Tinta Media: Kata
Tampilkan postingan dengan label Kata. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kata. Tampilkan semua postingan

Selasa, 06 September 2022

Ustaz Abu Zaid: Dakwah Bukan Sekedar Mengajak, Menyebar Nasihat dan Peringatan, Tapi...

Tinta Media - Ustaz Abu Zaid dari Tabayyun Center mengingatkan kepada pengemban dakwah bahwa dakwah itu bukan sekedar mengajak, menyebar nasehat dan peringatan. 

"Dakwah itu bukan sekedar memberi tahu, bukan sekedar mengajak, bukan sekedar menyebar nasehat dan peringatan. Namun dakwah juga menghendaki perubahan," tuturnya kepada Tinta Media, Senin (5/9/2022).

Menurutnya, dakwah itu bukan sekedar perubahan individu namun juga masyarakat. "Dari masyarakat kufur menjadi masyarakat Islam. Masyarakat yang hanya diatur oleh syariat Islam kafah," tegasnya. 
 
“Karena itu pengemban dakwah mesti jadi contoh. Bahwa apa yang disampaikan bisa juga dilaksanakan. Karenanya pengemban dakwah wajib berupaya sungguh sungguh untuk menyatukan kata dan perbuatan,” tandasnya.
 
Ia lalu membacakan  Al-Qur'an surat As-Shaff Ayat 2 sebagai sandaran pendapatnya,
 
 يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ
 
 "Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?"

“Ngomong itu mudah. Kata orang lidah tak bertulang, bisa lentur berkata kata. Siapa pun bisa bicara tapi perbuatan lah yang menjadi buktinya,” tambahnya. 
 
Lupa Amal Diri
 
Abu Zaid berpesan, jangan sampai pengemban dakwah dalam menyampaikan dakwah kepada manusia namun lupa akan amal diri. "Kita harus berupaya maksimal untuk menjadi pengamal ilmu kita, meski tentu saja tidak akan bisa sempurna," ujarnya. 
 
“Namun kekurangan itu dimaafkan dalam upaya serius untuk mewujudkannya, karena pengemban dakwah itu manusia biasa bukan malaikat juga bukan nabi sehingga tidak maksum. Jika seseorang baru boleh dakwah ketika sudah sempurna mengamalkan Islam pastilah tidak ada seorang pun manusia sekali pun  para ulama yang akan sanggup berdakwah,” urainya.
 
Karenanya, lanjut Abu Zaid, maka sikap proporsional itu sangat penting. Di satu sisi kita wajib mengemban dakwah. Dan di sisi lain kita wajib mentaati Allah dan Rasul-Nya dengan mengamalkan ilmu kita sebaik baiknya.
 
“Jangan sampai pinter ngomong saja. Tapi tak boleh juga dengan alasan belum sempurna amalnya kemudian tak mau berdakwah,” pesannya.  
 
Abu Zaid menegaskan, abai terhadap amal diri  akan menjadi penghambat kemenangan dan pertolongan Allah kepada dakwah ini. Karena itu pengemban dakwah wajib menjadi orang pertama yang tertib solatnya, tertib puasanya, tertib membayar zakatnya, tertib ibadah lainnya. Yang semangat menambah dengan amal sunnah. Yang tertib muamalahnya baik bisnisnya maupun dalam urusan rumah tangganya. Yang tertib lisannya dan amal tangan serta kakinya.
 
“Pendek kata dia adalah orang yang berjuang untuk selalu taat kepada Allah dan Rasul-Nya meski sebagai manusia biasa tak luput dari kekurangan,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun
 

Senin, 05 September 2022

Recharge Mandiri Pengemban Dakwah (bagian 5-habis): Satunya Kata dan Perbuatan

Tinta Media - Ngomong itu mudah. Kata orang lidah tak bertulang. Bisa lentur berkata kata. Siapapun bisa bicara tapi perbuatan lah yang menjadi buktinya. 

Dakwah itu bukan sekedar memberi tahu. Bukan sekedar mengajak. Bukan sekedar menyebar nasehat dan peringatan. Namun dakwah juga menghendaki perubahan. Bukan sekedar perubahan individu namun juga masyarakat. Dari masyarakat kufur menjadi masyarakat Islam. Masyarakat yang hanya diatur oleh syariat Islam kaffah. 

Karena itu pengemban dakwah mesti jadi contoh. Bahwa apa yang disampaikan bisa juga dilaksanakan. Karena nya pengemban dakwah wajib berupaya sungguh sungguh untuk menyatukan kata dan perbuatan. 

Allah berfirman dalam surat As-Shaff Ayat 2

 يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ

"Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?"

Jangan sampai kita menyampaikan dakwah kepada manusia namun lupa akan amal diri. Kita harus berupaya maksimal untuk menjadi pengamal ilmu kita. Meski tentu saja tidak akan bisa sempurna. Namun kekurangan itu dimaafkan dalam upaya serius untuk mewujudkan nya. Karena pengemban dakwah itu manusia biasa bukan malaikat juga bukan nabi sehingga tidak maksum. Jika seseorang baru boleh dakwah ketika sudah sempurna mengamalkan Islam pastilah tidak ada seorang pun manusia sekalipun para ulama yang akan sanggup berdakwah. 

Karenanya maka sikap proporsional itu sangat penting. Disatu sisi kita wajib mengemban dakwah. Dan disisi lain kita wajib mentaati Allah dan Rasul-Nya dengan mengamalkan ilmu kita sebaik baiknya. Jangan sampai pinter ngomong saja. Tapi tak boleh juga dengan alasan belum sempurna amalnya kemudian tak mau berdakwah. 

Abai terhadap amal diri akan menjadi penghambat kemenangan dan pertolongan Allah kepada dakwah ini. Karena itu pengemban dakwah wajib menjadi orang pertama yang tertib sholatnya, tertib puasanya, tertib mbayar zakatnya, tertib ibadah lainnya. Yang semangat menambah dengan amal sunnah. Yang tertib muamalahnya baik bisnisnya maupun dalam urusan rumah tangga nya. Yang tertib lisannya dan amal tangan serta kakinya. Pendek kata dia adalah orang yang berjuang untuk selalu taat kepada Allah dan Rasul-Nya meski sebagai manusia biasa tak luput dari kekurangan. 

Ayo Sobat... Cukup yah. Hasbunallahu wani'mal wakil. []

Ustaz Abu Zaid 
Tabayyun Center 

Rabu, 03 Agustus 2022

Kiai Hafidz: Pembuktian Kata itu Penting, Agar Tak Dianggap Dusta

Tinta Media - Khadim Ma’had Wakaf Syaraful Haramain KH. Hafidz Abdurrahman, M.A. mengatakan pembuktian kata itu penting agar tak dianggap dusta.
 
“Ucapan kita dianggap dusta, ketika yang kita ucapkan tidak terbukti. Maka, pembuktian kata itu penting, agar kita tak dianggap dusta,” ungkapnya di akun telegram pribadinya, Selasa (2/8/2022).
 
Kata Kiai Hafidz,  itulah mengapa Al-Qur’an menyebut orang yang bisa membuktikan kata-katanya dengan, "Rijal". Sebutan yang merupakan pujian bagi orang Mukmin yang mempunyai integritas.
 
“Karena itu, Al-Qur’an menyebut, "Min al-mu'minina" (di antara orang-orang Mukmin). Artinya, tidak semua orang Mukmin adalah rijal,” simpulnya menegaskan.
  
Menjadi orang Mukmin yang disebut rijal itu, lanjutnya, harus membuktikan kata-katanya, yang merupakan komitmen hidupnya dengan Allah.
 
“Meski, kadang apa yang kita katakan tidak semuanya bisa terwujud saat ini, tetapi kalau kata-kata itu disandarkan kepada kekuasaan Allah, maka bagi Allah tak ada yang mustahil,” ujar Kiai Hafidz meyakinkan.
 
Di sinilah, menurutnya, orang Mukmin harus membuat rencana, berusaha maksimal mewujudkan rencana, tetap husnudhan pada pengaturan Allah. “Bisa saja menurut kita hasilnya tidak sesuai harapan, tapi yakinkan itulah yang terbaik, karena itu adalah qadha dan qadar Allah yang terbaik,” hiburnya.
 
“Kemudian kita kaji, kita sempurnakan hingga apa yang kita rencanakan itu terwujud. Proses seperti ini melelahkan, dibutuhkan nafsiyah dan maknawiyah yang ekstra. Kuncinya sabar,” tutur Kiai Hafidz menasehati.
 
Karena itu, ucap Kiai Hafidz, siapa saja yang mempunyai visi, misi dan tujuan agung dan mulia, maka dia harus ekstra sabar. Selalu berbaik sangka kepada Allah. Ridha dengan apa pun yang diberikan oleh Allah.
 
“Tidak ada proses yang instan. Termasuk mendidik generasi. Maka, pendidik harus  mempunyai pemikiran dan ilmu yang luas, selain visi, misi dan tujuan yang agung. Juga harus mempunyai hati yang lapang, agar tetap bisa bersikap sabar dan hilm(murah hati).  Dengan begitu semuanya terukur,” terangnya.
 
Kiai Hafidz berharap, semoga Allah selalu memberikan taufik-Nya dalam membersamai generasi umat Nabi Muhammad yang mulia ini.
 
“Mereka bukan beban bagi kita, tetapi kehormatan yang Allah berikan untuk membuktikan kata-kata kita, bahwa kita adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk seluruh umat manusia,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun
 
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab