Tingginya Angka Kasus Bunuh Diri, Sinyal Kerapuhan Sosial dan Ekonomi Masyarakat
Tinta Media - Menanggapi tingginya angka kasus bunuh diri di negeri ini, Direktur Siyasah Institute Iwan Januar menyampaikan bahwa ini adalah sinyal masyarakat kita mengalami kerapuhan sosial juga ekonomi.
"Ini adalah sinyal masyarakat kita mengalami kerapuhan sosial juga ekonomi," tuturnya kepada Tinta Media, Senin (13/3/2023).
Menurutnya, penyebab bunuh diri ini beragam, mulai dari faktor organik, biologis, sosial, ekonomi, gangguan jiwa dan kemiskinan.
"80-90 persen orang yang bunuh diri itu ada dalam jalur gangguan jiwa. Yang paling sering depresi," ungkapnya.
Ia mengutip data yang dihimpun oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa di tahun 2019, kasus bunuh diri di Indonesia mencapai 10.000 orang per tahunnya. Angka tersebut dapat diartikan dalam satu jam, satu orang melakukan bunuh diri di Indonesia.
Angka itu, lanjut Iwan, belum termasuk kasus bunuh diri yang tidak dilaporkan.
"Kalau kita mengikuti laporan Asosiasi Pencegahan Bunuh Diri Di Indonesia tingkat underreporting bunuh diri di Indonesia minimal 303%, rata-rata dunia yang dilaporkan adalah 0-50%. Nah, angka resmi bunuh diri di tahun 2020 mencapai 670 kasus. Bila disesuaikan dengan underreporting bisa mencapai 2700 kasus. Amat banyak," paparnya.
Ia memandang, ini bukan hanya tanggung jawab keluarga, tapi juga negara dan masyarakat.
"Repotnya, banyak keluarga juga sudah hancur ikatan sosialnya, sementara lingkungan sosial juga sama toxicnya, semakin individualistis, hedonis, dan sebagainya," sesalnya.
Tugas Negara
Menurut Iwan, ini tugas negara untuk selamatkan rakyat.
"Hanya negara yang bisa bangun nilai sosial yang sehat agar keluarga dan masyarakat bisa harmonis, lingkungan pendidikan yang sehat, membangun jaring ekonomi guna mencegah kemiskinan, termasuk membuka layanan konseling untuk warga secara luas, cuma-cuma dan berkualitas agar bisa mendeteksi dan mencegah depresi yang berujung pada bunuh diri," urainya.
Namun, sela Iwan melanjutkan, kalau nilai sosial yang dipakai sumbernya adalah sekulerisme, yang lahir justru masyarakat yang liberal, artinya masyarakat tetap berada dalam lingkaran setan.
"Karenanya, perbaikan nilai sosial yang benar dan sehat itu hanya bisa dengan nilai-nilai yang bersumber dari akidah Islam, melahirkan lingkungan sosial yang sehat, serta negara hadir menjamin kehidupan ekonomi masyarakat," pungkasnya.
[]'Aziimatul Azka