Tinta Media: Kasus Rempang
Tampilkan postingan dengan label Kasus Rempang. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kasus Rempang. Tampilkan semua postingan

Selasa, 26 September 2023

Perampasan Tanah Rempang, Cendekiawan Muslim Riau: Zalim dan Berbahaya!

Tinta Media - Cendekiawan Muslim Riau Ir. Muhammadun, M.Si. menuturkan kasus Rempang ini adalah kasus kezaliman dan berbahaya.
 
"Kasus Rempang ini adalah kasus kezaliman perampasan tanah rakyat oleh rezim dan digunakan untuk kepentingan investasi asing.  Ini sangat zalim dan berbahaya!" tuturnya dalam pernyataan sikap saat Aksi Damai Bela Rempang, Sabtu ( 23/9/2023) di kanal Youtube Dakwah Riau.
 
Ustaz Madun, sapaan akrabnya,  mengungkapkan bahwa masyarakat melayu Rempang itu khususnya yang 16 kampung, sudah mendiami daerah turun temurun sejak tahun 1720, sehingga sudah 300 tahun lebih.
 
“Ketika ada pihak lain yang mengatasnamakan negara menggusur mereka ini adalah suatu kezaliman. Karena sejatinya mereka sudah tinggal di situ beratus tahun lamanya," ujarnya sebagai  poin pertama pernyataan sikapnya.
 
Kedua, lanjutnya, kalau seandainya dikatakan bahwa status penduduk itu tidak punya sertifikat tanah. Ini adalah kelalaian administrasi pemerintah, kenapa tidak dibantu  mengurus sertifikat dari dulu.
 
“Ketiga, kalau dikatakan mereka berada di dalam kawasan hutan negara, kenapa tidak diberi kebijaksanaan?” tanyanya.
 
Menurutnya, penentuan kawasan hutan negara itu  hanya di atas kertas. Terlebih sekarang ini berdasarkan pasal di  Undang-Undang Cipta kerja ada jutaan hektar dalam kawasan hutan negara  mau diputihkan.
 
“Padahal, mereka baru puluhan tahun yang di Riau, Sumatera Utara, Jambi dan di beberapa daerah yang lain mungkin jutaan hektar di dalam kawasan hutan negara mau diputihkan,” ungkapnya.
 
 Ia menjelaskan, dalam perspektif syariat Islam negara punya amanah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. “Seharusnya mendahulukan, memprioritaskan persetujuan masyarakat lokal. Maka proyek Rempang Eco City ini tidak sesuai, zalim dan berbahaya,” tandasnya.  
 
Ia menilai, wajar kalau bangsa Melayu dan seluruh rakyat Indonesia menolak cara-cara seperti ini, yang ilegal, arogan dan inkonstitusional, tidak berpihak kepada rakyat, membahayakan rakyat, juga membahayakan negara.
 
"Kalau dibiarkan ini sangat berbahaya, tidak hanya menghancurkan eksistensi Rempang tapi juga menghancurkan eksistensi negara, karena negara tidak hadir untuk membela rakyatnya dan hanya membela kepentingan cukong. Ini berbahaya!" pungkasnya.[] Muhammad Nur

Minggu, 24 September 2023

Ormas Islam Sumut Mengutuk Keras Perampasan Tanah Milik Warga Rempang

Tinta Media - Ormas Islam Sumatera Utara (Sumut) yang tergabung dalam Aliansi Muffakir Mabda'i Bersama Ummat (AMMBU) mengutuk keras aksi perampasan tanah warga di Pulau Rempang karena merupakan kezaliman yang besar.

"Aliansi Mufakkir Mabda'i Bersama Ummat (AMMBU) melalui Aksi Damai Solidaritas Ummat Islam Bela Rempang mengutuk keras aksi perampasan tanah warga di Pulau Rempang karena merupakan kezaliman yang besar," tutur Taupik Simbolon, perwakilan AMMBU kepada Tintamedia, Sabtu (23/09/2023)

Hal ini, menurutnya, karena warga Pulau Rempang adalah pemilik hak atas tanahnya dan telah menempati ratusan tahun lamanya, jauh sebelum Republik Indonesia berdiri.


"Berdasarkan kitab Tuhfat An-Nafis karya Raja Ali Haji, dijelaskan bahwa penduduk Pulau Rempang, Galang dan Bulang adalah keturunan dari prajurit/Laskar Kesultanan Riau Lingga, yang sudah mendiami pulau-pulau tersebut sejak tahun 1720 M," ujarnya.

Ia juga menegaskan bahwa haram hukumnya merelokasi dengan cara pemaksaan dan kekerasan. "Di dalam Islam orang yang sudah tinggal di satu lahan selama bertahun- tahun seperti warga rempang, berarti orang tersebut adalah pemiliknya. Seandainya negara akan membeli atau merelokasi warga Rempang, maka haram hukumnya dengan cara pemaksaan apalagi dengan kekerasan," tegasnya.

Ia menuturkan untuk menolak kebijakan pemerintah yang lebih berpihak kepada oligarki kapitalis.

"Kebijakan ini mengkonfirmasi bahwa pemerintah menerapkan kebijakan untuk kepentingan oligarki kapitalis dengan mengabaikan hak dan kepentingan rakyat," bebernya.

Hal ini, lanjutnya, merupakan kebijakan zalim di tengah beban kehidupan rakyat yang berat dan pola investasi yang dijalankan cenderung mengarah kepada bentuk penjajahan gaya baru.

"Pola investasi dari perusahaan Cina dan didukung pemerintah Cina yang berhaluan komunis, yang terjadi di Pulau Rempang dan daerah lainnya merupakan bentuk penjajahan gaya baru (neo-imperialisme komunis)," ujarnya.

Ia mengingatkan Islam mengharamkan penjajahan yang mengalirkan kekayaan negeri kepada pihak penjajah.

"Bentuk penjajahan gaya baru yang meniscayakan mengalirnya kekayaan negeri kepada pihak asing penjajah bahkan penguasaan wilayah adalah bertentangan dengan Islam sesuai QS . An-Nisa : 141, Allah SWT berfirman : Dan sekali-kali Allah tidak akan pernah memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang mukmin," beber Taufik Simbolon.

Ia juga mengajak kepada seluruh elemen masyarakat untuk menerapkan Islam secara Kaffah agar hak-hak rakyat dapat terlayani dengan baik dan melindungi negeri dari cengkeraman oligarki kapitasi dan neo imperialisme.

"Hanya dengan menerapkan Islam secara kaffah , pemimpin akan melayani hak-hak rakyat dengan baik dan melindungi negara dari cengkeraman oligarki dan neoimperialisme untuk membawa keberkahan dunia dan akhirat," pungkasnya.[] Sofian Siregar

Persaudaraan Muslim Soloraya Mengutuk Keras Aksi Perampasan Tanah Warga Rempang

Tinta Media - Forum Persaudaraan Muslim Soloraya (FPMS) mengutuk keras aksi perampasan tanah warga Rempang atas nama pembangunan Rempang Eco-City yang ditetapkan pemerintah sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN).

"Forum Persaudaraan Muslim Soloraya mengutuk keras aksi perampasan tanah warga pulau Rempang oleh pemerintah karena hal itu merupakan kezaliman besar," tutur Ali Mustofa sebagai perwakilan dari FPMS kepada Tinta Media Sabtu (23/9/2023).

Hal ini, lanjutnya, didasarkan bahwa warga Pulau Rempang adalah pemilik hak atas tanah, mereka (warga Rempang) telah menempati pulau tersebut selama ratusan tahun jauh sebelum republik Indonesia berdiri.

"Mereka (warga Rempang) dikenal sebagai pejuang mengusir penjajah. Negara tidak boleh menggunakan kaidah domein verklaring, bahwa semua bidang tanah adalah milik negara kecuali masyarakat bisa membuktikan dengan sertifikat," ujarnya seraya mengutip kitab Tuhfat An-Nafis karya Raja Ali Haji.

Lewat perwakilan Bung Ali Mustofa juga mengutuk keras tindakan represif, intimidasi dan kekerasan yang dilakukan oleh tim gabungan aparat terhadap pulau Rempang dan Galang sehingga masyarakat mengalami luka, trauma, cedera dan kerugian materi.

"Termasuk tindakan pemerintah menghentikan pelayanan umum pada warga sebagai bentuk intimidasi agar warga mau pindah. Sekaligus menuntut agar pemerintah memulihkan dan mengembalikan hak-hak warga Rempang," ungkapnya. 

Dalam aksi damainya, FPMS Menolak kebijakan pemerintah yang lebih berpihak kepada investor yang dimana pemerintah lebih melayani kepentingan cukong oligarki kapitalis daripada kepentingan rakyat.

"Kebijakan ini jelas kebijakan yang dzalim, apalagi di tengah beban kehidupan rakyat yang semakin berat," tegasnya. 

FPMS juga menuntut pemerintah untuk menghentikan proyek Rempang Eco-City dan investasi Xinyi Glass Holdings Limited asal Cina karena bahan bakunya merupakan jenis harta milik umum uang seharusnya dikuasi oleh negara untuk kepentingan rakyat.

"Oleh karna itu, haram meliberalisasikannya dan menyerahkan kepemilikan serta pengolahannya diserahkan kepada pihak swasta," katanya. 

FPMS menghimbau umat Islam atas kebangkitan komunis gaya baru serta melawan kejahatan dan keserakahan ideologi sekulerisme kapitalisme, liberal-demokrasi.

"Untuk itu mari kami mengajak seluruh pihak khususnya para pemimpin, ulama, cendikiawan, pengusaha, pengacara, mahasiswa, polisi dan militer di Indonesia bersatu padu untuk mengambil Islam sebagai solusi menerapkan syariah Islam secara menyeluruh dalam bingkai daulah Khilafah Islamiyah," pungkasnya.[] Setiyawan Dwi

KOREKSI TERHADAP PENDAPAT TJAHJO ARIANTO TERKAIT TANAH MELAYU REMPANG

Tinta Media - Mengutip informasi dari website kantor berita yang memberitakan bahwa Pakar hukum pertanahan, Tjahjo Arianto, menyebut bahwa Pulau Rempang adalah hutan yang digarap oleh masyarakat penggarap dan bukan tanah adat. 
 
Berkaitan dengan hal tersebut diatas, saya akan memberikan pendapat hukum (legal opini) sebagai berikut: 
 
Pertama, bahwa perlu diketahui tanah adat adalah mereka menggarap tanah itu turun menurun, tinggal disitu turun menurun. Sedangkan Suku Melayu telah menempati sejak ratusan tahun yang lalu secara genealogis dan teritorial. Hal ini merujuk literatur (1); Raja Haji Ahmad dan Raja Ali Haji, "Tuhfat al-Nafis". Edited by Virginia Matheson. (Shah Alam: Penerbit Fajar Bakti, 1997); (2) Raja Haji Ahmad dan Raja Ali Haji, "Tuhfat al-Nafis Naskhah Terengganu", Rewritted by 'Alawi from Karimun Archipelagos. (Kuala Terengganu: The House of Tengku Ismail, 1991); (3). "Furu' al-Ma'mur: Inilah satu Undang-Undang Qanun yang terpakai oleh Kepala2 yang besar pangkat kecil dan besar yang menjaga negeri dalam Kerajaan Riau dan takluk adanya". Alih aksara Hasan Junus. (Pekanbaru: Pusat Pengembangan Bahasa dan Kebudayaan Melayu Universitas Riau, 1996); (4). Aswandi Syahri, "Melacak Kembali Hari Jadi Batam: Raja Isa dan Jejak Awal Sejarah Pemerintahan di Pulau Batam (1829-1913)". Lampiran dalam Perda Kota Batam No. 4 Tahun 2009 Tentang Hari Jadi Kota Batam; (5).Cynthia Chou and Vivienne Wee, "Tribality and Globalization: The Orang Suku Laut and the 'Growth Triangle' in a Conntested Environment". Dalam Geoffrey Benjamin and Cynthia Chou (ed.), Tribal Communities in the Malay World: Historical, Cultural, and Social Perspectives. (Singapore: IIAS and ISEAS, tt).; (6) Jan van der Putten, "His Word is the Truth: Haji Ibrahim's Letters and Other Writtings". (Leiden: Research School of Asian, African, and Amerindian Studies, 2001).
 
Kedua, Bahwa perlu diketahui Peraturan Perundang-undangan tentang Hutan baru ada setelah Republik Indonesia berdiri, jadi secara geneologis mereka lebih berhak. Konflik agraria terjadi disebabkan karena adanya legal pluralisme antara pemerintah dan masyarakat. Legal pluralisme merupakan situasi yakni dua atau lebih sistem hukum berinteraksi dalam satu kehidupan sosial. Di Indonesia hukum negara dianggap memiliki posisi yang lebih tinggi dalam pengelolaan sumber daya alam dibandingkan hukum adat. Seringkali negara mengambil kebijakan sepihak dalam pengelolaan sumber daya alam tanpa melibatkan masyarakat lokal yang menggantungkan hidup pada sumber daya alam tersebut. 
 
Ketiga, Bahwa merujuk Putusan Mahkamah Konstitusi No. 35/PUU-X/2012, Mahkamah Konstitusi menegaskan bahwa Hutan yang berada di wilayah adat, dan bukan lagi Hutan milik Negara dan Pemerintah. Masyarakat adat memiliki hak penuh atas tanah, wilayah dan sumber daya alam, termasuk atas hutan adat. Pengakuan terhadap hak-hak ini, merupakan bagian dari pemenuhan hak asasi yang melekat pada masyarakat adat dan dijamin oleh UUD 1945 dan Undang-undang Agraria No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria;

Keempat, Bahwa ditinjau secara geopolitik, letak Batam sangat strategis berada di Selat Malaka pintu gerbang orang-orang asing masuk ke wilayah Indonesia, dekat dengan Singapura dan dekat dengan Laut Natuna (Laut Cina Selatan) yang sedang konflik antara Negara China, Amerika Serikat dan berbagai Negara. Semestinya pulau yang berada di garis terdepan tersebut diperkuat, bukan sebaliknya diberikan kepada Investor asing. Jika tidak diperkuat "NKRI HARGA MATI" hanya sebatas slogan yang tunduk kepada kepentingan Investor.

Demikian
IG@chandrapurnairawan

Oleh: Chandra Purna Irawan, S.H., M.H.
Ketua LBH Pelita Umat 

Sabtu, 23 September 2023

ISLAM SOLUSI MASALAH KEMANUSIAAN REMPANG

Tinta Media - Kasus Rempang adalah konfirmasi kebijakan pemerintah yang melanggar nilai-nilai kemanusiaan, keadilan dan keadaban. Indikatornya adalah adanya penolakan relokasi, pengambilalihan paksa hak rayat, tidak disiapkan tempat pengganti, tidak ada musyawarah dan kesepakatan, rakyat merasa dirugikan bahkan dizolimi, protes datang dari berbagai elemen masyarakat lintas organisasi dan wilayah. Bukan hanya melanggar nilai pancasila, lebih dari itu melanggar nilai-nilai Islam.

 

Jika dicermati secara serius dalam ayat-ayat al Quran maupun as sunnah, niscaya akan ditemukan, bahwa inti ajaran Islam adalah iman dan amal saleh. Islam lebih dari sekedar sebuah agama formal, tetapi juga risalah yang agung bagi transformasi sosial dan tantangan bagi kepentingan pribadi dan sosial.

 

Hukum Islam berkarakter manusiawi (orientasi kemanusiaan)  yaitu agama yang sangat mementingkan manusia sebagai tujuan sentral. Inilah dasar Islam. Oleh karena itu, tugas terbesar Islam sesungguhnya adalah melakukan transformasi sosial dan budaya dengan nilai-nilai Islam. Islam adalah agama yang menebarkan rahmat bagi semua manusia dan alam semesta.

 

Kisah Khalifah Umar bin Khattab memberikan ilustrasi betapa adilnya kepemimpinan dalam Islam (sistem khilafah). Saat itu ada Gubernur Mesir yang bernama Amr bin ‘Ash dan dia berniat untuk membangun sebuah masjid di samping istananya yang megah itu namun terkendala oleh adanya bangunan gubuk milik Yahudi, diganti untung 2 kali lipat, namun tetap ditolak. Akhirnya digusur dan yahudi mengadu kepada Umar bin Khathab.

 

Umar mengirimkan tulang dengan garis lurus pakai pedang. Tulang ini merupakan peringatan keras terhadap diriku dan tulang ini merupakan ancaman dari Khalifah Umar bin Khattab. Artinya, apa pun pangkat dan kekuasaanmu suatu saat kamu akan bernasib sama seperti tulang ini, karena itu bertindak adillah kamu seperti huruf alif yang lurus. Adil di atas dan adil di bawah. Sebab kalau kamu tidak bertindak adil dan lurus seperti goresan tulang ini, maka Khalifah tidak segan-segan untuk memenggal kepala saya”, jelas Gubernur Amr bin ‘Ash. Akhirnya orang Yahudi mengikhlaskan tanahnya dan bahkan masuk Islam karena keadilan hukum Islam.

 

Kasus rempang mengkonfirmasi adanya penjajahan gaya baru (neokolonialisme) yakni investasi, hutang (riba), privatisasi oleh ideologi kapitalisme sekuler dan komunisme ateis.

 

Islam memberikan tuntunan hidup manusia dari persoalan yang paling kecil hingga ke urusan yang paling besar, mulai dari urusan rumah tangga, tidur, makan dan minum sampai pada urusan bangsa dan negara. Ada tiga kepemilikan dalam Islam, Negara, rakyat (umum) dan pribadi. Privatisasi BUMN dan SDA milik negara dan rakyat diharamkan dalam hukum Islam. Utang luar negeri, tidak dibolehkan oleh hukum syara’. Sebab, pinjaman seperti itu selalu terkait dengan riba dan syarat-syarat tertentu. Riba diharamkan oleh hukum syara. Persyaratan (yang menyertai utang luar negeri) sama saja dengan menjadikan negara-negara asing tersebut berkuasa atas kaum Muslim. Sedangkan investasi asing hukumnya juga haram karena menyebabkan makin kuatnya cengkeraman atas kaum muslimin. Perhatian beberapa dalil berikut :

 

"Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api". (HR. Abu Dawud dan Ahmad). Hadits tersebut menyatakan bahwa kaum Muslim (manusia) berserikat dalam air, padang rumput, dan api. Dan bahwa ketiganya tidak boleh dimiliki oleh individu.

 

“Allâh menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (QS Al-Baqarah(2):275). Jauhi tujuh hal yang membinasakan! Para sahabat berkata, "Wahai, Rasulullah! apakah itu? Beliau bersabda, "Syirik kepada Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah tanpa haq, memakan harta riba, memakan harta anak yatim, lari dari medan perang dan menuduh wanita beriman yang Ialai berzina" (Muttafaq 'alaih).

 

Dosa riba yang paling ringan adalah bagaikan seorang Iaki-Iaki yang menzinai ibu kandungnya." (HR Thabrani).

 

Allah tidak akan memberi jalan kepada orang kafir untuk mengalahkan orang-orang beriman. (QS An nisaa’ : 141). Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin? (QS al-Maidah [5]: 50)

 

Kepemimpinan dengan sistem kapitalisme dan komunisme cenderung zolim dan tidak adil kepada rakyat. Kepemimpinan zolim sangat dilarang dalam ajaran Islam. Al-Hasan berkata, Ubaidillah bin Ziyad menjenguk Ma’qal bin Yasar ra., ketika ia sakit yang menyebabkan kematiannya, maka Ma’qal berkata kepada Ubaidillah bin Ziyad, “Aku akan menyampaikan kepadamu sebuah hadits yang telah dengar dari Rasulullah saw., aku telah mendengar Nabi saw. bersabda, “Tiada seorang hamba yang diberi amanat rakyat oleh Allah lalu ia tidak memeliharanya dengan baik, melainkan Allah tidak akan merasakan padanya harumnya surga (melainkan tidak mendapat bau surga.”

 

Jadi kesimpulannya, konflik Rempang dalam kaca mata Islam ada dua hal mendasar : pertama, adanya cengkeraman neo imperialisme/kolonialisme dan jejak hitam oligarki.  Kedua, adanya kezaliman kepada rakyat yang dilakukan oleh penguasa dan pengusaha.

Karena itu penting adanya transformasi sistemik dari sistem kapitalisme komunisme oligarki ke sistem dan kepemimpinan Islam lebih manusiawi, adil, orientasi kemakmuran rakyat dengan penerapan hukum Allah secara kaffah

 

Indahnya kepemimpinan seorang khalifah dalam sistem khilafah tergambar pada pidato Abu Bakar saat dibaiat sebagai khalifah : Wahai manusia! Aku telah diangkat untuk mengendalikan urusanmu, padahal aku bukanlah orang yang terbaik di antaramu. Maka jikalau aku dapat menunaikan tugasku dengan baik, bantulah (ikutlah) aku, tetapi jika aku berlaku salah, maka luruskanlah! Orang yang kamu anggap kuat, aku pandang lemah sampai aku dapat mengambil hak dari padanya. Sedangkan orang yang kamu lihat lemah, aku pandang kuat sampai aku dapat mengembalikan haknya kepadanya. Maka hendakklah kamu taat kepadaku selama aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya, namun bila mana aku tiada mematuhi Allah dan Rasul-Nya, kamu tidak perlu mematuhiku. Berdirilah (untuk) shalat, semoga rahmat Allah meliputi kamu.

 

Begitupun pidato Umar bin Khatahab : Saudara-saudara! Aku hanya salah seorang dari kalian. Kalau tidak karena segan menolak tawaran Khalifah Rasulullah (Abu Bakar) aku enggan memikul tanggung jawab ini. Ya Allah, aku ini sungguh keras, kasar, maka lunakkanlah hatiku. Ya Allah aku sangat lemah, maka berikanlah kekuatan. Ya Allah aku ini kikir, jadikanlah aku dermawan bermurah hati." Bacalah Alquran, dalami, dan bekerjalah dengannya. Jadilah salah satu umatnya. Timbang dirimu sebelum menimbang, hiasi dirimu untuk persembahan terbesar pada hari ketika kamu akan dipersembahkan kepada Allah SWT.

 

Bukan aku menurunkan diriku dari kekayaan Allah SWT dalam status sebagai wali yatim piatu. Jika kalian puas, maka akan diampuni, jika kalian miskin, maka akan makan enak. Allah telah menguji kalian dengan diriku dan menguji diriku lewat kalian. Sepeninggal sahabat-sahabatku, sekarang aku ada di tengah-tengah kalian. Tidak ada persoalan kalian yang harus aku hadapi lalu diwakilkan kepada orang lain kecuali kepadaku. Dan tak ada yang tak hadir di sini lalu meninggalkan perbuatan terpuji dan amanat. Kalau berbuat baik, akan kubalas dengan kebaikan, tetapi kalau berbuat jahat, terimalah bencana yang akan kutimpakan.

Oleh: Dr. Ahmad Sastra Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa 

(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 21/09/23 : 14.23 WIB)

 


HISTORIOGRAFI PULAU REMPANG : DARI PERLAWANAN KEPADA PENJAJAH HINGGA SEJARAH PERADABAN ISLAM MELAYU

 
Penolakan Relokasi itu Wajar

Tinta Media - Sangat ironi dan menyakitkan menyaksikan konflik yang terjadi antara masyarakat pulau Rempang Kepulauan Riau dengan pihak keamanan yang dipicu oleh kepentingan oligarki asing. Negeri ini yang konon katanya berdasarkan pancasila yang memuat nilai kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia justru hilang dari tanah Rempang. Dengan adanya konflik berdarah antara masyarakat Rempang dengan pihak kepolisian akibat kebijakan pemerintah yang menebar karpet merah bagi investasi China menjadikan pancasila tidak memiliki makna apa-apa, kecuali hanya sekedar omong kosong.

 

Kasus Rempang jelas mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan karena melakukan penggusuran paksa yang mengorbankan seluruh elemen masyarakat, dari seorang bayi, siswa hingga orang tua. Mereka berhamburan keluar rumah dan sekolah karena mendapatkan tekanan dari pihak keamanan. Bukan hanya sampai disitu, upaya pengosongan juga diwarani oleh berbagai tekanan psikologis dari pihak pemerintah yang seharusnya melindungi rakyatnya. Ucapan bolduser dan piting menyeruak dari petinggi negeri ini bagi masyarakat yang dianggap melawan kebijakan. Ironis, sungguh ironis.

 

Sebenarnya penolakan penggusuran kawasan Rempang kepri ini sudah terjadi sejak akhir agustus lalu. Hampir 4 ribu orang turun ke jalan berdemonstrasi menolak investasi dari China. Demo digelar hampir oleh seluruh warga Pulau Rempang, Galang, Bulang dan simpatisan anak Melayu Kepri di depan Gedung Badan Pengusahaan (BP) Batam. Demo tidak berjalan lancer damai, namun berakhir rusuh, tegang dan sengit. Adu argumentasi, adu data dan adu sejarah mewarnai debat siang terik itu. 

 

Kericuhan yang terjadi di Rempang ini menjadi bisa dipahami, karena masyarakat mencoba mempertahan tempat tinggalnya yang secara turun temurun telah ditinggali. Bahkan di Rempang juga telah berdiri lembaga Pendidikan. Wajar jika masyarakat Rempang merasa gerah dengan pemerintah dan penguasa. Mereka telah bermohon berkali-kali agar kampung mereka tidak digusur. Tapi tak ada yang mau mendengar. Jadi penolakan relokasi oleh masyarakat pulau rempang adalah wajar belaka.

 

Dikutip dari Pikiran Rakyat, bentrok antara aparat dan warga Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau, pada Kamis 7 September 2023 menuai banyak kritikan. Pasalnya, aksi memaksa masuk ke kawasan pemukiman itu menyebabkan sejumlah warga terluka dan diamankan, hingga pelajar yang dilarikan ke Rumah Sakit karena terkena gas air mata.

 

Berdasarkan informasi dari Fraksi Rakyat Indonesia, pecahnya bentrok dengan aparat gabungan TNI-Polri, Ditpam Badan Pengusahaan (BP) Batam, dan Satpol PP dipicu oleh warga yang tidak setuju dengan rencana Proyek Strategis Nasional (PSN) di kawasan mereka. Pasalnya, 10.000 warga Pulau Rempang-Galang yang tersebar di 16 Kampung Melayu Tua, terancam tergusur dan terusir dari ruang hidup yang telah mereka huni turun-temurun sejak 1834.

 

"Ruang hidup mereka diincar pebisnis rakus yang didukung rezim Jokowi yang pro investasi, meski membuat rakyatnya sendiri mati," ucap Fraksi Rakyat Indonesia, Kamis 7 September 2023.

 

Mereka menuturkan bahwa PT Makmur Elok Graha (MEG) diberikan konsesi 17.000 hektare sampai 2080 karena dianggap mampu menanam investasi Rp381 triliun. PT MEG merupakan anak perusahaan Artha Graha, yang sahamnya dimiliki oleh Tomy Winata.

 

"Konsesi itu diberikan oleh Badan Pengusahaan (BP) Batam selama 80 tahun untuk dijadikan kawasan bisnis Rempang Eco City di Pulau Rempang-Galang," tutur Fraksi Rakyat Indonesia. "Hebatnya lagi, demi investasi itu bahkan KLHK rela melepaskan 7.560 hektare kawasan hutan yang penting bagi kelestarian ekosistem untuk dijadikan proyek tersebut," katanya menambahkan.

 

Program Pengembangan Kawasan Rempang KPBPB Batam Provinsi Kepulauan Riau resmi diluncurkan pada Rabu (12/4/2023) setelah sempat tertunda selama 18 tahun. Pengembangan Kawasan tersebut dilakukan PT Makmur Elok Graha (MEG), anak perusahaan Artha Graha milik Tomy Winata. Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyampaikan, pelaksanaan rencana investasi yang dilakukan oleh PT MEG secara total sampai dengan 2080 kurang lebih sebesar Rp. 381 triliun dan diperkirakan mampu menyerap tenaga kerja langsung sebanyak 306.000 orang. “Investasi yang akan dilakukan antara lain industri menengah, industri manufaktur dan logistik, kawasan pariwisata terintegrasi, serta kawasan perumahan dan perdagangan jasa terintegrasi,” kata Airlangga, dikutip Kamis (13/4/2023).

 

Penandatangan MOU Xinyi Group China dan Menteri investasi Bahlil Lahadalia, menetapkan batas waktu penyerahan lahan Pulau Rempang secara "clean and clear" 30 hari. Xinyi mendesak, pelaksanaan pembebasan lahan rampung pada 28 September mendatang. Artinya, pemerintah hanya punya waktu kurang dari 2 minggu untuk memaksa warga mengosongkan lahan Pulau Rempang.

 

Namun kenyataan menunjukan, rumit bagi pemerintah memenuhi dedline waktu yg didesak Xinyi Cina. Masyarakat melawan. Relokasi memicu bentrokan, memperlambat proses pengosongan lahan. Kenyataan ini direspon Group Xinyi Cina dengan sinyal: ancaman mencabut kesediaan investasi di Pulau Rempang, Galang dan akan mengalihkan investasinya ke wilayah Johor Malaysia.

 

Sinyal dan peluang hengkangnya Xinyi ke Malaysia disampaikan Sekretaris Kemenko Perekonomian, Sisiwijono Moegiarso. Menurutnya, pada Kamis 14 September kemarin, Pihak Xinyi Group mendatangi kantor Kemenko Perekonomian, menanyakan dinamika perlawanan warga Pulau Rempang dan progres upaya pengosongan lahan. Susiwijono menyatakan, pihak Xinyi sangat sensitif dengan kerasnya perlawanan warga. Apalagi perlawanan tersebut telah berkembang menjadi isu ras dan agama (Melayu-Islam) sehingga perlawanan rakyat diperkirakan akan sulit meredah. Perlawanan rakyat pulau Rempang adalah wajar belaka dilihat dari banyak aspek, baik psikologis, sosiologis, historis dan ideologis.

 

Demi Kepentingan Oligarki, Kebijakan Zolim dan Tidak Adil

 

Upaya penggusuran demi kepentingan oligarki adalah kebijakan yang tidak masuk akal. Kebijakan penggusuran ini menggambarkan betapa arogansi oligarki nampak telah menguasai rezim ini. Bagaimana mungkin suatu kawasan yang telah ditinggali rakyat selama hampir 300 tahun, yakni sejak tahun 1700 an, mendadak digusur hanya demi kepentingan oligarki.

 

Akibatnya tujuh ribuan penduduk kini dalam kondisi terancam. Jika wilayah itu diklaim sebagai kawasan konservasi, lantas mengapa justru akan dibangun menjadi kawasan industri. Mestinya pemerintah justru membela rakyatnya dengan membangun Rempang menjadi kawasan yang lebih nyaman dan bisa juga dijadikan sebagai destinasi wisata nusantara berbasis sejarah peradaban Melayu.

 

Konflik Rempang ini dipicu oleh rencana pembangunan pabrik yang tentu saja akan mendatangnya investasi para pomodal besar, alias oligarki. Hal ini diungkap oleh Pemerintah Daerah (Pemda) dan BP Batam bahwa pembangunan pabrik kaca dan solar panel terbesar di Indonesia akan segera dibangun oleh Xinyi Grup dari China dengan nilai investasi sebesar 11,6 miliar USD atau setara Rp174 triliun. 

 

Dikabarkan pabrik itu akan menjadi yang terbesar nomor dua di dunia setelah China, dan terbesar nomor satu di luar Tiongkok. Hasilnya nanti, difokuskan untuk ekspor, karena pasar utamanya adalah pasar internasional. Produknya digunakan dalam sektor otomotif, konstruksi dan energi.

 

Rempang termasuk jalur One Belt One Road (OBOR) nya Cina. OBOR digunakan oleh Cina untuk membuat jalur ekonomi, investasi dan relokasi penduduknya ke seluruh dunia. Jalur ini strategis bagi Cina. Namun pandainya Cina, akses OBOR ini dibuat oleh negara yang dilalui dengan investasi dan hutang dari Cina, sehingga yang membayar akses itu adalah rakyat dari negara negara yang dilaluinya, termasuk Indonesia. Salah satunya adalah jalur tol lautnya Indonesia.

 

Kehadiran investor China di pulau Rempang yang menimbulkan kegaduhan diawali oleh pertemuan bilateral antara Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dan Presiden China Xi Jinping pada hari Kamis (27/7/2023) di Chengdu, China. Pertemuan itu sebagai rangkaian perjalanan Presiden Jokowi ke China yang berlangsung pada 27-28 Juli 2023.

 

Dalam pernyataan resmi yang ditayangkan akun Youtube Sekretariat Presiden, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengungkapkan, perjalanan Presiden Jokowi ke China adalah atas undangan Presiden Xi Jinping dan kunjungan itu bertepatan dengan 10 tahun kemitraan strategis komprehensif Indonesia-China. Retno memaparkan, pertemuan kedua Kepala Negara terutama membahas penguatan kerja sama ekonomi yang saling menguntungkan, selalu mempertimbangkan tenaga lokal, dan ramah lingkungan.

 

Dalam bidang investasi, Retno mengatakan minat investasi China ke Indonesia juga masih besar. Rencananya, Jumat (28/7/2023), Presiden Jokowi akan menggelar pertemuan dengan para investor China. "Berbagai sektor investasi yang berpotensi diantaranya energi hijau, fiberglass, Kesehatan, dan juga petrokimia. Presiden juga mengundang investasi RRT dalam pembangunan IKN," kata Retno.   

 

Berikut 8 kesepakatan hasil pertemuan Jokowi-Xi Jinping : (1) Protokol tentang Persyaratan Pemeriksaan dan karantina untuk Ekspor Serbuk Konjac dari Indonesia ke Tiongkok (2) Protokol tentang Persyaratan Phytosanitary untuk Ekspor Tabasheer dari Indonesia ke Tiongkok (3) Rencana Aksi Kerja Sama Bidang Kesehatan (3) Nota Kesepahaman tentang Pusat Penelitian dan Pengembangan Bersama

 

(5) Nota Kesepahaman tentang Kerja Sama Perencanaan Berbagi Pengetahuan dan Pengalaman terkait Pemindahan Ibu Kota Baru Indonesia (6) Nota Kesepahaman tentang Peningkatan Kerja Sama Indonesia-Tiongkok "Two Countries,Twin Parks (7) Nota Kesepahaman tentang Pendidikan Bahasa Tiongkok dan (8) Nota Kesepahaman tentang Kerja Sama Ekonomi dan Teknis.

 

Sebelumnya, dalam pertemuan Presiden Jokowi dengan Perdana Menteri RRT Li Keqiang dan Presiden Xi di Beijing pada tahun 2022, kedua negara telah menyepakati beberapa kesepakatan, yaitu: (1) Pembaruan MoU Sinergi Poros Maritim Dunia dan Belt Road Initiative, (2) MoU Kerja sama Pengembangan dan Penelitian Vaksin dan Genomika, (3) MoU mengenai Pembangunan Hijau, (4) Pengaturan Kerja sama Kelautan, (5) Protokol mengenai ekspor nanas Indonesia, (6) Pengaturan Kerja Sama Pertukaran Informasi dan Penegakan Pelanggaran Kepabeanan, dan (7) Rencana Aksi Kerja Sama Pengembangan Kapasitas Keamanan Siber dan Teknologi.

 

Turut mendampingi Presiden Jokowi dalam pertemuan dengan Presiden Xi Jinping, yaitu Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Menteri BUMN Erick Thohir, Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia, dan Duta Besar RI Beijing Djauhari Oratmangun. (Ida/ANTARA)

 

Historiografi Pulau Rempang, Warisan Peradaban Islam Melayu

 

Historiografi adalah studi tentang cara sejarah ditulis, direkam, dan dianalisis. Ini merupakan cabang ilmu dalam bidang sejarah yang memeriksa metode, teori, sumber, dan konsep yang digunakan dalam penulisan sejarah. Historiografi tidak hanya mencakup penyusunan narasi sejarah, tetapi juga pemahaman tentang bagaimana sejarah dipahami, dianalisis, dan digunakan oleh masyarakat.

 

Historiografi memainkan peran penting dalam membantu kita memahami cara kita memahami masa lalu dan bagaimana pandangan ini dapat memengaruhi cara kita memahami dunia saat ini. Hal ini juga membantu kita menghindari bias dalam penulisan sejarah dan meningkatkan pemahaman kita tentang kompleksitas peristiwa sejarah. Historiografi pulau Rempang erat hubungannya dengan Peradaban Islam Melayu berdasarkan manuskrip Tuhfat Al-Nafis yang ditulis oleh ayah dan anak, Raja Ahmad atau Engku Haji Tua dan puteranya Raja Ali Haji.

 

Penduduk asli Rempang, Galang dan Bulang (kini masuk wilayah Kota Batam), sebagaimana diungkap oleh Prof Dr. Dato' Abdul Malik M.Pd adalah keturunan para prajurit Kesultanan Riau-Lingga yang sudah eksis sejak 1720 masa pemerintahan Sultan Sulaiman Badrul Alam Syah I. Perang Riau I (1782-1784) mereka menjadi prajurit Raja Haji Fisabilillah. Dan, dalam Perang Riau II (1784–1787) mereka adalah prajurit Sultan Mahmud Riayat Syah.

 

Ketika Sultan Mahmud Riayat Syah berhijrah ke Daik-Lingga pada 1787, Rempang-Galang dan Bulang dijadikan basis pertahanan terbesar Kesultanan Riau-Lingga. Pemimpinnya Engku Muda Muhammad dan Panglima Raman yang ditunjuk oleh Sultan Mahmud. Berdasarkan catatan sejarah, pasukan Belanda dan Inggris saja tak berani memasuki wilayah Kesultanan Riau-Lingga. Anak-cucu merekalah sekarang yang mendiami Rempang-Galang secara turun-temurun. Pada Perang Riau itu nenek-moyang mereka disebut Pasukan Pertikaman Kesultanan.

 

Dikutip dari Islam Today.id, dalam manuskrip Tuhfat Al-Nafis merupakan historiografi peradaban Melayu yang ditulis oleh ayah dan anak, Raja Ahmad atau Engku Haji Tua dan puteranya Raja Ali Haji. Raja Ali Haji merupakan ulama, sejarawan, pujangga Melayu yang hidup masa Kesultanan Melayu Riau-Lingga-Johor-Pahang. Kesultanan ini berpusat di daerah Panyengat Inderasakti, Kota Tanjung Pinang, Provinsi Kepulauan Riau. Kesultanan ini merupakan salah satu kesultanan yang cukup besar di tanah Melayu, usai Kesultanan Malaka yang berpusat di Johor runtuh.

 

Menurut Ai Wardah Mardiah Koswiar, seorang peneliti lulusan Magister Philosofi Centre of Advanced Studies on Islam, Science, and Civilisation (CASIS), Universitas Teknologi Malaysia (UTM) ini mengungkapkan jika saat ini banyak pihak yang sengaja ingin menghapus peran tokoh-tokoh Islam dan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia. Termasuk disini ialah sosok Raja Ali Haji, dia adalah sosok ulama, intelektual yang paripurna, setidaknya ada 14 judul buku yang berhasil ditulisnya.

 

Sebuah buku berjudul Kitab Pengetahuan Bahasa, merupakan kamus bahasa Melayu yang akhirnya pada 28 Oktober 1928 kita pun memiliki bahasa persatuan. Pemerintah Indonesia menganugerahinya gelar pahlawan nasional pada 5 November 2004 atas jasanya dalam menjaga bahasa Melayu sebagai bahasa standar yang setara dengan bahasa-bahasa lain di dunia. Itulah kecerdasan linguistik sosok Raja Ali Haji.

 

Sebagai seorang sastrawan dia pun meninggalkan sebuah karya yang agung, menjadi rujukan para penulis terutama pemerhati bahasa di rumpun Melayu. Karya tersebut ialah Gurindam Dua Belas yang berisi tentang nasihat, ajaran tentang berbagai permasalahan akidah, budi pekerti, akhlak, syariat Islam dan konsep pemerintahan.

 

Dikutip dari tulisan Adian Husaini, Karya ini (gurindam 12) begitu populer di kedua provinsi itu. Kitab Gurindam 12 – yang aslinya ditulis dalam huruf Arab berbahasa Melayu/Jawi – mengandung konsep-konsep penting dalam pendidikan dan kebangkitan diri, masyarakat, dan bangsa. Pasal 1 Gurindam 12 memuat ajaran-ajaran penting pembentukan pandangan hidup Islam (worldview of Islam). Pasal ini dibuka dengan kalimat tegas tentang pandangan dan sikap seseorang terhadap agama: “Barangsiapa tiada memegang agama, maka sekali-kali tiada boleh dibilangkan nama.”

 

Baris-baris berikutnya, diberikan rumus untuk menjadi orang yang ma’rifat dan bertaqwa: “Barangsiapa mengenal Allah, maka suruh dan tegah-Nya tiada ia menyalah. Barangsiapa mengenal diri, sungguh ia telah mengenal Tuhan yang bahri. Barangsiapa mengenal dunia, tahulah ia barang yang terperdaya. Barangsiapa mengenal akhirat, tahulah ia dunia itu mudharat!”

 

Sekedar contoh, silakan simak pasal 3 Gurindam 12: “Apabila terpelihara mata, sedikitlah cita-cita. Apabila terpelihara kuping, khabar yang jahat tiadalah damping. Apabila terpelihara lidah, niscaya dapat daripadanya paedah. Bersungguh-sungguh engkau memeliharakan tangan, daripada segala berat dan ringan. Apabila perut terlalu penuh, keluarlah fi'il yang tiada senunuh. Anggota tengah hendaklah ingat, di situlah banyak orang yang hilang semangat. Hendaklah peliharakan kaki, daripada berjalan yang membawa rugi.”

 

Upaya paksa penggusuran Pulau Rempang akan berpotensi mencerabut warisan sejarah peradaban melayu Islam ini. Hal ini sejalan dengan ucapan cendekiawan Muslim Muhammad Asad : bahwa suatu peradaban tidak akan bangkit jika peradaban itu kehilangan kebanggaannya atau terputus dari sejarahnya. Penggusuran pulau Rempang menjadi kawasan industri china komunis pastinya akan menghilangkan jejak sejarah peradaban Melayu Islam di sana.

 

Salah satu peristiwa sejarah yang dimuat dalam manuskrip yang ditulis pada abad ke-19 ini adalah peristiwa perang laut terbesar abad ke-18 yang terjadi di Selat Malaka. Dikutip dari JantungMelayu.com menjelaskan jika pada waktu itu peristiwa perang antara Yang Dipertuan Muda Riau Raja Haji Fisabilillah dan Belanda pada 6 Januari 1784. Manuskrip Tuhfat Al-Nafis Trengganu menjelaskan pula tentang peristiwa gugurnya Raja Haji Haji di Tanjung Palas, Teluk Ketapang, Malaka pada 17 Juni 1784.

 

 

Naskah ini juga menyebutkan tentang silsilah raja Melayu, Bugis, Siak, Johor dan berdirinya negara Singapura pada masa Raffles. Alasan dimasukannya peristiwa terlepasnya Singapura dari Kesultanan Johor-Riau adalah bukti semakin sempitnya wilayah kekuasaan kesultanan akibat lemahnya kekuatan politik. Pasca terjadinya traktat London pada 1824, Kesultanan Riau pisah dan berdirilah Kesultanan Riau-Lingga yang berkedudukan di Penyengat.

 

Sejak saat itu gerakan politik berubah menjadi gerakan intelektual dan dakwah Islam. Sampai terbitlah naskah Tuhfat Al-Nafis pada 1866, tepat enam tahun sebelum wafatnya Raja Ali Haji pada 1872. Naskah ini konon dinilai sangat Bugissentris, mengangung-ngaggungkan orang Bugis sebagai nenek moyang dari Raji Ali Haji seorang keturunan Bugis yang merantau ke tanah Melayu.

 

Belajar dari Kebijakan Khalifah Umar Bin Khathab atas Tanah Milik Kaum Yahudi 

 

Dalam hukum agraria Islam haram hukumnya menggusur tanah milik rakyat. Memberikan karpet merah untuk investor asing berarti telah membuka jalan kepada orang kafir untuk menguasai kaum muslimin. Hal ini diharamkan, berdasarkan firman Allah : “ dan Allah sekali - kali tidak akan memberi jalan kepada orang - orang kafir ( untuk mengalahkan ) orang - orang yang beriman . ” (Qs. an-Nisaa’ [4]: 141).

 

Adalah sebuah kisah yang berharga yakni ketika Gubernur Mesir Amr bin Ash berencana membangun sebuah masjid besar, namun ada kendala karena di atas tanah itu ada sebuah gubuk reot milik kaum yahudi. Pemilik tanah itu tak mau direlokasi, meskipun akan diganti rugi dua kali lipat harganya. Singkat cerita akhirnya turun perintah dari Gubernur Amr bin Ash untuk tetap menggusur gubuk tersebut.

 

Kecewa berat orang Yahudi itu atas kebijakan sang gubernur dan hendak mengadukan kepada Khalifah Umar Bin Khathab. Dengan agak ragu, orang Yahudi itu tetap ke Madinah mencari keadilan. Dia bergumam dalam hati, “kalau gubernur saja galak main gusur apalagi khalifahnya dan saya bukan orang Islam apa ditanggapi jika mengadu?”.

 

Sesampai di Madinah dia bertemu dengan seorang yang sedang tidur-tiduran di bawah pohon Kurma. dia hampiri dan bertanya, bapak tau dimana khalifah Umar bin Khattab? Dijawab orang tersebut, ya saya tau. Di mana Istananya?. Istananya di atas lumpur, pengawalnya yatim piatu, janda-janda tua, orang miskin dan orang tidak mampu. Pakaian kebesarannya malu dan taqwa.  

 

Si Yahudi tadi malah bingung dan lalu bertanya sekarang orangnya di mana pak? Ya di hadapan tuan sekarang. Gemetar Yahudi ini keringat bercucuran, dia tidak menyangka bahwa di depannya adalah seorang khalifah yang sangat jauh berbeda dengan gubernurnya di Mesir.

 

Setelah mengadukan masalahnya, Umat Bin Khathab memberikan sepotong tulang dengan garis lurus kepada yahudi ini dan langsung menyampaikan pesan Sayyidina Umar dengan memberikan sepotong tulang tadi kepada Gubernur Amr bin Ash. Seketika dibatalkan penggusuran itu.

 

Sang gubernur bercerita kepada yahudi, dengan tulang itu seolah Khalifah mengatakan : ‘hai Amr bin Ash, jangan mentang-mentang lagi berkuasa, pada suatu saat kamu akan jadi tulang-tulang seperti ini. Maka mumpung kamu masih hidup dan berkuasa, berlaku lurus dan adillah kamu seperti lurusnya garis di atas tulang ini. Lurus, adil, jangan bengkok, sebab kalau kamu bengkok maka nanti aku yang akan luruskan dengan pedang ku.

 

Ada beberapa hikmah dan pelajaran dari kisah indah di atas : Pertama, bahkan untuk membangun fasilitas umum seperti masjid saja, penguasa tidak boleh sewenang-wenang menggusur penduduk, sekaligpun diganti harganya 2x. Apalagi kalau itu sekedar membangun untuk investasi, oleh asing lagi. Kedua, keadilan hukum Islam bahkan berlaku juga bagi non muslim.

 

Ketiga, Khalifah Umar tidak menunggu kasus ini menjadi objek demo besar-besaran, jadi rusuh, lalu viral. Meski baru satu orang yang komplen, Umar tidak berkilah dengan mengatakan, "Ah itu kan cuma soal komunikasi saja", lalu "Soal kayak gini saja koq harus sampai ke Khalifah!".

 

Keempat, keadilan ini hanya bisa tegak, bila penguasanya adalah orang yang bertaqwa, bukan orang yang tergadai hatinya oleh dunia. Kelima, keadilan seperti ini baru bisa terwujud bila referensi hukum yang dipakai negara adalah Kitabullah, bukan referensi yang dapat diubah-ubah kapan saja oleh rakyat (atau yang mengaku mewakilinya) seperti dalam sistem demokrasi. 

 

Karena dalam sistem demokrasi, kapan saja bisa muncul UU yang sah, sekalipun dengan UU itu bisa ada perampasan tanah rakyat secara legal, seperti yang terjadi di daerah-daerah yang sebenarnya berstatus tanah adat, yang tiba-tiba muncul HGU/HGB untuk swastas dengan istilah konsesi, atau tanah hak milik yang dibeli-paksa dengan alasan demi "kepentingan umum".

 

Khotimah

 

Semestinya penguasa menjadikan kisah khalifah Umar, seorang khalifah dalam sistem khilafah, sebagai inspirasi kebijakan dengan tidak melakukan penggusuran, sementara rakyatnya tidak mau. Dalam sistem Demokrasi hakikatnya yang berkuasa adalah kaum pemodal, segala kebijakannya mengikuti kepentingan mereka sedangkan negara adalah alat untuk memenuhi kepentingan tersebut (disarikan dari Nizham Islam bab Qiyadah Fikriyah fil Islam, karya Syaikh Taqiyuddin an nabhani, pendiri Hizbut Tahrir)

 

Sementara dalam sistem Khilafah hakikatnya yang berkuasa adalah para ulama, segala kebijakannya mengikuti pandangan mereka sebab Khilafah itu pelaksana syariat Islam sedangkan orang yang paling tahu akan syariat Islam adalah ulama (disarikan dari Ghiyatsul Umam fil Tiyatsizh zhulam, karya Imamul Haramain Al Juwaini Asy Syafi'i).

 

Semestinya penguasa tidak lupa dengan sejarah bangsanya yang akan terus menjadi inspirasi dan aspirasi bagi generasi penerus negeri ini. Situs bersejarah perlawanan umat Islam Rempang kepada para penjajah adalah sebuah peninggalan yang sangat berharga bagi keberlangsungan sejarah perjuangan negeri ini. Tentu saja nilai sejarah ini lebih bernilai dibandingkan dengan triliunan rupiah, terlebih investasi dari China yang jelas-jelas anti Islam. Penggusuran ini merupakan preseden buruk bagi upaya penguburan dan pengaburan sejarah bangsa ini.

 

Semestinya penguasa mempertahankan situs sejarah yang sangat pentingnya ini dan lebih mengedepankan keberpihakan kepada rakyatnya sendiri dibandingkan kepada oligarki asing dan aseng. Sebaliknya, semestinya masyarakat Rempang dengan warisan sejarah perjuangan ini terus dirawat dan dilestarikan sebagai warisan perjuangan kepada anak cucu negeri ini. Investasi tidak harus dengan menggusur rakyat dan mengubur situs sejarah ini.

 

Oleh karena itu, sebaiknya presiden yang konon katanya mirip dengan khalifah Umar bin Khathab segera menghentikan proyek Rempang, mengambalikan hak-hak kepada rakyat, membuatkan sertifikat tanah gratis untuk masyarakat pulau Rempang, menarik pasukan dan membebaskan warga yang masih ditahan. Jika presiden memang betul-betul berpihak kepada kepentingan rakyat sebagaimana diucapkan dalam kampanye.   

Oleh: Dr. Ahmad Sastra Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa 

(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 19/09/23 : 15.00 WIB) 
__________________________________________ 

Kejanggalan dan Indikasi Pelanggaran Hukum: Rempang Eco City Wajib Batal

Tinta Media - Proyek Rempang Eco City dikebut. Kejar tayang. Sampai nabrak peraturan.

1. Proyek investasi di Rempang mulai diangkat kembali oleh PT Makmur Elok Graha (MEG) pada 2015. Kemudian dibahas cukup intens selama periode 2016-2021 oleh pemerintah pusat. Apa daya, payung hukum ketika itu sangat pelik untuk bisa memberi konsesi pengelolaan lahan satu pulau Rempang kepada investor. Karena, status kawasan pulau Rempang seluas sekitar 17.000 hektar merupakan hutan konservasi Taman Buru, dan hutan lindung.

2. Sebagian hutan Taman Buru kemudian dialihkan menjadi hutan produksi konversi pada 6 Juni 2018. Luasnya sekitar 7.562 hektar. BP Batam berharap diberikan hak pengelolaan lahan (HPL) atas kawasan tersebut. Tujuannya, agar dapat memberikan hak pengelolaan lahan kepada investor, yaitu PT MEG.

3. Di sini timbul kejanggalan pertama. Apa dasar persetujuan pengalihan atau pelepasan kawasan hutan taman buru tersebut. Apakah sudah ada hasil penelitian dari tim terpadu, sesuai ketentuan peraturan dan UU yang berlaku? Dan, kalau ada, bagaimana publik bisa akses terhadap dokumen hasil rekomendasi tim terpadu tersebut? Kalau tidak ada, berarti pengalihan kawasan hutan tersebut ilegal.   

4. Karena, pasal 19 UU No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menyatakan, bahwa perubahan fungsi kawasan hutan harus berdasarkan hasil penelitian terpadu (ayat 1), dan untuk cakupan yang luas serta bernilai strategis harus dengan persetujuan DPR (ayat 2). Apakah Menteri Kehutanan sudah memenuhi semua ketentuan perundang-undangan ini? 

5. Meskipun begitu, dasar hukum untuk mengubah peruntukan kawasan hutan produksi menjadi lahan komersial masih terkendala, sehingga belum dapat diberikan kepada investor, dalam hal ini PT MEG.

6. Pemerintah kemudian menerbitkan UU (Omnibus Law) No 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja pada 2 November 2020. Klaster Kehutanan mengatur Penggunaan Kawasan Hutan untuk keperluan komersial, yang sebelumnya tidak bisa.

7. Pasal 38 UU Cipta Kerja memberi fasilitas untuk itu. Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan (di luar kegiatan kehutanan) dapat dilakukan di dalam kawasan hutan produksi dan kawasan hutan lindung (ayat 1), tanpa perlu mengubah fungsi pokok kawasan hutan. Luar biasa saktinya UU Cipta Kerja!

8. Asal, pembangunan di luar kegiatan kehutanan tersebut dilakukan untuk kegiatan yang mempunyai tujuan strategis yang tidak dapat dielakkan. Seperti diatur di dalam Peraturan Pemerintah No 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan yang ditandatangani Jokowi pada 2 Februari 2021. Antara lain untuk kegiatan pembangkit listrik energi baru dan terbarukan (pasal 91 butir c), dan industri selain Pengolahan Hasil Hutan (pasal 91 butir i). Peraturan Pemerintah ini sangat sakti!

9. Butir terakhir ini, pada dasarnya, menyatakan bahwa semua kegiatan industri bisa masuk kawasan hutan tanpa perlu mengubah fungsi pokok kawasan hutan. Asal, kegiatan tersebut mempunyai tujuan strategis yang tidak dapat dielakkan. Sangat sakti.

Apa arti tujuan strategis?

10. Kemudian, untuk kegiatan program atau proyek strategis nasional, UU Cipta Kerja membebaskan kewajiban PNBP kepada pemegang persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (Pasal 94 ayat (8) hutuf f). Maksudnya PT MEG? Luar biasa.

11. Malapetaka datang. Mahkamah Konstitusi (MK) putuskan UU Cipta Kerja inkonstitusional (bersyarat). Kalau dalam 2 tahun tidak diperbaiki, maka akan menjadi inkonstitusional permanen. MK juga perintahkan pemerintah menangguhkan semua kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas, serta melarang pemerintah menerbitkan peraturan pelaksana UU Cipta Kerja tersebut.

12. Dua tahun berlalu tanpa ada perbaikan. UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja beserta Peraturan Pelaksananya, PP 23/2021, menjadi inkonstitusional permanen per 2 November 2022. PP 23/2021 tersebut memang sudah tidak sah, karena MK melarang pemerintah menerbitkan peraturan pelaksana.

13. Rezim Jokowi, tepatnya Jokowi, nekat. Pada 30 Desember 2022, Jokowi menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU) No 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. PERPPU Cipta Kerja ini pada intinya sama dengan UU Cipta Kerja sebelumnya, UU No. 11/2020, yang dinyatakan inkonstitusional oleh MK.

14. Oleh karena itu, PERPPU Cipta Kerja dapat dimaknai sebagai pembangkangan terhadap perintah MK, dan otomatis melanggar konstitusi. Itu yang pertama. Selain itu, kedua, PERPPU Cipta Kerja juga melanggar konstitusi terkait dugaan rekayasa “Kondisi Kegentingan Memaksa” krisis ekonomi global, yang ternyata sampai sekarang tidak terbukti sama sekali.

15. Selain itu, pengesahan PERPPU Cipta Kerja menjadi UU No 6 Tahun 2023 oleh DPR juga cacat hukum. Karena, PERPPU tidak disahkan oleh DPR pada persidangan DPR berikutnya setelah penerbitan PERPPU. DPR baru melaksanakannya pada sidang berikutnya lagi. Cacat hukum.

16. Proyek Rempang sejak saat itu kejar tayang. April 2023, Xinyi International Investment Limited, perusahaan China berbasis di Hong Kong, menyatakan minat untuk investasi pabrik kaca dan pembangkit listrik berbasis solar panel di Rempang. Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dengan sigap meluncurkan program Pengembangan Kawasan Rempang Eco City seluas 17.000 hektar, diberikan kepada pengembang tunggal, PT MEG.

17. 28 Juli 2023, Xinyi, PT MEG, dan Menteri Investasi Bahlil Lahadalia, menandatangani MOU Proyek Eco City Rempang. Disaksikan oleh Jokowi. Investasi meliputi pabrik kaca, pembangunan pabrik solar panel, pembangkit listrik berbasis solar panel (PLTS), dan ekspor listrik ke Singapore, yang tentu saja melanggar hukum. Karena swasta tidak boleh jualan listrik. 

18. Untuk mempercepat proses legalitas dan kejar tayang, Airlangga Hartarto kemudian memberi status Rempang Eco City sebagai Proyek Strategis Nasional pada 28 Agustus 2023. Absurd! Apanya yang strategis? Status Proyek Strategis Nasional ini rupanya hanya untuk mendapatkan izin penggunaan kawasan hutan Rempang, menggunakan UU Cipta Kerja yang terindikasi jelas melanggar konstitusi.

19. Status Proyek Strategis Nasional rupanya juga digunakan untuk mengosongkan kawasan Rempang dan mengusir masyarakatnya dari tanah leluhur mereka. Ini terjadi 5 September 2023, seminggu setelah mendapat status Proyek Strategis Nasional.

20. Pemberian status Proyek Strategis Nasional nampaknya melanggar UU Cipta Kerja itu sendiri. Pertama, Pelepasan Kawasan Hutan hanya dapat dilakukan setelah dilakukan penelitian (oleh tim) terpadu. Kedua, status Proyek Strategis Nasional hanya bisa diberikan untuk proyek Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, BUMN atau BUMD.

21. Bab X, Pasal 173 ayat (1) UU No 6 Tahun 2023: Pemerintah pusat atau pemerintah daerah …. bertanggung jawab dalam menyediakan lahan …. bagi proyek strategis nasional dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah.

22. Artinya, pemerintah tidak boleh ikut campur menyediakan lahan untuk proyek Rempang Eco City yang dikelola swasta. Apalagi sampai mengusir warga setempat. Maka itu, pelepasan atau penggunaan kawasan hutan Rempang untuk proyek Rempang Eco City swasta jelas melanggar UU.

23. Pemberian lahan seluas satu pulau atau sekitar 17.000 hektar untuk satu investor Rempang Eco City juga melanggar UU No 5/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), yang berbunyi bahwa penguasaan tanah yang melampaui batas tidak diperkenankan (Pasal 7), dan dipertegas bahwa pemerintah wajib mencegah adanya usaha-usaha dalam lapangan agraria dari organisasi-organisasi dan perseorangan yang bersifat monopoli swasta (Pasal 13 ayat (2)). Bukannya mencegah, pemerintah malah memfasilitasi. Absurd!

24. Masyarakat Rempang didiskreditkan sebagai penduduk liar yang menyerobot lahan negara, sehingga boleh saja diusir, atau direlokasi secara dipaksa. Ternyata, kebanyakan dari mereka merupakan penduduk setempat secara turun temurun sejak ratusan tahun yang lalu.

25. Mereka saat ini tidak atau belum ada sertifikat, tetapi tidak berarti mereka bukan pemilik lahan yang mereka tempati. Mereka seharusnya, secara otomatis, diberikan hak milik atas lahan yang mereka tempati turun temurun, seperti bunyi Pasal 1, Bagian Kedua UUPA, hak eigendom atas tanah yang ada pada mulai berlakunya Undang-undang ini sejak saat tersebut menjadi hak milik …

26. Bahwa konversi lahan menurut UUPA ini sudah lewat batas waktunya, bukan berarti hak milik masyarakat hilang dan diambil negara. Pemerintah seharusnya proaktif mengkonversi lahan masyarakat (adat) tersebut menjadi sertifikat. Bukan sengaja mendiamkan.

27. Masyarakat Adat Rempang pernah mengajukan permohonan penetapan hak tanah (17/09/2020) kepada Kementerian ATR/BPN, tetapi tidak mendapat jawaban solutif. Jawaban pemerintah mempertahankan status quo.

28. Menimbang indikasi pelanggaran-pelanggaran di atas, proyek Rempang Eco City layak dibatalkan, dan bahkan digugat.

--- 000 ---

Oleh: Anthony BudiawanManaging Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)


Kamis, 21 September 2023

FAKKTA: Persoalan Rempang Efek dari UU Cipta kerja

Tinta Media - Ekonom Forum Analisis dan Kajian Kebijakan untuk Transparansi Anggaran (FAKKTA) Muhammad Ishak menyampaikan bahwa persoalan Rempang adalah karena penerapan Undang-Undang (UU) Omnibus Law.

“Kalau kita tanyakan, apakah ini (soal pulau rempang) salah satu akses penerapan dari UU Cipta Kerja? Ya, jelas,” ujarnya dalam acara kabar petang dengan tema Konflik Rempang: Investasi Berujung Kolonialisasi? Rabu (20/9/2023) di kanal Youtube Khilafah News.

Alasannya, kata Ishak, karena UU Cipta Kerja ini salah satu filosofisnya adalah bagaimana mempermudah investor asing masuk ke Indonesia.

“Cepat dan mudah itu artinya persyaratan-persyaratan yang memang dibutuhkan untuk melindungi masyarakat, lingkungan ekosistem, itu dipangkas sehingga mereka tidak perlu banyak mengurus izin-izin ya, dan prosesnya disegerakan secepat mungkin,” tuturnya.

Dan ini terlihat, lanjutnya, begitu presiden Jokowi menandatangani kesepakatan dengan Xinyi akhir bulan Juli kemudian Agustus langsung menetapkan pulau Rempang sebagai Proyek Strategis nasional (PSN).

Dan PSN ini (Rempang Ecocity), bebernya, kemudian diberikan berbagai macam fasilitas, jadi sangat cepat dalam rentan satu bulan juga harus clean and clear. “Mereka (Investor Rempang Eco City) meminta agar semua penduduk yang ada di pulau itu dikosongkan dan itu langsung dipenuhi oleh pemerintah,” bebernya.

Jadi, tegasnya, kasus pulau Rempang inilah bukti bahwa UU Cipta Kerja mendukung atau sangat pro dengan pengusaha, termasuk investor asing. “Ini sudah terlihat contohnya di sini bagaimana kepentingan investor asing yang lebih diutamakan daripada kepentingan rakyat negara Indonesia sendiri,” pungkasnya. [] Setiyawan Dwi

Rabu, 20 September 2023

Faisal: Konstruksi Hukum Investasi Rempang Eco-City Cacat

Tinta Media - Penulis Buku Republik Investor Faisal S. Sallatalohy, SK.M., M.H. menilai konstruksi hukum dalam investasi Rempang Eco-City cacat karena tidak memiliki alas hukum yang sah terkait pembebasan lahan Rempang.

“Pembebasan lahan Rempang untuk proyek Rempang Eco-City ini jelas cacat karena tidak memiliki alas hukum yang sah terkait pembebasan lahan Rempang,” ulasnya kepada Tintamedia.web.id, Ahad (17/9/2023). 

Setidaknya, menurut Faisal ada tiga alasan kenapa cacat hukum. Pertama, BP Batam (Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam) belum memiliki Sertifikat HPL (hak pengelolaan) yang diterbitkan Kementrian Agraria. 

“BP Batam baru mengantongi SK sementara. Penerbitan SK bersyarat itupun hanya untuk 600 ha lahan Pulau Rempang. Dan ingat, SK Sementara tidak bisa menjadi alas hukum bagi BP Batam paksa warga kosongkan lahan. Harus dipenuhi syarat clean and clear dengan warga dulu. Setelah semua syarat dipenuhi, terbit Sertifikat HPL, baru BP Batam bisa perintahkan warga kosongkan lahan,” urainya. 

Namun kenyataannya, lanjutnya, belum kantongi sertifikat HPL, BP Batam sudah paksa warga kosongkan lahan. “Jelas melanggar hukum!,” ujarnya geram. 

Ia menyebutkan dalam SK sementara, BP Batam hanya kuasai 600 ha lahan pulau Rempang. Sementara dalam perencanaan proyek, disebutkan kebutuhan lahan 17.000 ha yang dimanfaatkan. Ia pun mempertanyakan 16.400 ha lahan sertifikatnya HPL-nya di mana. 
 
Berikutnya, dari total 17.000 ha kebutuhan lahan Eco-City, 7.500 ha lahan diperuntukan untuk proyek PT Gorup Xinyi. Lagi-lagi ia mempertanyakan tanah yang dikuasai BP Batam lewat penerbitan SK sementara hanya 600 ha, kurang 6.900 ha (600 ha - 7.500 ha = 6.900 ha, namun tidak ada SK HPL-nya.

Kedua, dari 17.000 ha lahan dimaksud, SK sementara yang dikantongi BP Batam hanya 600 ha. Selebihnya, 16.400 ha itu lahan hutan, secara hukum ini tidak bisa diterbitkan HGU-nya. 

“Artinya, pelaksanaan Proyek Rempang Eco-City adalah bentuk izin pemerintah kepada BP Batam, PT MEG, dan Xinyi Group membangun proyek tanpa HGU (Hak Guna Usaha) di lahan hutan Pulau Rempang,” tandasnya. 

Ketiga, ada kekeliruan soal kesepakatan pemanfaatan lahan untuk proyek “Rempang Eco-City” yaitu pelanggaran kesepakatan proyek BP Batam, Pemkot dan PT MEG di tahun 2004. 

“Rekomendasi DPRD adalah untuk Kawasan Wisata Terpadu Eklsusif (KWTE) tanpa relokasi penduduk Kampung Melayu Tua. Kenapa sekarang mendadak yang disiapkan adalah Proyek “Rempang Eco City”? Kesepakatannya apa? Eksekusinya apa?” tanyanya. 

Ia menjelaskan bahwa perubahan perencanaan proyek wajib dibarengi penerbitan perizinan baru termasuk amdal dan feasibility study tersendiri. “Jika tanpa perubahan izin, alias masih tetap menggunakan izin lama, maka PT MEG adalah perusahaan yang cacat hukum untuk beroperasi di Rempang,” tegasnya. 

Ia juga menyayangkan pemerintah yang semakin arogan menindas rakyat dan mendesak pengosongan lahan. Termasuk tingkah laku biadab pemerintah dan aparat yang menguat karena adanya sinyal Xinyi Group akan mencabut komitmen investasi jika persoalan pembebasan lahan tidak selesai sesuai waktu yang ditentukan. Maka itu, ia meminta seluruh masyarakat Indonesia harus bersatu melawan penjajahan dan perampasan lahan hidup masyarakat Pulau Rempang yang diinisiasi oleh pemerintah Indonesia.
  
“Masyarakat jangan lemah. Terutama warga adat Melayu Islam Pulau Rempang. Tanah itu hak dan milik mereka. Terus pertahankan. Makin kuatkan perlawanan terhadap pemerintahan "babu asing". Bertahan apapun yang terjadi,” tutupnya.[] Erlina

IJM: Kasus Rempang, Perampasan Hak Rakyat demi Kepentingan Investasi

Tinta Media - Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM) Agung Wisnuwardana menilai kasus Rempang merupakan perampasan hak rakyat demi kepentingan investasi.

"Kasus Rempang ini menunjukkan perampasan hak rakyat demi kepentingan investasi," tuturnya kepada Tinta Media, Rabu (13/9/2023).

Ini sangat nyata, ujarnya, sangat terlihat dalam proses yang dilakukan oleh penguasa hari ini, baik dari tingkat pusat, provinsi, maupun kota, dalam hal ini Badan Pengusahaan (BP) Batam.

Menurutnya, ketika masyarakat tidak memiliki sertifikat, pemerintahlah yang berkewajiban memberikan sertifikat. Bukan malah dijadikan delik untuk menyingkirkan mereka.

"Kita paham masyarakat Pulau Rempang itu sudah tinggal di Pulau Rempang, Galang ratusan tahun. Titik kritisnya memang mereka nggak memiliki sertifikat, seharusnya negara yang memberikan sertifikat kepada mereka," tukasnya.

Mereka, imbuhnya, juga memiliki sejarah masa lalu. Nenek moyang mereka sudah ratusan tahun hidup dengan budaya melayunya. Jika negara ini ingin menghidupkan budaya lokal, mereka adalah mantan prajurit-prajurit kesultanan yang ada sebelum Republik Indonesia merdeka. Namun, hak-hak mereka dirampas atas nama investasi.

Terakhir, ia menegaskan bahwa kasus Rempang adalah secara nyata perampasan hak rakyat demi investor asing (para kapitalis).

"Sekali lagi saya mengatakan kasus Rempang ini adalah fakta terang benderang perampasan hak rakyat demi kepentingan oligarki dan investasi asing. İnilah pola-pola pembangunan dengan gaya kapitalisme harus yang harus dihentikan sedemikian rupa, karena hanya menguntungkan segelintir orang/ para kapitalis/ pemegang modal/ investor," pungkasnya. *[]Nur Salamah*

Senin, 18 September 2023

PAKTA: Kasus Rempang, Pemerintah Jelas-Jelas Menjalankan Proyek Oligarki

Tinta Media - Direktur Pusat Analisis Kebijakan Strategis (PAKTA) Dr. Erwin Permana menegaskan bahwa pemerintah jelas-jelas menjalankan proyek oligarki.

"Sangat-sangat jelas bahwa pemerintah menjalankan proyek oligarki. Proyek Strategis Nasional (PSN) yang jumlahnya itu 200 lebih dengan budget 4000 triliun lebih. Dari mana dananya? Ya dari para oligarki, dari para investor," tuturnya kepada Tinta Media, Rabu (13/9/2023).

Bentuknya berbagai macam jenis, ujar Erwin, seperti IKN, proyek kereta cepat, jalan tol, bandara dan segala macam jenisnya termasuk pelabuhan, dananya sebagian besar adalah dari investor. 

Menurutnya, investor sangat berkepentingan dalam PSN, karena setelah itu negeri akan diserahkan ke mereka, pemerintah tinggal memberikan izin melalui kebijakan yang dikeluarkan.

"Investor sangat berkepentingan di sini, karena dengan berbagai proyek itu, kemudian negeri ini diserahkan ke mereka. Jadi enak betul, tinggal izin dari pemerintah mereka bisa memiliki konsesi lahan sedemikian lama, puluhan tahun bahkan ratusan tahun begitu," tukasnya.

Akhirnya, imbuhnya, oligarki menguasai negeri ini. Nantinya, tanah-tanah negeri ini ini milik segelintir orang, masyarakat hanya jadi penonton. "Bahkan menonton pun mereka sudah tidak sempat. Karena mereka tidak memiliki rumah, di mana mereka berdiri untuk menontonnya. Mereka bahkan tidak sanggup lagi berdiri, karena mungkin kelaparan. Jadi, sangat sedih tinggal di negeri ini. Potretnya lebih buruk dari zaman penjajahan," ungkapnya. 

Situs Sejarah

Berdasarkan sejarah Rempang, selanjutnya Erwin menekankan bahwa negara wajib melindungi situs sejarah. 

"Wajib ya negara melindungi sistem sejarah. Sebab, dari sejarah itu nanti akan terbentuk karakter, terbentuk profile kita sebagai sebuah negara. Nenek moyangnya siapa, bagaimana kisah perjuangannya, itu akan mengalir di dalam darah anak keturunannya, dengan catatan itu sejarah diceritakan, sehingga ada bukti sejarahnya," terangnya.

Kalau tidak ada sejarahnya, katanya kembali, tidak pernah diceritakan. Generasi ke depan ini menjadi generasi yang tidak memiliki jati diri. "Jangan-jangan nanti jati diri mereka itu berubah menjadi jati diri orang Cina. Jangan-jangan ke depan menjadi jati diri Jengis Khan. Karena jejak sejarahnya dihapuskan," ungkapnya. 

Ia juga menceritakan bahwa Aceh tidak pernah berhasil dijajah karena disupport oleh Kesultanan Riau dan Lingga.

"Di Kepulauan Rempang itu penuh dengan sejarah heroik. Mereka dengan gagah mengusir Belanda yang akan menduduki pulau Sumatera. Itu berlangsung selama ratusan tahun. Tercatatkan bahwa Aceh sebagai daerah yang enggak pernah berhasil dijajah oleh Belanda, Kenapa, karena memang di support oleh Rempang oleh Kesultanan Lingga dan juga Kesultanan Riau," paparnya panjang lebar.

Semestinya, ungkapnya, yang menjadi gubernur di sana itu adalah anak-anak Sultan Riau, Sultan Lingga dulu. Akan tetapi mereka tidak menuntut itu. Mereka menuntut hidup tenang saja, jangan diganggu dari kampung halaman, mereka jangan diganggu dari tanah wilayah mereka, dari tanah leluhur mereka.

Erwin kembali menjelaskan peran besar Masyarakat Rempang dalam perjuangan merebut kemerdekaan. "Negara harusnya berdiri di depan dalam dalam menjaga tiap-tiap jiwa masyarakat. Misalnya ada orang lain mengganggu masyarakat kita, negara berada di garda paling depan. Bukan malah mengusik masyarakat yang hidup tenang di situ, sudah terbentuk komunitas ratusan tahun, bahkan mereka sudah ada sebelum Indonesia, nenek moyang mereka berkontribusi terhadap kemerdekaan negeri ini," bebernya.

Nah ini, imbuhnya, anak turunannya kok dianggap seperti orang yang menyerobot tanah di sana. Ini sangat kurang ajar. Ini tidak boleh. Nah inilah kemudian paradigma paradigma Maulana negara memang harus diluruskan.

Terakhir, ia menekankan bahwa paradigma kapitalisme ini terbukti bangkrut, sehingga perlu diganti.

Paradigma kapitalis demokrasi kita ini harus diganti. Karena terbukti bangkrut kok. Ini harus diganti dengan paradigma yang lebih baik yang memanusiakan manusia yang menjaga keutuhan masyarakat menjaga keutuhan negeri ini," pungkasnya.[] Nur Salamah

Minggu, 17 September 2023

PEPS: Akar Masalah Konflik Rempang, Investasi dan Kolonialisme Gaya Baru

Tinta Media - Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan menyatakan bahwa akar masalah konflik Rempang adalah investasi dan kolonialisme gaya baru.

"Akar masalah Rempang karena warga setempat mau direlokasi alias diusir dari kampung halamannya, atas nama investasi dan kolonialisme gaya baru," tuturnya kepada Tinta Media, Kamis (15/9/2023).

Menurutnya, hal ini merupakan kolonialisme atas nama dagang. “Jokowi terkesan cuci tangan ketika menyampaikan respons terhadap konflik tersebut dengan menyalahkan konflik Rempang ke Pemda Batam,” ungkapnya.

Anthony mengatakan, solusi Rempang hanya satu yakni batalkan relokasi warga ke daerah lain. “Biarkan mereka ikut dalam pembangunan ekonomi dan menikmati kesejahteraan," ujarnya.

Ia mengungkapkan bahwa seharusnya Pemda dan aparat hukum tidak boleh memfasilitasi pengusiran warga.

"Biarkan swasta dan swasta berunding, kalau perlu proyek tersebut dilelang," pungkasnya.[] Ajira
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab