Tinta Media: Kajian
Tampilkan postingan dengan label Kajian. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kajian. Tampilkan semua postingan

Rabu, 25 Oktober 2023

Maulid Seharusnya Mampu Kembalikan Semangat Juang Terapkan Islam

Tinta Media - Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW seharusnya mampu mengembalikan semangat juang umat untuk menerapkan syariat Islam secara kaffah.

“Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW seharusnya mampu mengembalikan kejayaan Islam dan semangat juang umat untuk menerapkan syariat Islam kaffah,” ungkap Mubalighah Ustadzah Yana Saparia dalam Kajian Muslimah Komunitas Keluarga Sakinah: Cinta Nabi Cinta Syariah, Ahad (15/10/2023) di Masjid Al-Huda, Cikumpa, Depok.

Menurutnya, saat ini umat Islam seluruh dunia dalam menyambut maulid penuh kebahagiaan yang diiringi pujian dan shalawat, namun sangat disayangkan semua itu hanyalah sebatas seremonial semata yang bersifat tarikh (sejarah) tanpa dikaji dari aspek tasyri'i (pemberlakukan syariat) dan siyasi (politik) bahkan seringkali diisi dengan kegiatan yang bertentangan dengan syariat.

Maka, tegasnya, memperingati maulid harus benar-benar mencintai Rasulullah seperti itulah wujud keimanan. “Mencintai Nabi SAW artinya ber-ittiba’ (mencontoh) kepadanya, cinta kepada Nabi SAW menjadi bukti cinta kita kepada Allah SWT begitupun sebaliknya, cinta kepada Allah SWT harus dibuktikan dengan mengikuti Nabi SAW, mengaku iman kepada Rasul SAW, maka wajib menerima, mengikuti dan menerapkan seluruh risalah yang disampaikannya yakni syariat Islam,” bebernya.

Lantas, ia pun memaparkan tafsir Al-Qur’an surah Ali Imran ayat 31 menurut Imam Ibnu Katsir, “Siapa saja mengaku mencintai Allah sedangkan ia tidak berada di jalan Muhammad SAW maka ia berdusta, sampai ia mengikuti syariah Muhammad secara kaffah.”

Cara yang Benar

Menurutnya, cara yang benar dalam memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW yakni dengan memahami bahwa kegiatan maulid bukanlah hari raya atau perayaan, bukan pula sekadar kisah dan cerita.

“Namun sebagai dzikra (peringatan) atau bentuk cinta kita kepada Nabi SAW hingga menjadikan kita semakin taat dan patuh terhadap syariat Allah karena sepanjang perjalanan Rasulullah SAW adalah untuk menegakkan Islam,” terangnya di hadapan puluhan peserta kajian.

Selain itu, ia menambahkan, perjuangan Rasul SAW yang harus diikuti adalah sifat dakwahnya Rasul SAW. Selama hidupnya, Rasul hanya menyampaikan Islam, hanya untuk Islam, dan hanya di jalan Allah saja.

“Dakwah Rasul bersifat politis dan menyeluruh, sebab Rasulullah SAW diutus bukanlah untuk mengatur urusan ibadah, makanan, minuman, pakaian, muamalah, ekonomi, sosial, dan akhlak saja, melainkan adalah untuk mengemban risalah Islam dengan mendakwahkannya ke seluruh dunia hingga Islam mampu memimpin dan berjaya,” tegasnya.

Ditambah lagi, menurutnya, keberhasilan dakwah Rasulullah dengan berdirinya negara Islam di Madinah dengan seluruh kehidupannya diatur oleh syariat Islam, Rasulullah selain sebagai Nabi adalah sebagai kepala negara Islam. Kepemimpinan beliau wajib diikuti, diteladani, dan dilanjutkan oleh para pemimpin Muslim saat ini.

“Keteladanan atas kepemimpinan Rasulullah SAW, Khulafaur Rasyidin dan kepemimpinan setelahnya di bawah Institusi Khilafah Islam, khalifah (pemimpin) wajib menegakkan seluruh syariat secara kaffah dalam setiap aspek kehidupan agar ketenangan, ketentraman, kemakmuran, dan keberkahan hidup mampu terwujud,” paparnya.

Terakhir, ia mengajak para Muslimah yang hadir untuk bersama-sama berjuang dalam rangka mengembalikan kehidupan Islam agar Islam kaffah dapat diterapkan, sebagaimana yang dilakukan Rasulullah SAW di Madinah yakni dengan mengemban dakwah Islam.

“Sampaikan kepada teman, saudara ataupun tetangga untuk mengkaji Islam secara lebih intensif, ikut bergabung ke dalam kelompok dakwah yang memperjuangkan dakwah Islam sesuai yang diajarkan Rasulullah SAW,” pungkasnya.[] Sari Liswantini


Rabu, 20 September 2023

Guru Luthfi: Orang Mukmin yang Mengorbankan Diri untuk Menggapai Ridha Allah

Tinta Media - Pengasuh Majelis Baitul Qur’an, Yayasan Tapin Mandiri Guru H. Luthfi Hidayat menyatakan makna dari Surat Al-Baqarah ayat 207 bahwa ada golongan orang-orang baik (mukmin) yang mengorbankan dirinya untuk menggapai ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala.

“Mari kita renungkan makna Surat Al-Baqarah ayat 207, yakni ada di antara orang-orang baik (mukmin), mereka mengorbankan dirinya untuk mencari keridhaan Allah Subhanahu Wa Ta’ala,” tuturnya dalam Kajian Jumat Bersama Qur’an: Orang Mukmin Yang Menukar Dirinya Untuk Menggapai Ridha Allah, di kanal Youtube Baitul Qur’an Ta’lim Center, Jumat (15/9/2023).

Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:

     أَعُوْذُ باللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ. بِسْمِ اللهِ الرَّحمنِ الرَّحِيْمِ. وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغاءَ مَرْضاتِ اللَّهِ وَاللَّهُ رَؤُفٌ بِالْعِبادِ

“Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.”(TQS. Al Baqarah [2]: 207)

Ia mengungkapkan penjelasan dari Imam Ibnu Katsir tentang ayat yang mulia ini bahwa ketika Allah Subhanahu Wa Ta’ala memberitahukan tentang orang-orang munafik dengan sifat-sifat yang sangat tercela maka Dia juga menyebutkan sifat-sifat orang mukmin yang sangat terpuji.
Uslub gaya bahasa seperti ini sering kali digunakan Al Quran sebagai bentuk tarhib (untuk menakuti-nakuti) dan targhib (untuk memberikan harapan kebaikan).

“Yakni penjelasan tentang orang munafik adalah merupakan bentuk tarhib dan penjelasan tentang orang-orang beriman adalah bentuk targhib. Bayiiran (berita gembira) dengan balasan orang-orang yang berbuat baik, dan nadziira (peringatan) bagi yang menyalahi perintah Allah,” ungkapnya.
Senada pula dengan penjelasan dari Imam Al Qurthubu terkaait lafazh ibtighaa yang dinashabkan karena menempati posisi sebagai maf’ul min ajlih.

“Manakala Allah menyebutkan tindakan orang-orang munafik, maka setelahnya Allah menyebutkan tindakan orang-orang yang beriman,” ucapnya.

Ia menerangkan satu pendapat (perwakilan dari Umar, Ali, dan Ibnu Abbas) diturunkannya ayat ini, tentang orang yang memerintahkan kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar. Tetapi kebanyakan ulama memahami bahwa ayat tersebut turun ditujukan bagi setiap orang yang berjuang di jalan Allah Ta’ala.

“Sebagaimana firman-Nya dalam Surat At Taubah ayat 111 bahwa sesungguhnya Allah Swt. telah membelu dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang di jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil, dan Al-Qur'an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual belu yang telah kalian lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar,” jelasnya.

Guru Luthfi memaparkan makna ayat yang mulia ini dari ringkasan Imam Muhammad Ali Ash Shabuni dalam tafsir beliau Shafwatu Tafasir. Ini adalah manusia model kedua, yaitu orang-orang baik, yang berbuat baik. Maka setelah Allah menyebut sifat-sifat orang munafik, Allah mengikutinya dengan sifat-sifat seorang mukmin yang terpuji.

“Maknanya adalah, dan di antara manusia ada golongan orang-orang yang baik, mereka mengorbankan dirinya untuk Allah karena mencari ridha-Nya, dan senang kepada pahala-pahala-Nya. Dan tidak mencari apa-apa dari segala amalnya kecuali hanya mengharap pada Allah,” paparnya.

Kemudian ia menegaskan dan meyakinkan dengan meneruskan kalimat dari ayat yang mulia ini, artinya Dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.

“Rahmat Allah sangat besar kepada hamba-Nya, Dia melipatgandakan kebaikan, dan mengampuni kesalahan-kesalahan, dan tidak segera menghukum hamba-Nya yang berbuat maksiat,” tegasnya.

Terakhir, ia memanjatkan doa agar termasuk golongan orang-orang yang berkorban untuk mendapatkan ridha Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

“Tak ada yang kita inginkan setelah meresapi ayat ini kecuali agar kita termasuk golongan orang-orang yang mengorbankan diri untuk mencari keridhaan Allah, Aamiin Ya Robbal’alamiin,” pungkasnya. [] Ageng Kartika

Selasa, 28 Maret 2023

Ustadz Adi: Ramadhan adalah Bulan Pengendalian Diri

Tinta Media - Cendekiawan Muslim Ustadz Adi S Soeswadi mengungkap hikmah di bulan suci Ramadhan adalah bulan pengendalian diri.

“Hikmah di bulan suci Ramadhan yakni bulan pengendalian diri,” tegasnya dalam Kajian Singkat Romadhon: Hidup Hedon Hidup Tidak Berkah  di At Tafkir channel, Jumat (24/3/2023).

Menurutnya, tidak hanya mengendalikan diri dari makan minum saja, termasuk menahan bagaimana ketika sudah capek-capek mencari rezeki yang halal tapi juga mengendalikan diri bagaimana mengeluarkannya.

"Kalau bicara harta ada dua hal yang harus diperhatikan. Yang pertama adalah bagaimana cara kita mendapatkannya. Kalau seorang muslim yang beriman mesti halal. Halal itu harus jadi perhatian. Yang kedua, meskipun mungkin sudah halal, bagaimana cara kita membelanjakannya. Apakah di jalan Allah? Apakah itu sudah menjadi keridhoaan Allah? Itu jadi persoalan,” ujarnya.

Persoalannya, kata Ustadz Adi, terkait dengan cara pandang manusia sekarang meskipun kaum muslimin itu jumlahnya besar tapi memiliki cara pandang kapitalisme. "Bagaimana manusia menjadikan kenikmatan itu untuk tujuan hidupnya. Jadi apa yang dimiliki semata-mata untuk memuaskan kenikmatan bukan semata-mata untuk kebutuhan," ungkapnya.

Ustadz Adi mengatakan, dalam kehidupan yang kapitalistik tidak ada pilihan lain, kalau umat Islam ingin hidup mulia, barokah, maka harus kembali mempelajari islam dan menjadikan Al-Qur'an itu sebagai pegangan hidup.

"Kalaupun kita memang diberi rezeki oleh Allah, kita juga nggak foya-foya. Kita manfaatkan rezeki itu untuk menambah pahala kita. Tapi kalau kita mungkin tidak diberi rezeki yang banyak,  juga tidak tergiur untuk ingin menikmati hal-hal yang bersifat duniawi yang semu. Yang penting bersyukur dengan apa yang diberikan oleh Allah kepada kita,” pungkasnya. [] Firdaus

Jumat, 10 Maret 2023

Ma'had Arabic El Albaab Ungkap Hikmah Mempelajari Bahasa Arab

Tinta Media - Pembina Ma'had  Arabic El Albaab, Ustadz Husna Hisaba mengungkap hikmah mempelajarai bahasa arab.
 
"Salah satu hikmah yang besar kita mempelajari bahasa arab itu, adalah kita menggali kembali  ilmu-ilmu yang terkubur di dalam karya-karya para ulama,” tuturnya di Kelas Kajian Bahasa Arab, via Webinar Ma’had Khadimu Sunnah,  Senin (27/2/2023).
 
Meski ilmu syar’i dibutuhkan, ilmu dari para ulama juga dibutuhkan. “Kebutuhan kita yang lebih besar adalah ilmu-ilmu syar’i, tapi di luar itu, banyak ilmu dari para ulama yang masih terkubur yang hari ini kita butuhkan,” tegasnya.  
 
Saat peradaban saat ini didominasi oleh peradaban barat sekuler yang memisahkan agama dengan dunia, ucapnya,  menguasai ilmu dari para ulama menjadi penting sekali.
 
“Para santri wajib belajar bahasa arab hingga mampu menggali kembali mutiara pemikiran ulama,” tandasnya.
 
Apalagi lanjutnya, ilmu dalam hal ilmu syar'i, dalam ilmu akidah, fikih, usul fikih, hukum tentang politik, negara, ekonomi, banyak yang belum tergali. “Bisa jadi ilmu yang belum tergali itu justru menjadi solusi problematika masyarakat hari ini,” pungkasnya. [] Teti Rostika.

Jumat, 20 Januari 2023

Kiai Labib: Akad Manusia Tak Boleh Menabrak Hukum Syara'

Tinta Media - Ulama Aswaja KH. Rokhmat S. Labib menuturkan, meskipun akad yang dilakukan sesama manusia secara syar'i diperbolehkan, tapi tidak boleh menabrak ketentuan Syariat. 

"Akad yang dilakukan dengan sesama manusia secara syar'i dibolehkan, tapi tidak boleh menabrak ketentuan syari'at,," tuturnya dalam rubrik Kajian Tafsir al-Wa'ie: Nilai Kesepakatan Manusia Dibanding Hukum Syara', Rabu (11/1/2023) melalui kanal Youtube Khilafah Channel Reborn.

Menurutnya, kalau ada kesepakatan manusia yang melanggar aturan Allah maka dilarang dan harus dibatalkan. "Yang paling penting dan wajib adalah mendahulukan akad kita dengan Allah, untuk tunduk dan ta'at kepada syariat-Nya," ujarnya.

Dalam tafsir Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 1 terdapat perintah untuk memenuhi akad-akad atau kesepakatan antara manusia dengan Allah, akad dengan dirinya sendiri dan akad dengan sesamanya. Ustadz Labib, panggilan akrabnya, mencontohkan akad-akad batil yang dilarang karena menabrak hukum Allah.

"Misalnya di suatu wilayah, mereka bersepakat menghilangkan penerapan hukum Allah dalam bentuk khilafah, dengan membuat negara lain yang berbentuk kerajaan atau republik. Kesepakatan utang piutang dengan membolehkan riba. Kesepakatan dalam pergaulan dengan membolehkan zina asal suka sama suka. Maka kesepakatan-kesepakatan ini batil harus dibatalkan," bebernya.

Ia mengatakan bahwa tidak ada manusia yang punya hak untuk menghalalkan apa yang diharamkan Allah dan mengharamkan apa yang dihalalkan Allah. "Sekalipun seluruh manusia sepakat," pungkasnya.[] Evi

Minggu, 25 Desember 2022

Tafsir Al Baqarah 148, Guru Luthfi: Segeralah Berlomba-lomba Melakukan Kebaikan

Tinta Media - Pengurus Majelis Baitul Qur’an, Tapin, Guru Luthfi Hidayat mengingatkan makna dari Tafsir Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 148 agar umat Islam segera berlomba-lomba  melakukan kebaikan, khususnya dalam mengerjakan ibadah shalat.

“Ayat ini mengingatkan kepada kita untuk segera berlomba-lomba melakukan kebaikan, khususnya dalam mengerjakan ibadah shalat,” tuturnya dalam Kajian Jum’at Bersama Al-Qur’an: Berlomba-lomba Melakukan Kebaikan, Jum’at (16/12/2022), di kanal Youtube Majelis Baitul Qur’an.

Ia menegaskan peringatan dari Rasulullah akibat dari lalai melakukan kebaikan, terutama dalam menyegerakan ibadah shalat.

“Jika kita lalai, tidak bersegera, maka Rasulullah mengingatkan itu artinya kita kehilangan sesuatu yang lebih berharga dari keluarga dan harta,” tegasnya.
Sebagaimana yang terkandung dalam suatu pendapat, yakni mengatakan bahwa yang tertulis pada ayat ini secara tersirat darinya adalah bersegera dalam melaksanakan shalat pada awal waktunya.

Pada hadist lain yang diriwayatkan oleh Imam Ad-Daraquthni dan Abu Hurairah menyebutkan, Rasullah Saw. bersabda bahwa jika salah seorang dari kalian melaksanakan shalat tepat pada waktunya, namun ia tidak mengerjakannya di awal waktu, maka sesungguhnya ia telah kehilangan sesuatu yang lebih baik dari keluarga dan harta yang dimilikinya.

“Diriwayatkan pula oleh imam Ad-Daraquthni dari Ibnu Umar mengatakan bahwa Rasulullah Saw. bersabda bahwa sebaik-baik perbuatan adalah shalat pada awal waktunya,” urainya.

Firman Allah Swt.:
وَلِكُلٍّ وِجْهَةٌ هُوَ مُوَ لِّيها فَا سْتَبِقُوا الْخيَرَاتِ أَيْنَ مَا تَكُونُوا يَأْتِ بِكُمُ اللَهُ جَمِعًا إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ(١٤٨)
“Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kalian (dalam berbuat kebaikan). Di mana saja kalian berada pasti Allah akan mengumpulkan kalian (pada hari kiamat) semuanya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (TQS. Al-Baqarah [2]: 148)

Ia menguraikan tafsir dari ayat yang mulia ini. 
وَلِكُلٍّ وِجْهَةٌ هُوَ مُوَ لِّيها
Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Menurut Imam Al Qurthubi telah dijelaskan dalam Tafsir beliau Al Jaami’ li Ahkamil Qur’an.
“Bahwa kata وِجْهَةٌ pada ayat ini asal tashrifnya adalah فِعْلَةٌ
Yang artinya adalah arah. Sama artinya dengan kata الْجَهْةُ 
dan الوَجْهُ   sedangkan pada ayat ini maknanya adalah kiblat, yakni tempat mengarahkan wajah ketika shalat,” ujarnya.

Sementara menurut Abu al-Aliyah mengatakan bahwa orang-orang Yahudi mempunyai kiblat tersendiri dan orang-orang Nasrani pun mempunyai kiblat tersendiri. Dan Allah Ta ’ala telah memberikan petunjuk kepada kalian (umat Islam) yang memiliki keyakinan untuk menghadap ke kiblat yang sebenarnya. Hal senada juga diriwayatkan dari Mujahid, Atha’, adh-Dhahhak, Rabi’ bin Anas, dan as-Suddi.

“Dalam riwayat yang lain, Mujahid dan Hasan al-Bashri mengatakan semua kaum telah diperintahkan untuk mengerjakan  shalat dengan menghadap ke Ka’bah,” bebernya.

Kalimat berikutnya dalam ayat ini menyatakan: 
فَا سْتَبِقُوا الْخيَرَاتِ
Maka berlomba-lombalah kalian (dalam berbuat) kebaikan.
Ia menjelaskan pendapat dari Imam Al-Qurthubi bahwa kalimat ini huruf jar (ila) dihilangkan, semestinya kalimat lengkapnya adalah 
فَا سْتَبِقُوا إلىاالْخيَرَاتِ
“Yakni bersegeralah (kalian) melakukan segala yang diperintahkan oleh Allah Swt., yang dalam hal ini adalah menghadap ke Masjidil Haram, dan umumnya segala bentuk ketaatan kepada-Nya,” jelasnya.

Ia mengungkapkan sebuah hadist dari Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Imam An-Nasa’i bahwa Rasulullah Saw. bersabda: Perumpamaan orang yang paling bersegera melaksanakan shalatnya adalah seperti seorang yang berkurban seekor unta. Kemudian perumpamaan orang yang (melakukan shalat) setelahnya adalah seperti seorang yang berkurban seekor sapi. Kemudian  perumpamaan orang yang  (melakukan shalat) setelahnya adalah seperti seorang yang berkurban seekor domba. Kemudian perumpamaan orang yang (melakukan shalat) setelahnya adalah seperti orang yang berkurban sebutir telur.

Ia melanjutkan kalimat berikutnya dari ayat ini adalah:
أَيْنَ مَا تَكُونُوا يَأْتِ بِكُمُ اللَهُ جَمِعًا
Di mana saja kalian berada pasti Allah akan mengumpulkan kalian (pada hari kiamat) semuanya.
“Imam Muhammad Ali Ash Shabhuni menjelaskan artinya di mana pun kalian (umat Islam) berada, baik di bagian bumi yang paling dalam atau dipuncak gunung, niscaya Allah akan mengumpulkan kalian untuk dihisab, dipisahkan antara yang hak dan yang bathil,” lanjutnya.

Dan ia mengungkapkan kalimat terakhir dari ayat mulia ini,
      إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

“Allah Swt. Maha Kuasa untuk mengumpulkan kalian yang berada di bumi meskipun tubuh dan raga kalian terpisah-pisah,” ungkapnya.

Terakhir ia mengingatkan kembali kepada umat manusia di dunia tentang hari akhir nanti di mana manusia akan diminta pertanggungjawaban atas segala amal yang dijalaninya selama di dunia.
“Jangan lupa di mana pun manusia di dunia berada, niscaya ia akan dikumpulkan Allah di hari akhir nanti untuk diminta tanggung jawab atas segala amal yang dia jalani di dunia,” pungkasnya. [] Ageng Kartika

Sabtu, 24 Desember 2022

Ustazah L. Nur Salamah Jelaskan Bentuk-Bentuk Penghormatan kepada Guru

Tinta Media - Pengasuh Kajian Mutiara Ummat sekaligus Aktivis Muslimah Ustazah L. Nur Salamah menjelaskan kembali tentang bentuk-bentuk penghormatan kepada guru. 

"Diantara bentuk-bentuk penghormatan kepada seorang guru maka janganlah berjalan di depan guru atau mendahului guru kita, tidak menduduki tempat duduknya, dan janganlah memulai pembicaraan di hadapannya kecuali dengan izinnya (tidak memotong pembicaraan guru apalagi saat guru menjelaskan materi, bahasa sederhananya tidak ada forum di dalam forum)," tegasnya pada kajian Kitab Adab Ta'limu Al Muta'alim Thoriqotu Ta'lum, Selasa (20/12/2022). 

Ia juga menjelaskan bentuk penghormatan kepada guru yang lain yakni menjaga lisan dengan tidak banyak bicara, jangan merasa lebih tahu, atau merasa lebih pintar dari pada guru. 

"Tidak banyak berbicara di hadapan guru, janganlah merasa lebih tahu dan lebih pintar daripada guru. Jika pun ada hal-hal yang kurang pas dalam penyampaian guru maka biarkan guru menyelesaikan pembicaraannya, setelah itu mintalah izin kepadanya untuk menyampaikan sesuatu yang kurang pas tadi dengan cara yang ahsan atau secara baik dan sopan," bebernya. 

Tidak diperkenankan menghadirkan banyak pertanyaan saat kondisi guru sedang kelelahan, temukan waktu yang tepat untuk bisa saling berdiskusi bersama guru. 

"Tidak banyak bertanya tentang sesuatu ketika kondisi guru sedang tampak kelelahan, dan haruslah sebagai seorang pelajar kita memperhatikan waktu untuk berdiskusi bersama guru. Misalnya tidak meminta pendapatnya saat waktu guru tersebut sedang beristirahat. Carilah waktu yang tepat," imbuhnya. 

Selain itu bentuk-bentuk penghormatan kepada guru, ialah memperhatikan adab ketika mengunjungi rumah sang guru. 

"Janganlah mengetuk pintunya beberapa kali, akan tetapi bersabarlah menanti hingga guru tersebut keluar," pesannya.

Fenomena ini, ujarnya, telah dicontohkan oleh Sahabat Abdullah bin Abbas, beliau merupakan sepupu dari Rasulullah Saw. ketika Abdullah bin Abbas ingin mengunjungi rumah sang guru. 

"Beliau dengan sabar menunggu sang guru keluar dari pintu rumahnya. Sorban yang ia kenakan rela ia bentangkan di depan pintu rumah sang guru. Ia tidak ingin menganggu sang guru. Sungguh sikap rendah hatinya dan adabnya Abdullah bin Abbas dapat dijadikan teladan," tutupnya. [] Reni Adelina/Nai

Senin, 19 Desember 2022

Ustazah L. Nur Salamah: Ingin Anak Jadi Alim, Muliakan Para Fuqaha yang Terasing

Tinta Media - Pengasuh Kajian Mutiara Ummat Ustazah L. Nur Salamah menjelaskan kembali, ketika menginginkan seorang anak menjadi alim, hendaknya memuliakan atau perhatikan fuqaha (ulama yang faqih fiddiin) yang terasing. 

"Adapun guru kami Asy-Syekh Al-Imam Sadiduddin Asy-Syirazi berkata, siapa yang menginginkan anaknya menjadi seorang alim, hendaknya ia memperhatikan para fuqaha' (ulama yang faqih fiddin) yang terasing, menghormati mereka, mengagungkan mereka, dan memberi mereka sesuatu," ungkapnya pada kajian Kitab Adab Ta'limu Al Muta'alim Thoriqotu Ta a'lum, Selasa (13/12/2022). 

Penjelasan ini menunjukkan adanya peran para penuntut ilmu untuk saling memperhatikan para ulama yang faqih fiddin atau pun pihak keluarganya. "Sebagai penuntut ilmu, hendaknya kita memberikan perhatian, penghormatan, atau memuliakan para fuqaha (ulama yang faqih fiddin) yang terasing. Pada zaman dahulu para ulama ketika menuntut ilmu bukan waktu yang singkat. Bertahun-tahun, bahkan sampai belasan tahun meninggalkan istri dan anak-anaknya demi menuntut ilmu. Jika kita mendapati yang demikian maka seyogyanya kita memperhatikannya. Salah satu caranya dengan mencukupi kebutuhannya sesuai kadar kemampuan kita," bebernya. 

Bunda, sapaan akrabnya juga memberikan contoh lain yang mudah dipahami. "Contoh lain adalah ketika kita menemukan para ulama atau kiyai yang yang mengajar di suatu tempat yang jauh dari masyarakat (katakan sebuah perkampungan yang tidak layak) maka tugas kita hendaknya memperhatikan atau merawat kehidupannya. Sembari memuliakan para ulama maka mohonlah doa kepada Allah agar anak cucu keturunan kita menjadi orang yang alim, dan faqih fiddin," imbuhnya. 

"Jika kita menginginkan anak kita menjadi seorang alim maka rawatlah para penuntut ilmu. Berikan mereka makanan, minuman, atau pun hadiah. Jika anak kita belum alim dan faqih fiddin, maka Insya Allah cucu kita yang menjadi alim dan faqih fiddin," pungkasnya. [] Reni Adelina/Nai

Sabtu, 10 Desember 2022

Ustazah L. Nur Salamah Jelaskan Hak Guru untuk Dihormati (Ditakzimkan)

Tinta Media - Pengasuh Kajian Mutiara Ummat Ustazah L. Nur Salamah menjelaskan tentang hak guru untuk dihormati (ditakzimkan). 

"Dalam sebuah syair dikatakan. Aku melihat bahwa hak yang paling hak adalah haknya seorang mu'allim (guru). Ialah hak yang paling wajib dijaga oleh setiap muslim. Sungguh Ia berhak untuk diberikan hadiah sebagai bentuk penghormatan (pentakziman) dengan seribu dirham untuk setiap huruf yang ia ajarkan," ungkapnya pada kajian Kitab Adab Ta'limu Al Muta'alim Thoriqotu Ta'lum, Selasa (6/12/2022). 

Satu dirham, imbuhnya, sama dengan tiga gram perak. Jika satu gram perak harganya 5000, maka tiga gram perak sama dengan 15000 kali 1000, jatuhnya 15 juta untuk satu huruf yang diajarkan. Sungguh luar biasa Islam memuliakan dan menghargai ilmu dan guru.

Namun realita hari ini profesi menjadi guru dipandang sebelah mata. "Era modern saat ini, profesi guru yang mulia dipandang sebelah mata. Gaji yang tak mencukupi untuk kebutuhan hidup membuat banyak guru harus bekerja mencari pekerjaan sampingan. Sistem kehidupan hari ini dengan kebijakan yang tidak sesuai dengan Islam adalah cerminan bahwa ilmu dan ahli ilmu (guru) belum dihormati atau ditakzimkan seutuhnya," tegasnya. 

Bunda, sapaan akrabnya, juga menjelaskan bahwa posisi guru sama seperti dengan orang tua. Wajib untuk dihormati atau ditakzimkan. 

"Sesungguhnya orang yang mengajarimu satu huruf yang kamu butuhkan dalam urusan agama, sejatinya ia adalah bapakmu atau orang tuamu dalam agama. Tidak ada istilah mantan orang tua. Selamanya harus tetap dihormati walaupun mungkin pernah berbuat tidak baik atau bahkan menerlantarkan kita, tetap saja harus dihormati dan ditakzimkan," bebernya. 

Terakhir, ia menegaskan bahwa guru mempunyai kedudukan sama seperti orang tua kita yang harus dimuliakan. "Baik guru maupun orang tua dalam Islam sama kedudukannya untuk senantiasa kita muliakan atau takzimkan," pungkasnya. [] Reni Adelina/Nai

Senin, 05 Desember 2022

Ustazah L. Nur Salamah Jelaskan tentang Takzim terhadap Ilmu dan Ahli Ilmu

Tinta Media - Pengasuh Kajian Mutiara Ummat Ustazah L. Nur Salamah menjelaskan tentang mengagungkan (takzim) terhadap ilmu dan ahli ilmu.

"Ketahuilah bahwa seorang penuntut ilmu tidak akan memperoleh ilmu, dan tidak dapat mengambil manfaat dari ilmu, kecuali dengan mengagungkan, memuliakan, atau menghormati ilmu dan para ahlinya dan menghormati para ustaz atau guru," tegasnya pada kajian Kitab Adab Ta'limu Al Muta'alim Thoriqotu Ta'lum, Selasa (29/11/2022). 

Ia menjelaskan beberapa contoh dalam menghormati ilmu.  "Beberapa contoh memuliakan ilmu salah satunya dengan tidak meletakan buku sembarangan, tidak sejajar dengan kaki ataupun bokong. Begitu pun dalam menyentuh kitab suci Al-Quran, diharuskan berwudhu dan membawanya dengan hati-hati sebagai tanda memuliakan kalam Allah," bebernya.

Dalam menghormati guru, bukan diilustrasikan seperti penghormatan saat upacara. Penghormatan atau memuliakan guru juga dengan memuliakan keluarganya. Contoh paling dekat dengan bertegur sapa yang santun kepada anak-anaknya. 

"Seseorang tidak akan sampai pada suatu tujuan kecuali dengan penghormatan, dan tidak akan terjatuh atau gagal kecuali dengan meninggalkan sikap penghormatan," ungkapnya. 

Ia juga mengajak agar para penuntut ilmu senantiasa menjaga sikap dan adab, berusaha menjadi orang yang lebih baik lagi agar tidak gagal dalam menuntut ilmu. 

"Tidak sedikit ditemui kegagalan para penuntut ilmu. Baik santri maupun pengajar karena tidak belajar bagaimana cara memuliakan ilmu dan adab-adab dalam menuntut ilmu. Sistem kehidupan hari ini yakni kapitalisme sekuler membuat orientasi pendidikan adalah bisnis," ujarnya. 

Fakta yang sering ditemukan di lapangan salah satunya menjadikan buku sebagai lahan bisnis. Hampir setiap bulan para siswa atau santri diwajibkan membeli buku bacaan baru, padahal materi dalam buku yang lama belum tuntas dipelajari sudah diwajibkan membeli buku baru. Alhasil buku yang menumpuk berujung dijual ke pemulung. 

"Kemudian dikatakan, penghormatan itu lebih baik dari pada taat. Artinya orang yang hormat pasti taat, karena ada guru atau tidak adanya guru dihadapannya ia senantiasa menjaga adab-adabnya," tegasnya. 

"Tidaklah kamu melihat bahwa seseorang tidak kafir hanya dengan kemaksiatan, dan sesungguhnya seseorang dapat kafir dengan meninggalkan penghormatan," ungkapnya. 

Menurutnya, seseorang dikatakan kafir bahkan bisa terkategori murtad ketika meninggalkan penghormatan, misalnya berani menistakan Al-Quran, melecehkan para nabi dan ulama, serta merendahkan Islam. "Jika ada institusi sebuah negara Islam maka pelaku penista agam harus dipenggal kepalanya," tegasnya.

"Ali bin Abi Thalib berkata, " Aku adalah hamba atau budak bagi orang yang mengajariku satu huruf, jika mau ia boleh menjualku, dan jika mau ia membebaskanku. Perkataan Ali bin Abi Thalib menunjukkan penghormatannya yang luar biasa kepada gurunya. Ia memasrahkan dirinya karena ingin menjadi penuntut ilmu yang berhasil dan membawa keberkahan. Tidak ada istilah mantan guru sekali pun hanya mengajarkan satu hadist atau satu huruf sekalipun," pungkasnya. [] Reni Adelina/Nai

Senin, 28 November 2022

Ustazah L. Nur Salamah: Hindari Teman yang Malas!

Tinta Media - Aktivis Muslimah Kota Batam sekaligus pemateri dalam Kajian Mutiara Ummat kembali menjelaskan tentang pentingnya memilih teman yakni menghindari teman yang malas dalam semua keadaan. Penjelasan ini masih merujuk dari Kitab Adab Ta'limu Al Muta'alim Thoriqotu Ta'lum, Selasa (22/11/2022). 

"Dari seorang ulama dalam syairnya disebutkan, jangan berteman dengan orang malas dalam kondisi apapun," tegasnya. 

Bunda, sapaan akrabnya juga menegaskan jangan jadikan orang pemalas sebagai teman karib. Malas dalam mengkaji Islam, malas berbuat kebaikan, dan malas menuntut ilmu. 

"Betapa banyak orang sholeh rusak lantaran rusaknya teman karibnya. Teman yang malas dalam berbuat kebaikan. Kebaikan yang dimaksud adalah mengajak kita dalam ketaatan kepada Allah, hidup yang bertambah kebaikan dan dimatikan dalam keadaan khusnul khotimah. Begitulah standar kebaikan dalam pandangan Islam bukan pandangan manusia," tuturnya. 

Maka dalam memilih teman wajib selektif dan berhati-hati. Orang yang tidak baik, bodoh dan usil bagaikan penyakit yang cepat menular. Ia menjelaskan dengan ilustrasi bahwa penularannya lebih cepat daripada virus. 

"Penyakit bodoh cepat menular kepada orang yang kuat, maka harus berhati-hati," ungkapnya. 

"Seperti bara api yang diletakkan di atas abu, akan padam juga. Ungkapan ini dicontohkan seperti kayu bakar, api akan membara ketika banyak kayu kering, akan terus hidup, namun ketika kayu kering tersebut hanya sebatang saja, maka api itu akan padam dengan sendirinya. Begitulah dalam memilih teman, teman yang rusak sebaiknya ditinggalkan. Ketika kita meninggalkan teman yang rusak tersebut, ia tidak akan memiliki kekuatan dan pada akhirnya akan padam dengan sendirinya," ujarnya.

Dalam sebuah hadist dikatakan, "Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (Islam). Namun, kedua orang tuanya yang akan membuatnya menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi."

"Setiap bayi yang lahir dalam keadaan fitrah (Muslim). Muslim artinya adalah orang yang berserah diri. Mau jadi apa kedepannya tergantung bagaimana orang tuanya, lingkungannya dan masyarakatnya. Ibarat sebuah kertas yang putih. Jika dihiasi dengan tulisan yang indah maka akan menjadi lembaran yang indah. Sebaliknya, jika kertas tersebut dicoret asal-asalan maka akan menjadi sampah yang tak berguna," bebernya.

Ia mengingatkan peran orang tua terutama ibu sangat menentukan masa depan anak. Mau jadi pemenang atau pecundang. Maka benteng pertahanan terakhir adalah keluarga. Pun diperkuat dengan adanya peran masyarakat dan negara yakni menjadikan agama sebagai landasan kehidupan. Mencampakkan sistem sekuler menjadi sistem Islam 

Pembahasan ini ditutup dengan syair dalam hikmah dengan bahasa Persia. "Teman yang jahat lebih buruk dan berbahaya daripada ular berbisa. Demi Allah, Zat yang Maha Tinggi lagi Maha Suci. Teman yang jahat menyeretmu ke neraka Jahim. Teman yang baik mengajakmu ke surga Na'im," ungkapnya. 

"Jika anda mencari ilmu dan ahlinya, (mencari) orang hadir yang mengabarkan yang tidak hadir. Maka pelajarilah bumi dengan nama-namanya. Dan nilailah seorang teman dari temannya," pungkasnya.[] Reni Adelina/Nai

Sabtu, 19 November 2022

Ustazah L. Nur Salamah Jelaskan Pentingnya Memilih Teman

Tinta Media - Aktivis Muslimah Kota Batam sekaligus penulis dan reporter Tinta Media kembali menjelaskan tentang pentingnya memilih teman dalam menuntut ilmu atau pun hidup bermasyarakat. Penjelasan ini masih merujuk dari Kitab Adab Ta'limu Al Muta'alim Thoriqotu Ta'alum. Hal ini disampaikan saat menjadi pembicara pada kajian rutin mingguan Kajian Mutiara Ummat, Selasa (15/11/2022). 

"Pentingnya memilih teman dalam menuntut ilmu atau pun bermasyarakat. Maka pilihlah teman yang mempunyai semangat atau bersungguh-sungguh," tegasnya.

Selain semangat, lanjutnya, harus memiliki sifat wara' (berhati-hati) atau senantiasa menjaga dirinya, lisannya, sikap dan perilakunya dari sesuatu yang meragukan hingga hal-hal yang diharamkan.

Tidak hanya itu, ia juga mengatakan agar memilih teman yang memiliki tabiat lurus. "Memilih teman harus yang memiliki tabiat lurus. Artinya pilihlah teman yang memiliki kebiasaan yang baik, yang tidak suka melakukan perbuatan sia-sia, seperti hobi menggunjing," ujarnya.

Bunda, sapaan akrabnya juga menyampaikan ketika memilih teman harus yang mudah dalam memahami ilmu (mudah paham).
"Adapun dalam memilih teman seyogyanya, selayaknya yang mudah memahami. Yang mudengan. Jangan yang DDR (Daya Dong Rendah)," candanya.

Dan larilah, kata Bunda, (menjauh) dari teman yang malas, banyak alasan, cerewet, perusak, dan suka memfitnah. Maksudnya, tetap bersikap baik kepada mereka, namun sekadarnya saja. Tidak menjadikannya teman karib.

Dalam penjelasan kajian ini ditutup dengan nasihat seorang penyair. 

"Tentang seseorang jangan kau tanya, cukup lihat siapa temannya. Karena seseorang itu mengikuti teman dekatnya," pungkasnya. [] Reni Adelina/Nai

Minggu, 13 November 2022

Ustazah L. Nur Salamah Jelaskan Syarat-syarat Menuntut Ilmu

Tinta Media - Aktivis Muslimah Kota Batam sekaligus Penulis dan Reporter Tinta Media menjelaskan tentang syarat-syarat dalam menuntut ilmu pada Kitab Adab Ta'limu Al Muta'alim Thoriqotu Ta'alum. Hal ini disampaikan saat menjadi pembicara pada Kajian Mutiara Ummat, Selasa (8/11/2022). 

"Untuk mendapatkan manisnya dan keberkahan ilmu, tentu ada syarat-syarat dalam menuntut ilmu yang harus dipenuhi," tegasnya.

Syarat-syarat menuntut ilmu ada enam perkara. Ini dikutip dari syair Ali bin Abi Thalib dan nasihat dari Imam Syafi'i. 

"Dikutip dari syair Ali bin Abi Thalib dan nasihat Imam Syafi'i bahwa syarat-syarat menuntut ilmu ada enam perkara. Pertama kecerdasan. Kedua adalah semangat atau kemauan. Ketiga adalah kesabaran atau kesungguhan. Keempat adalah perbekalan/ biaya. Kelima adalah petunjuk guru atau bersahabatlah dengan guru. Keenam adalah waktu yang lama," terangnya.

Perkara yang pertama adalah kecerdasan. Setiap orang memiliki persepsi yang berbeda tentang kecerdasan. Kalau mengikuti Albert Einstein, cerdas adalah yang jago ilmu sains. Namun di dalam Islam berbeda. "Kecerdasan terbagi tiga. Pertama orang yang jenius, kedua orang yang cerdas dan ketiga orang yang idiot. Orang yang jenius memiliki daya pikir di atas rata-rata seperti Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani. Lalu orang yang cerdas adalah orang yang selalu berusaha menuntut ilmu dan senantiasa mengingat tentang kematian. Lalu sibuk mempersiapkan bekal amal untuk menghadap Allah SWT, dan yang ketiga adalah orang idiot yang sudah tergambar sebelumnya," terangnya. 

Perkara kedua adalah semangat atau kemauan. Meluangkan waktu untuk senantiasa belajar bukan menunggu waktu luang baru belajar. "Sebagai penuntut ilmu harus memiliki sifat tamak dalam artian positif. Tamak dan rakus terhadap ilmu itu bukan tamak dalam hal materi dan duniawi. Bukan pula tamak dalam urusan harta dan jabatan," tegasnya.

Dalam hal menuntut ilmu, karanya, terutama mengkaji Islam haruslah bersemangat. Meluangkan waktu untuk belajar dan bukan menunggu waktu luang. "Penuntut ilmu juga diharuskan bersikap tamak dan rakus dalam hal menambah ilmu. Misalnya merasa tidak cukup dengan hanya belajar Kitab Ta'limu Al-Muta'alim saja, ingin menambah pelajaran Bahasa Arab atau kitab-kitab lainnya," bebernya.

Perkara yang ketiga adalah kesabaran atau kesungguhan. "Dalam menuntut ilmu pastinya dibutuhkan kesabaran atau kesungguhan. Meluruskan niat belajar karena Allah tidak asal-asalan. Ilmu yang telah diperoleh dicatat, diamalkan dan disebarkan," tegasnya. 

Perkara yang keempat adalah perbekalan (biaya). Menuntut ilmu tentu memerlukan biaya. "Dalam menuntut ilmu harus ada perbekalan (biaya) yang dikeluarkan. Baik dalam memenuhi sarana dan prasarana belajar atau biaya akomodasi dan lainnya," tambahnya. 

Perkara yang kelima adalah petunjuk dari guru atau bersahabatlah dengan guru. "Dalam perkara menutut ilmu agama tidak bisa mengandalkan sosial media. Atau sekedar kata orang. Harus mengikuti petunjuk guru atau bersahabat dengan guru. Proses belajar juga harus adanya talqiyan fikriyan, yakni proses berpikir dan tanya jawab. Harus bertemu langsung antara guru dan murid," imbuhnya.

Syarat yang terakhir dalam menuntut ilmu adalah membutuhkan waktu yang lama dan panjang. 

"Secara fitrah, belajar itu memerlukan waktu yang lama dan panjang. Maka butuh ketekunan dan jangan terburu-buru dalam memahami sebuah ilmu," pungkasnya. [] Reni Adelina/Nai

Jumat, 22 Juli 2022

Guru Luthfi: Al-Qur'an Wajib Dibaca, Dipahami, dan Diamalkan

Tinta Media - Pengasuh Majelis Baitul Qur'an, Tapin, Guru H. Luthfi Hidayat mengajak umat Islam untuk meresapi Surat Al-Baqarah ayat 121 bahwa Al-Qur'an wajib dibaca dengan baik, dipahami dan diamalkan agar terhindar dari kerugian.

“Kita akan meresapi Surat Al-Baqarah ayat ke 121 dengan tema Al-Qur'an wajib dibaca dengan baik, dipahami, dan diamalkan agar kita terhindar dari manusia yang merugi,” tegasnya dalam Program Jumat Bersama Al-Qur'an: Al-Qur'an Wajib Dibaca dengan Baik, Dipahami, dan Diamalkan, Jumat (15/7/2022) di kanal Youtube Majelis Baitul Qur'an.

Firman Allah SWT:

الَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَتْلُونَ حَقَّ تِلاَوَتِهِ أُولئِكَ يُؤمِنُونَ بهِ وَمَنْ يَكْفُرْ بِهِ فَأُولئِكَ هُمُ اْلخَاسِرُونَ 
(١٢١)

Artinya: “Orang-orang yang telah diberi Alkitab kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya, mereka itu beriman  kepadanya. Dan barang siapa yang ingkar kepadanya, maka mereka itulah orang-orang yang merugi,” (TQS. Al-Baqarah [2]: 121).

Ia menyatakan penjelasan dari Imam Al Qurthubi dalam Tafsirnya Aj Jaami’ li Ahkamil Qur'an dari kalimat: الَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِت 
Orang-orang yang telah Kami beri Al-Kitab kepadanya. “Qatadah mengatakan yang dimaksud dengan mereka adalah para sahabat Nabi Saw., adapun yang dimaksud dengan Al-Kitab menurut penakwilan ini adalah Al-Qur'an,” tuturnya.

Ia melanjutkan pernyataan dari Ibnu Said yang mengatakan bahwa maksud mereka di sana adalah kaum Bani Isra’il. Sedangkan yang dimaksud dengan Alkitab menurut penakwilan ini adalah Taurat. Berbeda dengan penjelasan dari Imam Muhammad Ali Ash Shabuni. “Menurutnya, yang dimaksudkan dalam ayat ini adalah orang-orang Yahudi dan Nasrani yang masuk Islam,” ujarnya.

Maka ia menguraikan kesimpulan dari Imam Al Qurthubi  tentang Surat Al-Baqarah ayat ke 121. “Maksud dengan ayat ini mencakup keduanya, yakni para sahabat Nabi atau juga Ahlu Kitab yang masuk Islam,” urainya.

Dan ibrah atau pelajaran dari ayat ini berlaku bagi saat ini. Ia menyebutkan kaidah dalam Ilmu Tafsir, “Al ‘ibrah bi ‘umumi lafzhi, law bikhususi sabab". “Ibrah atau pengertian diambil dari umumnya lafaz bukan dari kekhususan ayat tersebut diturunkan,” ucapnya.

Dalam kalimat berikutnya dari ayat ini:  
يَتْلُونَ حَقَّ تِلاَوَتِهِ
Mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya.

Ia menjelaskan maknanya dari Imam Muhammad Ali Ash Shabuni  bahwa mereka membacanya dengan bacaan yang benar sebagaimana yang diturunkan (kepada Muhammad Saw.). Sementara menurut Imam Al Qurthubi menyebutkan mereka mengikutinya dengan sebenarnya.

“Yaitu dengan mengikuti perintahnya dan menjauhi larangannya sehingga mereka menghalalkan apa yang dihalalkan di dalamnya dan mengharamkan apa yang diharamkan di dalamnya serta mengamalkan apa yang terkandung di dalamnya. Ini pendapat dari Muffasir zaman Tabi’in Al Ikrimah,” bebernya.

Kembali ia melanjutkan pendapat dari Abu Aliyah dalam Tafsir Ibnu Katsir. “Ibnu Mas’ud seorang Muffasir zaman sahabat yang mengemukakan yang dimaksud dengan membaca dengan bacaan sebenarnya adalah menghalalkan apa yang dihalalkan-Nya dan mengharamkan apa yang diharamkan-Nya serta membacanya sesuai dengan apa yang diturunkan Allah Ta'ala, tidak mengubah kalimat dari tempatnya, dan tidak menafsirkan satu kata pun dengan penafsiran yang tidak seharusnya,” jelasnya.

Pendapat lain dari Al-Hasab al-Bashri, ia mengatakan bahwa mereka mengamalkan ayat-ayat muhkam di dalam Al-Qur'an dan beriman dengan ayat-ayat mutasyabihat yang ada di dalamnya serta menyerahkan hak-hak yang sulit dipahami kepada Zat Yang Maha Mengetahuinya.

Kalimat selanjutnya pada ayat ini: 
أُولئِكَ يُؤمِنُونَ بهِ
Mereka beriman kepadanya.

Ia menuturkan pernyataan Imam Muhammad Ali Ash Shabuni yang menegaskan makna kalimat tersebut.“Mereka ada orang-orang yang beriman sebenarnya, tidak orang yang membangkang yang mengubah kalam Allah,” tuturnya.

Sementara Ia menerangkan pendapat Imam Ibnu Katsir bahwa kalimat ini merupakan khabar (penjelasan) dari Firmannya: 
الَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَتْلُونَ حَقَّ تِلاَوَتِهِ
Orang-orang yang telah Kami berikan Alkitab kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya.

“Artinya, barang siapa di antara Ahlul Kitab yang menegakkan kitab Allah yang diturunkan kepada para nabi terdahulu dengan sebenar-benarnya maka ia akan beriman kepada apa yang engkau (Muhammad) bawa,” terangnya.

Ia pun mengakhirinya dengan Firman Allah ini yang ditutup dengan kalimat:
وَمَنْ يَكْفُرْ بِهِ فَأُولئِكَ هُمُ اْلخَاسِرُونَ
Dan barang siapa yang ingkar kepadanya maka mereka itulah orang-orang yang rugi.

“Artinya barang siapa yang mengingkari Al-Qur'an, maka ia akan merugi di dunia dan di akhirat,” pungkasnya. [] Ageng Kartika

Minggu, 10 Juli 2022

Ustaz Furqon Ungkap Keutamaan Basmalah


Tinta Media - Pimpinan Pondok Pesantren Nibrosul Ulum Ustaz Muhammad Furqon Syalthout mengungkap keutamaan basmalah dalam kitab Lubabul Hadis. 

"Bab ketiga Kitab Lubabul Hadits ini menerangkan tentang keutamaan membaca Bismillahir Rohmanir Rohim," tuturnya dalam kajian kitab Lubabul Hadis bab tiga “Keutamaan Basmalah ”, karya Al Allamah Imam Jalaluddin Kamaluddin As Suyuthi, Sabtu (2/7/2022), di Pondok Pesantren Nibrosul Ulum Siwalanpanji, Buduran, Sidoarjo. 

Pertama, Nabi Muhammad SAW bersabda: “Tidaklah seorang hamba mengucapkan Bismillahir Rohmanir Rohim, kecuali setan meleleh seperti melelehnya timah di atas api”. 

Kedua, Nabi Muhammad SAW bersabda:
“Tidaklah seorang hamba mengucapkan Bismillahir Rohmanir Rohim, kecuali Allah SWT memerintah malaikat Kiromal Katibin (Malaikat yang bertugas mencatat amal perbutan manusia) untuk mencatat 400 kebagusan di buku catatan amalnya”. 

Ketiga, Nabi Muhammad SAW bersabda:
“Barang siapa yang mengucapkan Bismillahir Rohmanir Rohim sekali, maka tidaklah tersisa dari dosa-dosanya sebesar dzarrah”. 

Selain membaca, kata Ustaz Furqon, di dalam kitab ini juga diterangkan keutamaan bagia siapa saja yang menuliskan kalimat Basmalah kemudian membaguskan tulisannya.

Keempat, Muhammad SAW bersabda:
“Barang siapa menulis Bismillah, kemudian dia membaguskan (tulisan itu) sebagai bentuk pengagungan kepada Allah, maka diampuni baginya dosa yang terdahulu (telah dilakukan) dan dosa yang akhir (akan dilakukan)”. 

"Bukan hanya puasa yang menghapus dosa yang telah lalu dan yang akan datang. Menulis bismillah pun juga sama," tuturnya. 

Kelima, Nabi Muhammad SAW bersabda:
“Jika salah satu di antara kamu sekalian menulis Bismillahir Rohmanir Rohim, maka hendaklah dia memanjangkan kalimat Ar-Rohman (Maha Pengasih)”. 

Keenam, Nabi Muhammad SAW bersabda:
“Sesungguhnya Allah SWT, telah menghiasi langit dengan bintang-bintang, Dia menghiasi malaikat dengan Malaikat Jibril, Dia menghiasi surga dengan bidadari dan istana, Dia menghiasi para nabi dengan Nabi Muhammad SAW, dia menghiasi hari-hari dengan hari Jumat, Dia menghiasi malam-malam dengan malam lailatul qodar, Dia menghiasi bulan-bulan dengan Bulan Ramadhan, Dia menghiasi masjid-masjid dengan Ka’bah, Dia menghiasi kitab-kitab dengan Al-Qur’an, dan Dia menghiasi Al-Qur’an dengan Bismillahir Rohmanir Rohim”. 

Ketujuh, Nabi Muhammad SAW bersabda:
“Barang siapa mengucapkan, Bismillahir Rohmanir Rohim, maka namanya ditulis termasuk golongan al-abroor (orang-orang yang berbuat baik), dan dia terbebas dari orang kufur (sifat orang kafir) dan nifaq (sifat orang munafiq)”. 

Kedelapan, Muhammad SAW bersabda:
“Barang siapa mengucapkan, Bismillahir Rohmanir Rohim, maka Allah mengampuni baginya dosa yang terdahulu (akan dilakukan)”. 

Kesembilan, Nabi Muhammad SAW bersabda: “Apabila kamu semua berdiri maka ucapkanlah, Bismillahir Rohmanir Rohim, dan Shollallahu ala Sayyidina Muhammad wa ala alihi washohbihi wasallam (Semoga Allah memberikan rohmat kepada Baginda Muhammad beserta keluarga dan sahabat beliau, dan juga kesejahteraan), maka sesungguhnya manusia yang akan ghibah (menggunjing) kamu semua, maka Sang Raja (Allah SWT) akan mencegah mereka dari hal itu (gunjingan mereka)”. 

Kesepuluh, Nabi Muhammad SAW bersabda: “Apabila kamu semua duduk dalam sebuah majelis, maka ucapkanlah,  Bismillahir Rohmanir Rohim, dan Shollallahu ala Sayyidina Muhammad wa ala alihi washohbihi wasallam (Semoga Allah memberikan rohmat kepada Baginda Muhammad beserta keluarga dan sahabat beliau, dan juga kesejahteraan), karena sesungguhnya orang yang melakukannya maka Allah akan memasrahkan malaikat kepadanya yang mencegah mereka (orang-orang) dari ghibah (menggunjing) sehingga mereka tidak menggunjing kepadamu semua”. 

Kemudian Ustaz Furqon mengajak untuk mengamalkan ini, yaitu mengucapkan kalimat bismillahirrohmaanirrohiim (karena sangat mudah dan sederhana sekali) setiap akan melakukan sesuatu baik pada saat berdiri maupun duduk. "Supaya kita mendapatkan keutamaannya," tegasnya.

Ustaz Furqon juga mengajak untuk mengamalkan ini dengan istiqomah (salah satu amalan yang kita persembahkan kepada Allah) dengan tujuan untuk bertaqorrub kepada Allah. "Mendekatkan diri kita sedekat dekatnya kepada Allah SWT," pungkasnya.[] *Achmad Muit*

Senin, 27 Juni 2022

Renungan Al-Baqarah ayat 115, Guru Luthfi: Menghadap Kiblat Ketika Shalat


Tinta Media - Pengurus Majelis Baitul Qur'an, Tapin, Guru Luthfi Hidayat menjelaskan kandungan dari Qur'an Surat Al-Baqarah ayat ke 115 bahwa ketika shalat menghadap kiblat.

“Kita akan sama-sama merenungkan Firman Allah Surat Al-Baqarah ayat ke 115 bahwa ketika shalat menghadap kiblat,” tuturnya dalam program Kajian Jumat Bersama Al Qur'an: Menghadap Kiblat Ketika Shalat, Jumat (10/6/2022) di kanal Youtube Majelis Baitul Qur'an.

Firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala:

وَاللهِ المَشْرِقُ وَالمَغْرِبُ فَأَينَما تُوَلُّوا فَثَمَّ وَجْهُ اللهِ إنّ
اللهَ واسِعٌ عَلِيم

“Dan kepunyaan Allah-lah Timur dan Barat, maka ke mana pun kalian menghadap disitulah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui,” (TQS. Al-Baqarah [2]: 115).

Ia mengatakan bahwa Imam Ibnu Katsir memberikan latar belakang akan ayat ini.
“Ayat ini -wallahu a’lam-, mengandung hiburan bagi Rasulullah Saw. dan para sahabatnya yang diusir dari Makkah dan dipisahkan dari masjid dan tempat salat mereka,” ucapnya.

Menurutnya, dulu Rasulullah SAW mengerjakan shalat di Makkah dengan menghadap ke Baitul Maqdis, sedang Ka'bah berada dihadapannya. Dan ketika hijrah ke Madinah, beliau dihadapkan langsung ke Baitul Maqdis selama 16 atau 17 bulan. “Dan setelah itu, Allah Ta'ala menyuruhnya menghadap Kabah,” katanya.

Imam Al Qurthubi  di dalam tafsir beliau Al Jami li Ahkamil Qur'an memberikan penjelasan dari Firman Allah Swt.: المَشْرِقُ وَالمَغْرِبُ
“Dan kepunyaan Allah-lah Timur dan Barat.”
Ia memaparkan penjelasannya bahwa Al Masyriq adalah tempat terbitnya matahari (timur) sedangkan Al Maghrib adalah tempat terbenamnya matahari (barat).

“Maksudnya tempat terbit dan tempat terbenamnya matahari itu adalah milik Allah Swt., juga apa yang ada diantara keduanya, yaitu arah dan makhluk dengan penciptaan dan pembentukan,” paparnya.

Ia menuturkan, selain penghormatan, juga karena sebab musabab ayat ini menuntut agar Timur dan Barat disebutkan.
“Timur dan Barat disebutkan secara khusus dan disandarkan kepada lafadz Allah sebagai tanda penghormatan. Seperti pada kalimat Bait’ullah, naaqatallah (onta Allah),” tuturnya.

Kemudian, ia menjelaskan bahwa Imam Ibnu Katsir dalam kitab An Naasikh wa Mansukh menyebutkan Abu Zubair, Qasim bin Salam meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa ayat Al Qur'an yang pertama kali dinasakh  dan yang telah diceritakan kepada mereka -wallahu a'lam- adalah masalah kiblat.

“Maka Rasulullah Saw. pun menghadap dan mengerjakan salat ke arag Baitul Maqdis dan menibggalkan Baitul’atiq (Ka'bah). Setelah itu Allah Ta'alla memerintahkannya untuk menghadap ke Baitul’atiq atau Ka'bah,” jelasnya.

Dan Allah pun menasakh  perintah-nya dari menghadap ke Baitul Maqdis. Allah berfirman: “Dan dari mana saja engkau keluar, maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kalian berada maka palingkanlah wajah kalian ke arahnya.” (QS. Al-Baqarah, [2]: 150).

Kembali ia menerangkan penjelasan dari Imam Al Qurthubi  bahwa ada dua perbedaan para ulama atas pemahaman ayat:
فَأَينَما تُوَلُّوا فَثَمَّ وَجْهُ اللهِ

Pertama, berkata Abdullah bin Amir bin Rabi'ah bahwa ayat ini diturunkan tentang orang-orang yang menghadap kiblat pada malam yang gelap gulita. 

“Mayoritas ahli ilmu berpendapat bahwa ayat ini turun dikarenakan orang-orang yang salat dalam sebuah perjalanan di malam hari, tidak tahu di mana kiblat sehingga mereka salat sesuai dengan arahnya. Dan keesokan harinya, mereka menceritakan hal tersebut kepada Rasulullah SAW, sehingga turunlah ayat ini, diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dari Abdullah bin Amir bin Rabi'ah,” bebernya.

Dan Imam Al Qurthubi mengatakan, pendapat ini juga merupakan pendapat Abu Hanifah dan Malik. Hanya saja Imam Malik berkata, “Orang yang salah tanpa menghadap kiblat itu disunahkan mengulangi salatnya pada waktunya.”

Ia menuturkan pendapat Imam Al Qurthubi.
“Namun hal itu bukanlah suatu kewajiban baginya sebab dia telah melaksanakan kewajibannya sesuai dengan apa yang diperintahkan kepadanya,” tuturnya.

“Namun Mughirah dan Asy-syar’i berkata ‘Shalat itu tidak cukup (tidak sah) baginya. Sebab menghadap kiblat merupakan salah satu syarat shalat.’,” ucapnya.

Kedua, terkait ayat tersebut bahwa Ibnu Umar mengatakan ayat ini diturunkan tentang seorang musafir yang melakukan salat sunah seraya menghadap ke mana pun hewan tunggangannya menghadap,”.
“Tidak ada silang pendapat di antara  para ulama mengenai diperbolehkannya melaksanakan salat sunah di atas hewan tunggangan,” katanya.

Ketiga, Ibnu Said mengatakan orang-orang Yahudi menganggap baik shalat Nabi menghadap ke Baitul Maqdis. Mereka mengatakan bahwa Nabi mendapatkan petunjuk melainkan karena mereka (Yahudi). Dan ketika kiblat dialihkan ke Ka'bah, Yahudi mempertanyakan umat Islam yang telah berpaling dari kilahnya (Baitul Maqdis). “Maka turunlah ayat ini,” ujarnya.

Sementara, ia menjelaskan pendapat Mujahid yang mengatakan di mana pun kalian (umat Islam) berada maka bagi kalian menghadap ke Ka'bah.

“Dan dikatakan bahwa Allah Swt. menurunkan ayat ini sebelum diwajibkannya menghadap Ka'bah,  yakni Surat Al-Baqarah ayat 150 yang menasakh ayat ini,” jelasnya.

Selanjutnya ia menerangkan penutup ayat ini:
إنّ اللهَ واسِعٌ عَلِيم
“Sesungguhnya Allah Maha luas lagi Maha mengetahui.”

“Menurut Ibnu Jarir, bahwa Allah meliputi semua makhluk-Nya dengan kecukupan, kedermawanan, dan karunia. Sedangkan makna firman-Nya, yakni Allah mengetahui semua perbuatan makhluk-Nya,” jelasnya.

“Tidak ada satu perbuatan pun yang tersembunyi dan luput dari-Nya, tetapi sebaliknya, Dia Maha mengetahui seluruh perbuatan mereka. Demikianlah makna Firman Allah SWT dalam Surat Al-Baqarah ayat 115,” pungkasnya. [] Ageng Kartika
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab