Tinta Media: Kasus
Tampilkan postingan dengan label Kasus. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kasus. Tampilkan semua postingan

Minggu, 09 Juni 2024

Kasus Rudapaksa Menggurita, Buah Perilaku Liberal


Tinta Media - Kasus perkosaan (rudapaksa) kian mengkhawatirkan. Tidak jarang, para pelaku adalah orang terdekat korban. Tak hanya orang dewasa, bahkan anak di bawah umur hingga penyandang disabilitas pun menjadi korban.  

Pria paruh baya di Pondok Aren, Tangerang Selatan berinisial, H (53) tega memperkosa tetangganya MA (17), hingga mengandung dan melahirkan. Seorang pria di Kemayoran, Jakarta Pusat, berulang-kali memperkosa anak tirinya saat sang ibu tengah pergi bekerja. Masih di Kemayoran, Baidawi (52) ditangkap karena memperkosa remaja penyandang disabilitas. Di Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan, wanita difabel berinisial BL (21) diduga diperkosa dua pria, SD (56) dan MU (31) (news.detik.com, 27/5/2024). 

Kasus perkosaan tidak hanya dilakukan orang dewasa, bahkan anak pun tak luput dari tindak amoral tersebut. Di Kecamatan Dlanggu Mojokerto, tiga anak SD memperkosa anak TK 
(republika.co.id, 21/1/2023). Di Kecamatan Tanon Sragen, anak kelas VI SD memperkosa balita usia empat tahun (solopos.com, 6/6/2016).

Perilaku Liberal

Kasus perkosaan seolah tak pernah sepi dari pemberitaan. Kasus perkosaan di Indonesia selama tahun 2022 tercatat 1.433 kasus, meningkat 24% dibandingkan tahun 2021 sebesar 1.164 kasus (data.goodstats.id, 23/12/2023). 

Mirisnya, kasus perkosaan seperti fenomena gunung es. Yang tidak tercatat lebih banyak jumlahnya ibarat "memekakkan dalam keheningan". Survei yang dilakukan Lentera Sintas Indonesia pada Juni 2016 terhadap 25.213 responden menyatakan bahwa terdapat 6,5 persen (1.636 orang) menyampaikan pernah diperkosa, 93 persennya tidak melaporkan kasusnya. Alasan utama karena khawatir stigma sosial, tidak tahu lapor ke mana dan para korban khawatir dipersalahkan  (voaindonesia.com, 26/7/2016).

Kasus perkosaan yang kian marak merupakan indikasi kian bejatnya akhlak anak bangsa. Perbuatan asusila ini bertentangan dengan norma agama dan adat ketimuran. Orang hanya mengikuti nafsu biologis, memburu kenikmatan jasmani untuk kepuasan  sesaat, lupa mengindahkan halal dan haram.  Cara pandang ini tak lepas dari sistem sekuler yang diterapkan saat ini. Sistem yang memisahkan peran agama dalam kehidupan ini meniscayakan individu diberi hak kebebasan berperilaku secara penuh, termasuk melampiaskan hasrat seksual tanpa ikatan pernikahan. Akibatnya, lahir generasi tanpa nasab yang jelas, aborsi, hingga depresi, dan penyakit kejiwaan lainnya bagi korban.

Dorongan seksual merupakan fitrah, yaitu naluri nau' (naluri berkasih sayang) yang ada pada manusia. Kecenderungan ini muncul ketika mendapat stimulan, yakni rangsangan dari luar, seperti tontonan porno, melihat keindahan dan kecantikan lawan jenis, bacaan yang membangkitkan birahi, lagu serta lirik yang merangsang syahwat, dan sebagainya. 

Hasrat seksual yang muncul membutuhkan pemenuhan, jika tidak dipenuhi akan menimbulkan kegelisahan. Ketika tidak ada pasangan halal, maka hasrat seksual dilampiaskan sembarangan, bahkan pada yang haram.

Kebebasan arus informasi menyebabkan konten pornografi pembangkit hasrat seksual sangat mudah diakses. Faktanya sungguh mengejutkan. Hingga 17 September 2023, Kementerian  Kominfo sudah menangani 1.9 juta konten pornografi. 

Konten pornografi anak lebih mengkhawatirkan. Selama 4 tahun terakhir, ada 5.566.015 kasus, menduduki peringkat keempat di dunia, bahkan fakta di lapangan bisa lebih banyak (mediaindonesia.com 18/4/2024). Tak heran, kasus perkosaan juga dilakukan anak di bawah umur.

Setali tiga uang, sistem pendidikan sekuler tidak mampu membentuk pribadi takwa yang menjadikan halal haram sebagai ukuran perbuatan. Kurikulum disusun hanya mengutamakan capaian materi. Ketika lulus, peserta didik mengabdi pada kepentingan industri. Kebahagiaan dan kesuksesan diukur dengan capaian jabatan dan gaji yang tinggi.

Kasus perkosaan kian mengkhawatirkan karena sistem sanksi yang ada tidak memberi efek jera. Hukuman bagi pelaku sangat ringan, bahkan tidak sedikit yang lolos dari jeratan hukum. Pasal 285 KUHP menjelaskan bagi pelaku pemerkosaan akan dipenjara maksimal 12 tahun.

Solusi Islam

Islam adalah mabda (ideologi) yang mempunyai akidah dan sistem sebagai pemecah problematika kehidupan, termasuk kasus perkosaan dan pencegahannya.

Sistem Islam akan menyelenggarakan pendidikan berbasis akidah Islam untuk mewujudkan individu yang berkepribadian Islam, yakni individu dengan akidah yang kokoh, menjadikan syariat Islam sebagai ukuran pemikiran dan perbuatan. Dorongan ketakwaan akan menjaga individu sehingga tidak melakukan kemaksiatan, termasuk tindak perkosaan.

Negara juga mengatur hubungan pergaulan pria dan wanita sesuai syariat Islam. Kehidupan laki-laki dan perempuan terpisah, boleh bertemu bila ada hajat syar'i seperti muamalah, pendidikan, dan kesehatan. 

Islam tegas melarang adanya ihtilat, yakni campur baur pria dan wanita. Islam juga melarang khalwat, yakni berdua-duaan pria dan wanita di tempat sepi atau tidak disertai mahram. 

Adanya kewajiban ghadul basar, yakni menundukkan pandangan juga menutup aurat dengan benar sangat ditekankan sehingga tidak membangkitkan syahwat bagi lawan jenis.

Negara juga menjamin adanya informasi dan hiburan yang positif, yang membangun dan meningkatkan suasana keimanan, serta memblokir konten yang merusak seperti pornografi dan informasi merusak lainnya.

Penjagaan Islam disempurnakan dengan sistem sanksi yang tegas dan memberi efek jera. Para fuqaha sepakat, bagi yang diperkosa tidak diberi sanksi. Rasulullah saw. bersabda yang artinya,

"Sesungguhnya Allah mengangkat (hukuman) dari umatku perbuatan karena tidak sengaja, lupa, dan apa yang dipaksa melakukannya.” (HR Ibnu Majah).

Bagi pemerkosa akan diberi hukuman, yaitu:

Pertama hadd, pelaku yang sudah menikah dirajam atau dicambuk 100 kali bila belum menikah. 

Hukuman kedua, membayar mahar bagi wanita semisal korban.

Ketiga, ta'zir. Hukumannya ditetapkan qadhi, karena kasus perkosaan lebih dari zina, yakni ada unsur paksaan.

Bila pelaku perkosaan anak yang belum baligh, maka tidak diberi hukuman, sebagaimana sabda Nabi saw. yang artinya,

”Diangkat pena dari tiga golongan, yakni dari orang yang tidur hingga bangun, dari anak kecil hingga baligh, dan dari orang gila hingga berakal” (HR Abu Dawud).

Abdurrahman Al Maliki dalam Nizamul ‘Uqubat menjelaskan bahwa apabila anak melakukan kriminal karena walinya lalai, padahal sang wali mengetahui dan membiarkannya, maka wali tersebut diberi sanksi. Bila bukan kelalaian walinya, maka walinya tidak bisa dihukum.

Penerapan Islam secara sempurna oleh penguasa akan menekan kasus perkosaan. Ini membuktikan bahwa sistem Islam mampu mewujudkan generasi yang terjaga nasabnya.  Kesucian dan kehormatan wanita pun termuliakan. Wallahu a'lam.



Oleh : Ida Nurchayati
Sahabat Tinta Media

Selasa, 02 April 2024

Kasus Korupsi di Vietnam, IJM: Pelajaran bagi Indonesia

Tinta Media - Menanggapi mundurnya Presiden Vietnam  Nguyen Xuan Phuc yang baru satu tahun menjabat, di tengah tindakan pemberantasan korupsi di negara itu, Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM)  Agung Wisnuwardana mengatakan, seharusnya ini menjadi pelajaran bagi Indonesia. 

"Seharusnya hal ini mampu menjadi pelajaran dini bagi Indonesia,” ujarnya dalam video: Pesan Moral? Menterinya Korupsi Presidennya Mengundurkan Diri, di kanal Youtube Justice Monitor, Selasa (26/3/2024).

Ia beralasan, pemberantasan korupsi yang dilakukan besar-besar di Vietnam telah memaksa banyak pejabat diberhentikan. Ia lalu membandingkannya dengan di Indonesia. 

“Bila berkaca dari hasil indeks persepsi korupsi, masyarakat telah menunjukkan sikap pesimisme terhadap cara pemerintah mengatasi korupsi di Indonesia. Di negeri ini tengah muncul ketidakpuasan sebagian publik atas kinerja pemerintah dalam menanggulangi korupsi,” bebernya.  

Ia mencontohkan, kasus mantan pejabat Dirjen Pajak Rafael Alun Trisambodo, yang mungkin tidak akan terungkap tanpa adanya kasus penganiayaan yang dilakukan oleh anaknya Mario Dandi.

“Keterlibatan netizen yang saat ini berubah menjadi aktivis digitallah yang dinilai berhasil mendorong aparat penegak hukum untuk melakukan penyidikan,” imbuhnya. 

Menurutnya, penyelesaian kasus korupsi yang dilakukan hanya saat viral membuat masyarakat agaknya mulai bosan dengan berbagai wacana anti korupsi yang sering diucapkan politisi atau lembaga pemerintah.

“Daniel Smilov dalam artikelnya yang  berjudul anticoruption agents expresif crash dan strategic menyebut wacana antikorupsi sering dimanfaatkan oleh pemerintah atau politisi untuk kepentingan politik mereka. Benarkah begitu? Anda yang bisa menjawabnya," tanyanya retorik memungkasi penuturan.[] Muhammad Nur

Minggu, 03 Maret 2024

Fenomena Gunung Es Kasus Perdagangan Bayi


Tinta Media - Terungkap kasus perdagangan bayi oleh polres Metro Jaya, Jakarta Barat, merupakan fenomena gunung es. Selain lima bayi yang dijual di Jakarta, masih banyak perdagangan bayi lainnya di Indonesia. Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi, mengatakan bahwa tugas perlindungan anak adalah juga dijalankan masyarakat dengan menekankan kerja sama masyarakat mulai dari level tetangga sampai instansi terkait. Dengan begitu kejadian serupa dapat diminimalisir.

Kak Seto meminta masyarakat untuk sadar bahwa tanggung jawab perlindungan anak bukan hanya oleh negara, bukan hanya oleh polisi atau aparat lain, melainkan juga tanggung jawab masyarakat. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mengatakan, para ibu yang menjual anak atau bayinya berasal dari kelompok rentan secara ekonomi. Ibu-ibu hamil dengan keadaan ekonomi lemah seperti tidak ada pilihan lain selain menjual bayinya.

Kalau kondisinya normal maka ibu mana yang tega menjual bayinya? Kalau bukan karena keadaan ekonomi yang lemah salah satunya, tentu hal ini tidak akan terjadi. Maka faktor kemiskinan mampu menghilangkan naluri keibuan. Sehingga dimanfaatkan oleh segelintir orang untuk mendapatkan keuntungan. Kondisi ini terjadi karena penerapan sistem ekonomi kapitalisme yang semua hanya dinilai berdasarkan materi saja. Serta sistem ini meniscayakan pengabaian berbagai pengurusan pemenuhan berbagai kebutuhan pokok hidup rakyat. Jelas sistem ini rusak dan merusak.
           
Dalam Islam, negara wajib mewujudkan kesejahteraan individu per individu dengan sistem ekonomi Islam. Dengan tersedianya lapangan pekerjaan yang luas bagi para lelaki untuk memenuhi nafkah keluarga serta kokohnya perekonomian negara yang riil dan melimpahnya pos-pos pemasukan keuangan negara kepada Baitul Mal menjamin seluruh rakyat hidup secara sejahtera. Sistem pendidikan Islam juga yang mampu mencetak individu yang beriman dan bertakwa, sabar dalam menghadapi ujian dan saling tolong menolong dalam kebaikan. Islam juga memiliki sistem sanksi yang tegas dan mampu membuat jera sehingga mencegah orang untuk melakukan kejahatan.
Wallahu a'lam bish shawwab 

Sumber : 
Republika.co.id (24 Februari 2024)
Antaranews.com (23 Februari 2024)


Oleh: Ummu Shakila
Sahabat Tinta Media 

Senin, 01 Januari 2024

Sistem Pergaulan Islam: Solusi Tepat untuk Mengatasi Tingginya Kasus Aborsi


Tinta Media - Pergaulan bebas adalah salah satu fenomena sosial yang terus menghantui masyarakat Indonesia, terutama para generasi muda. Meskipun masih banyak argumen yang membahas topik ini, namun salah satu hal yang tidak dapat dipungkiri adalah besarnya dampak negatif yang ditimbulkan akibat pergaulan bebas tersebut. Satu di antaranya adalah meningkatnya kasus kehamilan yang tidak diinginkan yang pada akhirnya menjadi faktor penyebab meningkatnya kasus aborsi di masyarakat. 

Alasan mengapa banyak kasus aborsi sulit terdeteksi adalah karena privasi, semisalnya dalam pengambilan keputusan terkait aborsi. Para pengguna layanan aborsi, biasanya ingin menjaga kerahasiaan dan privasi mereka. Dengan kata lain kehamilan yang mereka dapatkan dengan cara yang tidak sah, dan ingin mereka tutupi dari publik seperti hasil dari  pacaran atau perselingkuhan .Hal inilah yang menjadi kesempatan bagi para penipu memanfaatkan situasi untuk melakukan tindakan aborsi ilegal. Seperti kasus yang terbaru di Jakarta utara, lima perempuan ditangkap karena terlibat dalam kasus aborsi ilegal. Tak cukup itu, beberapa dari mereka bahkan berpura-pura menjadi dokter, meski tanpa memiliki latar belakang medis yang memadai. Perbuatan tersebut telah dilakukan oleh para pelaku selama dua bulan terakhir dan tarifnya bervariasi, berkisar antara Rp 10 juta sampai dengan Rp 12 juta. 
(www.rri.co.id/21/12/2023)


Sistem kapitalisme sekuler menempatkan kebebasan individu dalam pengambilan keputusan terkait kehidupan pribadi sebagai hak dasar yang diakui oleh negara dan masyarakat. di tambah lagi dengan minimnya peran agama dalam kehidupan, yang menempatkan agama hanya sebatas dalam ruang pribadi, tanpa boleh mengatur urusan umum, serta kesalahan manusia sekuler dalam mengartikan kebahagiaan, sebatas kenikmatan jasmani, menjadi faktor yang  mempengaruhi keputusan dan aksi individu dan masyarakat terhadap maraknya seks bebas hingga aborsi. 

Secara ekonomis, besarnya permintaan pasar akan aborsi tentunya tidak disia-siakan oleh para penipu untuk meraup pundi-pundi rupiah. Kendati mengakhiri pergaulan bebas bukanlah tugas yang mudah dan membutuhkan upaya yang serius. Seperti mencari akar masalahnya dan menyingkirkannya 

Adapun upaya negara yang mengampanyekan pentingnya pendidikan seksual serta anjuran penggunaan kondom  dalam mencegah kasus kehamilan yang tidak diinginkan, pemicu tindakan aborsi ilegal. Tidak bisa menjadi solusi, sebab sekencang apa pun kita berupaya dan menyerukan masyarakat untuk melihat dampak negatif yang dihasilkan dari perilaku tersebut, jika paham kebebasan yang menjadi akar masalah tetap dijadikan pijakan, maka itu menjadi sia-sia


Berbeda dengan pergaulan bebas yang memiliki pola interaksi sosial yang melibatkan aktivitas seksual yang dilakukan di luar norma dan aturan masyarakat. Di dalam Islam, pergaulan antara pria dan wanita secara asasnya harus dipisahkan dan diatur dalam koridor hukum Islam. Sebagaimana Islam memerintahkan laki-laki untuk menundukkan pandangannya dan menjaga auratnya, sedangkan wanita diperintahkan untuk menutup auratnya. 

Adanya Larangan berkhalwat dan ikhtilat antara pria dan wanita yang bukan mahramnya diatur sehingga hanya diperbolehkan dalam perkara tertentu seperti perkara pendidikan, peradilan, kesehatan, dan perdagangan. Mendorong para muslim dan Muslimah untuk terdidik dan memahami hukum-hukum Islam serta menyelesaikan urusan rumah tangga dengan baik juga menjadi fokus dalam sistem pergaulan Islam.


Pendidikan yang berlandaskan Akidah juga sangat di perlukan sebagai pembentuk akhlak, yang merupakan sumber kekuatan sekaligus melahirkan pekerti luhur. Dan dengan imannya yang teguh, seorang muslim sanggup berpikir jauh ke depan dengan berusaha untuk menjadi  ummat terbaik yang memiliki orientasi kehidupan bukan hanya di dunia namun hingga ke akhirat. Halal dan haram menjadi tolak ukur perbuatan sebab pemahamannya akan kebahagiaan adalah keridhoan pencipta-Nya 


Maka kesimpulannya, pergaulan bebas harus dihentikan dengan mencabut air masalahnya yaitu sistem kapitalisme sekuler dan menggantinya  dengan sistem Islam sehingga sistem pergaulan dalam Islam dapat di terapkan. Sebab hanya sistem pergaulan dalam Islam memberikan batasan-batasan yang jelas dan tegas dalam pergaulan antara pria dan wanita, serta mendorong terciptanya keharmonisan rumah tangga yang sehat dan saling menghargai. 

Selain itu pentingnya pendidikan yang berakidah Islam untuk membentuk karakter Islami pada diri tiap individu hingga menjadi masyarakat. Oleh karenanya mari bersama-sama mencegah dan mengatasi kasus-kasus aborsi dan penipuan yang masih terus mengancam masyarakat kita. Dengan menerapkan Islam secara kaffah.

Wallahu 'alam.

Oleh: Indri Wulan Pertiwi
Aktivis Muslimah Semarang

Senin, 06 November 2023

Ketua KPK Diduga Memeras, LSIS: Mengingatkan Banyak Kasus



Tinta Media - Menanggapi pemeriksaan ketua KPK Firli Bahuri dalam kasus dugaan pemerasan yang melibatkan eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, Direktur Lingkar Studi Islam Strategis (LSIS) Agus Suryana, M. Pd mengungkapkan sebenarnya kasus tersebut mengingatkan pada banyak kasus lain.  

"Sebenarnya kasus tersebut mengingatkan pada banyak kasus lain yang telah menjadikan hukum selalu tidak ditegakkan secara adil di negeri ini," tuturnya kepada Tinta Media. Jum'at, (03/11/2023).

Menurut Agus, hukum akhirnya berpihak pada yang kuat, yang memiliki kekuasaan, dan pastinya berpihak pada yang memiliki modal.

"Sehingga pemerasan dalam penanganan kasus hukum di Indonesia bukan perkara yang aneh lagi alias sudah biasa, karena hukum bisa dibeli dan dinegosiasi untuk kemudian dimuluskan agar berpihak kepada yang 'membayar'," ujarnya.

Kinerja Buruk

Agus mengungkapkan perseteruan KPK dan Polri sebenarnya hanya akan mempertontonkan kepada masyarakat betapa buruknya kinerja lembaga antiriswah (KPK) di satu sisi dan bentuk lemahnya supremasi hukum dari aparat kepolisian di sisi lain. Artinya konflik yang terjadi merupakan konsekuensi dari apa yang mereka perbuat sendiri.

"Ibaratnya siapa yang menanam pasti akan menuai hasilnya. Siapa yang melanggar aturan dia yang akan merasakan akibatnya," katanya sambil mengumpamakan.

Lanjut, ia menyebutkan bahwa dampaknya bagi masyarakat tentu adalah hilangnya kepercayaan kepada kedua lembaga tersebut, dan jika ini yang terjadi tentu masyarakat akan mencari keadilan dengan jalannya sendiri (kadang main hakim sendiri) atau dengan tidak peduli lagi dengan hukum di Indonesia. 

"Di sinilah sebenarnya kesempatan Islam untuk tampil sebagai solusi dan menjadi satu-satunya sistem yang akan membawa masyarakat pada keadilan yang hakiki," pungkasnya. [] Muhammad Nur

Senin, 09 Januari 2023

Kasus Pembunuhan Terus Meningkat, Hanya Islam Solusinya

Tinta Media - Kapolresta Bandung menyatakan bahwa kasus pembunuhan di Kabupaten Bandung mengalami peningkatan di tahun 2022. Tahun lalu tercatat 7 kali kasus pembunuhan yang ditangani, sementara tahun ini jumlahnya mencapai 9 kasus.

Mengapa kasus pembunuhan terus terjadi dan meningkat setiap tahun? Jika kita teliti, salah satu penyebabnya adalah hukuman yang diberikan kepada pelaku tidak memberikan efek jera, sehingga melahirkan banyak kasus pembunuhan lainnya. Hukuman penjara dirasa sangat ringan sehingga mereka melakukan kejahatan lagi setelah keluar dari penjara. 

Kasus pembunuhan dan kriminalitas lainnya didominasi oleh beberapa sebab, mulai dari faktor ekonomi, persaingan dalam pekerjaan, bulliying antar anak sekolah, KDRT, perbuatan asusila, perselingkuhan, kekerasan seksual, dan lain sebagainya yang  berujung pada pembunuhan. 

Sungguh miris, nyawa manusia seakan tak berharga. Padahal, dalam Islam, menumpahkan darah seorang muslim bagaikan membunuh muslim seluruhnya. Begitu berharganya darah kaum muslim.

Akan tetapi, di zaman sekarang, nyawa seakan tak berharga. Masalah sederhana pun sering diakhiri dengan pembunuhan tragis. Semua ini disebabkan karena sistem  kapitalisme sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan. Aturan yang berasal dari Allah Swt. tidak dijadikan sebagai standar dalam kehidupan. Mereka memakai aturan dari akal pikiran dan hawa nafsu, sehingga menyebabkan jauhnya keberkahan dan rahmat dari Allah Swt. 

Pada akhirnya, mereka hidup dalam berbagai problematika yang dibuat oleh manusia sendiri. Mereka hidup di sistem kehidupan yang liberal (bebas). Apa pun dibolehkan demi kesenangan jasadi. Negara menjamin semua itu dengan menerapkan demokrasi.

Atas nama kebebasan bertingkah laku, kebijakan yang lahir malah melindungi pelaku kejahatan dan menumbuhsuburkan tindak kriminal, seperti beberapa pasal dalam UU TPKS yang melegalkan hubungan di luar nikah. Hubungan atas dasar suka sama suka tidak masuk ranah hukum, tetapi bila didasari ancaman, paksaan, dan kekerasan, baru ditindak pidana. Belum lagi sistem ekonomi kapitalis yang memengaruhi perilaku masyarakat. 

Atas nama keuntungan bisnis, pemerintah melegalkan miras, narkoba, pornografi dan pornoaksi melalui berbagai media, mulai dari game online, film yang mengundang syahwat, perilaku amoral, pergaulan bebas, gaya hidup hedonis, dan prilaku menyimpang lainnya. Hal itu bisa memengaruhi dan menjadi contoh bagi masyarakat sehingga bisa merusak pemikiran dan prilaku mereka. 

Dampaknya, banyak terjadi kriminalitas, seperti tawuran antar pelajar, geng motor, pemerkosaan, pelecehan seksual, perampokan, pembunuhan, dan kejahatan lainnya. Inilah sistem rusak yang diterapkan sekarang. 

Karena itu, umat harus sadar dan bangkit, serta peka atas apa yang telah terjadi di masyarakat. Umat butuh sistem yang bisa mengatasi seluruh problematika yang terjadi, yaitu dengan menerapkan aturan yang berasal dari Allah Swt. Hanya Allah yang tahu apa yang terbaik bagi mahluknya. 

Syari'at Islam berasal dari wahyu Allah, yaitu berupa Al-Qur'an dan As-Sunah. Keduanya merupakan petunjuk dan peringatan, pembeda antara yang hak dan yang batil, sebagai cahaya bagi manusia. Negara akan menerapkan sistem pendidikan berbasis akidah Islam, yang akan melahirkan manusia yang beriman dan bertakwa.

Amar makruf nahi munkar di lingkungan keluarga dan masyarakat harus dibiasakan. Negara akan memenuhi kebutuhan pokok masyarakat secara layak. Negara mencegah tontonan, dan mengontrol penuh  tayangan yang merusak pemikiran. 

Negara menerapkan sanksi atau hukuman berdasarkan ketentuan syariat Islam, sehingga bersifat tegas dan berefek jera, dan sebagai penebus dosa di akhirat (zawajir dan zawabir). 

Namun, semua itu bisa terwujud dengan  penerapan syariat Islam secara kaffah oleh daulah. Syariat Islam betul-betul menjadi solusi atas semua problematika kehidupan. Dengan begitu, pembunuhan yang terus meningkat dapat dicegah dan diatasi. 

Hanya  sistem Islam yang mampu memuliakan manusia. Ini berbeda dengan sistem kapitalis yang rusak dan merusak manusia demi kepentingan materi. Solusi yang diberikan pun hanya menambah masalah baru. Untuk itu, umat harus bangkit dengan belajar Islam secara kaffah dan mendakwahkannya agar penerapan sistem Islam dapat terwujud.

Wallahu alam bishawab.

Oleh: Elah Hayani
Sahabat Tinta Media 

Senin, 02 Januari 2023

Refleksi 2022, Kasus Kriminalitas Remaja dan Pelajar Alami Peningkatan

Tinta Media - Melihat dunia remaja dan pelajar di Indonesia pada tahun 2022, Pakar Parenting Iwan Januar menyebutkan ada peningkatan kasus kriminalitas pada mereka baik secara kuantitatif maupun kualitatif. 

“Peningkatan kasus kriminalitas yang menimpa remaja dan pelajar di Indonesia tahun 2022 ada peningkatan secara kuantitatif dan kualitatif. Jenis kriminalitasnya pun beragam berupa tindak kekerasan seperti geng motor, tawuran, pembunuhan, pencurian dan perampasan yang sebagiannya dibarengi dengan kekerasan bahkan pembunuhan,” tuturnya kepada Tintamedia.web.id, Senin (2/1/2023).    
Selain tindak kekerasan, lanjutnya juga ada kejahatan seksual seperti pelecehan seksual dan pemerkosaan dan jumlahnya juga meningkat. “Kejahatan seksual ada yang dilakukan secara solo atau berkelompok. Beberapa kali terjadi kasus remaja putri jadi korban pelecehan dan pemerkosaan yang dilakukan beramai-ramai,” ucapnya prihatin.

Menurut Iwan, perilaku seks bebas di kalangan remaja dan pelajar juga meningkat. Peningkatan Ini bisa karena pengaruh pergaulan saling mempengaruhi, juga pornografi. “Yang lebih miris jumlah pelajar dan remaja yang terlibat kegiatan prostitusi juga meningkat, terutama melalui medsos atau media online,” ujarnya.

Yang lebih mengkhawatirkan, Iwan mengungkapkan remaja Indonesia juga rawan perilaku seks menyimpang seperti L68T. Usia sekolah sampai mahasiswa banyak menjadi sasaran kaum L68T. “Biasanya mereka dijadikan gundik atau piaraan kaum gay yang lebih tua. Meski tidak menutup kemungkinan terjadi juga perilaku homoseksual di antara mereka,” tambahnya.

Iwan mengakui cukup sulit mendapatkan secara pasti angka kasus kenakalan remaja selama tahun 2022, karena persoalan sosial khususnya kejahatan di tingkat remaja dan pelajar kurang mendapatkan perhatian dari negara dan pihak terkait. “Ini beda dengan persoalan di bidang politik dan ekonomi yang jadi komoditi utama kebijakan nasional dan banyak pihak. Padahal, melihat dari berbagai kasus kriminalitas remaja, Indonesia sudah harus masuk ruang UGD,” imbuhnya.

Umat Harus Sadar

Iwan menandaskan bahwa umat harus sadar kalau dunia remaja dan pelajar di tanah air ini sudah bermasalah akut bagai masuk stadium III bahkan mungkin IV. “Umat juga harus belajar kalau kerusakan ini tidak timbul begitu saja, tapi karena nilai-nilai yang berlaku di masyarakat memang sudah rusak. Itulah liberalisme turunan dari sekulerisme,” ungkapnya.

Menurutnya, untuk memperbaiki lingkungan remaja dan pelajar hari ini tidak mungkin dilakukan kalau kondisi tanah air masih dibelit sekulerisme-liberalisme. 

“Ibarat mencuci baju kotor dengan air yang juga kotor. Umat harus berpikir out of the box mencari solusi lain yang terbaik, yaitu Islam. Maka umat harus kembali dalami Islam dan perjuangkan Islam agar jadi nilai-nilai dasar dan utama di negeri ini,” pungkasnya.[] Erlina

Rabu, 16 November 2022

Langkah Lamban yang Menyebabkan Kematian

Tinta Media - Kasus gangguan ginjal akut progesif atipikal (GGAPA) yang menyerang anak-anak usia 6 bulan hingga 18 tahun baru-baru ini mengalami peningkatan di 22 provinsi di Indonesia, hingga sebagian telah berujung pada kematian anak. 

Dikutip dari Tempo.co (29/10/2022), Juru Bicara Kementerian Kesehatan Mohammad Syahril mengungkap per-kamis 27 Oktober 2022, tercatat total ada 269 kasus gagal ginjal akut anak. Sebanyak 157 di antaranya meninggal, 73 masih dirawat, dan 39 dinyatakan sembuh. Tingkat kematian atau fatality-nya telah mencapai 58%. Mirisnya, kasus gagal ginjal ini paling banyak didominasi oleh anak usia 1 hingga 5 tahun. 
 
Seiring dengan peningkatan kasus tersebut, Kemenkes mengimbau pada seluruh orang tua untuk tidak panik, tetap tenang, tetapi selalu waspada, terutama apabila anak didapati mengalami gejala yang mengarah kepada gagal ginjal akut. 

Gejala gagal ginjal pada anak di antaranya diare, mual, muntah, demam selama 3 hingga 5 hari, batuk pilek, sering mengantuk, serta gejala yang lebih spesifik adalah jumlah air seni atau air kecil semakin sedikit, bahkan tidak bisa buang air kecil sama sekali.
 
Hingga saat ini, kasus gagal ginjal akut pada anak belum diketahui secara pasti penyebabnya. Namun, ada banyak faktor yang memungkinkan menjadi penyebabnya. Kemenkes memperkirakan, gagal ginjal akut tersebut kemungkinan besar disebabkan oleh cemaran dari bahan tambahan yang terdapat pada obat sediaan sirup untuk anak. 

Menurut paparan informasi resmi keempat yang disampaikan oleh Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito, dalam konfrensi press BPOM yang diselenggarakan 20 oktober 2022, Penny K Lukito, bahwa memungkinkan adanya cemaran senyawa kimia yang terdapat dalam sirup obat anak, yang merupakan reaksi samping dari bahan tambahan sirup yang menggunakan salah satu bahan pelarut dengan kandungan polietilen glikol, propilen glikol, sorbitol, dan gliserin atau gliserol. 

Bahan pelarut obat tersebut bisa menghasilkan produk sampingan berupa senyawa etilen glikol (EG) atau  dietilen glikol (DEG). EG dan DEG sangat mungkin ditemukan dalam produk sirup yang menggunakan jenis pelarut tersebut. Hanya saja, jika kadarnya masih di ambang batas, itu masih aman untuk dikonsumsi. Akan tetapi, jika kadarnya sudah melebihi ambang batas yang dipersyaratkan, maka akan sangat berbahaya bagi tubuh.  Senyawa EG dan DEG itu diduga dapat masuk ke tubuh anak melalui obat sirup yang mereka konsumsi.
 
Sejauh ini, BPOM telah melakukan sampling terhadap 39 bets dari 26 sirup obat anak yang diduga mengandung cemaran EG dan DEG. Hasil uji menunjukkan adanya kandungan cemaran EG yang melebihi ambang batas aman pada 5 (lima) produk sirup anak dan berencana untuk memperluas pemeriksaan dan pengujian lebih lanjut. 

Selain senyawa EG dan DEG, sejumlah faktor yang diduga menjadi pemicu gagal ginjal akut anak lainnya adalah daya tahan tubuh anak yang rentan hingga lingkungan yang tidak terlalu bersih. Pasalnya, tidak semua pasien anak yang mengidap penyakit tersebut sedang mengonsumsi obat sirup.
 
Persoalan kesehatan yang menimpa anak bukanlah permasalahan baru di negeri ini. Persoalan kesehatan anak seperti stunting dan kurang gizi hingga hari ini belum juga mendapatkan solusi tuntas. 

Kematian anak yang tinggi melalui fenomena gagal ginjal akut dalam dua bulan terakhir ini seharusnya menyadarkan penguasa dan masyarakat bahwa ada kesalahan dalam tata kelola kesehatan di negeri ini, sebab kesehatan sangat erat kaitannya dengan lingkungan yang bersih, makanan yang bergizi, edukasi tentang pola hidup sehat, hingga perlindungan ketat oleh negara dari penyakit menular. 

Namun, penanganan terhadap kasus gagal ginjal akut anak ini seperti tidak ditangani dengan cepat dan sigap. Kasus ini sebenarnya sudah ditemui sejak bulan Januari. Namun, baru mendapatkan perhatian setelah terjadi lonjakan kasus pada bulan September sampai sekarang. Selayaknya sudah lebih banyak yang dapat dilakukan pemerintah untuk menemukan penyebab dan penanggulangannya sejak dini, sehingga jatuh korban tidak menjadi sebanyak ini. 

Pasalnya, kesehatan di bawah pengelolaan sistem kapitalisme adalah objek komersialisasi yang menggiurkan untuk diperdagangkan. Sistem kapitalisme telah melahirkan kebijakan yang hanya berputar pada persoalan uang, bisnis, dan keuntungan. 

Setiap tahun, subsidi kesehatan terus dikurangi. Negara hadir di tengah-tengah umat bukan sebagai pengurus urusan rakyat, tetapi sebagai regulator yang berperan dalam memuluskan bisnis para korporasi, termasuk dalam bidang kesehatan. Tidak heran jika kasus gagal ginjal ini sangat lamban ditangani hingga menelan ratusan nyawa anak. Oleh karena itu, perwujudan kesehatan anak tidak akan pernah terwujud dalam kapitalisme karena cara pandang negara terhadap kesehatan akan memengaruhi prioritas dan kualitas negara dalam memenuhinya.
 
Hal ini berbeda dengan sistem Islam. Dalam Islam, anak bukan sekadar aset masa depan, tetapi mereka adalah bagian dari masyarakat yang wajib dipenuhi kebutuhannya. Dengan pemahaman itu, negara akan berusaha sekuat tenaga memenuhinya, mulai dari penyediaan fasilitas kesehatan yang memadai atau gratis, pemenuhan gizi yang tercukupi, baik untuk orang yang kaya ataupun miskin, hingga pemberian pendidikan yang merata di kota maupun di desa. Semua itu dibiayai oleh Baitul Mal yang ada dalam sistem ekonomi negara Islam atau yang disebut Khilafah.
 
Khilafah akan memberikan anggaran untuk mencukupi segala kebutuhan rakyat, termasuk anak-anak. Kekayaan negara di Baitul Mal diperoleh dari jizyah, kharaj, ghonimah, Fai, harta tak bertuan, pengelolaan sumber daya alam dan lain-lain. Semua pendapatan itu bersifat tetap dan besar sehingga memampukan negara memberikan pelayanan kesehatan secara memadai, berkualitas, dan gratis untuk seluruh rakyat. 

Semua bentuk pelayanan yang dilakukan negara bukan untuk mencari keuntungan, tetapi semata-mata untuk mengurusi kebutuhan seluruh masyarakat. Hal ini dilakukan atas dasar keimanan dan tanggung jawab karena pemimpin negara (khalifah) akan diminta pertanggungjawaban oleh Allah Subhanahu wa ta'ala. 

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, 

“Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya. Seorang Imam adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawabannya.” (Hadis Riwayat Bukhari).
 
Atas dasar inilah, seorang khalifah wajib dan butuh menerapkan syariat secara menyeluruh atau kaffah, termasuk dalam bidang kesehatan. Sebab, salah satu fungsi syariat adalah hifdzun nafs atau menjaga jiwa manusia.

Jika terjadi wabah atau penyakit menular atau fenomena kematian yang misterius, maka
khilafah akan segera bertindak. Bahkan, pada satu kasus penyakit saja yang belum diketahui penyebabnya, negara akan segera melakukan riset terkini agar cepat dalam menangani penyakit tersebut.

Masyarakat tidak akan dibiarkan menghadapi sendiri penyakit tersebut hingga mendapatkan efek yang lebih buruk. Negara akan segera melakukan riset tentang standar pengobatan instrumen dan obat-obatan terbaik bagi kesembuhan dan keselamatan jiwa pasien. Setelah ditemukan, negara akan memproduksinya dan memberikan secara cuma-cuma kepada pasien tanpa memungut biaya sepeser pun. Inilah sistem terbaik yang menjamin terpeliharanya jiwa manusia dan terjaminnya seluruh kebutuhan masyarakat. 
Allahu a’alam bish shawab.

Oleh: Falihah Dzakiyah
Praktisi Kesehatan dan Aktivis Muslimah Peduli Generasi

Selasa, 18 Oktober 2022

KM 50 DALAM DAKWAAN KASUS SAMBO

Tinta Media - Berdasarkan informasi yang beredar di website kantor berita memberitakan terdapat anggota tim CCTV di kasus unlawfull killing atas enam anggota Laskar Front Pembela Islam (FPI) di KM 50 muncul di surat dakwaan kasus obstruction of justice Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir J. Adapun anggota tim CCTV kasus KM 50 yang masuk surat dakwaan adalah AKBP Ari Cahya Nugraha alias Acay. 
 
Berkaitan dengan hal tersebut diatas saya akan memberikan Pendapat Hukum (legal opini) sebagai berikut: 
 
PERTAMA, Bahwa dalam dakwaan kasus obstruction of justice kematian Brigadir Nofriansyah Joshua Hutabarat (J) mengonfirmasi terjadinya pengamanan CCTV dalam kasus unlawfull killing atas enam anggota Front Pembela Islam (FPI) di KM 50 Tol Jakarta-Cikampek pada 2020 lalu. Dalam dakwaan AKBP ARA dijelaskan, AKBP Acay pada kasus penghalangan penyidikan kematian Brigadir J, merupakan salah satu saksi. Di dalam dakwaan tersebut disebutkan, bahwa AKBP Acay adalah yang ambil bagian dalam pengamanan CCTV pada kasus unlawfull killing, di KM 50; 
 
KEDUA, Bahwa kasus KM 50 ini bisa diungkap kembali. Tetapi tergantung pada sikap Kapolri. Jika Kapolri berani dan menegakkan hukum hal itu bisa ditelusuri kembali, dakwaan kasus Sambo dapat dijadikan petunjuk. Pengungkapan KM 50 dapat memulihkan citra Polri yang tampak semakin terpuruk;

KETIGA; kasus penembakan laskar FPI di Km 50 Tol Cikampek tergolong unlawful killing, yang merupakan unsur pelanggaran HAM. korban berada dalam kuasa aparat penegak hukum sehingga ketika meninggal dunia menjadi pertanyaan publik. Santri pengawal Habib tersebut telah ditangkap dan teriak minta ampun, terlebih lagi misalnya santri pengawal tersebut tidak mengetahui yang mengejar adalah aparat, maka dalam situasi tersebut aparat dilarang melakukan tindakan pembelaan diri yang melampaui batas misalnya sebagai contoh dengan menganiaya dan menembak. Kenapa? Karena unsur atau syarat serangan "...mengancam dengan sekonyong-konyong atau pada ketika itu juga" tidak terpenuhi, sehingga mestinya mengedepankan proses hukum terhadap santri tersebut seharusnya dapat diproses sebagaimana ketentuan pidana yang belaku. Proses hukum tersebut merupakan cerminan dari asas praduga tak bersalah dan memberikan kesempatan bagi pihak yang dituduh untuk melakukan pembelaan secara adil dan berimbang (due process of law);

Demikian
IG@chandrapurnairawan

Oleh: Chandra Purna Irawan, S.H., M.H. 
Ketua LBH PELITA UMAT
 

Selasa, 27 September 2022

LBH Pelita Umat: Perlu Ada Pemisahan antara Institusi Keamanan dan Polisi

Tinta Media - Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pelita Umat Candra Purna Irawan, S.H., M.H. berpendapat bahwa terkait kasus Ferdy Sambo maka perlu adanya pemisahan antara institusi keamanan dan polisi. 

“Terkait masalah kasus Sambo maka saya berharap, kita perlu menggulirkan bahwa harus dipisah institusi keamanan dan polisi,” tuturnya dalam Program Perspektif PKAD: Dugaan (Obstruction of Justice, Pembunuhan Berencana) & Bebasnya Ferdy Sambo, Senin (19/9/2022) di kanal Youtube Prof. Suteki.

Memandang kasus Ferdy Sambo, ia menilai semestinya orang yang memegang senjata dengan orang yang menegakkan hukum itu dipisah. 

“Mungkin perlu dikaji ulang, mesti dipisah satu institusi keamanan dalam negeri di mana dia mempunyai kewenangan memegang senjata dan satu lagi yang fokus menegakkan hukum,” bebernya.

Ia berpendapat jika orang institusi memegang senjata lalu dia juga menegakan hukum, ini akan dua kewenangan yang begitu besar digabung dalam satu institusi.

“Diberikan kewenangan besar itu kepada seseorang, satu sisi keamanan, pemegang senjata dan satu sisi pemegang hukum. Ini kewenangan yang terlalu besar,” pendapatnya.
 
Diharapkan institusi dalam konteks ini adalah aparat penegak hukum agar tidak terjadi conflict of interest, yakni konflik kepentingan.
“Saya kira perlu wacana ini dikembangkan kembali dalam konteks kasus Ferdy Sambo, ini menjadi momentum untuk memisahkan dua kewenangan besar,” ujarnya.

Menurutnya, ketika institusi penegak hukum ini membutuhkan bantuan aparat untuk melakukan penangkapan segala macam, tinggal berkoordinasi dengan institusi keamanan.

“Contoh sederhana adalah KPK, sebagai penegak hukum tapi bukan dari pihak kepolisian, dan tidak punya senjata. Ketika akan menangkap pelaku korupsi, dia meminta bantuan kepada kepolisian,” urainya.

Menanggapi aparat penegak hukum yang terlibat kasus ini hanya diberikan sanksi administratif atau sidang kode etik. Ia mengungkapkan bahwa ia tidak sependapat dengan penetapan hukum tersebut.

“Saya tidak sependapat jika para aparat penegak hukum yang terlibat dalam dugaan manipulasi atau merekayasa kasus, hanya diberikan istilahnya sanksi administratif atau sidang kode etik, saya tidak sependapat kalau hanya itu yang dilakukan,” ucapnya.

Seharusnya saat ini yang ditetapkan tersangka itu banyak, sejumlah orang yang diperiksa, bukan tujuh orang saja. Semua yang terbukti dalam sidang kode etik turut membantu melakukan dugaan tindak pidana, merekayasa kasus harus dijadikan tersangka.

“Kurang lebih 90 orang telah diperiksa, semestinya semua orang yang turut serta dalam melakukan tindak pidana itu dikenakan semua,” tuturnya.

Baginya tidak fair seseorang yang terbukti membantu hanya diberikan sanksi administratif. Dalam konteks menggunakan pasal 55 ayat 1 bagian ke-1 KUHP, ada yang disebut turut serta, dan seterusnya, maka semua yang terlibat itu dikenakan tersangka.

“Tidak fairnya adalah ketika masyarakat yang turut serta kemudian melakukan tindak pidana, itu semua kena. Apalagi dalam kasus UU Terorisme Ustaz Farid Ahmad Okbah, dalam UU Terorisme itu cukup ngeri, mengetahui adanya informasi teroris, ada mengetahui seseorang itu ternyata teroris tapi tidak memberitahukan, itu dikenakan pidana,” jelasnya.

Ia mempertanyakan dalam konteks Sambo ini, dari 90 orang yang terlibat dan segala macam, dia mengetahui tapi kemudian tidak melapor. “Maka dalam konteks Ini, pendapat saya semua orang yang di sanksi kode etik itu diperiksa, mestinya dipidana,” lanjutnya.

Chandra menyatakan bahwa dugaan manipulasi kasus ini adalah kejahatan yang sangat luar biasa, tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang. Maka hukum yang ditetapkan berat karena yang terlibat adalah orang-orang yang punya keahlian khusus. Tidak semestinya sekedar sanksi administratif saja.

“Menjadi pertanyaan selanjutnya, kenapa ini tidak berlanjut ke sana?” tanyanya.

Hal ini akibat dari mereka (para aparat hukum) yang mempunyai kekuasaan kewenangan untuk menetapkan tersangka. Mereka yang punya kewenangan.

“Oleh karena itu, agar transparansi bagus, begitu penangkapan ini alangkah bagusnya dalam konteks penyidikan diserahkan kepada lembaga lain, misalnya Kejaksaan dan atau melibatkan sipil,” pungkasnya.[] Ageng Kartika

Senin, 26 September 2022

Kasus Ferdy Sambo, UIY: Wajib Ada Reformasi Struktural, Bila Perlu Revolusi di Tubuh Kepolisian

Tinta Media - Menanggapi kasus Ferdy Sambo, Ustaz Muhammad Ismail Yusanto (UIY) menegaskan wajib ada reformasi bila perlu revolusi di tubuh kepolisian. 

“Terkait kasus Ferdy Sambo, maka saya kira wajib ada reformasi struktural bila perlu revolusi di tubuh kepolisian,” tegasnya dalam Program Perspektif PKAD: Dugaan (Obstruction of Justice, Pembunuhan Berencana) & Bebasnya Ferdy Sambo, Senin (19/9/2022) di kanal Youtube Prof. Suteki.

Menurutnya, kasus Ferdy Sambo ini bukan soal personal saja tapi soal struktural kepolisian. "Bagaimana pengaruh tangan struktural Ferdy Sambo itu begitu kuat. Mengingat daya aruh Ferdy Sambo secara struktural dalam kedudukannya sebagai Kadiv Propam Mabes Polri yang diibaratkan polisinya polisi,” tuturnya.

Maka jaring-jaring pengaruh strukturnya itu memang sangat luas. “Terbukti pada tuduhan obstruction of justice itu melibatkan setidaknya pada level pemeriksaan itu sampai lebih dari 90 personil dengan level yang saya kira dari hampir puncak sampai paling bawah,” bebernya.

Ia menyatakan bahwa penanganan kasus ini harus sampai kepada aspek-aspek struktural.
“Sebab kalau hanya personal sampai berapa pun ada pemecatan, dalam kasus ini sudah sepuluh orang yang dipecat, saya kira itu belum menyelesaikan masalah jika tidak ada penanganan struktural tadi,” ujarnya.

Menilik peran dan kedudukan Ferdy Sambo sebagai kepala satgasus yang ia memiliki implikasi secara finansial. Ia mengingatkan adanya aliran dana judi yang dikemukakan dalam catatan PPATK dan sebagiannya berasal dari online. 

“Saya kira ini memperkuat apa yang dikatakan PPATK bahwa ada aliran dana judi online Itu sampai 155 triliun. Jumlah yang sangat besar, jadi benar apa yang dibilang akun mana itu bahwa duit Sambo sampai 8,1 triliun. Artinya ini bukan main-main, dengan kewenangan struktural yang dimiliki lalu kekuatan finansial yang dipunyai Sambo, menunjukkan ini adalah mabesnya mabes,” tuturnya.

Satgasus ini juga tangan-tangannya sampai ke kasus KM 50, penangkapan aktivis pada demo UU Ciptaker, dan sebagainya. Maka wajib strukturalisasi reformasi bahkan revolusi di tubuh kepolisian,” ujarnya. 

“Berarti bahwa ini bukan hanya sekedar soal uang yang demikian besar tapi juga soal tindakan yang sudah melampaui batas, sudah menabrak rambu-rambu hukum kewenangan, kepantasan, kesusilaan, dan macam-macam lainnya,” katanya.

Ismail mengungkapkan untuk melakukan reformasi struktural dan revolusi ini bergantung pada political will presiden, sejauh mana presiden memandang soal ini.
“Sejauh kita cermati, presiden tampaknya konsen dalam kasus Ferdy Sambo secara personal, tidak secara struktural. Kata tuntaskan itu hanya mengungkap tidak ada yang ditutupi kaitannya dengan kejahatan yang dilakukan Sambo,” ungkapnya.

Ia melihat sejauh ini dibubarkannya satgasus dengan keterkaitan Sambo sebagai Kepala Satgasus yang tangan-tangannya sudah begitu jauh itu merupakan tindakan yang kurang bagus.

“Karena pembubaran itu seperti seolah-olah sudah selesai masalahnya, padahal justru kita semua mesti tahu apa yang terjadi dengan satgasus, alasan dibubarkan apa?” tuturnya.
Satgasus dibentuk oleh kewenangan atas dasar kewenangan Kapolri, lalu dibubarkan atas dasar kewenangan Kapolri. Ia mengkritisi pembubaran atas satgasus tersebut.

“Kita perlu tahu ketika dibubarkan harapan apa yang tidak terpenuhi, yang tidak sesuai dengan harapan ketika dibentuknya satgasus. Adakah penyimpangannya, seperti apa? Maka harus ada audit terhadap satgasus itu,” ucapnya.

Audit ini menurut Ismail menjadi bagian dari reformasi di tubuh kepolisian. Audit ini hanya bisa dilakukan jika ada perintah langsung dari presiden atau setidaknya dari parlemen yang mempunyai kewenangan. Mengingat bahwa pemilihan Kapolri pun melibatkan mereka.

“Apakah memang parlemen memandang sampai sejauh itu? Saya kira yang penting untuk kita pertanyakan, mungkin kita pantas berduka karena atasannya tidak dan wakil rakyat pun tidak. Lalu siapa (yang audit)?” bebernya.

Ia menilai diperlukan ruang-ruang diskusi yang menyuarakan kasus ini sehingga orang tergugah bahwa ini persoalan di tubuh kepolisian bukan sekedar Ferdy Sambo sebagai personal tapi sudah sampai struktural.

“Karena ada kewenangan struktural dan kewenangan finansial di dalam satgasus yang demikian rupa, sampai tangan-tangannya itu menjarah atau menjamah berbagai persoalan yang disinyalir oleh publik itu sampai ke mana-mana,” nilainya.

Ia mengutarakan bagaimana kewenangan luar biasa dari institusi kepolisian di negeri ini, meliputi kewenangan menyelidiki, menyidik, menangkap, menahan, bahkan menembak. “Jadi luar biasa kewenangan ini,” ujarnya.

Ismail menyatakan bahwa jika institusi tidak memiliki kendali sementara kewenangannya begitu besar maka rusak negara ini.

“Banyak orang bisa menjadi korban, bukan hanya banyak orang bahkan dalam kasus Ferdy Sambo, polisi sendiri menjadi korban. Karena kewenangannya sangat besar. Bicara soal Ferdy Sambo dengan kewenangan tadi kemudian bisa melakukan apa yang disebut obstruction of justice,” pungkasnya. [] Ageng Kartika

Jumat, 09 September 2022

Ini Rekomendasi IJM Terkait Adanya Dugaan Obstruction of Justice Kasus Sambo

Tinta Media - Terbongkarnya dugaan obstruction of justice dalam kasus Ferdy Sambo, Ahli Hukum Indonesian Justice Monitor (IJM) Dr. Muh. Sjaiful, S.H., M.H., merekomendasikan kepada presiden untuk membentuk lembaga khusus yang independen. 

“Dalam hal ini, saya pikir seharusnya presiden membentuk satu lembaga khusus yang sifatnya independen dan betul-betul tidak berafiliasi dengan kepolisian. Jadi, betul-betul independen dalam menangani oknum kepolisian yang melakukan kejahatan, yang melakukan pelanggaran dan yang melaporkan sanksi pidana,” tuturnya dalam Kabar Petang : Ada Obstruction of Justice di Kasus Sambo dan KM50? di kanal Youtube Khilafah News, Rabu (7/9/2022).

Dr. Sjaiful menilai, selama ini jika ada oknum dalam institusi kepolisian yang melakukan kesalahan, melakukan kejahatan serta melakukan tindak pidana biasanya diselesaikan oleh Propam.  “Oleh aparat kepolisian itu sendiri yang menyelesaikan secara internal dengan menggunakan kode etik profesi,” ungkapnya.

Hal tersebut, menurutnya, sangat tidak efektif jika melihat rekam jejak pihak kepolisian dalam penanganan kasus-kasus yang ditangani oleh pihak Propam atau diselesaikan secara internal. “Jadi, saya merekomendasikan, seharusnya penanganan yang dilakukan oleh aparat kepolisian itu harus ditunjuk oleh lembaga khusus atau atau lembaga-lembaga tertentu yang tidak berafiliasi dengan lembaga kepolisian,” tegasnya.

Dr. Sjaiful beralasan, jika kasus oknum kepolisian diselesaikan secara internal, maka tidak akan terselesaikan. “Karena selama ini, kalau diselesaikan secara internal biasanya kasusnya menguap begitu saja. Bahkan, tidak ditindaklanjuti sebagaimana kalau kita lihat pada kasus Ferdy Sambo kemarin. Pada saat autopsy pertama itu kan sengaja ditutup-tutupi,” tambahnya.

Oleh karena itu, menurutnya, salah satu langkash strategis yang harus dilakukan dalam penanganan tindak pidana oknum kepolisian adalah tidak lagi diselesaikan oleh internal kepolisian. 

“Saya kira, langkah strategis yang harus dilakukan bahwa penanganan tindak pidana yang dilakukan oleh oknum kepolisian jangan lagi diselesaikan lewat internal kepolisian,” pungkasnya.[] Ikhty
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab