Tinta Media: Kapitalis
Tampilkan postingan dengan label Kapitalis. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kapitalis. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 16 November 2024

PHK Melanda Akibat Penerapan Sistem Ekonomi Kapitalisme.


Tinta Media - Isu pemutusan hubungan kerja (PHK) di Jawa Barat saat ini menjadi tren yang sangat mengkhawatirkan. Kepala Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Bandung Rukmana menghadiri rapat koordinasi (Rakor) bersama Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Ketenagakerjaan RI. Hal ini berkaitan dengan penetapan upah minimum 2025 yang dikhawatirkan akan berdampak terjadinya PHK. 

Penyebab utama terjadinya PHK di Jawa Barat ini adalah karena penutupan sejumlah perusahaan yang bergerak di sektor industri tekstil dan garment disebabkan karena tingginya upah minimum kabupaten (UMK) di Jawa Barat. 

Untuk mengurangi terjadinya risiko PHK, Kemendagri dan Kementerian Ketenagakerjaan melakukan mitigasi deteksi dini, yaitu berdialog dengan tripartit, baik dengan pekerja, pengusaha, maupun pemerintah sehingga bisa meminimalisir terjadinya PHK. 

Saat ini Indonesia sedang mengalami deflasi, terjadi PHK karena perusahaan tidak mampu menghadapi kondisi bahwa permintaan barang dan jasa menurun akibat merosotnya pendapatan masyarakat. Hal ini jelas dipicu ketidakmampuan penguasa memperbaiki kondisi moneter negara, sehingga mau tidak mau perusahaan pun mudah mem-PHK buruh tanpa hambatan karena UU Cipta Kerja. 

Maraknya PHK menunjukkan kegagalan pemerintah dalam ekonomi. Janji manis saat kampanye untuk membuka lapangan pekerjaan secara luas ternyata tidak terealisasi. Bahkan, UU Cipta Kerja yang diopinikan akan membuka lapangan kerja ternyata juga gagal total. Apa pun solusi yang di tawarkan, tetap bukan solusi hakiki. Ini adalah bukti dari kegagalan sistem kapitalisme yang diterapkan di Indonesia.

Dalam kapitalisme, para pekerja atau buruh hanya dipekerjakan sesuai kepentingan industri atau perusahaan, sementara perusahaan berorientasi untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. Hal ini bisa dilakukan dengan mengecilkan biaya produksi. 

Jadi, apabila produksi menurun karena mengalami goncangan, maka jalan satu-satunya jalan adalah memberhentikan pekerja untuk meminimalisir biaya. Hal ini terjadi karena dalam sistem kapitalisme pekerja (buruh) hanya dianggap sebagai salah satu bagian dari biaya produksi. Prinsip produksi dalam sistem kapitalisme adalah mengeluarkan modal sekecil-kecilnya. Alhasil, rakyat yang sebagian besar bekerja sebagai buruh harus bernasib malang. Belum lagi derita rakyat kian bertambah dengan kebijakan penguasa yang tidak berpihak pada rakyat.

Para pekerja (buruh) diperlakukan berbeda dengan tenaga kerja asing (TKA) dari luar, khususnya Cina yang bebas masuk Indonesia karena dijamin UU Omnibus Law Cipta Kerja. Dalam aturan itu, perusahaan diberikan kemudahan mempekerjakan TKA dengan syarat yang tidak ribet. 

Namun, hal itu berbanding terbalik dengan rakyat lokal. Mereka dipekerjakan atau tidak tergantung perusahaan.
Kondisi seperti ini semakin membuktikan bahwa pemerintah abai terhadap nasib rakyatnya sendiri. 

Pekerja (buruh) yang kehilangan pekerjaan harus merasakan pahitnya kehidupan, karena selain tidak lagi memiliki pemasukan yang pasti, mereka harus memenuhi kebutuhan hidup keluarga di tengah naiknya harga kebutuhan pokok. Belum lagi biaya kesehatan, pendidikan, maupun lainnya yang harus ditanggung. 

Negeri iniypun dibanjiri dengan pengangguran yang berarti kehidupan rakyat semakin menderita.

Ini berbeda dengan Islam. Penerapan sistem Islam dalam seluruh aspek kehidupan telah menciptakan keadilan yang begitu luar biasa. Pekerja (buruh) dalam Islam tidak hanya dipandang sebagai faktor produksi yang nasibnya ada di tangan industri atau perusahaan. 

Islam memandang pekerja adalah manusia sebagaimana manusia lainnya. Dalam Islam, negara wajib menjamin kebutuhan mereka berupa sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Hal ini diwujudkan negara melalui penerapan sistem politik Islam berikut sistem ekonominya. 

Islam menjamin kejelasan akad antara pekerja dan pemberi kerja dengan sangat rinci. Akad ijarah telah mengikat kedua belah pihak untuk saling membutuhkan serta memberi keuntungan satu sama lain, bukan sebaliknya. 

Dalam Islam, banyak atau sedikit barang produksi tidak memengaruhi gaji pekerja. Dengan demikian, pekerja tidak akan jadi objek PHK massal jika terjadi penurunan permintaan barang atau saat kondisi ekonomi negara melemah. 

Sistem Islam juga tentu akan menjaga kestabilan ekonomi, mendorong berbagai usaha yang kondusif bagi rakyat, memberlakukan larangan praktik ribawi, dan menerapkan sistem keuangan berbasis emas dan perak, serta kebijakan fiskal berbasis syariah. Dengan begitu, dunia usaha berkembang dengan baik dan berefek pada serapan tenaga kerja yang masif. 

Negara yang menerapkan Islam akan memiliki aturan yang bisa menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. Dalam Islam, laki-laki sebagai pencari nafkah dilarang menganggur atau bermalas-malasan dalam bekerja. Oleh karena itu, negara akan terlibat langsung dalam menjamin setiap laki-laki dewasa bisa bekerja dan memenuhi kebutuhan keluarga.

Negara juga memiliki berbagai macam pengelolaan kekayaan umum yang dapat digunakan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Kekayaan umum berupa SDA tersebut merupakan milik rakyat dan haram hukumnya dikelola swasta maupun asing. 

SDA yang berlimpah itu akan dikelola oleh negara dan keuntungannya diberikan kepada seluruh rakyat dalam bentuk pendidikan dan kesehatan gratis. 

Selain itu, penerapan sistem pendidikan Islam akan mampu melahirkan sosok yang berkepribadian Islam dan memiliki kemampuan untuk bekerja, baik sebagai tenaga teknis maupun tenaga ahli. 

Alhasil, akan tersedia tenaga kerja handal dan profesional yang akan mengisi kebutuhan yang ada. Negara tidak perlu mengimpor tenaga kerja asing, karena kebutuhan tenaga kerja dapat dipenuhi oleh lulusan pendidikan di negeri sendiri. Dengan demikian, nyatalah bahwa hanya sistem Islam yang mampu menyelesaikan masalah ketenagakerjaan, meniadakan pengangguran, hingga menciptakan kesejahteraan bagi rakyat. Wallahu a'alam Bisshawab.





Oleh: Rukmini
Sahabat Tinta Media

Jumat, 15 November 2024

Berantas Judol: Ilusi dalam Sistem Kapitalis Sekuler



Tinta Media - Polda Metro Jaya  melakukan penangkapan terhadap 11 orang terkait judi online. Di antara mereka ada beberapa pegawai Kemkomdigi. Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) RI, Meutya Hafid pun buka suara terkait oknum pegawai yang ikut terlibat kasus judi online. Pihak Kemkomdigi menyatakan dukungan penuh terkait pemberantasan berbagai bentuk aktivitas ilegal, termasuk judi online atas arahan Presiden Prabowo. (VIVA – Jakarta)

Tidak ada pandang bulu dalam penanganan kasus judi online. Penegakan hukum akan diberlakukan dengan tegas pada siapa pun yang terlibat, terkhusus bagi pejabat di lingkungan kementerian. Hal tersebut diungkapkan oleh Meutya dalam keterangan resmi yang dikutip pada tanggal 1 November 2024. 

Memang, penanganan berbagai kasus harus dilakukan dengan tegas, serius, dan tidak tebang pilih. Setiap yang melanggar harus diberi sanksi agar tersangka kasus-kasus seperti judol bisa berkurang dan tidak meluas. Kita ketahui bahwa judi online adalah ibarat lingkaran setan yang sangat berbahaya bagi masyarakat.

Judi adalah sebuah perbuatan yang dilarang oleh syariat. Efek judol juga sangat berbahaya dan merusak moral generasi. Di tengah pesatnya dunia digital ini, semua bisa diakses dengan sangat mudah. Sehingga, wajar kalau saat ini kasus judi online semakin merajalela hingga sangat meresahkan. Sayangnya, pejabat yang diharapkan bisa memutuskan dan memberantas praktik judi online justru ada yang menjadi tersangka karena terlibat kasus tersebut. 

Judi online merupakan kasus sistemik yang tidak bisa diselesaikan cara pragmatis. Semua berawal dari penerapan sistem kapitalisme sekuler. Sistem buatan manusia yang lemah karena berlandaskan kepada akal ini mustahil akan memberi kemaslahatan bagi makhluk. Sistem yang memisahkan agama dari kehidupan justru akan melahirkan manusia-manusia serakah, korup, dan hanya fokus untuk memperkaya diri dengan segala cara, bahkan cara haram sekalipun.

Sanksi hukum yang lemah dalam sistem demokrasi semakin memberi ruang pada para pelaku kejahatan. Bukan hanya persoalan judi online, masalah lain bertubi-tubi yang menggemparkan dunia hampir tak satu pun yang bisa selesai dengan tuntas dan mendapatkan hukuman adil. Ini karena pada dasarnya memang tidak ada keadilan di dalam sistem rusak demokrasi kapitalis. 

Kasus judi online yang melibatkan oknum pejabat seharusnya bisa menjadi tamparan keras bahwasanya ini adalah problem besar dan sangat merusak. Masalah ini tidak hanya dilakukan sendirian, tetapi justru akan menarik pelaku lainnya agar terlibat. Akhirnya, mereka saling bekerja sama dalam melakukan kejahatan.
 
Sungguh, maraknya judi online tidak akan bisa diberantas dalam sistem kapitalisme sekuler seperti saat ini. Terbukti, berbagai perundangan-undangan tak mampu memberantas praktik judi online selama ini.

Pemberantasan judol sampai akarnya hanya dapat dilakukan oleh negara. Satu-satunya negara yang bisa melakukannya adalah negara yang menerapkan aturan Islam secara kaffah, yaitu khilafah. 

Penerapan sistem Islam akan melahirkan orang-orang yang berkepribadian Islam karena tindak-tanduknya selalu dituntun syariat. Khilafah akan memberlakukan sanksi tegas dengan memakai aturan yang datang dari Allah Swt. yaitu syariat Islam. 

Tidak ada permainan uang/suap di dalam sistem Islam karena semua yang bersalah akan mendapatkan sanski sesuai kesalahannya. Semua dipandang sama dan tidak dibeda-bedakan.

Yang perlu diperhatikan adalah bahwasanya kekuasaan merupakan amanah yang jika berkhianat akan berdosa. Dosa penguasa atau pemangku jabatan sungguh mengerikan karena menyangkut rakyat yang dipimpinnya. 

Walhasil, dengan sistem Islam, akan lahir para pejabat yang amanah, beriman, dan bertakwa. Sehingga, celah terjadinya kecurangan sangat bisa dinetralisir dan tidak akan muncul orang-orang atau pejabat yang mau terlibat dalam kerja sama melakukan kemaksiatan. Semua karena takut dan sadar bahwa segala perbuatannya akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Swt. Wallahu a'lam bishawab.






Oleh: Dartem
Sahabat Tinta Media

Minggu, 22 September 2024

KDRT Berulang Akibat Sistem Kapitalis Sekuler Liberal



Tinta Media - #MarriageIsScary ramai dibicarakan banyak orang dan memenuhi FYP sebagai topik trending di media sosial. Tagar ini muncul karena seorang selebgram bernama Cut Intan Nabila membagikan video rekaman CCTV melalui akun Instagram-nya. Dalam video tersebut, suami korban (Cut Intan Nabila), Armor Toreador, melakukan tindakan KDRT dengan memukulnya berkali-kali hingga anak bayinya yang masih berumur beberapa bulan ikut menjadi korban. 

Setelah viral video tersebut dan dilakukan penangkapan, pelaku pun mengaku sudah melakukan KDRT selama 5 tahun lamanya dan pernah melakukan di depan anak-anak juga.

Kasus tersebut semakin menambah rentetan tindak kekerasan yang dilakukan suami terhadap istri. Menurut Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan 2023, tindak kekerasan terhadap istri (KTI) yang dilaporkan ke Komnas Perempuan mencapai 674 kasus sepanjang 2023, meningkat 22% dibandingkan 2022. 

Banyaknya kasus KDRT, terutama yang terjadi dengan selebgram Cut Intan Nabila membuat banyak warganet yang mayoritas anak-anak muda mengungkapkan kekhawatirannya dalam melanjutkan ke jenjang pernikahan. 

'Marriage is scary." Begitu menurut mereka.

Padahal, menurut seorang aktivis dakwah sekaligus content creator Aab Elkarimi dalam bukunya yang berjudul Tenang di Rumah, rumah merupakan asal seseorang bertumbuh tanpa kepura-puraan. Dari rumah pula refleksi dan pengumpulan tenaga untuk menghadapi masalah hidup jadi ritual yang dilakukan. Dari rumah, kejujuran sikap diperlihatkan, kehangatan hubungan dibangun, dan tubuh diistirahatkan. 

Menurutnya, jika kita memandang diri lebih luas lagi pada struktur sebuah peradaban, maka rumah akan menjadi benteng pertahanan terakhir di saat struktur tertinggi di atasnya runtuh dan tak acuh terhadap persoalan esensial. Di sini, struktur tertinggi itu juga bisa dikatakan sebagai sebuah struktur negara. 

Namun, banyak penyebab yang menjadikan rumah tidak lagi menjadi tempat perlindungan bagi sebagian orang. Misalnya, permasalahan perekonomian akibat negara membiarkan rakyat dalam kemiskinan, maraknya pergaulan liberal yang tidak mengenal batasan pergaulan antarlawan jenis yang bisa memicu terjadinya perselingkuhan dalam dunia kerja. Cara pandang hidup pun berpengaruh dalam menyelesaikan permasalahan rumah tangga

Jika ditarik ke bekalang, maraknya KDRT ini juga bisa disebabkan oleh pola parenting yang salah terhadap anak. Ada yang mengatakan, idealnya orang yang paham agama pasti berakhlak baik. Namun, tidak menutup kemungkinan malah menjadi orang yang berakhlak paling buruk. 

Banyak faktor eksternal lainnya yang membentuk karakter seseorang, bisa dari keluarga maupun lingkungan. Pola didik yang salah ini akan dibawa sampai dewasa sehingga menimbulkan permasalahan baru, salah satunya KDRT.

Penyebab lainnya adalah ide kesetaraan gender (feminisme) yang diadopsi oleh negara. Ide ini telah menghilangkan fungsi qawwam (kepemimpinan) pada laki-laki/suami. Karena itu, penting untuk mengembalikan fungsi qawwam tersebut. Tanggung jawab siapakah untuk mengembalikannya? Harusnya tanggung jawab negara.

Namun, penerapan sistem kapitalis sekuler liberal hari ini telah banyak melahirkan kerusakan pada umat, termasuk berulangnya tindak KDRT. Keluarga sebagai benteng terakhir umat Islam tak mampu lagi membendung kerusakan tersebut. Permasalahan kompleks ini hanya bisa diselesaikan oleh satu institusi, yaitu institusi daulah Khilafah. 

Khilafah akan menjamin kebutuhan pokok masyarakat dan menciptakan lapangan pekerjaan yang luas, sehingga antara suami istri tidak akan mengalami ketegangan dalam rumah tangga. Hal ini karena kebutuhan pokok sudah terjami. Para suami terangkat sebagian bebannya dengan pekerjaan yang terjamin oleh pemerintah. 

Dalam bidang pendidikan, sudah pasti akan diterapkan sistem pendidikan Islam yang berbasis akidah Islam sehingga membentuk karakter atau syakhsiyah yang penuh iman dan takwa. Sistem pergaulan pun akan diatur sesuai dengan syariat Islam. Jadi, tidak akan ada pergaulan bebas, terutama dengan lawan jenis yang melanggar batas syariat.

Mari kita kembali kepada fitrah, yaitu dengan menerapkan Khilafah, karena hanya Khilafahlah yang bisa menawarkan solusi tuntas dan ampuh untuk menyelesaikan permasalahan KDRT, solusi yang berasal langsung dari Sang Pencipta, yaitu Allah Swt.



Oleh: Fatiyah Danaa. Hidaayah, 
Anggota Komunitas Muslimah Menulis (KMM) Depok

Ramai Gadaikan SK: Bukti Kesejahteraan Semu Sistem Kapitalis


Tinta Media - Saat ini sistem kapitalisme tengah duduk di singgasananya. Namun sayang beribu sayang, kesejahteraan semu yang ditawarkan makin membuat hati teriris. Miris melihat derita rakyat yang tiada henti. Namun, kehidupan para anggota wakil rakyat justru kian hedonis. Seperti yang diberitakan dalam harian ayobandung.com (8/9/2024), bahwa sejumlah anggota DPRD Kabupaten Bandung ramai-ramai gadaikan SK yang pagunya mencapai miliaran rupiah pada hari pelantikannya. 

Hal senada pun terjadi di beberapa daerah, bukan hanya di Kabupaten Bandung. Alasan mereka mengadaikan SK memang macam-macam. Ada yang beralasan untuk membayar utang kampanye, membeli rumah, kendaraan, merenovasi rumah, dll. 

Alasan bahwa ini adalah hak personal sebagai pembenaran, nyatanya tidak bisa kita terima. Pasalnya, mereka adalah pemimpin dan wakil rakyat yang figurnya seharusnya jadi tuntunan sekaligus contoh bagi masyarakat luas. 

Perilaku Hedon Buah Kapitalisme 

Perilaku yang dipertontonkan para wakil rakyat seperti ini sejatinya menggambarkan gaya hidup hedon dan konsumtif yang tidak layak untuk dicontoh. Kehidupan para pejabat hari ini merupakan buah dari pemikiran sekulerisme atau pemisahan agama dari kehidupan. Ini semua telah menancap kuat dalam benak mayoritas masyarakat, tak terkecuali para pejabat. 

Sistem sekulerisme yang hanya mengedepankan asas manfaat di dalamnya telah ikut andil dalam membentuk pejabat yang materialistik dan hanya berlomba untuk meraih hidup dalam kemewahan. Sekulerisme memandang kesuksesan hanya dilihat dari sudut pandang materi saja. Seseorang akan dikatakan sukses jika berhasil meraih kepuasan materi sebesar-besarnya, baik rumah mewah, mobil mewah, ataupun barang-barang mewah lainnya. 

Sistem politik demokrasi yang rusak dan merusak telah diberlakukan di negeri ini. Kekuasaan atau jabatan dalam sistem politik ini dipandang sebagai jalan untuk meraup kekayaan sebanyak-banyaknya, meski dengan melakukan keculasan. 

Maka, tak heran jika integritas dan etos kerja pejabat dikenal buruk. Mereka duduk sebagai pejabat atau wakil rakyat bukan berdasarkan kapabilitas kepemimpinan, tetapi berdasarkan besarnya modal yang dimiliki. Tanpa modal besar, seseorang tidak akan mampu mencalonkan diri menjadi pejabat. Tabiat atau kebiasaan inilah yang menjadikan pejabat terpilih berusaha mengembalikan modal yang dikeluarkan saat kampanye dengan berbagai cara tanpa melihat halal dan haram dari perbuatan tersebut. 

Janji Semu Kesejahteraan dalam Kapitalis

Meminjam uang dari bank adalah perkara yang diharamkan Allah Swt. karena mengandung aktivitas riba. Ini merupakan bukti kuat bahwa sistem kapitalisme tidak mampu menyejahterakan semua rakyat, termasuk para pejabat. 

Utang hanya dipandang sebagai pemasukan selain pendapatan atau income wajar. Maka, peran negara yang menerapkan sistem ekonomi kapitalisme di dalamnya akan memberi jalan, bahkan mempermudah siapa pun untuk memperoleh utang, baik dengan jalan menggadaikan barang hingga SK. Itu artinya, negara memberi solusi dengan cara berutang bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan maupun gaya hidup. 

Seorang pejabat seharusnya fokus dengan beban amanah yang diampunya. Dia harus fokus dalam menjalankan tanggung jawab mengurus urusan umat. Sangat mustahil dalam sistem politik demokrasi dan juga sistem ekonomi kapitalisme, pejabat benar-benar berperan sebagai ra'in atau pengurus seluruh urusan umat, juga sebagai junah atau pelindung bagi rakyat. Yang ada hanyalah memperkaya diri dan membalikkan modal yang keluar saat kampanye. 

Kesejahteraan Hakiki Hanya Ada dalam Islam

Memang betul, kesejahteraan hanya akan ada dan lahir dari sistem pemerintahan yang sesuai dengan fitrah manusia, yaitu Islam. Islam dengan sistem kepemimpinannya, berlandaskan pada akidah Islam. Aturannya bersumber dari Allah Swt. Sang Pencipta dan Pengatur manusia. 

Aturan-Nya yang terperinci telah mampu memberikan solusi atas setiap permasalahan umat manusia. Sistem ini akan melahirkan para pemimpin dan pejabat yang amanah dan layak jadi teladan bagi umat. Inilah sistem Khilafah yang mengikuti manhaj kenabian. 

Aturan komprehensif yang dimiliki oleh Khilafah mulai dari sistem pendidikan, ekonomi,  politik, kesehatan, dll, dilaksanakan berdasarkan syariat Islam. Suasana ruhiyah yang terbentuk di tengah masyarakat Islam menetapkan bahwa siapa pun yang memegang amanah kepemimpinan pasti akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah Swt. atas rakyat yang ia urus. 

Pemilihan pejabat dalam kekhilafahan tidak disandarkan pada modal atau kekayaan, tetapi kapabilitas pejabat tersebut dalam mengurus urusan umat. 

Islam dan syari'atnya tidak melarang individu, termasuk pejabat negara menjadi orang kaya. Tetapi, sebagai figur pemimpin dia akan memahami bahwa dirinya adalah teladan bagi umat. Ia harus memberikan keteladanan, termasuk hidup sederhana dan fokus menjalankan amanahnya sebagai pengurus umat. 

Maka, dipastikan bahwa Khilafah Islamiyah merupakan sistem yang paripurna dalam menjamin kesejahteraan bagi seluruh rakyat, termasuk para pejabat negara. Khilafah akan memberikan gaji yang layak dan memberi tunjangan yang cukup bagi para pejabat yang memegang amanah penguasa. Maka, tidak akan ada pejabat yang kekurangan dalam hal ekonomi, karena Khilafah mampu melahirkan pejabat yang amanah dan layak menjadi teladan bagi umat. Wallahu'alam bi ashawwab.



Oleh: Rufaida Aslamiy
Sahabat Tinta Media

Jumat, 12 Juli 2024

Duta Pajak Produk Kapitalis, Bukan Solusi Hakiki



Tinta Media - Untuk meningkatkan kepercayaan publik dalam membayar pajak, khususnya kaum milenial, Pemerintah Kabupaten Bandung menggelar ajang Pemilihan Duta Pajak Kabupaten Bandung tahun 2024. Ajang tersebut diperuntukkan bagi anak-anak muda yang berpotensi bagi Pemerintah Kabupaten Bandung. Pada hari Jumat di hotel Sunshine, Soreang (08/03/2024), berlangsung acara grand final duta pajak kabupaten Bandung tahun 2024. 

Sambutan disampaikan oleh DR. Cakra Amiyana selaku Sekretaris Daerah Kabupaten Bandung. Beliau menyampaikan bahwa acara Grand Final Duta Pajak ini adalah salah satu inovasi yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Bandung.

Bupati Dadang Supriatna berpesan bahwa momen duta pajak ini sangat penting dalam rangka menyadarkan masyarakat tentang wajibnya membayar pajak. 

Cakra mengatakan bahwa hal itu merupakan sebuah komitmen untuk diwujudkan. Dengan terpilihnya duta pajak ini, masyarakat bisa terbantu mendapatkan pengertian akan pentingnya membayar pajak dan pentingnya pajak untuk pembangunan.

Benarkah pemilihan duta pajak merupakan solusi tepat guna meningkatkan kesadaran masyarakat untuk membayar pajak atau hanya sekedar solusi pragmatis yang justru akan membebani rakyat? 

Fakta ini menunjukkan lemahnya sistem kapitalisme dalam mengurusi urusan rakyat. Negara kapitalis memandang bahwa pajak adalah sumber pendapatan negara. Oleh karena itu, pajak menjadi hal biasa yang justru harus didorong agar masyarakat tidak lalai dan abai untuk membayar pajak. 

Di sisi lain, kondisi perekonomian hari ini justru sedang terpuruk dengan hantaman naiknya harga berbagai kebutuhan pokok  menjelang Ramadan. Naiknya harga menjelang Ramadan sudah menjadi rutinitas setiap tahun. Jika harga sudah naik, cenderung enggan untuk turun.  Itu sungguh menyakiti hati rakyat. Ditambah lagi dengan adanya rencana kenaikan  tarif PPN sebesar 12% akhir Januari 2025. Sungguh sangat disayangkan mengingat kondisi perekonomian hari ini serba susah. Ibarat sudah jatuh, tertimpa tangga pula. 

Namun, hal itu sangat wajar dalam sistem demokrasi kapitalisme liberal. Rakyat diibaratkan sebagai pembeli sedangkan penguasa sebagai penjual. Keuntungan dan manfaat sangat diagungkan tanpa peduli terhadap kondisi rakyat kalangan ekonomi bawah. 

Bagi kapitalis, pajak adalah nyawa yang membuat sistem itu bertahan dan tetap eksis. Ini karena sumber daya alam yang seharusnya menjadi sumber penghasilan negara justru dikelola oleh pihak swasta dan asing. Rakyat justru hanya mendapatkan remahnya saja, sungguh memilukan.

Membangkitkan kesadaran untuk membayar pajak adalah tujuan pemerintah untuk menaikkan pendapatan negara, karena kalau kesadaran masyarakat untuk membayar pajak turun dan melemah, maka negara akan mengalami defisit anggaran. Negara tidak akan peduli dengan kondisi rakyat. Yang mereka pikirkan hanya bagaimana cara mendapatkan anggaran pendapatan minim usaha, yaitu dengan menarik dan menaikkan pajak, mengingat utang negara begitu besar sehingga para pemangku kebijakan melakukan berbagai cara  untuk bisa menghasilkan pundi-pundi uang dari pajak. 

Solusi Hakiki Hanya Ada dalam Islam

Sistem Islam yang berlandaskan akidah Islam akan melahirkan seorang pemimpin dan rakyat yang bertakwa, pemimpin yang takut dengan Allah karena sadar apa yang diperbuat akan dimintai pertanggungjawaban.

Rasulullah bersabda, "Ingatlah tiap-tiap kalian adalah pemimpin, dan tiap-tiap pemimpin akan dimintai pertanggung-jawaban atas kepemimpinan itu. Seorang imam atas manusia itu adalah pemimpin yang akan dimintai pertanggungjawaban itu." (HR. Imam Bukhari no: 844). 

Negara Islam bukan negara pemalak. Islam juga tidak memprioritaskan pajak sebagai pendapatan utama seperti halnya negara kapitalis. Ini karena pendapatan negara Islam bukan dari hasil menarik pajak.

Islam mempunyai hasil pendapatan yang diperoleh dari harta fa'i, gonimah, jizyah, kharaj, dan harta kepemilikan umum yang dilindungi negara. Islam adalah negara adidaya dengan sumber daya alam sebagai harta yang akan dikelola sesuai dengan syariat Islam. Sumber daya alam yang sangat banyak tentunya akan mendatangkan  banyak kemaslahatan untuk rakyat. Tiga harta kepemilikan dalam Islam adalah kepemilikan umum, kepemilikan individu, dan kepemilikan negara. 

Harta kepemilikan umum akan dikelola oleh negara untuk kemudian disalurkan kepada rakyat dalam bentuk infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan. Jadi, Islam tidak mewajibkan setiap individu untuk membayar pajak selama harta baitul mal masih aman. Kecuali jika ketersediaan baitul mal menipis, baru dibolehkan mengambil pajak, itu pun hanya diminta kepada orang kaya saja. 

Dari segi sanksi,  hukum Islam sangat tegas dan akan memberi efek jera, sebagai penebus dosa di akhirat. Sehingga, sistem Islam sangat cocok dan relevan untuk diterapkan dalam sebuah institusi negara, yaitu khilafah Islamiyyah. 

Jelaslah bahwa pemilihan duta pajak hanyalah sebuah solusi pragmatis yang tidak akan menghasilkan kebaikan dan keberkahan. Hanya penerapan Islam secara kaffah-lah satu-satunya solusi hakiki problematika kehidupan yang akan mampu menyejahterakan rakyat seluruhnya baik muslim maupun nonmuslim. Wallahu a'lam bishawab.


Oleh: Dartem
Sahabat Tinta Media

Kamis, 04 Juli 2024

Kisruh PPDB Zonasi, Cerminan Rusaknya Sistem Pendidikan Kapitalis



Tinta Media - Memberikan jaminan pendidikan yang layak dan merata untuk masyarakat merupakan salah kewajiban negara, seperti yang tertuang dalam UUD pasal 31 ayat (1) dan (2). Dalam mewujudkan hal tersebut, sudah seharusnya pemerintah menyelenggarakan pendidikan yang bermutu dan membuat mekanisme pelaksanaan pendidikan yang mudah dan praktis, tanpa ada nuansa diskriminasi.

Realitas penyelenggaraan pendidikan di negeri ini berbanding terbalik dengan UUD.  Pemerintah justru terkesan membatasi, bahkan mempersulit akses pendidikan bagi rakyat. Hal tersebut tampak pada pelaksanaan PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) sistem zonasi yang telah berlangsung selama tujuh tahun. 

PPDB adalah seleksi yang dikenakan kepada peserta didik untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya. Sistem zonasi ini telah menuai banyak protes dari masyarakat, khususnya para orang tua dan kepala daerah. Sistem ini juga memunculkan masalah baru dalam dunia pendidikan.

Pada 2023 misalnya, terungkap persoalan manipulasi dokumen kependudukan untuk mengakali seleksi PPDB sistem zonasi. Selain itu, kecurangan banyak terjadi, mulai dari jual-beli bangku sekolah, penyalahgunaan dokumen kependudukan, suap-menyuap, hingga sekolah yang kekurangan calon murid atau bahkan kelebihan calon murid.

Padahal, sistem zonasi ini digadang-gadang dapat memperbaiki penyebaran siswa agar terwujud pemerataan kualitas pendidikan dan sebaran murid di semua sekolah. Namun, kenyataannya jauh panggang dari api.  

Dari realitas tersebut, tampak jelas karut-marutnya tata kelola penyelenggaraan pendidikan di negeri ini yang diawali oleh sistem zonasi dalam PPDB-nya. 

Pesimistis tampaknya menjadi hal yang lumrah dalam menilai kualitas pendidikan di Indonesia, apalagi ketika outputnya jauh dari target sebuah negara maju yang indikasinya tampak dari kemajuan ilmu dan teknologi, serta peradaban yang dijalankan.

Inilah buah dari penerapan sistem kapitalisme sekularisme yang selama ini menjadi basis tata kelola pendidikan di negeri ini. Pendidikan tidak menjadi layanan yang wajib dipenuhi oleh negara, tetapi hanya sebatas komoditas ekonomi yang diperjual-belikan. 

Siapa yang dapat membayar mahal dialah yang mendapatkan sekolah berkualitas, baik dari sisi fasilitas maupun mutu pengajaran, serta SDM pengajarnya. Begitu pun sebaliknya, bagi yang tidak mampu membayar mahal, maka cukuplah dengan kualitas dan mutu sekolah yang seadanya. 

Ketika sistem zonasi diterapkan, para orang kaya akan membeli kursi dengan harga yang ditawarkan untuk mendapatkan keinginan. Kapitalis juga membuat persepsi bahwa sekolah favorit menjanjikan bagusnya masa depan. Pada akhirnya, banyak yang melakukan "jalan pintas" hanya untuk mendapatkan bangku sekolah.

Kisruh PPDB zonasi bukan hanya perkara teknisi semata, tetapi juga sistem pemerintahan yang tidak tegas pada setiap kecurangan dan tidak seriusnya pemerintah dalam memajukan pendidikan untuk rakyat.
Sehingga, lolosnya anak didik di 'sekolah favorit ' tidak lagi berdasarkan kualitas, tetapi berdasarkan kemampuan daya beli orang tuanya.

Ketimpangan ekonomi yang makin tinggi dengan semakin banyaknya jumlah penduduk miskin, di tengah semakin mahalnya biaya pendidikan yang 'berkualitas' menjadikan rakyat banyak yang tidak mendapatkan pendidikan. Apalagi, jumlah penduduk semakin banyak. Seharusnya pemerintah bisa membangun sekolah negeri yang lebih banyak, dengan biaya gratis tetapi berkualitas, bukan malah mengizinkan pendirian sekolah swasta secara bebas, dengan biaya yang mahal.

Inilah kapitalisasi pendidikan yang diterapkan di negeri ini, buah penerapan sistem kapitalisme sekularisme liberal, yang membuat negara pun tidak mampu membiayai penyelenggaraan pendidikan secara maksimal. Hal ini karena dana APBN minim akibat tata kelola SDA yang banyak diserahkan kepada swasta (lokal maupun asing-aseng). 

Sistem ini telah membuat kerusakan sedemikan parah pada SDM dan SDA Indonesia, sehingga sudah saatnya kembali kepada sistem Ilahi, yakni sistem khilafah yang menerapkan syariat Islam secara kaffah, untuk dapat memenuhi hak dasar rakyat terhadap pendidikan.

Di dalam Islam, penyelenggaraan pendidikan sebagai bentuk pelaksanaan terhadap kewajiban syariat akan dilaksanakan secara maksimal, karena Rasulullah saw. bersabda:

“Mencari ilmu adalah kewajiban setiap muslim.” (HR Ibnu Majah)

Wajibnya setiap muslim menuntut ilmu, sekaligus merupakan hak mereka sebagai rakyat menjadikan negara harus memfasilitasi pelaksanaan kewajiban terhadap warga dengan sebaik-baiknya.

Dalam Islam, negara memahami tanggung jawab sebagai pelayan rakyat, karena Islam menjadikan penguasa sebagai raa’in (penanggung jawab) bagi warganya. Berbeda dengan sistem kapitalis yang menjadikan penguasa hanya sebagai regulator saja.

Penguasa dalam Islam sangat paham konsekuensi dari hadis Rasulullah saw.

"Imam/Khalifah adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat yang diurusnya.” (HR Muslim dan Ahmad)

Maka, dalam memenuhi hak pendidikan untuk rakyat, negara khilafah memiliki kemampuan dalam membuat kebijakan ekonomi dan politik, yang mampu mewujudkan kemapanan dan kemandirian ekonomi dan politik, baik di dalam maupun luar negeri.

Melalui kemapanan dan kemandirian tersebut, negara mampu mewujudkan pembangunan yang merata, termasuk pembangunan di bidang pendidikan. Ini membutuhkan anggaran besar.  
Baitul maal yang merupakan kas negara, memiliki pos pemasukan. Salah satunya dari pos kepemilikan umum yang akan didistribusikan untuk kemaslahatan rakyat, termasuk pendidikan. 

Pengelolaan SDA oleh negara, akan maksimal dalam pembiayaan kebutuhan dasar rakyat, baik pendidikan, kesehatan, maupun keamanan, sehingga dapat berkontribusi melahirkan sumber daya manusia (SDM) yang kuat dan berkualitas yang ada dalam sistem khilafah.

Dari dana di baitul maal, khilafah akan membangun sekolah di seluruh penjuru wilayah daulah dengan sarana dan prasarana yang berkualitas, sehingga memenuhi kebutuhan pendidikan rakyat di seluruh wilayah, dengan kualitas yang sama, tanpa ada ketimpangan antara desa dan kota, wilayah ibu kota negara atau wilayah yang jauh dari ibu kota.

Khilafah memberikan pendidikan berkualitas tersebut secara gratis untuk seluruh rakyat, baik miskin atau kaya, berprestasi atau biasa saja. Semuanya mendapatkan pelayan yang sama.

Kestabilan dan kokohnya sumber pendanaan baitul maal jelas akan menunjang independensi pendidikan agar sesuai syariat Islam. Ini yang akan menciptakan manusia-manusia yang berilmu dan berkepribadian Islam, yang dapat menerapkan visi besar pendidikan, yaitu meninggikan kemuliaan Islam dan kaum muslimin, menjadikan Islam sebagai rahmatan lil 'alamin, dalam naungan khilafah Islamiyyah.

Hal ini telah terbukti bahwa cemerlangnya peradaban sistem khilafah selama lebih 1300 tahun mampu melahirkan para ahli fikih sekaligus ilmuwan-ilmuwan terkemuka, juga generasi pemimpin yang dikenal dalam sejarah, bukan hanya sejarah Islam dan kaum muslimin, tetapi juga dikenal oleh sejarah manusia di dunia.

Oleh karena itu, sudah saatnya kita sadar dan tergerak untuk membangun sistem yang adil, yang bersumber dari Zat yang menciptakan alam semesta, yaitu sistem Islam, daulah khilafah. Waahuallam.


Oleh: Ira Mariana 
Sahabat Tinta Media 


Kamis, 13 Juni 2024

Mustahil, dalam Sistem Kapitalis Pendidikan Gratis


Tinta Media - Pendidikan adalah salah satu aspek penting bagi kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah sebagai pemegang wewenang harus mampu mewujudkan sistem pendidikan yang efektif dan merata. Negara harus bertanggung jawab menyediakan sarana dan prasarana pendidikan yang berkualitas.

Terkait persoalan pendidikan, di Kabupaten Bandung ternyata masih banyak daerah yang belum memiliki sekolah SMA, terutama nb sekolah negeri. Kondisi ini mengakibatkan banyak calon siswa baru yang kesulitan mencari sekolah SMA, Pasalnya, dengan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) saat ini, mereka tidak bisa masuk  dalam zonasi atau kalah saing dengan calon siswa yang rumahnya terdekat dari sekolah.

Kebijakan zonasi yang sejatinya bertujuan untuk meningkatkan akses pendidikan yang adil dan merata bagi semua warga, faktanya malah mendapat kritikan. Beberapa murid malah diterima di sekolah yang berjarak lebih jauh daripada yang terdekat dengan tempat tinggalnya. 

Artinya, efisiensi sistem zonasi harus dipertanyakan, jangan-jangan kebijakan ini malah disalahgunakan oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab. Misalnya, memperjualbelikan kursi sekolah atau menjadi ajang suap-menyuap.

Selain itu, kebijakan zonasi ini berdampak pada hilangnya kesempatan di sekolah negeri yang akhirnya menjadikan para orang tua harus memutar otak agar tetap bisa menyekolahkan anak-anaknya. Seperti yang kita ketahui, bahwasanya untuk bersekolah di sekolah swasta, ada harga yang tidak sedikit untuk dibayarkan.

Persoalan ini harusnya menjadi fokus negara. Pendidikan yang berkualitas adalah hal terpenting yang bisa menjadikan anak-anak bangsa menjadi generasi emas. Namun sayangnya, pemerataan pendidikan ini masih belum menemui titik terang. Sebab, antara pemerintah pusat dan daerah masih saling lempar tanggung jawab, sehingga masih dilematis. 

Inilah bukti bahwa dalam sistem kapitalisme, urusan riayah seperti pada aspek pendidikan banyak pertimbangan untung ruginya. Karenanya, tidak ada yang gratis dalam sistem kapitalis. Pelayanan pendidikan yang mengadopsi prinsip-prinsip komersial  bertujuan mengambil keuntungan dari masyarakat. Sejatinya, hal ini semakin memberatkan masyarakat berekonomi rendah. 

Di tengah impitan ekonomi yang menimpa masyarakat kecil, persoalan kurangnya infrastruktur sekolah, kebijakan yang rumit, diperparah dengan mahalnya biaya sekolah swasta, menjadi penyebab meningkatnya jumlah siswa putus sekolah, juga tidak melanjutkan ke jenjang selanjutnya. 

Bukankah seharusnya pendidikan adalah kebutuhan asasi yang wajib dipenuhi oleh negara? Kalau begitu, sistem zonasi telah gagal menjadi solusi meningkatkan akses pendidikan yang adil dan merata.

Dalam sistem kapitalisme, negara malah lepas tangan, kemudian menjual aset negara (sebidang tanah) kepada para pemilik modal besar (kapitalis) atau pihak swasta. Alih-alih untuk memeratakan pendidikan, negara malah menyerahkan periayahan pendidikan kepada pihak swasta.

Alhasil sekolah swasta pun menjamur di negeri ini. Kendati demikian, hikmahnya adalah semakin banyak sekolah swasta Islam yang bonafide karena jumlah sekolah negeri terbatas.

Tren positif masyarakat untuk memasukkan anaknya ke pondok pesantren telah memperjelas, betapa sekolah negeri harus introspeksi dan berbenah diri perihal kurikulum dan suasana kegiatan belajar-mengajarnya.

Berbeda halnya dengan Islam yang begitu sempurna mengatur persoalan kehidupan, termasuk pendidikan. Negara Islam (Khilafah) bertanggung jawab penuh menjamin kebutuhan pokok masyarakat, yaitu sandang, pangan, papan, juga layanan pendidikan, kesehatan, dan keamanan secara gratis. Dalam hal ini, negara wajib memberikan layanan pendidikan secara gratis pada semua jenjang pendidikan.

Rasulullah saw. bersabda, 

"Imam (kepala negara) itu penggembala yang bertanggung jawab atas gembalaannya." (HR.Bukhari dari Ibnu Umar).

Islam memandang bahwa pendidikan adalah hak dasar yang bertujuan  untuk mengajarkan kepada rakyat sesuai apa yang mereka butuhkan agar mendapat maslahat dari ilmu tersebut dan menolak kemudaratan. 

Negara akan menyediakan infrastruktur sekolah dengan kualitas keilmuan dan penjagaan akidah Islam yang terjamin. Tidak akan ada kebijakan yang membuat siswa kesulitan dalam mendapatkan pendidikan, apalagi karena terjebak batas wilayah domisili.

Sistem pendidikan dalam Islam bertujuan untuk mengembangkan kepribadian Islam dan menciptakan keterampilan dan kemampuan warganya, sehingga mampu membawa negara menjadi terdepan dan paling maju secara teknis di dunia. 

Selain itu, pada semua jenjang pendidikan, tsaqafah Islam akan diajarkan. Siswa pun diperbolehkan mengikuti pendidikan informal, seperti di rumah, masjid, kelompok kajian, media masa, dan sebagiannya.

Negara juga akan membiayai seluruh jenjang pendidikan formal. Penerapan sistem ekonomi Islam berdampak pada melimpahnya penghasilan negara. Salah satunya melalui pengelolaan SDA secara mandiri oleh negara. Kemudian hasilnya dikumpulkan di kas negara untuk memenuhi segala kebutuhan masyarakat.

Khalifah sadar betul bahwa thalabul Ilmi (menuntut ilmu) adalah kewajiban setiap muslim. Maka, hanya negara Islam yang mampu mewujudkan  pemerataan pendidikan yang berkualitas. Wallahu'alam bisshawab.



Oleh: Neng Mae
Sahabat Tinta Media

Sabtu, 18 Mei 2024

Jalan Masih Rusak, Bukti Abainya Penguasa Kapitalis



Tinta Media - Rusaknya jalan menuju Stasiun Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC) Tegalluar, Whoosh Desa Cibiru Hilir, Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung kembali jadi sorotan. Akses jalan ini sebelumnya merupakan jalan milik desa sampai pada tahun 2023 lalu. Setelah Stasiun KCIC Tegalluar berdiri dan beroperasi, statusnya berubah menjadi jalan Kabupaten. 

Rusaknya jalan tersebut menjadi perhatian Pemerintah Provinsi Jawa Barat, agar pihak Pemkab Bandung dapat melakukan perbaikan jalan. Sayangnya, perbaikan jalan tersebut tidak memuaskan karena sampai saat ini kondisinya masih sama, tetap rusak.

Dadang Silahudin selaku Kepala Desa Cibiru Hilir mengatakan bahwa perbaikan dengan tahap perataan serta pemadatan sempat dilakukan DPUTR Kabupaten Bandung. Hanya saja, tidak dilakukan secara menyeluruh. Beliau pun mengungkapkan bahwa apabila jalan diperbaiki terus menggunakan dana desa Cibiru Hilir, maka untuk kepentingan pembangunan yang lain akan banyak terpangkas. Dadang berharap, baik Pemkab maupun Pemprov Jabar dapat segera melakukan perbaikan jalan tersebut.

Rusaknya fasilitas jalan menjadi pemandangan yang biasa oleh masyarakat. Tentu mereka merasa kesulitan  karena jalan yang rusak membuat kegiatan perekonomian dan aktivitas sehari-hari jadi terhambat, bahkan sampai membahayakan jiwa karena rawan kecelakaan. 

Mirisnya, kerusakan jalan yang ada sering kali disebabkan kendaraan yang kerap melewati jalan umum. Padahal, kendaraan tersebut dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat ataupun terjadi kerusakan pada infrastruktur jalan.

Inilah kenyataan pahit yang harus diterima oleh masyarakat. Penyediaan jalan yang masih berkualitas rendah tentu menyebabkan jalan mudah rusak, ditambah lagi lambatnya penanganan masalah tersebut. Ini semakin menunjukkan abainya penguasa kapitalis terhadap jaminan pemenuhan fasilitas jalan yang aman dan nyaman. 

Inilah dampak penerapan sistem kapitalisme di negeri ini. Sistem ini menyebabkan solusi atas berbagai persoalan umat hari ini lamban, bahkan bisa jadi hanya sekadarnya, tambal sulam dan seperti hanya di permukaan saja. 

Jika dicermati, kondisi seperti ini bermula ketika aturan kehidupan masyarakat termasuk di bidang pelayanan umum tidak diambil dari Islam. Kepemilikan yang bersifat umum, pembagian peran dan tanggung jawab negara, pemodal, serta masyarakat juga tidak ditetapkan dengan Islam.

Sistem kapitalisme yang diadopsi oleh negara saat ini memandang sarana transportasi sebagai sebuah industri. Cara pandang ini mengakibatkan kepemilikan fasilitas umum berupa jalan justru dimanfaatkan oleh penguasa swasta untuk meraup keuntungan semata. Sementara, negara dan penguasa hanya berperan sebagai regulator dan fasilitator yang memuluskan kepentingan korporat.

Maka tak heran, sering kali kebijakan penguasa lebih cenderung berpihak pada pemilik modal ketimbang rakyat. Inilah fakta penguasa dalam sistem kapitalis.

Berbeda dengan Islam yang merupakan agama paripurna. Islam mengatur seluruh aspek kehidupan, termasuk masalah kepemimpinan negara yang akan mengurus seluruh urusan rakyat dan menjadi pelindung bagi mereka. 

Jaminan jasa transportasi disediakan oleh penguasa dalam sistem Islam. Jalan-jalan dibangun secara terencana dan mampu menghubungkan antar kota lainnya. Selain itu, jalan-jalan tersebut berfungsi untuk menopang kegiatan komersial, ibadah, administrasi, militer, dan sejumlah hal lainnya.

Penguasa di dalam Islam wajib membangun infrastruktur yang baik dan merata sampai ke pelosok negeri. Penguasa di dalam Islam adalah penanggung jawab utama bagi terpenuhinya sarana dan prasarana penghubung di masyarakat seperti jalan dan jembatan. Karenanya, haruslah dikelola oleh negara dengan penuh tanggung jawab demi kemaslahatan umat.

Karena itu, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam pembangunan jalan tidak akan diperhitungkan berdasarkan keuntungan dan kerugian, melainkan menjadi sebuah bentuk pelayanan kepada umat.

Sementara, dalam hal kesegeraan merespons kebutuhan masyarakat seperti jalan rusak, Islam sangat cepat. Dananya akan diambil dari Baitul Mal atau kas negara dengan tata kelola yang sangat ketat sehingga akan mencegah penyalahgunaan.
Negara akan membuat regulasi untuk mempertegas penggunaan fasilitas umum oleh pihak swasta serta menyiapkan sanksi tegas bila ada yang melanggarnya.
Wallahua’lam bishshaw


Oleh: Rukmini
Sahabat Tinta Media

Kamis, 25 April 2024

Sistem Hukum Beku di Bawah Aturan Kapitalis


Tinta Media - Pada lebaran 2024, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia memberikan Remisi Khusus (RK) bagi narapidana dan Pengurangan Masa Pidana (PMP) khusus bagi anak binaan yang beragama Islam. Total berjumlah 159.557 orang. 

Yasonna H Laoly selaku Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia mengungkapkan bahwa remisi dan PMP merupakan wujud nyata dari negara sebagai hadiah kepada narapidana dan anak binaan yang selalu berusaha memperbaiki diri, berbuat baik, dan kembali menjadi masyarakat yang berguna. Beliau berharap, pemberian remisi dan PMP ini dapat dijadikan semangat dan tekad bagi narapidana dan anak binaan untuk memperbanyak karya dan cipta yang bermanfaat. 

Tak hanya mempercepat reintegrasi sosial narapidana, pemberian RK dan PMP Idul Fitri ini juga berpotensi menghemat biaya anggaran makan narapidana hingga Rp81.204.495.000.

Berbagai aturan terkait dengan sistem sanksi saat ini menunjukkan ketidakseriusan dalam memberikan efek jera pada pelaku kejahatan. Pasalnya, sistem sanksi ini bertumpu pada nilai sekuler-liberal yang kemudian melahirkan sistem pidana sekuler dan menafikkan peran agama dari kehidupan, meniscayakan hukum pidana dibuat oleh akal manusia yang lemah dan terbatas. 

Sistem pidana sekuler juga kosong dari unsur ketakwaan karena tidak bersumber dari wahyu Allah. Alhasil, aturan yang berasal dari manusia tersebut berpotensi sangat tinggi untuk berubah, berbeda dan berganti. 

Bahkan, sistem pidana ini berpotensi untuk disalahgunakan oleh pihak yang kuat, yakni penguasa atau pemilik modal karena tidak ada ketetapan yang baku di dalamnya. Tak heran, sistem pidana sekuler tidak memberikan keadilan sedikit pun bagi masyarakat.

Ini bertolak belakang dengan sistem sanksi Islam yang akan menimbulkan efek jera dan meniscayakan adanya keadilan karena hukumnya berasal dari Sang Pencipta dan Pengatur Alam Semesta, Allah Swt. 

Setidaknya ada lima keunggulan sistem sanksi dalam Islam, antara lain:
 
Pertama, sistem sanksi Islam berasal dari Allah, Zat Yang Maha Mengetahui perihal manusia secara sempurna.
Ini sebagaimana firman Allah Swt. dalam Al-Qur'an surah al-Maidah ayat 50.

Kedua, sistem sanksi Islam bersifat wajib, konsisten, dan tidak berubah-ubah mengikuti situasi, kondisi, waktu dan tempat. Ini sebagaimana firman Allah Swt. dalam Al-Qur'an Al-An'am ayat 115.

Ketiga, sanksi dalam pidana Islam bersifat zawajir atau membuat jera di dunia dan jawabir atau menghapus dosa di akhirat. Jadi, sistem sanksi Islam berdimensi dunia dan akhirat, sedangkan sistem pidana sekuler hanya berdimensi dunia yang sangat dangkal.

Keempat, dalam sistem sanksi Islam peluang permainan hukum dan peradilan sangat kecil. Ini terutama karena sistem sanksi Islam bersifat spiritual, yakni dijalankan atas dorongan takwa kepada Allah Swt. 

Selain itu, hakim yang curang dalam menjatuhkan hukuman atau menerima suap dalam mengadili akan diancam hukuman yang berat oleh Allah, yaitu masuk neraka atau malah bisa menjadi kafir (murtad).

Kelima, dalam sistem sanksi Islam seorang qadhi memiliki independensi tinggi, yaitu vonis yang dijatuhkannya tak bisa dibatalkan, kecuali jika vonis itu menyalahi syariat Islam.

Sistem sanksi Islam telah terbukti mampu meminimalisir tindak kejahatan/kriminalitas. Hal ini tentu tidak akan terwujud dalam sistem demokrasi sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan dan dari negara. 

Sistem sanksi yang tegas dan adil akan ada jika hukum Allah diterapkan oleh negara khilafah. Karena sesungguhnya Islam adalah agama yang sempurna dan paripurna, mengatur segala aspek kehidupan manusia tanpa terkecuali. Aturan Islam bersifat baku, tak akan berubah. Di mana pun dan kapan pun, hanya sistem sanksi Islam yang mampu mencegah kriminalitas dengan tuntas. Wallahua'alam bishawab.


Oleh: Rukmini
Sahabat Tinta Media

Selasa, 20 Februari 2024

Kapitalis Masih Eksis, Individu Makin Sadis



Tinta Media - Sadisi. Baru-baru ini terjadi pembunuhan satu keluarga berjumlah lima orang oleh seorang remaja berinisial J (16). Kejadian pembunuhan ini terjadi di Desa Babulu Laut, Kecamatan Babulu, Kalimantan Timur dikarenakan persoalan asmara dan dendam pelaku terhadap korban. Antara pelaku dengan korban saling bertetangga.

Mengutip dari Republika.co.id (08/02), pada Senin (05/02) pelaku tengah berpesta minuman keras bersama teman-temannya. Kemudian sekitar pukul 23.30 WITA, pelaku diantar pulang oleh temannya. Dengan bermodal senjata tajam berupa parang, pelaku melakukan aksi pembunuhan pada satu keluarga.  Sebelumnya, pelaku mematikan aliran listrik rumah korban. 

Korban terdiri dari W (34), istri berinisial SW (33), dan ketiga anaknya berinisial RJS (14 tahun), VDS (10 tahun), dan ZAA (2,5 tahun). Sadisnya lagi, pelaku juga memperkosa jasad korban RJS dan ibunya berinisial SW, mengambil ponsel dan uang korban sebesar Rp363 ribu. Motif pelaku adalah karena dendam lantaran sering cekcok perihal ayam dan persoalan asmara dengan korban RJS.

Individu Sadis

Sungguh, membaca berita ini amat memilukan hati. Betapa tidak, bagaimana bisa seorang remaja berusia 16 tahun berbuat kriminal yang amat keji. Padahal, lumrahnya, usia remaja adalah usia untuk mengukir cita, mendulang prestasi untuk kehidupan yang lebih baik. 

Namun, itulah potret individu sekularisme yang memisahkan aturan agama dalam kehidupan. Agama hanya dipakai untuk mengatur ranah ibadah saja, sementara dalam kehidupan manusia bebas menentukan aturannya sendiri. Sering kali jika berbicara masalah agama, dibilang "cukup di masjid saja" atau "apa-apa tidak usah dikaitkan dengan agama".

Padahal, faktanya manusia tanpa agama bagaikan seseorang yang berjalan tanpa punya indra penglihatan, bingung menentukan arah, bisa salah langkah dan berujung tersesat. Individu tanpa paham agama, berujung kesesatan, bahkan mudah melakukan kemaksiatan. Ia akan mudah kalut dan emosi hanya karena masalah sepele. Bahkan, bisa sampai menghilangkan nyawa sebagaimana dalam kasus ini. 

Belum lagi pergaulan para remaja yang makin bebas. Nyatanya, pendidikan tak mampu membuat karakteristik generasi menjadi lebih baik. Wajar, karena pendidikan dalam sekularisme orientasinya adalah materi, pencetak generasi buruh bagi para kapitalis. Maklum, kapitalisme adalah sebuah sistem yang menuhankan materi. Kekayaan materi adalah puncak kebahagiaan tertinggi bagi mereka.

Alhasil, generasi yang dihasilkan dari sistem pendidikan kapitalisme sekuler adalah generasi yang nir adab dan berkepribadian rusak. Seperti mengonsumsi minuman keras (miras). Telah jamak diketahui bahwa efek dari miras sangat membahayakan, yakni mampu merusak akal, hingga berujung kematian. Akan tetapi, remaja yang terkungkung pendidikan sekularisme tak memikirkan itu. Yang terpenting adalah bersenang-senang atau sekadar melampiaskan permasalahan hidup yang terjadi. 

Lemahnya sistem hukum hari ini pun turut menyumbang kerusakan. Hukum tak membuat jera, sekadar penjara dan ancaman denda. Sungguh, membiarkan sistem kapitalisme sekuler tetap eksis sama saja menyuburkan manusia-manusia sadis.

Islam Menjaga Nyawa

Sesungguhnya, Islam adalah sebuah agama yang di dalamnya memuat aturan secara keseluruhan. Islam mewajibkan manusia terikat dengan agama. Sebab, dalam agama muncul syari'at sebagai hukum yang mengikat manusia sehingga manusia tidak diberikan kebebasan dalam mengatur kehidupannya. Manusia harus tunduk pada aturan Pencipta. Sebagaimana benda yang diciptakan oleh manusia, harus taat dalam aturan pembuatnya. Jika melanggar, maka kerusakanlah yang akan terjadi. 

Karena itu, individu dibina agar memiliki akidah (keimanan) yang kokoh, mampu menjadi filter dalam mengarungi kehidupan. Seorang muslim akan senantiasa berhati-hati dalam berbuat, karena sadar akan pertanggungjawabannya di akhirat kelak. Sebagaimana Sabda Nabi saw.

“Kedua kaki seorang hamba tidaklah beranjak dari tempat hisabnya pada hari kiamat hingga ia ditanya mengenai empat hal: (1) umurnya, untuk apakah ia habiskan, (2) jasadnya, untuk apakah ia gunakan, (3) ilmunya, apakah telah ia amalkan, (4) hartanya, dari mana ia peroleh dan dalam hal apa ia belanjakan.” (HR Ibnu Hibban dan at-Tirmidzi).

Hati yang dekat dengan Ilahi Rabbi tak mudah rapuh hanya karena hinaan manusia. Begitu pun jiwa yang dekat dengan Allah Swt. tak mudah menyerah jika harapan berbanding terbalik dengan kenyataan. Ia sadar bahwa apa pun keputusan dari-Nya adalah yang terbaik. Jika remaja muslim memahami hakikat ini, maka ia tak mudah menempuh jalur emosi untuk membalaskan segalanya. 

Namun, membentuk generasi mulia berkepribadian Islam juga butuh sistem kehidupan, terkhusus dalam pendidikan. Islam memandang pendidikan adalah sesuatu yang penting. Dalam pendidikan Islam, penanaman akidah bagi siswa menjadi hal penting sejak usia dini. Output pendidikannya berbeda dalam kapitalisme, yakni selain membentuk generasi yang cerdas ilmu pengetahuan dan terapan, juga memiliki syakhsiyyah Islam (berkepribadian Islam).

Jika sampai terjadi perilaku maksiat, Islam memerintahkan untuk memberikan hukuman yang setimpal, termasuk dalam kasus pembunuhan. Hukum membunuh adalah qishash. Allah Swt. berfirman, 

“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu (melaksanakan) kisas berkenaan dengan orang yang dibunuh.” (QS. Al-Baqarah: 178).

Sanksi tegas yang diberikan ini akan mampu menjadi upaya pencegahan pada pelaku setelahnya sehingga tidak ada lagi remaja sadis di luar sana. Hanya saja, untuk mewujudkan generasi yang terbaik dan kehidupan terbaik, dibutuhkan dukungan sistem. Islam adalah satu-satunya sistem kehidupan yang hukumnya diatur dengan Al-Qur'an dan As-Sunnah. Wallahua'lam bisshawab.

Oleh: Ismawati 
(Aktivis Dakwah dari Banyuasin) 

Selasa, 16 Januari 2024

Peneliti: Utang Ribawi dalam Sistem Kapitalis Itu Legal



Tinta Media - Peneliti Forum Analisis dan Kajian Kebijakan untuk Transparansi Anggaran (FAKKTA) Muhammad Ishak mengatakan, utang  ribawi dalam sistem  kapitalis merupakan sesuatu yang legal. 

“Utang ribawi dalam sistem kapitalis memang merupakan sesuatu yang legal. Kalau kita lihat dalam Undang-Undang  APBN, utang itu dipersilakan untuk dilakukan selama tidak melampaui 60% dari GDP sehingga pemerintah terus menggenjot utang  tanpa merasa bersalah,” ungkapnya di Kabar Petang: Era Jokowi Utang Ugal-Ugalan, Setiap Warga Tanggung Rp28 Juta? Di kanal  Youtube Khilafah News, Sabtu (13/1/2024).

Oleh karena itu, tidak heran, lanjutnya, kebijakan rezim Jokowi selama 10 tahun terakhir utang negara naik sangat drastis. 

“Lonjakan utang negara naik sangat drastis. Saya mencoba menghitung dalam 10 tahun terakhir rezim Jokowi, utang negara meningkat 200 %,” ungkapnya. 

Ia memaparkan, utang negara sampai November 2023 mencapai Rp8.000 triliun. “Bulan Desember itu ada tambahan lagi sehingga mungkin lebih dari Rp8.100 trilun. Tahun ini juga akan  ada tambahan utang lagi sekitar Rp600 triliun. Jadi angka utang Indonesia di akhir pemerintahan Jokowi ini  bisa mencapai angka Rp9.000 triliun. Angka yang sangat besar,” ujarnya. 

Menurutnya, meski nilai utang sangat besar namun tidak berkorelasi positif dengan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. 

“Ini aneh, utang kita semakin tinggi tapi ekonomi kita biasa-biasa saja, tidak ada perbaikan bahkan semakin buruk. Ini membuat kita berkesimpulan bahwa selama rezim Jokowi, pengelolaan utang negara, pengelolaan anggaran negara semakin buruk. Dan ini akan sangat berbahaya bagi masa depan ekonomi Indonesia dan juga bagi rakyat Indonesia,” ulasnya. 

Ia menyebut setidaknya ada dua bahaya. Pertama, harus membayar bunga yang lebih banyak. Apalagi menurutnya, sebagian besar utang pemerintah saat ini dalam bentuk obligasi atau SBN yang tingkat suku bunganya mengacu kepada pasar.

“Semakin beresiko suatu negara maka tingkat suku bunga obligasi semakin mahal. Tahun 2023 rata-rata suku bunga obligasi pemerintah Indonesia  dikisaran 6-7%. Ini jauh lebih tinggi dibandingkan Malaysia, Thailand, apalagi Singapura yang di bawah 5%. Artinya makin tinggi suku bunga maka beban anggaran untuk pembayaran bunga utang  makin besar,” terangnya.

Ini, lanjutnya, terbukti selama dua tahun terakhir biaya pembayaran bunga utang pemerintah sudah mengalahkan seluruh belanja pemerintah pusat. 

“Konsekuensinya ketika pemerintah tidak mampu menarik pendapatan yang lebih besar, maka anggaran untuk belanja-belanja produktif seperti membangun infrastruktur dasar, membangun jalan pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan daerah, membangun irigasi, membangun bendungan membangun jalur kereta api, dan lain-lain itu menjadi semakin terbatas karena sebagian besar anggaran dipakai untuk membayar utang,” bebernya. 

Bahaya kedua ucapnya, jika rupiah melemah otomatis suku bunga pembayaran utang semakin tinggi. 

“Sebagian dari utang negara bunganya dalam bentuk floating rate (suku bunganya berubah mengikuti suku bunga di pasaran). Kalau ada gejolak di pasar keuangan dunia, pembayaran bunga kita semakin mahal,” terangnya.

Terakhir ia menyampaikan, jika utang tidak diremtidak menutup kemungkinan Indonesia  menjadi negara bangkrut.

“Ini  sebagaimana yang terjadi di negara-negara Amerika Latin, karena utang yang jatuh tempo tidak bisa dibayarkan. Juga di Yunani,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun

Kamis, 11 Januari 2024

PHK Massal Membludak, Bukti Sistem Ekonomi Kapitalis yang Rusak

*l


Tinta Media - Dilansir dari CNBC Indonesia (29/12/2023), bahwa perusahaan survei _Resume Builder_ di tahun 2024 ini memperkirakan adanya pemutusan hubungan kerja (PHK) secara massal. Hal ini didapat berdasarkan tanggapan lebih dari 900 perusahaan pada bulan ini. 

Alasan dari PHK tersebut adalah untuk mengantisipasi resesi yang tujuannya menjaga pengusaha supaya tidak merugi. Selain itu, ada juga yang karena tidak mampu menghadapi serbuan produk impor dan masalah perlambatan ekonomi negara dengan tujuan ekspor juga termasuk kemajuan Al. 

Masalah tersebut jelas membuktikan bahwa sistem ekonomi kapitalis yang diadopsi negara saat ini yang rusak, karena tanpa memedulikan nasib para pekerjanya. Juga, dalam kapitalis menggunakan paradigma siapa yang kuat dialah yang menang. Sehingga, hanya mengedepankan kepentingan dan mengutamakan keselamatan perusahaannya saja. Dampaknya lagi-lagi para pekerja yang jadi korban PHK. 

Tidak dipungkiri memang begitulah hidup dalam kubangan sistem ekonomi kapitalis yang berasaskan manfaat. Tenaga para pekerja dalam perusahaan hanya diandalkan jika dibutuhkan saja. Sebaliknya, jika keahlian dari pekerja sudah tidak dibutuhkan lagi atau mungkin ada yang lebih canggih, maka perusahaan tidak segan langsung mengeluarkan pekerjanya, walaupun harus dengan jumlah yang sangat besar. 

Di sisi lain negara malah justru tidak berperan sebagai pelindung bagi rakyat. Seharusnya, negara menyediakan lapangan pekerjaan yang memadai. Ini diakibatkan dari pengelolaan SDA yang diserahkan kepada asing. Sehingga, mengurangi peluang akan terciptanya lapangan pekerjaan bagi masyarakat. 

Oleh sebab itu, butuh solusi tepat dan cepat untuk mengatasi segala problem dalam kehidupan masyarakat. Hanya Islam yang mampu menjamin ketenangan dan kesejahteraan bagi rakyat. Dengan melalui berbagai mekanisme yang sudah dirangkai dalam sistem ekonomi Islam. Islam akan menyediakan lapangan pekerjaan serta mampu mengantisipasi kemajuan teknologi sehingga lapangan kerja bagi rakyat tetap ada. Saatnya mengganti sistem kapitalis yang rusak dengan diterapkannya aturan Islam yang membawa ketenangan dan keberkahan. InsyaAllah. []


Oleh: Mariyam Sundari 
(Penyiar/Jurnalis Ideologis)

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab