Tinta Media: Kajian Tafsir
Tampilkan postingan dengan label Kajian Tafsir. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kajian Tafsir. Tampilkan semua postingan

Selasa, 06 Juni 2023

Kiai Labib: Iman kepada Al-Qur'an Itu Artinya...

Tinta Media - Ulama Aswaja KH. Rokhmat S. Labib dalam tausiyahnya menegaskan bahwa iman kepada Al-Qur'an itu artinya beriman kepada semua berita yang disampaikan oleh Al-Qur'an. 

"Iman kepada Qur'an itu artinya beriman terhadap semua yang diberitakan di dalam Al-Qur'an," tuturnya dalam tausiyah Kajian Tafsir Al-Waie: 'Bisa Jadi Kafir bila Sebut Qur'an itu Buatan Nabi', Rabu (31/5/2023) di kanal Youtube Khilafah Channel Reborn. 

Kiai Labib sebelumnya membacakan terlebih dahulu surat Al-Qiyamah ayat 16-19. Kemudian dari ayat ini Kiai menyampaikan munasabah ayat. Hubungan ayat sebelum dan sesudah. 

Kiai mengatakan bahwa surat ini dinamakan Al Qiyamah karena Allah bersumpah diawal ayat dengan hari kiamat. 

"Surat ini disebut Al-Qiyamah karena di awal ayat Allah bersumpah dengan hari kiamat" Jelasnya.

Ayat ini juga, lanjut Kiai. Menunjukan ada sebagian orang yang mendustakan. "Mereka tidak percaya tentang kejadian hari kiamat," terangnya.

Maka, ayat ini meyakinkan tentang keberadaan hari kiamat dan peristiwa apa saja yang akan terjadi setelah hari kiamat. 

"Kemudian diceritakan beberapa peristiwa yang akan terjadi pada hari kiamat itu," ujarnya.

Kiai juga mengingatkan bahwa pada saat itu manusia akan diberitahu apa saja yang telah diperbuatnya. 

"Termasuk bagian penting yang terjadi pada hari kiamat itu adalah manusia itu akan diberitahu apa saja yang telah mereka lakukan selama di dunia," ungkapnya. 

Dari sini Kiai menegaskan bahwa kiamat itu pasti terjadi. Terjadinya peristiwa kiamat itu bukan berdasarkan pada akal tapi harus dari Al Qur'an. 

"Bahwa hari kiamat pasti terjadi, dalilnya adalah Al-Qur'an," ungkapnya.

Jadi, lanjut Kiai, dalil bahwa hari kiamat itu pasti terjadi bukan didasarkan pada Akal. "Karena akal manusia tidak bisa menjangkau," tegasnya.

Kiai memberikan contoh perbedaan beriman kepada Allah berbeda dengan keimanan kepada hari kiamat. "Kalau iman kepada Allah itu akal manusia bisa memastikan," jelasnya. 

"Tapi kalau hari kiamat, itu tidak bisa akal menyimpulkan. Misalnya, setelah orang mati, bagaimana suatu saat hari kiamat akan dibangkitkan kembali?" jelasnya.

Maka, kata Kiai menyimpulkan bahwa peristiwa ini memerlukan informasi tidak mungkin dihasilkan dari akal. Informasi berita tentang hari kiamat itu ada dalam Al-Qur'an.

Oleh karena itu, lanjut Kiai, kalau orang ingkar dari Al-Qur'an, sudah pasti dia ingkar pada hari kiamat. 

Begitupun sebaliknya, kalau orang beriman kepada Qur'an maka akan beriman kepada hari kiamat. "Kalau dia ingkar terhadap hari kiamat berarti dia tidak beriman kepada Al-Qur'an," pungkasnya.[] Teti Rostika

Minggu, 05 Maret 2023

Guru Luthfi: Orang yang Tetap Kafir Dilaknat Allah, Malaikat, dan Manusia

Tinta Media - Pengurus Majelis Baitul Qur’an, Tapin,  Guru H. Luthfi Hidayat menjelaskan tentang kondisi orang-orang yang mengingkari Allah Swt dalam surat Al-Baqarah ayat 161-162.

“Kondisi orang-orang yang mengingkari Allah Swt. hingga saat ajal menjemputnya adalah mereka tetap dalam keadaan kafir, yaitu orang-orang kafir, menutupi kebenaran, dan terus menerus bersikeras menutupi kebenaran itu dalam hidupnya. Keadaan demikian itu akan menjadikan orang-orang yang mengingkari Allah Swt. itu mendapat laknat Allah, malaikat, dan manusia secara keseluruhan,” ungkapnya dalam Kajian Jumat Bersama Al-Qur’an: Orang yang Tetap dalam Kekafiran Dilaknat Allah, Malaikat, dan Manusia Secara Keseluruhan, Jumat (24/2/2023), di kanal Youtube Majelis Baitul Qur’an.

Bahkan, menurutnya, Al-Qur’an menggambarkan kondisi itu terus berlangsung hingga hari kiamat kelak. "Dan laknat itu terjadi di antara mereka. Orang-orang kafir itu sebagian mereka dengan sebagian yang lain saling melaknat,” tuturnya.

Firman Allah Swt.:

 إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا وَماتُوا وَهُمْ كُفَّارٌ أُولئِكَ عَلَيْهِمْ لَعْنَةُ اللَّهِ وَالْمَلائِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ (١٦١) خالِدِينَ فِيها لَا يُخَفَّفُ عَنْهُمُ الْعَذابُ وَلا هُمْ يُنْظَرُونَ (١٦٢)

“Sesungguhnya orang-orang kafir dan mereka mati dalam keadaan kafir, mereka itu mendapati laknat Allah, para malaikat, dan manusia seluruhnya (QS. 2: 161). Mereka kekal di dalam laknat itu, tidak akan diringankan siksa dari mereka dan tidak pula mereka diberi tangguh (QS. 2: 162).

Guru Luthfi menyebutkan penjelasan Imam Muhammad Ali Ash Shabuni dari kalimat   إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا وَماتُوا وَهُمْ كُفَّارٌ.
“Artinya orang-orang yang ingkar kepada Allah dan terus menerus dalam kekafiran hingga mereka menemui ajalnya, mereka akan senantiasa dalam kekafiran,” ujarnya.

Imam Al Qurthubi menjelaskan kalimat وَهُمْ كُفَّارٌ . Yakni mereka mati dalam keadaan kafir bahwa dalam perkataan Ibnu Arabi tidak diperbolehkan melaknat orang kafir tertentu karena tidak tahu bagaimana keadaannya nanti  ketika ia wafat, namun untuk melaknat seseorang pada ayat ini, Allah Swt. telah memberikan syarat, yaitu yang wafatnya dalam keadaan kafir. 

“Imam Al Qurthubi menambahkan maksud ayat dengan makna tadi adalah pada hari kiamat nanti semua orang akan melaknat orang kafir agar mereka merasakan sakit dan pedih dalam hati mereka. Mudah-mudahan laknat itu dapat menjadi hukuman bagi mereka pada saat itu sebagaimana firman Allah Swt. dalam surat Al Ankabut ayat 25,” ungkapnya.

Ia menerangkan adanya perbedaan pendapat dalam melaknat orang tertentu yang melakukan kemaksiatan. Pendapat yang tidak membolehkan berdasarkan dalil hadis sahih. Dalam sebuah riwayat dari Nabi saw. Bahwasanya beliau sering mendatangi seorang peminum minuman keras, lalu suatu hari seorang sahabat yang ikut dengan beliau mengatakan semoga Allah melaknat perbuatan yang tidak terpuji. 
“Lalu Rasulullah saw. bersabda: Janganlah jadi penolong setan (untuk memusuhi saudaramu). Di sini Rasulullah saw. tetap menyebut orang tersebut sebagai saudara walaupun ia seorang peminum khamr,” katanya.

Pendapat yang membolehkan adalah menurut Ibnu Arabi. “Ini merupakan ijma’ para ulama sebagaimana sabda Rasulullah yang lain, diriwayatkan oleh Bukhari bahwa sesungguhnya Allah melaknat pencari sebutir telur (dari emas) lalu dipotong tangannya,” ucapnya.

Ia melanjutkan bahwa makna asal kata “laknat” sendiri adalah mengusir atau menjauhkan. “Oleh karena itu, laknat yang berasal dari hamba adalah pengusiran, sementara laknat dari Allah Swt. adalah hukuman atau dijauhkan dari rahmat Allah,” terangnya

Makna dari kalimat: أُولئِكَ عَلَيْهِمْ لَعْنَةُ اللَّهِ وَالْمَلائِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ
“Mereka mendapat laknat Allah, para malaikat, dan penduduk bumi seluruhnya, sekalipun orang kafir. Sesungguhnya mereka itu pun pada hari kiamat satu sama lain akan saling melaknati,” ungkapnya.

Ia kembali menjelaskan makna dari ayat 162: 
خالِدِينَ فِيها لَا يُخَفَّفُ عَنْهُمُ الْعَذابُ وَلا هُمْ يُنْظَرُونَ
Dalam ayat ini Allah menambahkan penekanan tauhid atas laknat tersebut.
“Artinya mereka akan kekal di dalam neraka. Sesungguhnya siksa mereka di neraka jahanam akan kekal dan tidak akan terputus. Sekali-kali siksa mereka todak akan diringankan sekejap mata pun. Naudzubillah tsumma naudzubillah,” pungkasnya. [] Ageng Kartika

Minggu, 12 Februari 2023

Guru Luthfi: Inilah Balasan Kebaikan bagi yang Bersabar dan Mengucapkan Kalimat Istirja

Tinta Media - Meresapi Surat Al-Baqarah ayat 157, Pengasuh Majelis Baitul Qur’an, Tapin, Guru H. Luthfi Hidayat menyatakan bahwa Allah memberi balasan bagi seorang mukmin yang bersabar saat tertimpa musibah dengan mengucapkan kalimat istirja, inna lillahi wa inna ilaihi rajiun.

“Betapa banyak ganjaran yang Allah berikan saat seseorang mendapat musibah, kemudian ia bersabar dan mengucapkan kalimat istirja, inna lillahi wa inna ilaihi rajiun,” tuturnya dalam Kajian Jumat Bersama Al-Qur’an: Berbagai Balasan Kebaikan bagi yang Mengucapkan Kalimat Istirja, Jumat (3/2/2023) di kanal Youtube Majelis Baitul Qur’an.

Ia mengungkapkan mukmin tersebut akan mendapatkan banyak ganjaran berupa shalawat, rahmat, dan keberuntungan. Selain itu memperoleh pujian dan kasih sayang dari Allah. 

“Mendapat permohonan ampunan dosa dari malaikat, keamanan dari azab, penambahan derajat dari Allah di dunia dan di akhirat, diringankan dari musibah itu, dihilangkan kesulitan dan dipenuhinya berbagai hajat atau keperluan. Dan mereka selalu mendapat bimbingan dan petunjuk dari Allah SWT,” ungkapnya.

Firman Allah SWT:

أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمْ اْلمُهْتَدُونَ(١٥٧)

“Mereka itulah yang mendapatkan keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Rabb-Nya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk,” (TQS. Al-Baqarah [2]: 157).

Guru Luthfi mengatakan penjelasan dari Imam Ibnu Katsir tentang kondisi orang yang bersabar dan mengucapkan kalimat istirja. Allah SWT memberitahukan mengenai apa yang diberikan kepada mereka (yakni yang bersabar dan mengucapkan “inna lillahi wa inna ilaihi rajiun, dengan Firman-Nya: 
أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِهِمْ وَرَحْمَة 
mereka  itulah yang mendapatkan keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Rabb-Nya.
“Artinya pujian dan kasih sayang dari Allah Ta’ala atas mereka. Imam Ibnu Katsir menekankan, ini merupakan dua balasan. Sementara menurut Sa’id bin Jubair, artinya keselamatan atau keamanan dari azab,” katanya.

Sementara Imam Ali Ash Shabuni dalam Tafsirnya Shafwatu Tafasir menjelaskan dari kalimat “shalawat” ini, yakni makna asal dari kata salat atau shalawat ini adalah berdoa. Dari Allah bermakna rahmat dan daru malaikat bermakna meminta ampunan.

Ia pun menuturkan penjelasan dari Imam Al Qurthubi dalam Tafsirnya Al Jaami’ li Ahkamil Qur’an. Ini adalah limpahan nikmat dari Allah SWT kepada orang yang bersabar dan selalu mengucapkan inna lillahi wa inna ilaihi rajiun setiap ia mengalami musibah. Kalimat shalawatun mir rabbihim dalam ayat yang mulia ini merupakan shalawat Allah atas hamba-Nya.
“Adalah magfirah atau ampunan-Nya, rahmat atau kasih sayang-Nya, barakah atau tambahan kebaikan-Nya, dan derajat yang diberikan kepadanya di dunia dan di akhirat,” tuturnya.

Sementara pendapat lain dari Az- Zujaj yang mengatakan makna kalimat shalawat dari Allah adalah pemberian ampunan, pujian, dan kebaikan dari Allah SWT. 
“Makna inilah yang diambil ketika salat atas mayit, shalawat merupakan pujian dan doa untuk mereka yang telah meninggal,” ujarnya.
Ia menambahkan pendapat lain yang bermakna rahmat itu sebagai penghilang kesulitan dan memberikan yang dibutuhkan.

Guru Luthfi menyebutkan dalam kitab sahih Al Bukhari bahwa Umar radiallahu anhu mengatakan dua ayat dari Surat Al-Baqarah ayat 156-157 adalah sebaik-baik dua nilai dan sebaik-baik derajat. Dan pendapat lain tentang ayat ini (Surat Al-Baqarah ayat 157) merupakan pemberian ganjaran dan pelepasan pahala.
“Dan ada juga pendapat lain, yakni meringankan musibah dan meredamkan kesedihan,” ucapnya.

Ia mengakhiri penjelasan dari ayat yang mulia ini, yaitu: وَأُولَئِكَ هُمْ اْلمُهْتَدُونَ
Dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.
Bahwa Amirul Mukminin Umar bin Khattab ra mengatakan alangkah nikmatnya dua balasan itu, dan betapa menyenangkan (anugerah) tambahan itu. [] Ageng Kartika

Jumat, 03 Februari 2023

Guru Luthfi Jelaskan Makna Kalimat Istirja’

Tinta Media - Pengurus Majelis Baitul Qur’an, Tapin, Guru H Luthfi Hidayat menjelaskan makna kalimat istirja’ dalam  Al-Qur'an Surat Al-Baqarah ayat 156.

“Dengan kalimat istirja’ ini, inna lillahi wa inna ilaihi rajiun, kita diajarkan dan dituntut, sekecil apa pun yang menimpa kita, wajib meyakininya bahwa semua itu dari Allah dan terus mengingatkan kita, suatu saat akan kembali kepada Allah,” katanya dalam Kajian Jumat Bersama Al-Qur’an: Hakikat Makna Kalimat Istirja’, Jumat (27/1/2023), di kanal Youtube Majelis Baitul Qur’an.
 
Dalam pandangan Islam, menurutnya bukan persoalan upaya manusia untuk menghindari musibah, namun at Islam dituntun Allah bahwa segala yang menimpa manusia hakikatnya dari Allah SWT.

“Karena musibah ini sesuatu yang memang tidak bisa kita hindari, namun kita dituntut Allah bahwa segala yang telah menimpa kita, hakikatnya dari Allah SWT,” tuturnya.

Dan musibah terbesar adalah musibah dalam agama. Ia menjelaskan bahwa Abu Umar menyebutkan sebuah riwayat dari Al Firyabi, ia mengatakan: Fithr bin Khalifah memberitahukan dari Atha’ bin Abi Rabah bahwa Rasulullah SAW bersabda:

“Jika salah seorang dari kalian mengalami suatu musibah maka bandingkanlag musibahnya dengan musibahku. Karena musibah yang aku alami adalah musibah yang terberat”.

Firman Allah SWT:

الَّذِين إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيْبَةٌ قَا لُوا إِنَّا للهِ وَإِنَّا إليهِ رَاجِعُونَ (١٥٢)

“(Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan:”Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun” (TQS. Al-Baqarah [2]: 156).

Imam Ali Ash Shabuni menyebutkan bahwa ayat ini menjelaskan pengertian orang-orang yang bersabar. Hal ini menurut Guru Luthfi senada dengan yang telah dikemukakan oleh Imam Ibnu Katsir. Firman Allah SWT:

 الَّذِين إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيْبَةٌ

“(Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah”. Artinya apabila ditimpakan kepada mereka cobaan, musibah, atau sesuatu yang dibenci. 

 لُوا إِنَّا للهِ وَإِنَّا إليهِ رَاجِعُونَ

“Mereka mengucapkan: ”Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun”.

Imam Al Qurthubi menyebutkan bahwa Allah SWT telah menjadikan kalimat ini (innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun), sebagai tempat bernaung bagi orang mukmin yang tengah mengalami musibah dan juga penjagaan bagi orang-orang yang sedang diuji.

“Karena kalimat ini terdapat sekumpulan makna yang diperhatikan,” tuturnya.

Ia menerangkan sebab firman Allah “Innaa lillahi”, (sesungguhnya kami milik Allah) adalah sebuah ucapan tauhid (pengesahan Tuhan) dan kesaksian atas kepemilikan dan penyembuhan kepada-Nya.

“Sedangkan firman-Nya “wa inna lillahi raaji’uun” (dan sesungguhnya kepada-Nyalah kami juga akan kembali) adalah kesaksian kita atas kepastian binasanya setiap manusia, pembangkitan dari kubur mereka, dan keyakinan bahwa setiap perkara pasti akan dikembalikan hanya kepada-Nya,” terangnya.

Imam Ibnu Katsir menerangkan kalimat istirja’ ini, yakni innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun. 
“Artinya mereka menghibur diri dengan ucapan ini atas apa yang menimpa mereka dan mereka mengetahui bahwa diri mereka adalah milik Allah Ta’ala, Ia memperlakukan hamba-Nya sesuai dengan kehendak-Nya,” urainya.

Selain itu, ia mengatakan bahwa manusia juga mengetahui bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan amalan mereka meski hanya sebesar biji sawi pada hari kiamat kelak. 
“Dan hal itu menjadikan mereka mengakui dirinya seorang hamba di hadapan-Nya, dan akan kembali kepada-Nya kelak di akhirat,” katanya.

Ia menerangkan penjelasan musibah dari Tafsir Imam Al Qurthubi, yakni Al Jaami’ li Ahkamil Qur’an. Musibah itu adalah segala yang diderita dan dirasakan oleh seorang mukmin. Dikatakan dalam lisan Arab: ashaaba-ishaabatan, mushibatan, mushaaban.

“Musibah yang kita mengatakan innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun adalah perkara yang kecil hingga perkara yang besar,” ujarnya.

Sebuah riwayat dari Akramah menyebutkan bahwa pada suatu malam lentera Rasulullah SAW mendadak padam, lalu Rasulullah SAW menyebut: “Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun. Kemudian Rasulullah SAW ditanya oleh seorang sahabat: “Apakah itu termasuk salah satu musibah, wahai Rasulullah?”, beliau menjawab: ”Benar, setiap penderitaan yang dirasakan oleh seorang mukmin adalah sebuah musibah”.

Ia mengakhirinya dengan mengingatkan kalimat istirja’ ini, umat Islam diajarkan dan dituntun, sekecil apa pun musibah yang menimpa, maka wajib meyakini bahwa itu semua dari Allah.

“Dan terus mengingatkan kita pada suatu saat akan kembali kepada Allah,” pungkasnya. [] Ageng Kartika

Guru Luthfi Jelaskan Makna Kalimat Istirja’

Tinta Media - Pengurus Majelis Baitul Qur’an, Tapin, Guru H Luthfi Hidayat menjelaskan makna kalimat istirja’ dalam  Al-Qur'an Surat Al-Baqarah ayat 156.

“Dengan kalimat istirja’ ini, inna lillahi wa inna ilaihi rajiun, kita diajarkan dan dituntut, sekecil apa pun yang menimpa kita, wajib meyakininya bahwa semua itu dari Allah dan terus mengingatkan kita, suatu saat akan kembali kepada Allah,” katanya dalam Kajian Jumat Bersama Al-Qur’an: Hakikat Makna Kalimat Istirja’, Jumat (27/1/2023), di kanal Youtube Majelis Baitul Qur’an.
 
Dalam pandangan Islam, menurutnya bukan persoalan upaya manusia untuk menghindari musibah, namun at Islam dituntun Allah bahwa segala yang menimpa manusia hakikatnya dari Allah SWT.

“Karena musibah ini sesuatu yang memang tidak bisa kita hindari, namun kita dituntut Allah bahwa segala yang telah menimpa kita, hakikatnya dari Allah SWT,” tuturnya.

Dan musibah terbesar adalah musibah dalam agama. Ia menjelaskan bahwa Abu Umar menyebutkan sebuah riwayat dari Al Firyabi, ia mengatakan: Fithr bin Khalifah memberitahukan dari Atha’ bin Abi Rabah bahwa Rasulullah SAW bersabda:

“Jika salah seorang dari kalian mengalami suatu musibah maka bandingkanlag musibahnya dengan musibahku. Karena musibah yang aku alami adalah musibah yang terberat”.

Firman Allah SWT:

الَّذِين إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيْبَةٌ قَا لُوا إِنَّا للهِ وَإِنَّا إليهِ رَاجِعُونَ (١٥٢)

“(Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan:”Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun” (TQS. Al-Baqarah [2]: 156).

Imam Ali Ash Shabuni menyebutkan bahwa ayat ini menjelaskan pengertian orang-orang yang bersabar. Hal ini menurut Guru Luthfi senada dengan yang telah dikemukakan oleh Imam Ibnu Katsir. Firman Allah SWT:

 الَّذِين إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيْبَةٌ

“(Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah”. Artinya apabila ditimpakan kepada mereka cobaan, musibah, atau sesuatu yang dibenci. 

 لُوا إِنَّا للهِ وَإِنَّا إليهِ رَاجِعُونَ

“Mereka mengucapkan: ”Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun”.

Imam Al Qurthubi menyebutkan bahwa Allah SWT telah menjadikan kalimat ini (innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun), sebagai tempat bernaung bagi orang mukmin yang tengah mengalami musibah dan juga penjagaan bagi orang-orang yang sedang diuji.

“Karena kalimat ini terdapat sekumpulan makna yang diperhatikan,” tuturnya.

Ia menerangkan sebab firman Allah “Innaa lillahi”, (sesungguhnya kami milik Allah) adalah sebuah ucapan tauhid (pengesahan Tuhan) dan kesaksian atas kepemilikan dan penyembuhan kepada-Nya.

“Sedangkan firman-Nya “wa inna lillahi raaji’uun” (dan sesungguhnya kepada-Nyalah kami juga akan kembali) adalah kesaksian kita atas kepastian binasanya setiap manusia, pembangkitan dari kubur mereka, dan keyakinan bahwa setiap perkara pasti akan dikembalikan hanya kepada-Nya,” terangnya.

Imam Ibnu Katsir menerangkan kalimat istirja’ ini, yakni innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun. 
“Artinya mereka menghibur diri dengan ucapan ini atas apa yang menimpa mereka dan mereka mengetahui bahwa diri mereka adalah milik Allah Ta’ala, Ia memperlakukan hamba-Nya sesuai dengan kehendak-Nya,” urainya.

Selain itu, ia mengatakan bahwa manusia juga mengetahui bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan amalan mereka meski hanya sebesar biji sawi pada hari kiamat kelak. 
“Dan hal itu menjadikan mereka mengakui dirinya seorang hamba di hadapan-Nya, dan akan kembali kepada-Nya kelak di akhirat,” katanya.

Ia menerangkan penjelasan musibah dari Tafsir Imam Al Qurthubi, yakni Al Jaami’ li Ahkamil Qur’an. Musibah itu adalah segala yang diderita dan dirasakan oleh seorang mukmin. Dikatakan dalam lisan Arab: ashaaba-ishaabatan, mushibatan, mushaaban.

“Musibah yang kita mengatakan innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun adalah perkara yang kecil hingga perkara yang besar,” ujarnya.

Sebuah riwayat dari Akramah menyebutkan bahwa pada suatu malam lentera Rasulullah SAW mendadak padam, lalu Rasulullah SAW menyebut: “Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun. Kemudian Rasulullah SAW ditanya oleh seorang sahabat: “Apakah itu termasuk salah satu musibah, wahai Rasulullah?”, beliau menjawab: ”Benar, setiap penderitaan yang dirasakan oleh seorang mukmin adalah sebuah musibah”.

Ia mengakhirinya dengan mengingatkan kalimat istirja’ ini, umat Islam diajarkan dan dituntun, sekecil apa pun musibah yang menimpa, maka wajib meyakini bahwa itu semua dari Allah.

“Dan terus mengingatkan kita pada suatu saat akan kembali kepada Allah,” pungkasnya. [] Ageng Kartika
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab