Tinta Media: Kasasi
Tampilkan postingan dengan label Kasasi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kasasi. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 17 September 2022

PENDAPAT HUKUM TERKAIT PENOLAKAN KASASI PERKARA KM 50

Tinta Media - Beredar informasi dari kantor berita yang memberitakan Majelis Hakim Mahkamah Agung menolak permohonan Kasasi Jaksa terkait putusan Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memvonis lepas dua polisi penembak laskar FPI (Front Pembela Islam) di Tol Cikampek KM 50. Majelis hakim berpendapat seluruh unsur dalam dakwaan primer jaksa terbukti, tetapi perbuatan dua terdakwa, merupakan upaya membela diri sehingga tidak dapat dihukum dan dilepaskan dari segala tuntutan hukum."

Berkaitan dengan hal tersebut diatas saya akan memberikan pendapat hukum (legal opini) sebagai berikut:

PERTAMA, Bahwa saya khawatir putusan Mahkamah Agung tersebut dijadikan legitimasi oleh siapapun tidak terkecuali aparat bersenjata untuk melakukan tindakan pembunuhan dengan alasan "pembelaan darurat yang melampaui batas";

KEDUA, Bahwa terdapat batasan yang sangat jelas dalam penggunaan dalil “pembelaan darurat yang melampaui batas” atau noodweer exces dapat dilakukan dengan syarat memenuhi unsur yaitu *"Harus ada serangan dengan sekonyong-konyong atau pada ketika itu juga".* Sebagai contoh yaitu seorang pembegal tiba-tiba menyerang polisi dengan celurit atau senjata tajam, maka dalam kondisi darurat dapat memungkinkan untuk menembak. Tapi, jika si pembegal telah tertangkap, maka polisi tersebut tidak boleh memukuli, menganiaya, menyiksa dan menembak mati karena pada waktu itu sudah tidak ada serangan mendadak dari pihak pembegal.

KETIGA, Bahwa dalam kasus KM50 apabila santri pengawal Habib tersebut telah ditangkap dan teriak minta ampun, terlebih lagi misalnya santri pengawal tersebut tidak mengetahui yang mengejar adalah aparat, maka dalam situasi tersebut aparat dilarang melakukan tindakan pembelaan diri yang melampaui batas misalnya sebagai contoh dengan menganiaya dan menembak. Kenapa? Karena unsur atau syarat serangan "...mengancam dengan sekonyong-konyong atau pada ketika itu juga" tidak terpenuhi, sehingga mestinya mengedepankan proses hukum terhadap santri tersebut seharusnya dapat diproses sebagaimana ketentuan pidana yang belaku. Proses hukum tersebut merupakan cerminan dari asas praduga tak bersalah dan memberikan kesempatan bagi pihak yang dituduh untuk melakukan pembelaan secara adil dan berimbang (due process of law);

KEEMPAT, bahwa saya khawatir vonis tersebut membuat masyarakat tidak percaya (distrust ) terhadap hukum, dan khawatir menimbulkan pembangkangan publik (public disabodiance).

Sebagai penutup bahwa barangsiapa membunuh seseorang, maka seakan-akan dia telah membunuh semua manusia. Barangsiapa memelihara kehidupan seorang manusia, maka seakan-akan dia telah memelihara kehidupan semua manusia.

Demikian.

Oleh: Chandra Purna Irawan, S.H., M.H.
Ketua LBH PELITA UMAT

Kamis, 15 September 2022

MK Tolak Kasasi Perkara KM 50, LBH Pelita Umat Sampaikan Legal Opini

Tinta Media - Terkait informasi penolakan permohonan Kasasi oleh MA atas putusan Hakim pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memvonis lepas dua polisi penembak laskar FPI, Ketua LBH Pelita Umat, Chandra Purna Irawan SH M.H, memberikan pendapat hukumnya.

"Beredar informasi dari kantor berita yang memberitakan, "Majelis Hakim Mahkamah Agung menolak permohonan Kasasi Jaksa terkait putusan Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memvonis lepas dua polisi penembak laskar FPI (Front Pembela Islam) di Tol Cikampek KM 50". Berkaitan dengan hal tersebut diatas, saya akan memberikan pendapat hukum (legal opini) sebagai berikut, " tuturnya kepada Tinta Media, Selasa, (13/9/2022).

Pertama, Chandra khawatir putusan Mahkamah Agung tersebut dijadikan legitimasi oleh siapapun tidak terkecuali aparat bersenjata untuk melakukan tindakan pembunuhan dengan alasan "pembelaan darurat yang melampaui batas".

Kedua, bahwa terdapat batasan yang sangat jelas dalam penggunaan dalil “pembelaan darurat yang melampaui batas” atau noodweer exces dapat dilakukan dengan syarat memenuhi unsur yaitu "harus ada serangan dengan sekonyong-konyong atau pada ketika itu juga". "Sebagai contoh yaitu seorang pembegal tiba-tiba menyerang polisi dengan celurit atau senjata tajam, maka dalam kondisi darurat dapat memungkinkan untuk menembak. Tapi, jika si pembegal telah tertangkap, maka polisi tersebut tidak boleh memukuli, menganiaya, menyiksa dan menembak mati karena pada waktu itu sudah tidak ada serangan mendadak dari pihak pembegal," ujarnya. 

Ketiga, bahwa dalam kasus KM50, kata Chandra, apabila santri pengawal Habib tersebut telah ditangkap dan teriak minta ampun, terlebih lagi misalnya santri pengawal tersebut tidak mengetahui yang mengejar adalah aparat, maka dalam situasi tersebut aparat dilarang melakukan tindakan pembelaan diri yang melampaui batas misalnya sebagai contoh dengan menganiaya dan menembak. 

"Kenapa? Karena unsur atau syarat serangan '...mengancam dengan sekonyong-konyong atau pada ketika itu juga' tidak terpenuhi, sehingga mestinya mengedepankan proses hukum terhadap santri tersebut seharusnya dapat diproses sebagaimana ketentuan pidana yang belaku. Proses hukum tersebut merupakan cerminan dari asas praduga tak bersalah dan memberikan kesempatan bagi pihak yang dituduh untuk melakukan pembelaan secara adil dan berimbang (due process of law)," bebernya. 

Keempat, bahwa ia khawatir vonis tersebut membuat masyarakat tidak percaya (distrust ) terhadap hukum, dan khawatir menimbulkan pembangkangan publik (public disabodiance).

Sebagai penutup, Chandra mengingatkan, bahwa barangsiapa membunuh seseorang, maka seakan-akan dia telah membunuh semua manusia. "Barangsiapa memelihara kehidupan seorang manusia, maka seakan-akan dia telah memelihara kehidupan semua manusia," pungkasnya.[] Arip
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab