Tinta Media: Kapitalistik
Tampilkan postingan dengan label Kapitalistik. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kapitalistik. Tampilkan semua postingan

Senin, 04 November 2024

Kemplang Pajak Terus Bergulir, Bukti APBN Berasas Kapitalistik


Tinta Media - Kabinet merah putih sudah dibentuk. Presiden dan wapres terpilih pun sudah menjalani prosesi sumpah jabatan, menunjukkan bahwa pemerintahan baru sudah berjalan. Ironis, baru saja diresmikan, sudah memikul warisan problem menggurita.

Anggota Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Drajat Wibowo menyampaikan bahwa terjadi pengemplangan pajak yang mengakibatkan negara mengalami kerugian mencapai kisaran Rp300 triliun. (Cnbc.Indonesia, 9/10/24).

Berdasarkan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) ditemukan empat sumber potensi penerimaan negara di sektor sawit yang hilang, di antaranya dari denda administrasi terkait dengan pelanggaran pemenuhan kewajiban plasma dan sawit dalam kawasan hutan, serta dari ekstensifikasi dan intensifikasi pajak dari sektor ini. (Cnbc.Indonesia, 12/10/24).

Berdasarkan Undang-Undang nomor 19 tahun 2023, sumber Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah penerimaan perpajakan, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), serta penerimaan hibah.

Sedangkan data yang dikeluarkan oleh Kementrian Keuangan Republik Indonesia, per 31 Juli 2024, tercatat realisasi penerimaan pajak mencapai Rp1.045,32 triliunan atau 52,56 persen dari target. Data ini menunjukkan bahwa pajak memang menjadi sumber pemasukan utama di negeri ini. Ironis, pengemplangan pajak malah terjadi secara kronis.

Realitasnya, pengemplangan pajak ini bukan kali pertama, dan terjadi secara bergulir. Bahkan, case terbaru ketika pelaku pengemplangan pajak [RH] hanya dijatuhi hukuman pidana berupa kurungan penjara selama 8 bulan, serta denda sebesar Rp191,84 juta. (regional.espos.id, 22/03/24)

Case ini menunjukkan bahwa ternyata pungutan pajak berlaku untuk seluruh rakyat hanya untaian kata, tanpa penerapan nyata. Para pemilik modal, pengusaha, pemangku kekuasaan, terlihat mencolok seperti anak emas, ada perlakuan istimewa yang nampak privat. Meski setelah terkuak, dibalut dalam kedok korupsi. Miris, hal ini sudah berjalan lama bahkan mereka sudah kenyang menikmati uang rakyat lewat pajak. Tragis, ternyata mereka bebas pajak!

Meskipun majelis hakim menyatakan bahwa jika terdakwa tidak membayar denda dengan durasi waktu paling lama satu bulan sesudah putusan pengadilan dan mempunyai kekuatan hukum tetap, maka harta benda yang dimiliki berhak disita oleh jaksa, kemudian dilelang untuk membayar denda. 

Bergulirnya case serupa menunjukkan bahwa hukuman yang diberikan tidak memberi efek jera, terlebih ternyata keringanan demi keringanan memberi kemudahan.

Analogi sederhana, bahwasanya menggunakan uang rakyat untuk kesenangan pribadi dengan nominal cukup fantastis dan tentu merugikan negara merupakan kejahatan setimpal dengan kurungan penjara 8 bulan, dan denda dengan ketentuan-ketentuan berlaku. Tentunya, bagi pemilik modal  nominal tersebut tidak seberapa. Apabila terkendala dalam pembayaran denda pun, akan diganti dengan kurungan penjara selama tiga bulan. Tentu hukuman ini tidak adil untuk selevel koruptor kelas kakap.

Kalau kita tarik benang merah, akar masalahnya ada pada pungutan pajak tersebut, lalu mengerucut pada sistem yang mengatur di dalamnya. Menarik, ketika Dr. Riyan, M.Ag, seorang pengamat politik Islam mengatakan bahwa APBN yang ada di negeri ini berasas kapitalistik, dengan acuan keuntungan.

Sejatinya, kesejahteraan untuk rakyat hanyalah ilusi semata, selalu terkendala untuk menyentuh taraf sejahtera dan akar problematika. Ini karena dalam asas kapitalistik, pengelolaan SDA dilimpahkan kepada pihak swasta, bukan negara. Sehingga, menjadi wajar ketika salah satu pendapatan negara diambil melalui pungutan pajak.

Padahal, negeri ini memiliki kekayaan alam limpah ruah. Misalnya, perbandingan antara lautan dengan daratan yaitu 70 persen dibanding 30 persen, dengan beragam spesies 4.720 jenis. Namun, kenapa justru keadaan berbalik, rakyat justru mengonsumsi suplemen ikan, bukan ikan fresh? Bahkan, tidak semua rakyat bisa merasakan kelezatan ikan karena tergolong mahal untuk dinikmati.

Semenjak itu, pengelolaan SDA dalam Islam adalah menjadi tanggung jawab negara sebagai wakil rakyat, bukan diserahkan kepada swasta asing dan aseng.

Rasulullah pernah bersabda, yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ahmad, bahwasanya umat Islam berserikat pada tiga perkara, ialah air, padang rumput, serta api.

Sehingga, pengelolaan SDA tidak boleh dilakukan secara privatisasi, karena merupakan kepemilikan umum. Artinya, pengelolaan ini dilimpahkan kepada negara dalam rangka kesejahteraan seluruh rakyat.

Sehingga, langkah strategis yang bisa dilakukan adalah mengganti Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang  berasas kapitalistik menjadi APBN dengan asas syariah sesuai hukum syara.

APBN asas syariah ketika sudah diterapkan akan terlihat secara moneter. Negara akan beralih mata uang kertas ke mata uang emas dan perak. Secara fiskal, negara tidak lagi membebani rakyat dengan pajak. Namun, dalam APBN, pengelolaan kepemilikan umum, termasuk SDA dilakukan oleh negara dan dikembalikan hasilnya untuk kesejahteraan rakyat. 

Kemudian langkah selanjutnya memperbaiki penegakan hukum yang adil dengan standar agama. Sistem hukum dalam Islam menekankan keadilan yang tidak memihak kepada segelintir orang, yaitu para pemilik modal. 

Para penegak hukum harus memenuhi syarat dan ketentuan Islam, sehingga menjunjung tinggi nilai keadilan dan tidak mudah disuap. Penerapan hukum yang adil dalam segala bidang dilakukan guna menciptakan masyarakat yang harmonis serta menghindari praktik-praktik korupsi dan berbagai macam problematika.

Contoh kasus, pemberantasan korupsi dalam pengemplangan pajak, bisa lebih efektif jika disertai dengan sanksi yang tegas dan pendekatan berbasis moral agama sehingga memberi efek jera.

Paket komplit tersebut hanya ditemui dalam agama Islam, karena Islam mengatur secara rinci sistem pemerintahan yang kompleks. Wallahu'alam Bisawab.




Oleh: Novita Ratnasari, S.Ak., 
Penulis Ideologis

Kamis, 29 Februari 2024

Miris, Kemiskinan Menjadi Tren dalam Kapitalistik



Tinta Media - Ketimpangan makin menggurita, fakta zalimnya para penguasa. Kesejahteraan menjadi sebuah ilusi karena ambisi para oligarki pemangku kepentingan.

Melansir dari databoks per 30 November 2023 menunjukkan bahwa 11,33 % penduduk di Kabupaten Purworejo tergolong miskin. Meskipun menunjukkan persentase turun 0,2 % dari tahun sebelumnya. Meskipun perkembangan dalam 10 tahun terakhir persentasenya turun 2,94 % tetap saja masih jauh dari RPJMN 2020-2024 yakni 6,5-7,5%.

Miris memang, antara data dan realitas tidak balance. Data menunjukkan penurunan, tetapi tingkat kemiskinan masih tinggi. Mengingat data Badan Pusat Statistik (BPS), total penduduk pada 2023 berjumlah 806,37 ribu jiwa. Realitas hari ini sebagian besar penghasilan mereka digunakan untuk membeli fasilitas publik yang seharusnya murah bahkan gratis seperti biaya pendidikan, kesehatan, transportasi, listrik, dan air artinya kemiskinan di negeri ini berpotensi berkembang.

Harus diakui bahwa kemiskinan yang terjadi di negeri ini merupakan kemiskinan struktural. Kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang diakibatkan oleh penerapan sistem toghut sehingga sebagian masyarakat kesulitan mengakses sumber daya alam yang menjadi kebutuhan mereka dalam hal ini sistem politik demokrasi dengan sistem ekonomi kapitalis.

Sistem ini biang keladi kemiskinan dimana-mana sebab ekonomi kapitalis meniscayakan pengelolaan SDA maupun fasilitas publik seperti pendidikan, kesehatan, transportasi, dsb yang sejatinya milik rakyat diserahkan kepada korporasi sehingga rakyat harus membeli dengan harga mahal segala kebutuhan mereka karena pihak swasta hanya berorientasi pada laba-rugi bukan pelayanan.

Keadaan ini sekaligus mengkonfirmasi bahwa peran negara dalam sistem sekulerisme - kapitalis hanya sebagai regulator bukan pengurus urusan rakyat sebagaimana yang kita saksikan kebijakan dan aturan yang ditetapkan negara justru menjamin kebebasan pihak swasta asing dan aseng untuk mengelola sumber daya alam, fasilitas, sampai pelayaran publik dapat di simpulkan negara condong kepada kepentingan swasta ataupun asing bukan kepentingan rakyat akibatnya pendapatan rakyat rendah sehingga daya belinya pun rendah.

Lain ladang lain ilalang, di dalam sistem ekonomi Islam berikut sistem politiknya khilafah. Dalam bidang ekonomi ketika diterapkan pasti mampu meningkatkan daya beli masyarakat dan mengentaskan kemiskinan. Apabila sistem ekonomi Islam diterapkan secara Kaffah terbukti mampu menghasilkan kesejahteraan umat manusia dan kesejahteraan yang tidak pernah terjadi dalam sistem lain baik kapitalis maupun sosialis.

Dalam sistem ekonomi Islam fasilitas publik seperti transportasi, pendidikan, dan layanan kesehatan wajib disediakan oleh negara dengan harga yang murah bahkan gratis. Hal ini karena Islam memosisikan penguasa sebagai pengurus urusan umat atau raa’in.

Sebagaimana sabda Rasulullah, "Imam atau khalifah adalah raa’in atau pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya" hadits riwayat al-Bukhari.

Pelayanan publik yang diberikan negara secara gratis tersebut ditopang oleh penerapan konsep kepemilikan dalam ekonomi Islam, dikenal kepemilikan umum yakni harta karena setiap orang memiliki hak dan andil di dalamnya. Sehingga jelas harta seperti ini tidak boleh dimiliki atau dikuasai oleh individu atau segelintir orang saja.

Rasulullah pernah bersabda bahwa manusia bersekutu dalam kepemilikan atas tiga hal air, padang rumput, dan api. Hadits riwayat Ahmad. Islam juga telah menetapkan bahwa harta milik umum tersebut hanya boleh dikelola oleh negara untuk dikembalikan pemanfaatan atau keuntungannya kepada rakyat sebagaimana halnya migas serta batubara hanya boleh dikelola negara untuk dimanfaatkan rakyat dalam bentuk bahan bakar minyak (BBM) serta listrik murah.

Negara tidak mengizinkan melibatkan pihak swasta dalam pengelolaannya dari sisi peningkatan pendapatan dan daya beli masyarakat. Sistem ekonomi Islam mewajibkan negara menyediakan lapangan pekerjaan yang luas bagi masyarakat bahkan dalam kondisi tertentu negara membantu masyarakat secara langsung dengan memberi subsidi yang meningkatkan daya beli tersebut.

Lapangan pekerjaan dalam negara khilafah akan sangat luas sebab industri-industri strategis yang mengelola sumber daya alam berada di bawah pengelolaan negara Islam. Inilah yang akan menyerap banyak tenaga kerja demikianlah sistem ekonomi Islam mampu mencegah munculnya persoalan kemiskinan di tengah masyarakat. Sistem ekonomi Islam hanya bisa diterapkan oleh institusi Khilafah Islamiyah.

Wallahu'alam


Oleh: Novita Ratnasari, S.Ak. 
(Pemerhati Publik)

Minggu, 25 Februari 2024

Tumpukan Sampah Plastik, Buah Sistem Kapitalistik



Tinta Media - Sampah lagi ... sampah lagi. Jika diperhatikan, urusan sampah ini kian hari kian tidak terkendali. Negara abai dalam mengurus persoalan sampah, ditambah lagi rendahnya kesadaran masyarakat untuk menjaga kesehatan dan kebersihan lingkungan. Fakta tersebut menunjukkan kelemahan dan ketidakmampuan negara dalam mengatur, menjaga, melindungi, melayani, dan berinovasi.

Seperti yang dikutip oleh media katadatacom (07/02/2024), sampah plastik menumpuk sampai 12 ton di RI. Indonesia menghasilkan sampah plastik sebesar 12,87 ton per tahun. Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Rosa Vivien Ratnawati, mengatakan bahwa sampah plastik masih menjadi isu serius yang dihadapi Indonesia. Maka dari itu, isu sampah plastik ini menjadi fokus dalam harian peduli sampah nasional (HPSN) yang diperingati setiap tanggal 21 Februari.

Sebenarnya negara sangat mampu mengatasi. Hanya saja, negara setengah hati dalam melakukan proses penanganannya. Negara ini tidak kekurangan orang-orang hebat yang berkompeten. Banyak tangan ahli yang dapat diajak bekerja sama untuk mengatasi urusan plastik.

Saat ini sudah ada beberapa penemuan tunas bangsa, seperti di Universitas Brawijaya dan Sepuluh November. Akan tetapi, belum mendapatkan dukungan, apalagi modal pengembangan hasil temuan. Hal semacam inilah yang seharusnya ditindaklanjuti agar segera terwujud teknologi mutakhir yang berguna untuk membantu mengatasi persoalan sampah plastik 

Namun sayangnya, negara seakan-akan sibuk sendiri, berkoalisi sana sini tiada henti, selalu berjanji-janji. Namun, urusan sampah nyata di depan mata terbengkalai.

Ini adalah satu bukti lagi yang seharusnya membuka mata kita, bahkan dunia bahwa tidak ada satu pun permasalahan yang dapat terselesaikan dalam sistem demokrasi kapitalis sekuler. Alih-alih mengatasi, justru sistem ini merusak ciptaan Yang Kuasa, sebagaimana firman Allah Swt. yang artinya, 

"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh perbuatan tangan manusia, supaya Allah menimpakan kepada mereka sebagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar." (TQS Ar-Rum ayat 41)

Seharusnya negara hadir dengan segala macam inovasinya. Negara menjalankan semua fungsinya sebagai pengurus rakyat, termasuk dalam mengedukasi atau menyadarkan masyarakat terkait bahaya limbah plastik. Semua komponen negara berfungsi dengan baik, siap, sigap, dan tepat apabila negara dikepalai oleh imam atau dipimpin oleh seseorang yang taat akan syariat, menjadikan aturan Allah sebagai dasar hukum kepengurusan negaranya. 

Allah berfirman yang artinya,

"Dan Kami telah menghamparkan gunung-gunung dan Kami jadikan padanya segala sesuatu menurut ukuran, dan Kami telah jadikan untukmu di bumi keperluan-keperluan hidup, Kami menciptakan juga makhluk-makhluk yang sekali-kali bukan kamu pemberi rezeki padanya." (TQS Al-Hijr ayat 19-20)

Islam menjawab semua problematika kehidupan masyarakat, termasuk urusan sampah. Negara akan mengembangkan riset terpadu untuk mengali pengolahan sampah dengan teknologi mutakhir agar sampah dapat menjadi bermanfaat. 

Negara juga akan terus memberikan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga kebersihan lingkungan dan bahayanya jika terus-menerus membiarkan tumpukan sampah plastik semakin banyak tanpa ada pengelolaan yang benar. Selain merusak pemandangan dan mencemari kebersihan lingkungan, sampah juga menjadi sumber penyakit akibat penggunaan limbah plastik yang kian masif. Wallahu alam.


Oleh: Yeni Aryani
Sahabat Tinta Media

Senin, 06 Februari 2023

Pamong Institute: Pemerintahan Sekarang Terindikasi Sangat Kapitalistik

Tinta Media - Direktur Pamong Institute Drs. Wahyudi Al-Maroky mengungkapkan bahwa pemerintahan sekarang terindikasi besar sudah sangat kapitalistik.

"Posisi pemerintahan sekarang memang terindikasi besar sudah sangat kapitalistik," tuturnya dalam ILF Edisi 51: Negara Mempraktekkan Ideologi/Paham Kapitalisme, Selasa (31/1/2023) di kanal YouTube LBH Pelita Umat.

Menurutnya, untuk mengukur pemerintah itu kapitalistik, demokrasi, otoriterisme dengan melihat apakah pemerintah yang sifatnya menyerahkan sebanyak-banyaknya kepada mekanisme pasar atau kepada swasta atau kepada para pebisnis. "Itulah pertanda pemerintah itu sedang menjalankan paham kapitalisme. Indikasinya, pemerintah semakin sedikit mengurus rakyatnya dan sisanya diserahkan kepada kaum kapitalis atau mekanisme pasar. Konsekuensinya, pemerintah bukan semakin banyak memberi tetapi pemerintah semakin banyak memungut dari rakyat," ujarnya.

"Kenapa? Karena pemerintah yang kapitalistik, paradigmanya, ketika akan melayani rakyat dihitung untung ruginya. Apakah dia melayani rakyat dapat untung atau tidak," tukasnya.

Ia melihat hal ini sangat bahaya karena rakyat yang akan mendapat pelayanan pemerintah adalah rakyat yang bisa menghasilkan keuntungan. Yaitu rakyat yang punya uang atau rakyat yang bisa memberikan benefit tertentu. "Nah, kalau kita melihat, semua bidang di sistem pemerintahan kita nyaris sudah menggunakan sistem kapitalis," bebernya.

Ia menjelaskan bahwa jika diukur dari sistem pendidikan, nyaris tidak ada lagi pendidikan yang diurus oleh negara. Praktis semua beban biaya dibebankan kepada rakyat atau kepada orang yang akan mengikuti proses pendidikan. "Mekanisme pasar berlaku. Siapa yang bisa membayar mahal maka mendapatkan fasilitas yang lebih baik. Siapa yang membayar lebih besar berarti akan mendapatkan kualitas yang lebih baik. Sebaliknya siapa yang hanya mampu membayar sedikit maka dapatkan pendidikan yang kualitasnya lebih buruk atau yang tidak membayar sama sekali, tidak sekolah. Itulah mekanisme," paparnya.

Ia melanjutkan bahwa dibidang kesehatan juga sangat kapitalistik. Dimana pemerintah seharusnya menjamin kesehatan rakyatnya, kemudian mengurusnya supaya menjadi cerdas. Kalau orang bisa sehat, bisa belajar bisa cerdas. Sehatnya belum tentu bisa karena mekanisme kesehatan juga mulai tidak diurus oleh negara. Rakyat dipaksa membiayai diri sendiri dengan cara membayar iuran BPJS. Rakyat belum sakit sudah harus bayar iuran duluan. "Inikan belum memberikan pelayanan, sudah ditarik dulu uangnya," tukasnya.

"Termasuk listrik juga. Itu listrik dan yang lainnya, rakyat belum menggunakan pelayanan jasa listrik, dia sudah harus membayar deposit duluan. Inilah ciri-ciri negara kapitalis. Jadi bukan mendapatkan pelayanan, bahkan sebelum dilayani, sudah membayar duluan," imbuhnya.

Ia menambahkan bahwa ini sudah sangat kapitalis, baik di bidang-bidang yang menjadi hajat hidup orang banyak yang menjadi kewajiban negara untuk menjalankan amanah konstitusi justru di liberalisasi sehingga diserahkan kepada mekanisme pasar

"Sebenarnya yang menjadi tanggung jawab pemerintahan sebagaimana amanah konstitusi itu kan melindungi segenap warga kemudian dia harus mencerdaskan, kemudian dia harus harus mensejahterakan," jelasnya.

"Kalau kita lihat di situ, nyaris semua bidang itu sudah tidak ada lagi yang diurus oleh negara dengan sungguh-sungguh tanpa menyerahkan kepada mekanisme pasar kepada pihak swasta," tandasnya.[] Ajira

Rabu, 28 September 2022

Ustazah Wiwing Noraeni Ungkap Penyebab Bunuh Diri yang Makin Marak



Tinta Media - Kecenderungan bunuh diri yang semakin meningkat dari tahun ke tahun, termasuk di Indonesia, dinilai Aktivis Muslimah Ustazah Wiwing Noraeni karena penerapan sistem kehidupan kapitalistik dan sekularistik.

"Adapun akar masalah dari bunuh diri, ternyata karena sistem kehidupan kapitalistik dan sekularistik yang diterapkan hari inilah yang menjadi penyebab kenapa bunuh diri ini marak," tuturnya pada rubrik Kuntum Khaira Ummah MMC: Tren Bunuh Diri Meningkat, Begini Solusi Islam, Jumat (23/9/2022) di kanal Youtube MMC Lovers.

Menurutnya, bunuh diri banyak terjadi di kalangan anak muda karena beberapa sebab, antara lain:

Pertama, standar bahagia dalam sistem kapitalisme adalah materi. "Semakin banyak materi semakin banyak harta itu semakin bahagia. Kita bisa melihat bagaimana anak muda yang punya gaya hidup hedon, hura-hura, ingin bersenang-senang saja sementara tidak punya harta untuk melakukan itu semua dengan gaya hidup yang dibuat sistem kapitalisme sehingga yang terjadi depresi kemudian stress dan berujung pada bunuh diri," terangnya. 

Kedua, sistem ekonomi kapitalisme yang menyebabkan kesenjangan sosial antara orang miskin dan orang kaya. "Mayoritas masyarakat indonesia ini adalah miskin, termasuk anak-anak mudanya ditambah lagi dengan kondisi gaya hidup yang demikian, sudahlah standar bahagianya adalah materi, ternyata kemiskinan ada dimana-mana sehingga seluarga-keluarga miskin anak-anak pun ikut miskin," jelasnya. 

Ketiga, sistem pendidikan dalam kapitalisme melahirkan generasi sekuler. "Di dalam benaknya, bukan bagaimana agar taat ajaran agama, tapi yang ada hanya materi. Dan fokus dari sistem pendidikan saat ini hanya sekedar bagaimana agar nilai peserta didik itu bagus sementara bagaimana akhlak dan perilaku mereka tidak menjadi bagian penting dalam kurikulum pendidikan saat ini sehingga pendidikan seperti ini hanya melahirkan generasi yang jauh dari agama dan tidak menjadikan agama sebagai pegangan," bebernya. 

Keempat, liberalisme atau paham kebebasan yang menjadi spirit dari ideologi kapitalisme sehingga melahirkan kebebasan yang luar biasa bebas. "Ketika kita menyaksikan berbagai macam informasi pada hari ini berapa banyak kasus bullying, pergaulan bebas yang berujung pada kematian," ujarnya. 

Kelima, sekularisme yang menjadi asas dari kapitalisme yang kemudian membuat agama jauh dari kehidupan. "Kita bisa menyaksikan banyak dari anak muda yang tak jelas tujuan hidupnya dan menganggap bunuh diri sebagai solusi karena jauh dari agama," ungkapnya. 

Ustadzah Wiwing Noraeni juga mengatakan bahwa inilah problem sistemik bukan hanya masalah individu sehingga penyelesaiannya tidak cukup dengan penyelesaian individu harus dengan penyelesaian secara sistemik.

Solusi Islam

Ustazah Wiwing Noraeni mengatakan bahwa di dalam islam aktivitas bunuh diri ini adalah haram dan dosa besar, di dalam Al-Qur'an Allah SWT berfirman dalam QS. An-nisa ayat 29: 
وَلَا تَقْتُلُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا
"Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang".

Ia juga mengutip hadist riwayat Bukhari dan Muslim, Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Barangsiapa yang membunuh dirinya sendiri dengan suatu cara yang ada di dunia, niscaya kelak pada hari kiamat Allah akan menyiksanya dengan cara seperti itu pula.”

Ustazah Wiwing Noraeni menjelaskan solusi dalam islam terkait masalah bunuh diri dengan cara, pertama, meningkatkan ketakwaan oleh individu-individu muslim.
"Kedua, melakukan amar ma'ruf nahi mungkar yang dilakukan oleh masyarakat sehingga akan mencegah orang-orang yang ingin melakukan bunuh diri. Ketiga, peran negara dengan melakukan proses edukasi terhadap masyarakat agar menjadikan islam sebagai solusi bukan bunuh diri baik melalui media maupun pendidikan," katanya. 

Kemudian, lanjutnya, negara juga harus menerapkan sistem ekonomi islam yang akan menyejahterakan serta kekayaan alam yang merata dalam pendistribusiannya. "Sehingga angka kemiskinan mampu ditekan dan faktor keuangan yang menjadi pemicu terjadinya bunuh diri akan mampu dihindari," pungkasnya.[] Erna Nuri Widiastuti

Selasa, 27 September 2022

Kemiskinan dan Kelaparan Akan Terus Berlanjut Selama Sistem Sekuler Kapitalistik Dipraktikkan

Tinta Media - Problem kemiskinan dan kelaparan yang berujung pada warga meninggal, menurut Muslimah Media Center (MMC) akan terus berlanjut selama sistem sekuler kapitalistik dipraktikkan.

“Semua yang terjadi bukanlah kasus baru dan akan terus berlanjut selama sistem sekuler kapitalistik terus dipraktikkan,” ujar Narator pada rubrik Serba-serbi MMC: 50 Persen Warga Alami Kelaparan Tersembunyi, Buah dari Penerapan Kapitalisme, Jumat (23/9/2022) di kanal YouTube MMC Lovers.

Narator mengungkap, masalah kemiskinan yang berujung kelaparan hingga kematian yang masih sering ditemukan di negeri ini.

“Salah satunya, peristiwa meninggalnya 6 warga Baduy di Kabupaten Lebak Banten baru-baru ini. Meninggalnya 6 warga tersebut sebelumnya dianggap misterius. Namun, Dinas Kesehatan Provinsi Banten berhasil mengungkapnya. Kepala Dinkes Banten dokter Ati Pramudji Hastuti mengatakan keenam orang itu ternyata meninggal karena penyakit tuberkulosis,” ungkapnya.

Ia juga menyampaikan bahwa dalam rentang waktu itu pula petugas kesehatan juga menemukan penyakit malaria, campak rubella, bahkan stunting di wilayah Baduy. 

“Nasib pilu juga dialami oleh seorang warga Kampung Haursea Cipicung Banyuresmi Garut Jawa Barat, adalah undang yang berusia 42 tahun yang rumahnya dirobohkan pada hari Sabtu 10 September 2022 lalu oleh rentenir, usai warga itu tidak bisa melunasi utang sang istri senilai 1,3 juta,” ucapnya.

Berita yang tak kalah memilukan atas nasib warga di negeri ini menurut narator adalah apa yang diungkapkan oleh Guru Besar Ilmu Gizi Fakultas Ekologi Manusia IPB University Drajat Murtianto.

“Ia menemukan bahwa 50% penduduk Indonesia mengalami kelaparan tersembunyi hal itu disebabkan kekurangan zat gizi mikro berupa zat besi, yodium, asam folat, seng, vitamin A, dan zat gizi mikro lainnya,” paparnya.

Ia menjelaskan bahwa pada tahun 2015, PBB menargetkan kelaparan dunia berakhir 2030. “Awalnya target tersebut tampak sangat mungkin untuk dicapai. Namun, sekarang laporan terbaru terkait indeks kelaparan Global yang dikeluarkan Welthangerlife and Concern Worldwide mengindikasikan bahwa perang melawan kelaparan sudah sangat luar jalur,” jelasnya.

“Ini berdasarkan data jumlah orang yang tidak mendapatkan nutrisi yang layak di dunia yang pada 2020 angkanya meningkat menjadi 2,4 miliar orang atau hampir sepertiga populasi dunia,” tambahnya. 

Narator menilai, dalam sistem ekonomi kapitalisme yang hanya berpihak pada segelintir orang telah menjadikan sebagian besar penduduk dunia jatuh dalam jurang kemiskinan. “Pasalnya sistem ini telah melibatkan pihak swasta dalam mengelola kebutuhan strategis rakyat, baik kebutuhan pangan, layanan pendidikan, hingga kesehatan,”nilainya.

Ia menambahkan bahwa semuanya legal dijadikan sebagai objek komersialisasi oleh para pemilik modal. “Alhasil, untuk mendapatkan dan mengakses kebutuhan tersebut, rakyat harus membayar mahal atas dasar hitung-hitungan bisnis para kapitalis,” tuturnya.

Ia merasa miris, sistem ekonomi kapitalisme juga telah menjadikan distribusi pangan berada di bawah kendali para kapitalis. “Alhasil, proses distribusi pangan menemui beragam kendala,” ungkapnya.

Dicontohkannya, seperti tidak sampainya bahan makanan ke tempat-tempat yang sudah dijangkau. “Kalaupun sampai, pasti dengan harga yang mahal akibat rantai distribusi yang panjang,” jelasnya.

“Tidak hanya itu, banyak tengkulak nakal yang sengaja menimbun bahan pangan agar untung besar. bahan tersebut akan dikeluarkan ketika harga pangan meningkat,” lanjutnya menjelaskan.

Menurut narator, kemiskinan dan kelaparan hanya akan selesai manakala Islam diterapkan.“Penerapan Islam secara sempurna terbukti mengangkat manusia pada kedudukan yang terbaik,” tuturnya.

“Bahkan Allah SWT menurunkan berkahnya dari langit dan bumi,” tegasnya.

Narator mengungkap fakta pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang sulit sekali mencari orang miskin tidak ada yang mau menerima zakat, karena mereka merasa mampu. “Bahkan ketika Khalifah mencari para pemuda untuk dinikahkan, semuanya menyatakan kalau bisa membiayai pernikahannya sendiri,” ungkapnya.

Menurutnya, prestasi itu diperoleh karena Sang Khalifah menerapkan aturan Islam secara sempurna. “Aturan Islam telah memberi solusi tuntas bagi pencegahan serta penanganan krisis pangan dan kelaparan,” ucapnya.

Hal ini berangkat dari sabda Rasulullah SAW: “Imam atau Khalifah adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat yang diurusnya,” (HR Muslim dan Ahmad).
 
Ia menjelaskan, di dalam negeri, politik pangan Islam adalah mekanisme pengurusan hajat pangan seluruh individu rakyat. “Negara Khilafah akan memenuhi kebutuhan pokok tiap rakyatnya baik berupa pangan, pakaian dan papan. Mekanismenya adalah dengan memerintahkan para laki-laki untuk bekerja seperti pada Qur’an surah Al-Baqarah ayat 233 dan menyediakan lapangan kerja seluas-luasnya bagi mereka,” jelasnya. 

Diterangkannya juga bagi yang tidak mampu bekerja karena sakit, cacat, ataupun yang lainnya, maka Islam telah menetapkan nafkah mereka dijamin kerabatnya. “Tapi jika kerabatnya juga tidak mampu, maka Negara Khilafah yang akan menanggungnya,” terangnya.
 
Narator juga memaparkan, sistem ekonomi Islam masalah produksi, Baik produksi primer atau pengolahan distribusi dan konsumsi akan terselesaikan. “Dalam hal distribusi pangan, negara akan memutus rantai panjang distribusi sebagaimana dalam sistem kapitalisme, tengkulak yang nakal akan dikenai sanksi, sarana distribusi yang murah akan disediakan,” paparnya.

“Dengan demikian, hasil pertanian akan merata ke seluruh lapisan masyarakat,” tegasnya. 

Dijelaskannya pula bahwa Negara Khilafah mampu memenuhi semua jaminan kebutuhan pokok rakyatnya tanpa kekurangan sedikitpun. “Hal tersebut bisa terjadi karena di dalam Islam, sumber daya alam termasuk dalam harta kepemilikan umum, dimana pengelolaannya dilakukan oleh negara Khilafah yang hasilnya dikembalikan sepenuhnya kepada seluruh rakyat dalam bentuk berbagai pelayanan publik,” jelasnya.

“Sehingga semua fasilitas dan layanan pendidikan kesehatan dan juga keamanan bisa didapatkan semua rakyat secara gratis,” tandasnya.[] Raras

Minggu, 18 September 2022

Pembangunan Kapitalistik Dunia Global Sebabkan Krisis dan Bencana Ekologis

Tinta Media - Muslimah Media Center (MMC) menilai pembangunan kapitalistik dunia global menyebabkan terjadinya krisis dan bencana ekologis. 

“Pembangunan kapitalistik dunia global menyebabkan terjadinya krisis dan bencana ekologis di mana-mana,” tuturnya dalam Program Serba Serbi MMC: Pembangunan Kapitalistik Dunia Global Abaikan Krisis Iklim? Selasa (13/9/2022) di kanal YouTube Muslimah Media Center.

Efek dari krisis iklim memang luar biasa, narator mengungkapkan berbagai negara mengupayakan untuk meminimalisir dampak dari krisis ini.

“Seperti yang dilakukan oleh pemimpin dari puluhan negara-negara Afrika yang dilansir dari Al Jazeera pada Jumat (9/9/2022), mereka mendesak negara-negara kaya menepati janji memberikan bantuan guna mengatasi dampak perubahan iklim,” ungkapnya.

Ia mengatakan desakan tersebut tertuang dalam sebuah Komunike yang disepakati jelang KTT COP27 di Mesir dan di gelar dua bulan mendatang, yakni pada bulan November.

“Komunike ini hasil dari pertemuan antara 24 menteri negara- negara Afrika selama tiga hari di Mesir, Kairo,” katanya.

Ia pun mengemukakan bahwa negara-negara Afrika adalah wilayah yang termasuk paling parah terkena dampak perubahan iklim, terutama kekeringan dan banjir yang memburuk.

“Karenanya Komunike mendesak negara-negara kaya untuk menepati dan memperluas janji iklim yang telah disampaikan agar negara-negara miskin dapat berkembang secara ekonomi sambil menerima lebih banyak dana untuk beradaptasi dengan dampak perubahan iklim, ” bebernya.

Afrika memiliki cekungan Kongo, hutan hujan tropis terbesar kedua di dunia setelah Amazon. Hutan ini memainkan peran kunci dalam menangkap gas rumah kaca, di sisi lain Afrika juga memiliki jejak karbon yang rendah.

“Akan tetapi perubahan iklim dan hilangnya bentang alam di Benua Afrika tidak proposional, mantan Sekjen PBB Ban Ki-moon mengatakan bahwa Afrika hanya menyumbang 3 persen dari emisi karbondioksida (CO2) global,” ujarnya.

Negara-negara maju yang notabene adalah pengemisi telah berjanji akan mengucurkan dana 100 miliar dolar AS (Rp1,483 triliun) per tahun mulai 2020. Dana ini ditujukan untuk membantu negara-negara yang rentan beradaptasi dengan perubahan iklim.
“Akan tetapi sejauh ini janji tersebut belum juga terpenuhi, sementara Kepala Ekonomi Bank Pembangunan Afrika Kevin Chika Urama mengatakan benua tersebut menghadapi kesenjangan pembiayaan iklim sekitar 108 miliar dolar AS per tahun,” tuturnya.

Ia menilai solusi janji iklim negara-negara pengemisi adalah bukti kerakusan negara-negara tersebut atas negeri miskin.
“Solusi ini lahir dari paradigma sistem kapitalisme tatkala melakukan pembangunan global,” ucapnya.

Menurutnya sistem kapitalisme hanya berorientasi pada capaian materi tanpa memperhatikan efek yang ditimbulkan.
“Jadi sekalipun negara-negara maju menyadari bahwa mereka menyumbang emisi karbon tertinggi di dunia, namun mereka tetap melakukan eksploitasi berlebihan terhadap sumber daya alam maupun industrialisasi eksploitatif terhadap sumber energi,” ujarnya.

Aktivitas-aktivitas tersebut dikatakan narator menghasilkan keuntungan besar bagi negara-negara maju walaupun menjadi alasan utama terjadinya krisis dan bencana ekologis di mana-mana.

“Karenanya yang diperlukan untuk mewujudkan kelestarian lingkungan bukan dengan solusi pragmatis memberi sumbangan pada negara terdampak,” katanya.

Narator melanjutkan bahwa solusinya harus menghadirkan sistem alternatif sahih yang terbukti mampu menjaga dan mengelola lingkungan sistem ini. “Sistem ini adalah sistem Islam,” tegasnya.

Sistem Islam Menjaga Kelestarian Lingkungan

Islam menuntut manusia tidak merusak lingkungan tatkala menjalankan teknisnya. Menurutnya konsep pengelolaan lingkungan dalam Islam menurut ekonomi Islam. Di mana hutan maupun sumber-sumber energi fosil adalah harta kepemilikan umum.

“Keduanya termasuk sumber daya alam dengan konsekuensi tidak ada liberalisasi dan kapitalisasi akan kekayaan alam ini,” tuturnya.
Syariat Islam telah memerintahkan negara yang berhak mengatur dan mengelola harta kepemilikan umum. “Dan hasilnya diberikan kepada rakyat tanpa ada komersialisasi di dalamnya,” ujarnya.

Ia mengungkapkan bahwa negara tidak akan melakukan eksploitasi lingkungan yang berdampak pada kerusakan negara.

“Negara akan merumuskan regulasi yang ramah lingkungan dengan melibatkan para ahli lingkungan. Para ahli ini dituntut untuk membuat AMDAL yang paling meminimalisir kerusakan lingkungan, lalu melakukan upaya rehabilitasi lahan dan konservasi lahan,” ungkapnya.

Selain itu negara juga akan memetakan wilayah-wilayah untuk kesalahan konservasi (Hima), tempat tinggal penduduk, tempat pertanian maupun kawasan industri. Negara akan menghitung berapa emisi karbon yang masih toleran ditangkap oleh hutan.

“Inilah konsep yang diberikan Islam untuk mengelola, memanfaatkan dan melestarikan lingkungan,” urainya.

Ia mengakhirinya dengan mengatakan bahwa solusi ini dapat terwujud jika negara yang menerapkan Islam secara kafah.

“Hanya saja solusi ini tidak mungkin terwujud jika individu-individu muslim yang melakukan. Solusi ini hanya akan terealisasi jika ada negara yang menerapkan Islam secara kafah, yakni Khilafah Islamiyah,” pungkasnya.[] Ageng Kartika

Sabtu, 30 Juli 2022

Fenomena Citayam, ImuNe: Akibat Pembangunan Kapitalistik

Tinta Media - Fenomena Citayam yang sedang tren, dinilai Ahli Geostrategi dari Institut Muslimah Negarawan (ImuNe) Dr. Fika Komara sebagai akibat pembangunan yang kapitalistik.

“Fenomena Citayam merupakan akibat pembangunan kapitalistik yang berporos pada materi, tidak memperhatikan pembangunan manusia,” ungkapnya dalam acara Rubrik Muslimah Negarawan: Pemuda Citayam: Bergaya atau Tak berdaya? Senin (25/7/2022) melalui kanal Youtube Peradaban Islam.

Di samping itu, katanya, pembangunan perkotaan yang kapitalistik melahirkan kesenjangan serta tidak punya mekanisme untuk menghapus kesenjangan itu.

“Fenomena kesenjangan dibalik megahnya SCBD (Sudirman Central Business District), bisa kita lihat. Anak-anak Citayam ada yang putus sekolah, anak jalanan, ngamen, enggak mau ketinggalan, mereka bisa eksis dengan segala keterbatasannya di SCBD” paparnya.

Fika mengatakan, kapitalisme memaksa manusia berkumpul dan hidup di perkotaan agar bisa mengakses sumber-sumber kehidupan di zona-zona  pusat pertumbuhan ekonomi.

Di sisi lain, ungkap Fika, aktor pembangunan, modal-modal pembangunan kebanyakan dari investor swasta, gratifikasi, suap, korupsi, menjadi budaya.

“Pemda atau Pemkot hanya meregulasi, memberi izin. Pada proses pemberian izin itulah sering ada transaksional, gratifikasi, upeti yang disetorkan,” ungkapnya.

Fika lalu menyimpulkan, wajar kalau tidak ada keberkahan, karena modal pembangunannya ribawi, aktor pembangunannya dilingkupi budaya suap menyuap, gratifikasi untuk memuluskan proyek, perputaran hartanya pun perputaran yang haram.

“Kemacetan, kesemrawutan, banjir, akhirnya terjadi,” ungkapnya sembari mengatakan ada yang lebih bahaya dari itu, yaitu kerusakan aspek mental, narkoba, pergaulan bebas, L68T dan lain-lain.

Masyarakat Islam

Fika mengatakan, bangunan masyarakat dalam Islam berbeda dengan kapitalisme. “Dalam Islam Rasul mencontohkan, sebelum membangun secara fisik, yang dibangun mental. Sebelum membangun peradaban yang megah, kota dengan  kecanggihan dan kemajuan teknologi, yang dibangun adalah masyarakatnya dulu,” terang Fika.

Makanya, lanjut Fika,  dikatakan dalam hadis “Al Madînatu kal kîr”.  “Rasulullah menggambarkan kota Madinah itu sebagai tungku api yang membersihkan dari kotoran-kotoran masyarakat, karena asas peradaban Islam, masyarakat Islam adalah ketakwaan kepada Allah (akidah Islam),” bebernya.

Fika juga menjelaskan bahwa gambaran kehidupan Islam adalah menggabungkan materi dengan ruh. “Iman kepada Allah sebagai ruh yang  terwujud dalam perbuatan-perbuatan takwa di tengah masyarakat. Makna kebahaginya adalah ridha Allah,”jelasnya.

Fika mengutip pendapat Imam al-Mawardi agar kita bisa membangun dunia termasuk membangun perkotaan, masyarakat urban yang beradab, masyarakat  pedesaan yang beradab, wajib menanamkan 6 kaidah pokok.

“Pertama, agama yang dianut (agama resmi negara); kedua, pemimpin yang berdaulat; ketiga,keadilan sosial bagi seluruh rakyat; keempat, keamanan dan ketentaraman masyarakat; kelima, negeri yang subur; keenam, cita-cita luhur,” bebernya.

Fika mengatakan, kalau agama sejak awal sudah diabaikan, tidak hadir pada ruang-ruang  publik, tidak terlalu hadir dalam ruang-ruang perkotaan, termasuk tidak hadir ketika generasi mudanya butuh di akui, butuh untuk dibesarkan, butuh untuk diberi apresiasi, ini kemudian menjadi persoalan.
 
Dakwah

Fika berpendapat bahwa dakwah Islam bukan semata-mata membuat seseorang hijrah secara individual, tapi dakwah Islam juga harus memberi sentuhan pada isu-isu yang  lebih makro, hijrah peradaban, hijrah perkotaan, bagaimana masyarakat muslim perkotaan itu mengenal pembangunan perkotaan yang baik dan benar sesuai arahan Islam.

“Para dai dan daiyah perkotaan harus bisa merespon ini dari segala sisinya, bagaimana berkomitmen mengembalikan kehidupan Islamini tergambar di benak masyarakat perkotaan, generasi perkotaan, membangun mental mereka, membangun cita-cita mereka,” tukasnya.

Menurut Fika, penggabungan materi dan ruh ini seharusnya juga mengisi ruang-ruang publik, menjadi inspirasi utama buat anak-anak di Citayam dalam mengekspresikan dirinya. “Mengekspresikan  imannya, mengekspresikannya ketaatannya  kepada Allah, bukan sekedar eksistensi dan aktualisasi,” tegasnya.

“Pengemban dakwah di perkotaan harus mampu menangkap tantangan ini. Para da’i harus betul-betul menguasai medan dakwah, melakukan observasi medan dakwah sehingga memiliki pemahaman utuh pada peristiwa,” sarannya.

Hasil observasinya,lanjut Fika, dijadikan materi dakwah dikaitkan dengan Al-Quran dan hadis tentang ruang hidup perkotaan dan tantangan generasi.

“Generasi bukan persoalan yang terpisah dengan keruangan. Artinya masalah ruang ini harus diperhatikan menjadi medan dakwah,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun
 
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab