkirakan 5% daripada kerak Bumi adalah besi. 

Kebanyakan besi ditemukan dalam bentuk oksida besi, seperti bahan galian hematit, magnetit dan takonit. Juga diduga keras permukaaan bumi banyak mengandung aloi logam besi-nikel. Konon unsur besi bukan unsur asli "kepunyaan" bumi tapi ia berasal dari luar bumi. Para pakar sependapat bahwa meteorit turut andil dalam pembentukan aloi besi-nikel yang ada di bumi. 

Barangkali, inilah "cara" Allah mendatangkan" unsur besi ke permukaan bumi jauh sebelum manusia ada. Pada umumnya besi adalah logam yang diperoleh dari bijih besi, dan dijumpai bukan dalam keadaan bebas tetapi selalu dalam bentuk senyawa atau campuran dengan unsur-unsur yang lain. Karenanya untuk mendapatkan unsur besi, unsur lain harus dipisahkan yang biasanya dilakukan melalui proses kimia. Seperti dalam industri besi baja, besi banyak digunakan yakni dalam bentuk logam campuran (aloi). Jenis campuran ada yang terdiri dari logam-logam yang berlainan tetapi ada juga bahan campuran yang digunakan berasal dari nonlogam, misalnya karbon. 

Semuanya dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan kualitas yang diinginkan sesuai dengan kebutuhan dan dengan pertimbangan untuk menekan biaya produksi. Sifat fisis unsur Fe jika dipanaskan terus menerus maka sebelum mencair ia akan mengalami fasa pelelehan. Fasa dimana besi dalam keadaan padat tapi ia memiliki sifat lunak. Karenanya pada fasa atau keadaan ini besi mudah dibentuk walaupun hanya dengan menggunakan teknologi tradisional yang sederhana seperti teknologi pandai besi (black-smith). 

Dengan teknologi yang sederhana tadi maka dalam sejarah perkembangan manusia pemanfaatan besi telah digunakan banyak dalam aspek kehidupan manusia sehari-hari, termasuk juga untuk perang. Sayyid Quthub dalam tulisannya menguraikan, "Allah menurunkan besi ' yang padanya terdapat kekuatan yang hebat, yaitu kekuatan dalam perang dan damai. Kemudian 'Dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)-Nya dan rasul-rasul-Nya padahal Allah tidak dilihatnya Penggalan ini mengisyaratkan jihad dengan senjata. Sebuah penyajian yang selaras dengan konteks surah yang tengah membicarakan pengorbanan dengan jiwa dan harta." Dalam pengetahuan biologi maka unsur besi (Fe) dalam bentuk zat besi juga amat dibutuhkan oleh semua makhluk organik, kecuali bagi sebagian kecil bakteria. 

Seperti dalam tubuh kita zat besi sangat diperlukan. Dalam tubuh manusia besi kebanyakan ditemukan dalam bentuk logamprotein (metalloprotein) yang stabil, jika tidak maka ia dapat menyebabkan timbulnya radikal bebas yang cenderung menjadi racun bagi sel. 

Sobat. Dalam tubuh manusia zat besi terlibat dalam pembentukan sel“ sel darah merah. Sementara sel-sel darah merah sangat penting keberadaannya karena dialah yang membawa zat asam (oksigen) dari paru-paru ke seluruh jaringan-jaringan yang ada dalam tubuh kita. Jaringan hidup memerlukan persediaan zat asam. Lebih giat suatu jaringan maka semakin banyak ia membutuhkan zat asam. Kekurangan zat besi dalam darah dapat menyebabkan anemia, mungkin jumlah sel darah merahnya atau karena hemoglogin (bahan yang berisi zat besi berwarna merah yang dapat mengangkut zat asam) dalam sel darah merah berkurang dari biasanya. 

Sobat. Allah swt menerangkan bahwa Dia berbuat yang demikian itu agar Dia mengetahui siapa di antara hamba-hamba-Nya yang mengikuti dan menolong agama yang disampaikan para rasul yang diutus-Nya dan siapa yang mengingkarinya. Dengan anugerah itu Allah ingin menguji manusia dan mengetahui sikap manusia terhadap nikmat-Nya. Manusia yang taat dan tunduk kepada Allah akan melakukan semua yang disampaikan para rasul itu, karena ia yakin bahwa semua perbuatan, sikap dan isi hatinya diketahui Allah, walaupun ia tidak melihat Allah mengawasi dirinya. 

Sobat. Pada akhir ayat ini Allah swt menegaskan kepada manusia bahwa Dia Mahakuat, tidak ada sesuatu pun yang mengalahkan-Nya, bahwa Dia Mahaperkasa dan tidak seorang pun yang dapat mengelakkan diri dari hukuman yang telah ditetapkan-Nya.

Allah SWT berfirman :

۞إِنَّ ٱللَّهَ يَأۡمُرُ بِٱلۡعَدۡلِ وَٱلۡإِحۡسَٰنِ وَإِيتَآيِٕ ذِي ٱلۡقُرۡبَىٰ وَيَنۡهَىٰ عَنِ ٱلۡفَحۡشَآءِ وَٱلۡمُنكَرِ وَٱلۡبَغۡيِۚ يَعِظُكُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَذَكَّرُونَ  

“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” ( QS. An-Nahl (16) : 90 )

Sobat. Allah swt memerintahkan kaum Muslimin untuk berbuat adil dalam semua aspek kehidupan serta melaksanakan perintah Al-Qur'an, dan berbuat ihsan (keutamaan). Adil berarti mewujudkan kesamaan dan keseimbangan di antara hak dan kewajiban. Hak asasi tidak boleh dikurangi disebabkan adanya kewajiban. Ayat ini termasuk ayat yang sangat luas dalam pengertiannya. Ibnu Mas'ud berkata:

Dan ayat paling luas lingkupnya dalam Al-Qur'an tentang kebaikan dan kejahatan ialah ayat dalam Surah An-Nahl (yang artinya): "Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan". (Riwayat Bukhari dari Ibnu Masud dalam kitab al-Adab al-Mufrad)

Sobat. Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Ikrimah bahwa Nabi Muhammad saw membacakan ayat ini kepada al-Walid. "Ulang kembali hai saudaraku," kata al-Walid, maka Rasul saw mengulang kembali membaca ayat itu. Lalu al-Walid berkata, "Demi Allah sungguh Al-Qur'an ini memiliki kelezatan dan keindahan, di atasnya berbuah, di bawahnya berakar, dan bukanlah dia kata-kata manusia. 

Imam Ahmad meriwayatkan bahwa ada seorang sahabat yang semula kurang senang kepada Rasul saw. Sewaktu dibacakan kepadanya ayat ini oleh Rasul saw, maka iman dalam jiwanya menjadi teguh dan dia menjadi sayang kepada Nabi saw.

Sobat. Pada ayat ini disebutkan tiga perintah dan tiga larangan. Tiga perintah itu ialah berlaku adil, berbuat kebajikan (ihsan), dan berbuat baik kepada kerabat. Sedangkan tiga larangan itu ialah berbuat keji, mungkar, dan permusuhan. 

Sobat. Kezaliman lawan dari keadilan, sehingga wajib dijauhi. Hak setiap orang harus diberikan sebagaimana mestinya. Kebahagiaan barulah dirasakan oleh manusia bilamana hak-hak mereka dijamin dalam masyarakat, hak setiap orang dihargai, dan golongan yang kuat mengayomi yang lemah. Penyimpangan dari keadilan adalah penyimpangan dari sunnah Allah dalam menciptakan alam ini. Hal ini tentulah akan menimbulkan kekacauan dan kegoncangan dalam masyarakat, seperti putusnya hubungan cinta kasih sesama manusia, serta tertanamnya rasa dendam, kebencian, iri, dengki, dan sebagainya dalam hati manusia.

Semua yang disebutkan itu akan menimbulkan permusuhan yang menyebabkan kehancuran. Oleh karena itu, agama Islam menegakkan dasar-dasar keadilan untuk memelihara kelangsungan hidup masyarakat. Dalam Al-Qur'an banyak ditemukan ayat-ayat yang turun di Mekah maupun di Medinah, yang memerintahkan manusia berbuat adil dan melarang kezaliman. Di antaranya adalah:

Firman Allah swt:

Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena Allah, (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah. Karena (adil) itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan. (al-Ma'idah/5: 8)

Allah swt menetapkan keadilan sebagai landasan umum bagi kehidupan masyarakat untuk setiap bangsa di segala zaman. Keadilan merupakan tujuan dari pengutusan rasul-rasul ke dunia serta tujuan dari syariat dan hukum yang diturunkan kepada mereka.

Firman Allah swt:

Sungguh, Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan bukti-bukti yang nyata dan Kami turunkan bersama mereka kitab dan neraca (keadilan) agar manusia dapat berlaku adil. Dan Kami menciptakan besi yang mempunyai kekuatan hebat dan banyak manfaat bagi manusia, dan agar Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)-Nya dan rasul-rasul-Nya walaupun (Allah) tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Mahakuat, Mahaperkasa. (al-hadid/57: 25)

Sobat. Menurut Mahmud Syaltut, Allah swt menyebutkan besi dalam rangkaian pembinaan keadilan, mengandung isyarat yang kuat dan jelas bahwa pembinaan dan pelaksanaan keadilan adalah ketentuan Ilahi yang wajib dikerjakan. Para pelaksananya dapat mempergunakan kekuatan yang dibenarkan Tuhan, seperti dengan peralatan besi (senjata) yang punya daya kekuatan yang dahsyat.

Adapun macam-macam keadilan yang dikemukakan oleh Islam antara lain sebagai berikut:

Pertama: Keadilan dalam Kepercayaan
Menurut Al-Qur'an kepercayaan syirik itu suatu kezaliman. Sebagaimana firman Allah swt:

Janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar. (Luqman/31: 13)
Mengesakan Tuhan adalah suatu keadilan, sebab hanya Dialah yang menjadi sumber hidup dan kehidupan. Dia memberi nikmat lahir dan batin. Segala ibadah, syukur, dan pujian hanya untuk Allah swt. Mengarahkan ibadah dan pujian kepada selain Allah adalah perbuatan yang tidak adil atau suatu kezaliman. Hak manusia mendapatkan rahmat dan nikmat dari Allah, karena itu manusia berkewajiban mengesakan Allah dalam itikad dan ibadah.

Kedua: Keadilan dalam Rumah Tangga
Rumah tangga merupakan bagian dari masyarakat. Bilamana rumah tangga sejahtera, masyarakat pun akan sejahtera dan negara akan kuat.

Dari rumah tangga yang baik lahir individu-individu yang baik pula. Oleh karena itu, Islam menetapkan peraturan-peraturan dalam pembinaan rumah tangga yang cukup luwes dan sempurna. Keadilan tidak hanya mendasari ketentuan-ketentuan formal yang menyangkut hak dan kewajiban suami istri, tetapi juga keadilan mendasari hubungan kasih sayang dengan istri.

Ketiga: Keadilan dalam Perjanjian

Dalam memenuhi kebutuhan hidup, setiap orang ataupun bangsa pasti memerlukan bantuan orang lain. Tolong-menolong dan bantu-membantu sesama manusia dalam usaha mencapai kebutuhan masing-masing merupakan ciri kehidupan kemanusiaan. Agama Islam memberikan tuntunan dalam menyelenggarakan hidup tolong-menolong itu. Umpamanya dalam soal muamalah, seperti utang piutang, jual beli, sewa menyewa, dan sebagainya, dengan suatu perjanjian, Islam memerintahkan agar perjanjian itu ditulis.

Firman Allah swt:

Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu melakukan utang piutang untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar.  Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah, lebih dapat menguatkan kesaksian, dan lebih mendekatkan kamu kepada ketidakraguan. (al-Baqarah/2: 282)

Sobat. Pada persaksian yang banyak terjadi dalam perjanjian-perjanjian, Islam menetapkan pula adanya keadilan. Keadilan dalam persaksian ialah melaksanakannya secara jujur isi kesaksian itu tanpa penyelewengan dan pemalsuan.
Firman Allah swt:

Dan janganlah kamu menyembunyikan kesaksian, karena barang siapa menyembunyikannya, sungguh, hatinya kotor (berdosa)¦. (al-Baqarah/2: 283)
Firman Allah swt:

Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah, walaupun terhadap dirimu sendiri atau terhadap ibu bapak dan kaum kerabatmu¦. (an-Nisa'/4: 135)

Keempat : Keadilan dalam Hukum

Dalam Islam semua manusia sama di hadapan Tuhan, tidak ada perbedaan orang kulit putih dan kulit hitam, antara anak raja dengan anak rakyat, semua sama dalam perlakuan hukum. Melaksanakan keadilan hukum dipandang oleh Islam sebagai melaksanakan amanat.

Firman Allah swt:

Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil¦. (an-Nisa'/4: 58)
Hadis Nabi saw:

Sesungguhnya kehancuran umat sebelummu karena jika orang terpandang yang mencuri mereka tidak menghukumnya, namun jika orang lemah yang mencuri, mereka menghukumnya. Demi Allah, sekiranya Fatimah binti Muhammad mencuri, pasti kupotong tangannya. (Riwayat Muslim)

Di samping berlaku adil, Allah swt memerintahkan pula berbuat ihsan seperti membalas kebaikan orang lain dengan kebaikan yang lebih baik/besar atau memaafkan orang lain.
Firman Allah:

Dan apabila kamu dihormati dengan suatu (salam) penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah (peng-hormatan itu, yang sepadan) dengannya. Sungguh, Allah memperhitungkan segala sesuatu. (an-Nisa'/4: 86)

Al-Ihsan terbagi dalam tiga kategori:

1. Al-Ihsan dalam ibadah: engkau beribadah kepada Allah seakan-akan melihat-Nya. Jika tidak melihat-Nya, sesungguhnya Allah melihatmu.
Hadis Nabi Muhammad saw:

Ihsan itu ialah kamu beribadah kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Nya, apabila kamu tidak melihat-Nya, Dia pasti melihatmu. (Riwayat al-Bukhari dari Abu Hurairah)

2. Al-Ihsan dalam balasan dan sanksi dengan seimbang, dan menyempurna-kan hak dalam pembunuhan dan luka dengan qisas.

3. Al-Ihsan dalam menepati hak atau hutang dengan membayarnya tanpa mengulur waktu, atau disertai tambahan yang tidak bersyarat. 

Tingkat al-ihsan yang tertinggi ialah berbuat kebaikan terhadap orang yang bersalah. Diriwayatkan bahwa Isa a.s. pernah berkata, 

"Sesungguhnya al-ihsan itu ialah kamu berbuat baik kepada orang yang bersalah terhadapmu. Bukanlah al-ihsan bila kamu berbuat baik kepada orang yang telah berbuat baik kepadamu."

Allah swt memerintahkan pula dalam ayat ini untuk memberikan sedekah kepada kerabat untuk kebutuhan mereka. Bersedekah kepada kerabat sebenarnya sudah termasuk dalam pengakuan berbuat adil dan al-ihsan. Namun disebutkan secara khusus untuk memberikan pengertian bahwa urusan memberikan bantuan kepada kerabat hendaklah diperhatikan dan diutamakan.

Sesudah menerangkan ketiga perkara yang diperintahkan kepada umat manusia, Allah swt meneruskan dengan menerangkan tiga perkara lagi yang harus ditinggalkan.

Pertama : Melarang berbuat keji (fahisyah), yaitu perbuatan-perbuatan yang didasarkan pada pemuasan hawa nafsu seperti zina, minuman-minuman yang memabukkan, dan mencuri.

Kedua : Melarang berbuat mungkar yaitu perbuatan yang buruk yang berlawanan dengan pikiran yang waras, seperti membunuh dan merampok hak orang lain.

Ketiga : Melarang permusuhan yang sewenang-wenang terhadap orang lain.

Demikianlah dalam ayat ini, Allah swt memerintahkan tiga perkara yang harus dikerjakan, yaitu berbuat adil, al-ihsan, dan mempererat persaudaraan. Allah juga melarang tiga perkara, yaitu berbuat keji, mungkar, dan permusuhan.

Semua itu merupakan pengajaran kepada manusia yang akan membawa mereka kepada kebahagiaan dunia dan akhirat, maka sewajarnya mereka mengamalkannya.

Oleh: Dr.Nasrul Syarif m, M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual dan Buku BIGWIN. Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo. Wakil Ketua Komnas Pendidikan Jawa Timur

Jumat, 10 November 2023

Islam Memberikan Keadilan dalam Penegakan Hukum



Tinta Media - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri akan menjalani pemeriksaan di Bareskrim Polri terkait kasus dugaan pemerasan yang melibatkan eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, (BBC news Indonesia. Selasa, 24/10)

Kabar itu membuat masyarakat terkejut. Sebenarnya, kasus tersebut mengingatkan kita pada banyak kasus lain yang telah menjadikan hukum tidak ditegakkan secara adil di negeri ini, sehingga berpihak pada yang kuat dan memiliki kekuasaan, serta memiliki modal besar.

Pemerasan dalam penanganan kasus hukum di Indonesia bukan perkara yang aneh lagi alias sudah biasa karena hukum bisa dibeli dan dinegosiasi agar berpihak kepada yang 'membayar'.

Harusnya, pihak kepolisian segera mengusut tuntas setiap perkara, jika memang benar memiliki semangat untuk memberantas korupsi. Pihak komisi pemberantasan korupsi (KPK) juga harus terbuka dan memberi contoh pada rakyat kalau lembaga mereka memang siap memberantas korupsi, terutama di internal KPK.

Ketua KPK Firli sudah beberapa kali tersandung kasus pelanggaran etika, termasuk disewakan rumah ratusan juta rupiah oleh bos Alexis, tetapi selalu lolos. Ini mengherankan. Artinya, KPK sudah tidak bersih lagi, bahkan citranya makin kotor karena melindungi pemimpin yang bermasalah.

*Cicak vs Buaya*

Sebenarnya kasus dugaan pemerasan oleh ketua KPK, yaitu cicak vs buaya jilid kesekian ini tetap berlanjut. Kasus inj mempertontonkan kepada masyarakat betapa buruknya kinerja lembaga antiraswah (KPK) di satu sisi dan bentuk lemahnya supremasi hukum dari aparat kepolisian di sisi lain jika tidak diusut tuntas.

Mestinya, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Presiden mendukung penegakan hukum, tidak diam saja, apalagi berlepas tangan. Seperti pada saat terjadi konflik antara KPK dan Polri, Presiden Jokowi terkesan berlepas tangan.

Kasus dugaan pemerasan ini terjadi karena sering kali pengangkatan pejabat di satu lembaga berkaitan dengan kepentingan politik penguasa atau parpol. Akhirnya, bukan lagi menjadi persoalan hukum, tetapi terjadi benturan kepentingan politik. Inilah demokrasi.
 
Hal tersebut berdampak hilangnya kepercayaan pada kedua lembaga tersebut. Jika hal tersebut terus terjadi, tentu masyarakat akan mencari keadilan dengan jalannya sendiri. Inilah yang menyebabkan masyarakat terkadang lebih suka main hakim sendiri atau bahkan tidak peduli lagi dengan hukum di Indonesia. 

Kasus-kasus seperti ini juga menunjukkan bahwasanya hukum mudah dibeli dengan uang. Hukum akan mudah dipermainkan oleh siapa saja yang memiliki kuasa. Aparat menjelma menjadi sosok 'preman' yang bisa mengatur hasil akhir sebuah keputusan sesuai kehendak dan kemauannya atau sesuai jumlah nominal yang bisa diberikan pada dirinya.

Inilah produk hukum sekuler warisan Barat, hukum warisan penjajah Belanda yang mudah dikompromikan dengan berbagai kepentingan, bahkan untuk memuluskan keserakahan seseorang. 

Tindakan blunder seperti yang ditunjukkan oleh ketua KPK Firli Bahuri (jika terbukti benar) telah mempertegas anggapan bahwasanya hukum lebih tajam ke bawah, tetapi tumpul ke atas. Artinya, hukum lebih tajam ke pihak yang lemah dana. Akhirnya, terjadilah pemerasan seperti yang dituduhkan Syahrul Yasin Limpo ke Firli.

Ketika korupsi dilakukan dengan nominal miliran bahkan triliunan rupiah, tentu _impact_nya akan sangat besar bagi masyarakat. Kerugian negara hakikatnya adalah kerugian masyarakat karena uang yang dikorupsi adalah uang rakyat yang notabene dipalak dari pajak.

Hal penting yang harus disadari dan dipahami oleh semua pihak, yaitu:

Pertama, bahwa perbuatan korupsi adalah haram. Perbuatan haram akan mendatangkan dosa, dan setiap dosa akan menghasilkan mafsadat (kerusakan). Kerusakan seperti apa yang terjadi, tergantung seberapa besar korupsi itu dilakukan.

Kedua, hukum yang lemah hanya akan memperpanjang usia korupsi dan koruptor sebagai pelakunya. Kita ingat bagaimana politisi Akbar Tanjung lolos dari tuduhan korupsi 40 Miliar yang menjeratnya. Ia dibebaskan, sementara seorang nenek yang mencuri 3 biji kakao karena lapar dihukum 4 bulan. 

Di mana letak keadilannya? Jikapun ada koruptor yang sampai dihukum, tetapi hukuman tersebut secara nyata tidak membawa efek jera bagi pelakunya karena sangat ringan. Di sinilah sebenarnya kesempatan Islam untuk tampil sebagai solusi dan menjadi satu-satunya sistem yang akan membawa masyarakat pada keadilan yang hakiki.

Hukum yang adil, tegas, lugas, dan tidak kompromi serta membawa efek jera bagi pelakunya akan menghentikan tindakan korupsi. Alih-alih berbuat korupsi, untuk merencanakan atau meniatkannya saja sudah takut dan tidak berani karena begitu tegasnya hukuman bagi koruptor.

Negeri ini harus dibangun di atas dasar keimanan dan ketakwaan yang benar, sehingga semua elemen mempunyai rasa takut berbuat dosa dan melanggar hukum. Selanjutnya, pemimpin harus diangkat karena memiliki kapabilitas dan bersikap amanah, bukan karena kedekatan atau kepentingan politik. Mereka diberi fasilitas yang layak agar tidak berpikir untuk korupsi.

Dalam Islam, sebagaimana disebutkan oleh Abdurrahman Al Maliki dalam kitab Nidzamul Uqubat fil Islam, korupsi atau _ikhtilas_ adalah perbuatan yang terkategori jarimah (kriminal) yang pelakunya akan dikenai ta'zir, bisa hukuman mati sampai penjara puluhan tahun. 

Hukuman tegas ini tentu saja harus diimbangi dengan tegaknya sub sistem lainnya yang saling menopang di masyarakat, yakni sistem pendidikan Islam dan ekonomi Islam, yang semuanya berada dalam institusi Khilafah Islamiyah sebagi payungnya.

Oleh: Agus Suryana, M. Pd.
Direktur Lingkar Studi Islam Strategis

Sabtu, 11 Februari 2023

Ulama Aswaja: Khilafah Menciptakan Keadilan dan Kebaikan

Tinta Media - Menanggapi pandangan bahwa menegakkan khilafah dapat menimbulkan kekacauan dan bertabrakan dengan tujuan pokok agama, Ulama Aswaja KH. Rokhmat S. Labib berpendapat justru tegaknya khilafah akan menciptakan keadillan dan kebaikan.

“Ini lebih aneh lagi. Masak menegakkan hukum Allah Swt Dzat Yang Adil dan Bijaksana menimbulkan kekacauan. Justru akan tercipta keadilan dan kebaikan,” ujarnya kepada Tinta Media, Rabu (8/2/2023).

Menurut Kiai Labib, kekacauan yang terjadi sekarang sama sekali bukan karena Khilafah. “Perang Dunia pertama dan kedua menewaskan puluhan juta orang dan mengakibatkan kerusakan yang luar biasa terjadi karena ideologi selain Islam,” jelasnya.

Dipaparkannya bahwa yang terjadi, tanpa Khilafah didzalimi di berbagai negara, seperti di Rohingya, Uighur, India, Palestina dan lain-lain. “Semua itu terjadi karena umat Islam tidak memiliki junnah atau perisai yang melindungi mereka,” tegasnya.
 
Mengenai anggapan bahwa usaha mendirikan khilafah bertabrakan dengan tujuan pokok agama, Kiai menjelaskan hal itu tidak mungkin. Menurutnya khilafah itu bagian dari syariah Islam, hukumnya fardhu kifayah sehingga wajib ditegakkan. “Bahkan, tanpa Khilafah ada banyak hukum Islam yang terbengkalai dan tidak dilaksanakan,” tegasnya.

“Patut diingat, perkara pokok dalam agama atau Ushuluddin adalah aqidah. Sementara syariah adalah furu' atau cabang dalam agama,” lanjutnya menegaskan.
 
Dijelaskannya bahwa keduanya memiliki keterkaitan yang sangat erat. Pelaksanaan syariah adalah konsekuensi dari keimanan. Dengan kata lain, iman mengharuskan pemeluknya untuk mengamalkan syariah. “Maka banyak ayat dan Hadits yang mengatakan antara keduanya,” jelasnya.
 
Dalam surat al-Nisa 59 misalnya, setelah diperintahkan untuk mengembalikan semua perkara yang diperselisihkan kepada Allah Swt dan Rasul saw, dinyatakan: Apabila kalian beriman kepada Allah dan hari akhir. 

“Lalu bagaimana mungkin bisa dikatakan menegakkan Khilafah yang itu bagian dari syariah yang hukumnya fardhu kifayah disebut bertentangan dengan pokok agama,”tanya Kiai heran.

Perang di Jalan Allah

Jika dikaitkan dengan masalah perang, Kiai Labib menuturkan hal itu tidak selalu buruk. Al-Qital fi sabilillah atau perang di jalan Allah diperintahkan Allah Swt. Banyak ayat dan Hadits yang memerintahkannya. Dalam semua kitab fiqh mu'tabar, perang di jalan Allah atau jihad hukumnya fardhu. “Jika kita menyerang kaum kafir di negeri mereka fadhu kifayah. Menjadi fardhu 'ain jika mereka menginvansi negeri Islam,” paparnya. 

“Maka orang yang beriman kepada Allah Swt tidak akan berani mengatakan bahwa jihad itu buruk dan jahat,” tambahnya.

Piagam PBB

Mengenai pendapat piagam PBB bisa digunakan sebagai sumber hukum bagi negeri yang mayoritas muslim, Kiai Labib dengan tegas menyatakan tidak boleh. Umat Islam hanya boleh merujuk kepada al-Quran dan al-Sunnah serta yang ditunjukkan oleh keduanya, yakni Ijma Sahabat dan al-Qiyas al-Syar'i. Itulah sumber hukum dari Allah Swt. Itulah jalan lurus. “Masak diberi jalan lurus, malah lebih memilih jalan bengkok?” tuturnya.

Kiai mengajak untuk melihat juga faktanya, perdamaian apa yang diciptakan oleh PBB? Palestina yang dirampas oleh institusi Yahudi dilegalkan oleh PBB. Demikian juga berbagai kezaliman yang disebutkan tadi. “Itu bukti nyata bahwa perdamaian yang ditawarkan PBB hanyalah pepesan kosong,” pungkasnya.[] Raras

Senin, 06 Februari 2023

Keadilan Hanya Terwujud dengan Penerapan Islam Kaffah

Tinta Media - Anggaran mencapai Rp577 juta digelontorkan untuk penyediaan pakaian dinas dan atribut DPRD Kabupaten Bandung. 
Dalam hal ini, pengamat politik Universitas Padjadjaran (UNPAD), Firman Manan mengatakan bahwa dengan adanya penganggaran dana tersebut dipastikan akan menimbulkan kasak-kusuk di masyarakat. Hal ini karena masyarakat mempunyai pandangan yang bersebrangan, dan kejadian seperti ini sering memicu sentimentil negatif dari publik. (detikJabar, Rabu (25/1/2023).

Tak heran jika informasi ini menjadi ramai diperbincangkan, mengingat publik saat ini mendambakan pemimpin yang merakyat, sederhana, dan tidak berlebih-lebihan, terutama yang berkaitan dengan fasilitas yang melekat seperti hal diatas.

Di saat rakyat sedang melakukan perbaikan ekonomi, justru pemerintah mengeluarkan anggaran sebesar itu hanya untuk pakaian dan atribut DPRD. Tentunya rakyat merasa kaget dan bertanya-tanya. 

Karena itu, menurut Firman, perlu diperjelas anggaran itu untuk seluruh anggota DPRD atau untuk pimpinan. Jika untuk seluruh pimpinan, maka jumlah itu tidak terlalu besar. Di sinilah perlu adanya transparansi penggunaan anggaran oleh anggota dewan agar tidak memicu reaksi publik. 

Sangat miris bukan? Di saat rakyat sedang dalam keadaan ekonomi sulit dan banyak yang miskin dan kelaparan, justru pemerintah mengeluarkan anggaran uang yang tidak sedikit hanya untuk sesuatu hal yang sepertinya tidak begitu perlu dan mendesak (penting). Tentu saja hal ini menimbulkan riuh di masyarakat dan menjadi tanda tanya. 

Mengapa begitu gampangnya pemerintah menghambur uang untuk hal yang tidak urgen? Di sisi lain, petugas Damkar justru kekurangan baju. Petugas Damkar juga sama-sama seorang pekerja. Tugasnya justru sangat berisiko. 
 
Di sinilah terlihat jelas fakta tata-kelola dalam sistem kapitalisme saat ini. Gaya hidup hedonis dan konsumtif buah dari penerapan sistem sekuler telah membuat manusia cenderung untuk mengikuti trend dan memenuhi berbagai keinginannya, walaupun semua itu blm tentu yang dibutuhkan.  

Sifat manusia yang tidak pernah merasa puas dan cukup tanpa adanya sebuah pedoman hidup yang jelas akan menjerumuskan manusia melakukan perbuatan yang tidak terarah.

Begitu pun adanya dalam sebuah sistem saat ini. Pengeluaran anggaran yang jor-joran untuk memanjakan para pejabat dengan fasilitas-fasilitas yang bagus dan mewah, seperti halnya beberapa waktu lalu saat membeli gorden dengan dana yang cukup besar membuat publik heran. Di sisi lain, masyarakat masih banyak yang berada dalam kondisi memprihatinkan, seperti kelaparan dan susah mencari pekerjaan, banyaknya pengangguran karena PHK dan lain-lain.  

Anggaran besar untuk fasilitas para pejabat serasa tidak sebanding dengan hasil kinerja mereka, terbukti banyaknya pejabat yang korup, mulai dari kalangan atas sampai kepala desa sekalipun. Di sisi lain, pelayanan kesehatan dan pendidikan yang mahal juga sangat mencekik rakyat.

Jadi, tidak etis jika pemerintah menggelontorkan dana begitu besar hanya untuk membeli baju dan atribut, sedangkan rakyat masih kesulitan untuk membeli bahan pokok sehari-hari.

Bukan tidak mungkin ketika dana anggaran yang digelontorkan oleh pemerintah untuk atribut itu akan bebas dari tangan-tangan yang usil. Ini karena budaya korupsi seakan sudah menjamur dan menggurita di negeri demokrasi inu. 

Demokrasi seakan menjadi surganya para koruptor ternyata bukan isapan jempol belaka. Hukuman yang ringan dan tidak ada efek jera membuat para koruptor tidak merasa terancam. Justru dengan uangnya mereka bisa membeli hukum.

Oleh karena itu, pentingnya ada transparansi anggaran yang dilakukan oleh pemerintah dalam hal pengeluaran anggaran, sehingga masyarakat mengetahui dengan jelas, untuk apa dana itu digunakan. Selain itu, seharusnya pemerintah tidak gampang menghamburkan uang untuk hal yang tidak penting.

Memang, berharap keadilan dalam sistem kapitalisme saat ini menjadi hal yang sulit. Begitulah karut-marut tata-kelola dalam sistem kapitalis. Selamanya sistem ini tidak akan prorakyat kecil, tetapi semua berdasarkan adanya manfaat di dalamnya. Walaupun sebenarnya kebutuhan tersebut tidak penting, tetapi tetap dilakukan atau dijalankan. Negara tidak betul-betul mengurusi rakyatnya dengan baik, sehingga lagi-lagi rakyat kecil yang dirugikan. 

Hanya Islamlah satu-satunya solusi yang tepat yang akan menyejahterakan rakyat. 
Negara dalam sistem Islam akan betul-betul mengatur urusan rakyat sesuai syariat.

Khalifah mempunyai hak untuk menyusun dana anggaran negara. Negara mempunyai dana yang sangat banyak dari hasil pengelolaan hasil sumber daya alam milik negara. APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) disusun oleh Khalifah dan secara otomatis menjadi undang-undang yang harus dijalankan. 

Negara khilafah mempunyai institusi khusus, yaitu Baitul Mall yang menampung harta yang diterima oleh negara untuk di alokasikan kepada rakyat yang berhak menerimanya. Negara khilafah sangat berhati-hati dan sangat tau apa yang terbaik untuk rakyatnya dengan tidak menggunakan dana secara serampangan. Pendistribusian yang sesuai syariat sangat dijaga sebagai bentuk tanggung jawab sebagai pemimpin, sehingga pendistribusian pun akan dilakukan secara adil dan memang sesuai dengan yang dibutuhkan.  

Seorang pemimpin dalam Islam akan selalu takut dengan Allah Swt. sehingga sangat kecil kemungkinan terjadinya keteledoran dalam membelanjakan dana yang tidak bersifat urgen. 

Berbanding terbalik dengan pemimpin dalam sistem kapitalisme yang menafikan aturan agama, sehingga tindak-tanduknya pun akan jauh berbeda. 

Sebagai muslim, kita pasti akan merindukan sistem Islam tegak di bumi ini, sehingga syariat Islam bisa diterapkan dalam sebuah institusi negara, yaitu Khilafah. Hanya dalam naungan negara KHILAFAH lah semua aturan Islam bisa tegak. Yuk, sadarlah wahai kaum muslimin bahwa tidak ada kemuliaan selain dengan Islam, satu-satunya agama yang diridai Allah Swt. 

Wallahu a'lam bishawab.

Oleh: Dartem
Sahabat Tinta Media,

Rabu, 04 Januari 2023

Mencari Keadilan dari Tragedi Kanjuruhan

Tinta Media - Setelah lama ditunggu-tunggu, akhirnya Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) telah merampungkan investigasi terkait tragedi Kanjuruhan. TGIPF telah mengumumkan hasil investigasi pada Jum’at (14/10). Sementara Komnas HAM mengumumkan pada Rabu (2/11) dan diserahkan kepada Presiden Joko Widodo pada Kamis (3/11). Keduanya sepakat bahwa tragedi Kanjuruhan dipicu oleh gas air mata yang disemprotkan aparat usai pertandingan Arema FC Vs Persebaya pada 1 Oktober 2022.

Kaget bukan? Ada yang lebih mengagetkan lagi, salah satu tersangka yang bertanggung jawab atas tragedi Kanjuruhan dinyatakan bebas oleh pihak kepolisian. Dia adalah Mantan Direktur Utama (Dirut) PT Liga Indonesia Baru (LIB), Akhmad Hadian Lukita. Adapun alasan kebebasannya karena berkas perkara tersangka tersebut tak kunjung sempurna, bersamaan dengan masa penahanan di Polda Jatim yang sudah habis. Namun, pihak kepolisian belum menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan terhadap Hadian, panggilan untuk Dirut LIB, sehingga masih berstatus tersangka.

Jelas ini menimbulkan reaksi keras dari keluarga korban tragedi Kanjuruhan. Mereka mendesak Presiden Jokowi untuk mengeluarkan Perppu yang isinya membentuk tim penyidik independent di luar tubuh Polri. Tidak hanya itu, tujuh keluarga dari 135 korban telah melayangkan gugatan kepada sejumlah pihak mulai dari Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) hingga Presiden atas perbuatan melawan hukum dengan tuntutan membayar ganti rugi sebesar Rp 62 miliar. Gugatan perdata ini dilayangkan sebagai bagian menagih “pertanggungjawaban” sejumlah pihak dalam mengusut tuntas tragedi tersebut.

Reaksi negatif juga diberikan dari pihak lain terkait bebasnya salah satu tersangka. Dia adalah Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur. Isnur menilai kebebasan itu menandakan ada yang tidak beres dalam penyidikan. Setidaknya hal tersebut mensinyalkan lambatnya penyidikan di Polda Jatim. 

Isnur mendesak Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo memberi atensi atas kejadian ini. Dia mendorong agar penyidikan kasus tragedi Kanjuruhan bisa lebih cepat demi menjamin keadilan bagi korban. Perhatian serius diimbangi dengan penyidikan yang berkembang dan kecepatan prosesnya, sehingga tidak terkesan kasus ini terhenti di tengah jalan yang seolah menandakan “main mata” di kalangan aparat penegak hukum.
 
Hal ini jelas patut diherankan, mengingat berkas lima tersangka lainnya sudah dinyatakan lengkap dan penahanannya pun telah dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim. Oleh karena itu, tidak kaget jika dua tersangka lainnya yakni Panitia Pelaksana (Panpel) Arema, Abdul Haris dan Security Officer, Suko Sutrisno juga berharap dibebaskan dari tahanan. 

Melihat penanganan tragedi Kanjuruhan ini menunjukkan kedzaliman negara atas korban yang berjumlah sangat banyak. Apalagi kebebasan salah satu tersangka karena berkas tak kunjung lengkap, makin menunjukkan tidak adanya nurani pada penegak hukum sehingga profesionalisme aparat pun dipertanyakan. 

Sungguh ini jauh berbeda dengan penegakan hukum dalam Islam. Landasan Islam mampu menjadikan proses penyidikan cepat, tidak berbelit dan professional. Islam jelas akan menunjukkan keadilan karena berpegang teguh kepada hukum Allah, Dzat Yang Maha Adil. Jadi, harus kemana lagi korban Kanjuruhan mencari keadilan kalo tidak kepada hukum Allah? 
Wallahu a’lam.

Oleh: Dwi R Djohan
Sahabat Tinta Media 

Rabu, 21 Desember 2022

Wujudkan Keadilan dengan Hukum Pidana Islam

Tinta Media - Ketika Allah Swt. dan Rasul-Nya telah memberikan keputusan hukum, maka kita sebagai orang yang beriman tidak ada pilihan (opsi) yang lain. Ini karena iman sejatinya tidak hanya sekadar pengakuan dan klaim saja, melainkan menuntut pembuktian.

Allah Swt. berfirman:

"Demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu (Muhammad) sebagai hakim atas perkara apa saja yang mereka perselisihkan, lalu mereka tidak merasakan dalam hati mereka keberatan atas keputusan hukum apa pun yang kamu berikan, dan mereka menerima (keputusan hukum tersebut) dengan sepenuhnya (TQS. An-Nisa (4): 65).

Menjadikan Rasul saw. sebagai hakim sepeninggal beliau adalah dengan cara menjadikan Al-Qur'an dan As-Sunah sebagai pemutus hukum. Artinya, wajib bagi manusia menjadikan hukum-hukum Islam sebagai pemutus segala perkara, apa pun yang terjadi.

Itulah sikap yang harus kita tunjukan, bukan malah mengambil hukum-hukum  yang lain, termasuk membuat hukum-hukum berdasarkan pikiran dan hawa nafsu semata.

Ketika KUHP baru telah dirancang dan disahkan untuk mengganti KUHP yang lama (earisan Kolonial Belanda), justru di dalamnya masih memuat aturan-aturan yang pada hakikatnya tidak banyak berbeda dengan apa yang ada dalam KUHP yang terdahulu. Bahkan, prinsip-prinsip hukum yang dianut juga masih banyak kesamaannya dengan prinsip-prinsip warisan kolonial Belanda. Padahal, sudah terbukti bahwa penerapan hukum dan prinsip warisan kolonial itu tidak dapat mewujudkan keadilan dan sudah terbukti gagal dalam memberantas berbagai tindak kejahatan.

Allah Swt. Yang Mahabijaksana dan Mahaadil telah menurunkan syariah-Nya yang sempurna kepada Rasulullah saw. untuk dijadikan sebagai petunjuk, serta pedoman  dalam menjalani dan mengelola kehidupan.

Hukum-hukum Islam telah sempurna karena berasal dari Allah Yang Mahasempurna. Hukum-hukum Islam adalah yang paling baik dan adil, sebab berasal dari Allah Yang Mahabaik dan Mahaadil. Allah Swt. tidak akan zalim kepada hamba-Nya, bahkan Allah Swt. tidak menghendaki kezaliman, bukan hanya terhadap manusia, tetapi terhadap seluruh alam.(Lihat Qs Ali imran:108).

Hukum pidana Islam pun tentu memberikan kemaslahatan dunia maupun di akhirat. Sebab, hukum pidan Islam memiliki sifat jawabir (penebus dosa), serta zawajir (memberikan efek jera) bagi para pelakunya dan membuat orang lain takut untuk melakulan tindakan kriminal yang serupa.

Dengan hukum pidana Islam, masyarakat akan terlindungi dari berbagai tindak kejahatan. Keamanan dan kenyamanan bagi semua orang akan terwujud. Jumlah tindakan kriminal di masyarakat pun akan menyusut.

Berbeda dengan keadaan hari ini. Begitu penuh dan sesaknya penjara-penjara di bebagai lembaga pemasyarakatan yang ada hampir di seluruh dunia ini. Yang demikian itu tidak akan terjadi saat hukum pidana Islam diterapkan.

Karena itu, kebaikan dan keadilan hukum pidana Islam secara i'tiqaadi tidak boleh diragukan. Itu merupakan bagian dari perkara yang harus kita imani. Tentu kita pun berkewajiban untuk senantiasa patuh, taat, dan terikat pada hukum-hukum-Nya.

Semestinya semua itu mendorong kita untuk segera menerapkan hukum-hukum Islam untuk mengatur seluruh perkara kehidupan dan memutuskan segala persoalan yang terjadi hanya dengan hukum Islam. Jangan sampai kita menjadi orang yang mendurhakai Allah Swt. dan Rasul-Nya. Nau'zubillah himinzalik.

Allah Swt. berfirman:

"Siapa saja yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya serta melanggar batas-batas hukum-Nya, niscaya Allah memasukkan dirinya ke dalam api neraka. Dia kekal di dalamnya dan dia akan mendapat azab yang menghinakan (QS an-Nisa (4): 14).

WalLahu a'lam ....

Oleh: Neng Tintin
Sahabat Tinta Media

Selasa, 15 November 2022

Adakah Keadilan dalam Sistem Demokrasi?

Tinta Media - Pengadilan dan para penegak hukum adalah jalan terakhir untuk mendapatkan keadilan, tetapi sungguh miris saat mereka dalam kendali penguasa. Rakyat yang harusnya dilindungi dari kejahatan, tidak tahu harus ke mana mendapatkan perlindungan, rasa aman, dan keadilan tersebut. Terlebih, ketika yang dihadapi adalah penguasa yang zalim. 

Kebebasan berbicara untuk menyampaikan kebenaran hakiki diancam dalam bayang-bayang tuduhan radikal, intoleran, dan terorisme yang sering tidak terbukti. Akan tetapi, begitu mudahnya mereka dihakimi dan ditangkap tanpa proses pengadilan. 

Rakyat tidak punya kesempatan membela diri untuk membuktikan apa yang diyakini benar. Saat gugatan pada penguasa dilayangkan ke pengadilan, masalah tersebut akan mengalami jalan buntu dan tidak terselesaikan secara tuntas dan adil. Ini karena pengadilan dalam kendali penguasa dalam sistem demokrasi. 

Apakah penguasa selalu benar sehingga harus dibela? Sebaliknya, apa rakyat biasa selalu salah sehingga harus ditangkap dan dipenjara saat menyatakan sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginan penguasa dan bahkan berani menggugatnya? 

Penegak hukum berada dalam intervensi penguasa. Mereka tidak mampu berbuat adil kepada rakyat biasa yang dianggap musuh oleh penguasa. Standar kebenaran adalah nilai-nilai absurd sesuai dengan keinginan penguasa. Peraturan hukum begitu mudahnya berubah sesuai arahan dari penguasa yang tidak berpihak pada rakyat, karena kedaulatan bukan ditangan hukum Syara', tetapi penguasa yang mengatasnamakan rakyat. 

Wakil rakyat bersama penguasa berhak membuat hukum semau mereka. Hukum tajam ke bawah, tetapi tumpul ke atas, saat pengadilan menjadi alat penguasa. 

Saat pembuat hukum adalah penguasa, dan syariat Allah ditinggalkan, hukum bisa dimainkan sesuka hati dan menjadi alat penguasa untuk mempertahankan kekuasaannya dan mengambil keuntungan sebesar-besarnya. Tidak perduli rakyat hidup sengsara dan diperlakukan tidak adil, yang terpenting kekuasaan bisa terus dalam genggaman, bahkan meskipun harus merubah aturan. 

Itulah kelemahan demokrasi yang ingin menghilangkan agama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Agama hanya ditempatkan di ruang privat dan tidak boleh mengatur kehidupan bermasyarakat. Agama hanya di tempat ibadah yang hanya mengatur ritual keagamaan, hubungan manusia dengan Tuhan mereka. 

Padahal, kita tahu bahwa Islam adalah agama paripurna yang datang untuk memperbaiki kehidupan jahiliyah yang rusak agar menjadi mayarakat madani yang beradab. Tentunya, hanya dengan menerapkan Islam secara kaffah dalam semua aspek kehidupan, Islam akan menjadi rahmatan Lil 'alamiin. 

Islam akan menghancurkan kemungkaran yang merajalela, dan memberi tempat untuk bibit kebaikan tumbuh subur. Penduduk negeri yang beriman dan bertakwa dalam kehidupan islami, akan menjadi alasan terbukanya pintu berkah dari langit dan bumi. Rakyat hidup aman, sejahtera. Keadilan dapat dirasakan oleh semua orang karena Islam diterapkan secara kaffah dalam kehidupan nyata.

Saat penegak hukum dalam kendali penguasa, keadilan bukan untuk rakyat biasa yang berani menyampaikan kebenaran kepada penguasa yang zalim. Mereka main tangkap, seperti yang terjadi pada Bambang Tri karena berani menggugat penguasa dengan delik aduan yang terkesan dicari-cari. 

Harusnya, pengadilan menjadi jalan terakhir untuk mencari keadilan, tetapi semua penuh rekayasa dan hanya untuk melindungi kekuasaan. Haruskah kita diam dan bungkam atas kezaliman yang ada di depan mata? 

Semua itu terjadi karena demokrasi tidak berpihak pada rakyat, trtapi lebih pada oligarki yang dianggap lebih memberi keuntungan daripada rakyat biasa. Semua itu terjadi karena hukum syariat Allah ditinggalkan dan tidak diterapkan secara kaffah dalam kehidupan nyata. Dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat hanyalah slogan dalam sistem demokrasi, faktanya, semua untuk penguasa dan oligarki agar bisa menguasai dan mengeruk kekayaan negeri.

Apakah mungkin demokrasi bisa menerapkan Islam secara kaffah agar kehidupan yang rusak saat ini bisa diperbaiki? Tentu kita tidak bisa berharap dari sistem ini, karena kedaulatan dalam sistem demokrasi ada di tangan manusia, segelintir orang yang mengatasnamakan rakyat. 

Kita juga tidak bisa berharap dari pergantian rezim saat ini. Pergantian rezim ternyata tidak membawa perubahan yang lebih baik. Terbukti, sejak digulingkannya kekuasaan rezim order baru, penyakit kronis KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) bertambah parah. Bahkan, kerajaan kejahatan ada di tangan aparat penegak hukum yang harusnya menjadi pelindung rakyat dari berbagai bentuk kejahatan. 

Bagaimana bisa melindungi rakyat jika aparat penegak hukumnya menjadi pelaku kejahatan? 

Demokrasi sistem rusak terbukti membawa kerusakan dalam kehidupan. Apakah kita tidak mau menyadari bahwa tidak sekadar rezim yang harus diganti, tetapi sistem yang rusak harus diganti dengan yang lebih baik dan sempurna agar kehidupan yang rusak bisa diperbaiki.

Adakah sistem pemerintahan yang lebih baik dari khilafah? Khilafah adalah sistem terbaik karena sistem ini pernah dicontohkan Rasullullah dan dilanjutkan oleh para sahabat, Khulafaur Rasyidin. 

Terbukti, khilafah mampu mengubah kehidupan masyarakat jahiliyah saat itu menjadi masyarakat yang beradab. Keamanan, keadilan dan kesejahteraan untuk seluruh rakyat mampu diwujudkan dalam sistem yang terbaik yang merupakan ide al-Khalik, Pencipta hidup, alam semesta, dan manusia. 

Tidak ada alasan untuk menolak khilafah karena khilafah adalah ajaran Islam dan terbukti dalam sejarah bahwa tidak ada lagi sistem yang lebih baik dari khilafah. Penerapan Islam secara kaffah adalah solusi fundamental untuk semua masalah. 

Masalah yang membelit negeri ini akan lebih mudah terselesaikan dalam sistem khilafah. Utang luar negeri yang menggunung, korupsi yang merajalela, kebijakan yang menyengsarakan rakyat, serta ketidakadilan di hadapan hukum adalah masalah yang sering ada dalam sistem demokrasi. 

Banyak kasus yang gamblang dan terang menjadi sulit dan rumit karena aparat penegak hukum bermain untuk memenangkan penguasa. Kemerdekaan hakiki akan bisa benar-benar terwujud dengan penerapan Islam secara kaffah dalam sistem khilafah. 

Olah karena itu, saatnya kita berpikir lebih cerdas dan cemerlang dengan beralih ke sistem pemerintahan terbaik dan sempurna agar kehidupan yang lebih baik dan yang kita cita-citakan bisa benar-benar terwujud. 

Demokrasi biang masalah yang harus dicampakkan, kemudian diganti dengan sistem khilafah agar keadilan dan kesejahteraan bisa dirasakan oleh semua orang. Rakyat bisa hidup aman, tidak dalam ancaman saat harus menyampaikan gugatan dan sikap keberatan kepada penguasa. 

Hukum bisa ditegakkan untuk semua orang, bahkan jika harus berhadap-hadapan dengan penguasa. ini karena pengadilan dan para penegak hukum bukan alat penguasa dalam sistem khilafah, tetapi milik semua orang untuk mendapatan keadilan.

Oleh: Mochamad Efendi 
Sahabat Tinta Media 

Jumat, 30 September 2022

UIY Tegaskan Keadilan adalah Perkara yang Sangat Esensial

Tinta Media - Menanggapi penegakan hukum atas Gubernur Papua Lukas Enembe, Cendekiawan Muslim Ustaz Ismail Yusanto (UIY) mengungkapkan bahwa keadilan merupakan perkara yang sangat esensial.

"Saya kira penting untuk ditegaskan adalah bahwa keadilan itu, satu perkara yang sungguh sangat esensial," tuturnya dalam acara Perspektif PKAD: Faizal Assegaf : Mahfudz MD Galak Bubarin HT1 dan FP1, Loyo Tindak Lukas Enembe, Rabu (21/9/2022) di kanal Youtube PKAD.

Menurutnya, keadilan itu dimensinya sangat luas. "Keadilanlah yang akan membuat harkat martabat manusia itu terjaga. Keadilan pula yang akan membuat hukum itu sendiri tegak, keadilan hukum," ujarnya. 

UIY menjelaskan tentang keadilan dalam dimensi ekonomi. "Keadilan ekonomi akan membuat distribusi kekayaan yang sesungguhnya ini jadi problem utama kalau dalam perspektif ekonomi Islam,  itu juga akan bisa dilakukan dengan sebaik-baiknya," jelasnya.

Bahkan, dalam satu kerangka yang lebih kecil, lebih mikro, kata UIY, keadilan di dalam rumah tanggapun juga terus dituntut. Orang tua terhadap anak-anaknya. Kalau ada suami yang beristri lebih dari satu, keadilan terhadap istri-istrinya sampai begitu rupa.

"Jadi, tema keadilan itu sebenarnya tema risalah yang sangat mendasar sampai-sampai di dalam al-Quran disebut, 'i'diluu (berbuat adillah kalian) huwa aqrobu li attaqwa (keadilan itu lebih dekat kepada taqwa)', jadi ini sangat essensial. Itu pertama saya kira yang harus digarisbawahi," tandasnya.

Dan itu, lanjutnya, tugas yang memiliki kewenangan. "Makanya kan, karena ada kewenangan orang tua kepada anak-anaknya, ada tuntutan keadilan kepada orang tua. Karena ada kewenangan pada suami terhadap istri-istrinya (istri yang lebih dari satu itu), maka tuntutan keadilan kepada suami, tidak kepada istri. Istri itu sebagai objek yang kepadanya ditujukan keadilan itu," paparnya.

Menurutnya, karena pemimpin itu punya kewenangan, keadilan dituntut kepada pemimpin, bukan kepada yang dipimpin.  

"Kalau yang dipimpin itu tuntutannya adalah ketaatan. Makanya tidak pernah ada tuntutan keadilan kepada rakyat. Yang ada adalah tuntutan keadilan kepada pemimpin. Semakin tinggi pemimpin itu, semakin besar tuntutan keadilan itu," terangnya.

Ia menuturkan kisah Abu Dzar al-Ghifari yang datang kepada baginda Rasulullah SAW, untuk meminta satu jabatan. "Nabi kan menolak, ada dua alasan yang dikatakan oleh Nabi," ungkapnya.

Pertama, innaka dhoo'ifun (engkau lemah), artinya ini adalah alasan personal berkenaan dengan pandangan Nabi terhadap kondisi faktual dari Abu Dzar. Tapi ada dua, selanya. Ada satu lagi alasan, "Wa innaha amanatun (karena kepemimpinan itu adalah amanah). Jabatan itu amanah. Amanah untuk apa?. Amanah diantaranya adalah untuk menegakkan apa yang menjadi kepemimpinan, yaitu keadilan itu," jelasnya.

Wa innaha hizyun wa nadaamah(dan kepemimpinan itu akan menjadi penyesalan dan kehinaan di akhirat), lanjutnya, Illa man akhadzaha bil haq (kecuali orang yang mengambil atau mendapatkan kepemimpinan itu dengan haq) wa adalladzi ilaihi fiha (dan yang melaksanakan amanah itu dengan sebaik-baiknya.

"Artinya apa? Jika dia itu dengan kepemimpinan dan kewenangan yang dia miliki, tidak berbuat adil, maka pasti kepemimpinan itu akan memurukkan dia di akhirat di hadapan Allah SWT, yang tadi disebut hizyun wa nadaamah itu," terangnya.

UIY kembali menegaskan bahwa keadilan itu merupakan soal-soal yang sangat essensial.

"Jadi, sekali lagi, ⁰ini soal-soal yang sangat essensial. Jadi ketika keadilan itu tidak tegak, dengan kata lain yang muncul adalah ketidakadilan, maka kita akan menyaksikan betapa akibat ketidakadilan itu muncul perkara-perkara yang sangat menyedihkan, mengenaskan, dan juga akhirnya mengundang kemarahan," urainya.

Ketidakadilan Ekonomi

Ia mencontohkan tentang ketidakadilan ekonomi. Menurutnya, ketidakadilan ekonomi telah membuat akhirnya distribusi kekayaan itu menjadi timpang, tidak berjalan dengan baik. 

"Contohnya ini hari, bagaimana bisa ketika harga batu bara demikian tinggi sampai US$450 per ton. Ini angka yang saya kira dalam catatan saya belum pernah tercapai di masa lalu. Ini paling tinggi. Tetapi kenaikan itu hanya dinikmati oleh segelintir orang," sesalnya..

UIY menyebutkan 7 perusahaan pemilik PKB2B yang telah mendapatkan kepastian perpanjangan menurut UU Minerba. Bahkan mendapatkan royalti 0%, itu menguasai 52% dari produksi nasional.

"Jika ekspor tahun lalu itu lebih dari 400 juta ton, anggap saja 400 juta, lalu untung satu dolar per ton, berarti keuntungannya itu dengan kurs 15 ribu (rupiah), 6 triliun. Itu kalau 1 dolar. Kalau 10 dolar, berarti 60 triliun, kalau 100 dolar, 600 triliun," pungkasnya.
[] 'Aziimatul Azka

Minggu, 24 Juli 2022

Pengadilan Banyak Tapi Keadilan Langka, IJM: Bukan Slogan Kosong

Tinta Media - Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM) Agung Wisnu Wardana menegaskan slogan pengadilan banyak tapi keadilan langka menjadi reputasi penegakan hukum di Indonesia.

“Reputasi penegakan hukum di Indonesia menunjukkan slogan pengadilan banyak tapi keadilan langka dikuatkan dengan data itu bukan slogan kosong-kosong,” tuturnya dalam Live Kabar Petang: Penegakan Hukum Harus Adil dan Amanah, Jumat (22/7/2022), di kanal Youtube Khilafah News.

Menurutnya, bukan pernyataan kosong banyak pihak merasa sulit mempercayai penegakan hukum di tanah air hari ini.
“Survei yang dilakukan Indonesia Political Opinion (IPO) pada tahun 2020 memperlihatkan  bahwa ketidakpuasan publik terhadap penegakan hukum itu mencapai 64 persen. Ini tertinggi di antara kebijakan-kebijakan yang lain,” ucapnya.

Artinya kebijakan penegakan hukum itu tidak dipercaya oleh masyarakat. Ia mengungkapkan data yang dilansir oleh World Justice Project tahun 2021.
“Mengungkap tentang indeks negara hukum Indonesia tahun 2021 turun dari tahun sebelumnya,” ungkapnya.

Ia melanjutkan pendapat Ahli Rule of Law Index WJP Erwin Natosmal Oemar. “Bahwa peringkat index negara hukum di Indonesia dalam konteks global merosot. Saat ini peringkat Indonesia itu 68 dari 139 negara atau peringkat 9 dari 15 negara di Benua Asia Pasifik,” lanjutnya.

Ini menunjukkan citra penegakan hukum terkait dengan slogan pengadilan banyak tetapi keadilan langka. “Untuk mencari keadilan itu sulit bukan kosong-kosong,” bebernya.

Ia pun mengatakan, ada data yang bertolak belakang antara Survei Indikator Politik Indonesia dengan laporan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) sepanjang Januari-September 2021.
“Survei Indikator Politik Indonesia mendapatkan info bahwa kepercayaan terhadap Kepolisian Republik Indonesia itu tinggi yakni 80,2 persen. Sementara Komnas HAM pada tahun 2020 melaporkan institusi kepolisian itu paling banyak diadukan mencapai 758 kasus,” katanya.

Ia menambahkan, laporan KontraS terkait kasus yang terjadi di institusi kepolisian.
“KontraS sendiri mencatat ada 36 kasus penyiksaan yang dilakukan kepolisian, 7 kasus penyiksaan dilakukan oleh TNI. Dan itu termasuk yang tertinggi apa yang dilakukan oleh kepolisian terkait dengan penyiksaan pada masyarakat sipil,” ujarnya.

Menurutnya, hal tersebut mengakibatkan orang banyak yang skeptis terhadap penegakan keadilan di negeri ini.
“Bahkan pakar hukum Prof Satjipto Rahardjo menyebutkan hukum yang berjalan saat ini lebih banyak memihak pada penguasa, pengusaha, politisi serta semakin memarginalkan rakyat,” tuturnya.

Baginya penegakan hukum di tanah air bagaikan jauh panggang dari api. Ia menilai data-data ini semestinya dijadikan kepolisian sebagai otokritik bagi kasus yang ada sekarang menjadi sorotan publik.
“Betul-betul ditunjukkan penegakan hukum yang adil dan amanah,” ucapnya.

Pudarnya Sikap Amanah 

Persoalan hukum itu, menurutnya, bersumber pada dua hal, yakni:

Pertama, hukum itu sendiri. “Istilahnya kata peradilan yang digunakan dalam mengadili aktivitas pelanggaran hukum itu sendiri,” tuturnya.

Kedua, moralitas para penegak hukum. Ia mengatakan hukum itu harus adil. Timbul berbagai pertanyaan terkait hukum yang adil itu saat ini, apakah sudah terwujud.
“Apakah hukum yang ada saat ini sudah bisa dikatakan adil, berpihak pada semua?” katanya.

Ia menjelaskan bahwa moralitas dari penegak hukum atau dalam bahasa yang lebih dekatnya Islam, amanah. Apakah amanah atau tidak para penegak hukumnya. “Bicara amanah atau tidak maka kita bisa mengambil satu data penting, data dari Divisi Bidang Profesi dan Pengamanan Mabes Polri itu menyebutkan bahwa lembaga kepolisian sarat dengan persoalan,” jelasnya.

Ia membeberkan setidaknya ada 1694 kasus yang termasuk dalam pelanggaran disiplin. “Ditambah 803 kasus terkait kode etik, kemudian 147 kasus pidana, dari Januari sampai Oktober 2021, tidak ada setahun kasusnya seperti ini,” bebernya.

Artinya, persoalan moralitas penegak hukum ini menjadi pertanyaan besar.
“Anda bayangkan bahwa tata hukum kita, peraturan untuk hukum di negeri ini, itu sudah tidak benar, tidak memberikan keberpihakan pada semua, ditambah dengan para penegak hukumnya yang tidak amanah,” tuturnya.

Ia menyatakan kondisi ini menjadi persoalan yang luar biasa. Amanah itu menjadi salah satu syarat utama penegakan keadilan. “Hukum apa pun apabila tidak amanah penegak hukumnya maka sarat akan persoalan. Karena aparat penegak hukum wajib menegakkan hukum itu tanpa pandang bulu meskipun berhadapan dengan rekan korpsnya,” ujarnya.

Ia kembali mempertanyakan keberanian di dalam tubuh Polri sendiri. “Apakah berani atau tidak menyelesaikan tanpa pandang bulu, termasuk di kalangan elit. Kalau ternyata elitnya ini ada yang terkena kasus,” pungkasnya.[] Ageng Kartika
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab