Hal-hal yang Disesali oleh Penuntut Ilmu
Tinta Media - Pengasuh Kajian Mutiara Ummat (mutu) sekaligus penulis, L. Nur Salamah, S.Pd. kembali menceritakan kisah berkaitan dengan hal-hal yang disesali oleh penuntut ilmu.
"Diceritakan dari seorang syaikh al imam, Majduddin as-Sharkhoki. Bahwasanya dia berkata, apa-apa yang pernah kami tulis (huruf kecil-kecil atau tidak jelas atau ala kadarnya) kami sesali. Dan apa yang kami pilih-pilih, kami sesali, dan apa-apa yang tidak kami bandingkan juga kami sesali," tuturnya pada saat menyampaikan kajian mutu, Selasa (14/3/2023) di Batam.
Adapun maksud kalimat 'yang kami pilih-pilih', lanjutnya, kadang dalam sebuah majelis ilmu, ketika guru menjelaskan tentang suatu hal, kita pilih-pilih, mana yang menurut kita penting dicatat, kalau dirasa kurang penting tidak dicatat, karena dianggap 'gampang'. Padahal suatu saat adakalanya kita lupa atau bingung maksud dari penjelasan tersebut, karena kita tidak mencatat dengan lengkap penjelasan dari guru kita.
Ia juga menjelaskan maksud dari 'apa-apa yang tidak kami bandingkan'. "Bahwasanya ketika dalam suatu majelis ilmu atau sedang belajar, tidak selamanya kita duduk di depan atau dekat dengan guru/ustadz. Sehingga, bisa jadi apa yang kita catat kurang lengkap dibandingkan dengan murid yang lain atau peserta kajian yang lain. Jadi, agar catatan kita lengkap, kita bandingkan dengan orang lain yang dekat dengan guru atau duduk di depan. Seandainya ada maksud yang belum paham kita tanyakan kepada teman kita," bebernya.
Selanjutnya, ia juga menyampaikan tentang anjuran bahwa buku tulis atau kitab itu sebaiknya berbentuk segi empat, agar lebih memudahkan dalam menyusun.
"Sebaiknya untuk mengadakan bentuk atau potongan buku tulis itu segi empat, karena hal tersebut (bentuk segi empat) lebih mudah untuk dibawa, mudah diletakkan dan mudah disusun," ujarnya.
Bunda, sapaan akrabnya juga menyampaikan, termasuk bagian dari mengagungkan ilmu adalah dengan tidak menggunakan tinta berwarna merah. Karena bukan bagian dari kebiasaan ulama Salafus Saleh.
"Dan sebaiknya, tidak digunakan dalam buku atau kitab sesuatu/warna merah. Karena sesungguhnya warna merah itu kebiasaan ahli filsafat, bukan kebiasaan ulama Salafus Saleh. Dan adapun guru-guru kami tidak suka menggunakan kendaraan dengan warna merah," terangnya.
Ustadzah Nur juga menjelaskan bahwasannya seorang penuntut ilmu itu sebaiknya saling mengasihi/ berkasih sayang terhadap teman-temannya (sejenis).
"Dan sebagian dari menghormati ilmu adalah menghormati teman dalam menuntut ilmu, dan kita belajar darinya. Berkasih sayang (sesama jenis) itu tercela kecuali dalam menuntut ilmu.
Maksud dari pernyataan tersebut, imbuhnya, kita tidak boleh saling berkasih sayang sesama jenis (gay atau lesbian) karena itu perbuatan tercela. Kasih sayang yang dimaksudkan adalah saling memberi semangat, saling memotivasi dan saling menolong maupun saling mendoakan dalam hal menuntut ilmu.
Ia juga menyampaikan bahwasanya termasuk bagian dari mengagungkan ilmu adalah mengasihi Ustadz dan teman-temannya untuk mengambil faedah dari mereka. "Maka sebaiknya untuk mengasihi ustaznya dan teman-temannya, untuk mengambil faedah darinya," katanya.
Setiap orang (penuntut ilmu), lanjutnya, pasti memiliki kelebihan dan kekurangan. Oleh karenanya kita harus bijak. Tidak boleh saling menonjolkan diri. Semestinya saling melengkapi kekurangan, saling menyemangati dan saling memotivasi.
Bunda juga menyampaikan bahwa sebagai penuntut ilmu harus senantiasa mendengarkan ilmu dan hikmah dengan penuh hormat. Karena itu yang akan mengantarkan kepada keberkahan.
"Sebaiknya bagi penuntut ilmu, ketika mendengarkan ilmu dan hikmah dengan rasa mengagungkan dan menghormati. Meskipun telah mendengar masalah dan hikmah yang sama seribu kali," jelasnya.
Dikatakan, ujarnya kembali, barang siapa yang menghormati ilmu, setelah seribu kali, sebagaimana ketika ia mendengar yang pertama kalinya, maka dia bukanlah ahli ilmu.
Terakhir, Bunda menjelaskan maksud dari pernyataan di atas. "Maksudnya, meskipun kita sudah sering mendengar, tentang suatu ilmu, dan sikap kita tetap harus hormat. Karena jika kita terbesit untuk meremehkan, maka ilmu yang kita pelajari tidak akan barokah. Misalnya : Itu lagi itu lagi. Dah pernah aku mendengar kajian itu dan lain-lain. Maka jika ada yang seperti itu, maka dia itu bukan ahli ilmu," pungkasnya.[] Bey