Berantas Judol di Sistem Kapitalis, Hanya Mimpi?
Tinta Media - Judol, hingga kini keberadaannya makin meresahkan. Seperti diketahui, pelaku judol tak memandang usia, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa, tak memandang miskin atau kaya. Pun tak memandang jabatan. Semua ikut bermain di dalamnya tak terkecuali para aparatur pemerintah.
Subdit Jatanras Ditreskrimun Polda Metro Jaya kembali menangkap 3 tersangka baru situs judi online yang melibatkan pegawai kementrian komunikasi dan digital (Komdigi). Sebelumnya, telah tertangkap 11 tersangka, kini menjadi 14 tersangka (detik.com, 2/11/2024).
Parahnya, sebanyak 14 tersangka mempekerjakan 8 operator untuk mengurus 1.000 situs judi online yang mereka "bina" agar tidak diblokir. Hal itu diungkapkan salah satu tersangka yang belum diketahui identitasnya saat penggeledahan ruko di Kota Bekasi, Jawa Barat, Jumat (1/11/2024) siang (kompas.com, 1/10/2024).
Miris, aparatur pemerintah yang harusnya ikut memberantas judol ternyata justru terlibat. Untuk memberantasnya apakah sebuah mimpi?
Hanya Mimpi
Sungguh ironi, judol telah menggurita bahkan di tubuh pemberantasnya sendiri. Bagaimana tidak, aparatur negara telah memanfaatkan wewenangnya untuk memperkaya diri sendiri dan kelompoknya. Ditambah dengan sistem hukum sanksi yang lemah, pemberantasan judi makin jauh dari harapan. Maka, ini menjadi sesuatu yang mustahil alias hanya mimpi untuk memberantasnya.
Pemerintah gembar-gembor berantas judi, tetapi praktiknya justru menjadi bandar. Benar apa yang dikatakan oleh pengamat kepolisian dari Institute For Security and Strategic Studies, Bambang Rukminto. Menurutnya, satgas judi daring saat ini hanya seperti 'penabuh' genderang. Meski suara tabuhannya terdengar kencang, tetapi praktiknya tidak nampak signifikan (kompas.id, 26/9/2024).
Kondisi ini tak dapat dilepaskan dari sistem sekuler kapitalis yang diterapkan saat ini. Sistem sekuler kapitalis (memisahkan agama dari kehidupan) tak lagi memandang halal dan haram. Untuk mendapatkan sesuatu, masyarakat bisa menghalalkan segala cara, apalagi untuk meraih keuntungan. Halal dan haram tidak menjadi tolok ukur perbuatan. Maka, tak heran jika perbuatan maksiat terjadi di dalam tubuh pemberantasnya sendiri. Bahkan, hal itu bukan menjadi hal yang tabu.
Indonesia yang mayoritas penduduknya muslim seharusnya malu melakukan perbuatan haram tersebut. Tak sedikit muslim yang terjerat kasus judol, bahkan dari berbagai usia. Ini membuktikan betapa rusaknya sistem sekuler yang diterapkan saat ini. Hal ini berdampak pada rusaknya tatanan hidup bermasyarakat.
Lebih dari itu, judol telah merusak masa depan generasi muda. Judol menjerat masyarakat ke dalam kubangan setan. Semua ini akibat dari sekularisme yang telah menjauhkan muslim dari ketaatan pada syariat. Karenanya, judol harus diberantas hingga ke akar-akarnya.
Berantas dengan Islam
Islam merupakan agama yang diturunkan Allah SWT. Maka, Allah SWT mengerti betul apa yang dapat merugikan manusia. Maka, Allah SWT telah mengharamkan judi.
Dalam QS. Al Maidah ayat 90-91 Allah Ta'ala berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan panah adalah termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu menghalangi kami dari mengingat Allah dan sembahyang, maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu)."
Maka, yang dapat memberantas perbuatan haram ini adalah negara atau penguasa. Untuk memberantasnya, negara tidak sekadar memberi sanksi jera, tetapi harus menutup berbagai celah yang memberi peluang terjadinya judi. Negara harus menerapkan tiga pilar, yaitu ketakwaan individu, kontrol masyarakat, dan penerapan sistem hukum yang tegas dan menjerakan.
Tanpa tiga pilar tersebut, mustahil judol bisa diberantas. Selain itu, melalui sistem pendidikan Islam yang diterapkan negara, niscaya akan terbentuk kepribadian Islam. Tentu akan terwujud SDM (sumber daya manusia) yang amanah dan taat pada syariat Allah, termasuk di dalamnya akan terbentuk masyarakat yang saling amar makruf nahi munkar. Maka, mewujudkannya dengan sistem Islam bukanlah sebuah mimpi. Wallahu a'lam bhisshawab.
Oleh: Punky Purboyowati, S. S
Komunitas Pena