Selasa, 24 Januari 2023
Selasa, 10 Januari 2023
KUHP Baru, Antara Kepentingan Ekonomi dan Gaya Hidup Liberal
Tinta Media - Kontroversi
dan kritik RKUHP kini kembali disorot terkait pasal-pasalnya yang membahas hukum perzinaan. Setelah kesekian kali
revisi, draft terbaru RKHUP dirilis pada 30 November 2022 sudah disahkan
menjadi KUHP pada 6 Desember 2022. Berdasarkan UU tersebut terdapat aturan baru
yang melarang seks di luar nikah untuk penduduk lokal dan pelancong.
Berdasarkan KUHP baru, perzinaan akan diancam pidana penjara paling lama 1
tahun atau denda paling banyak kategori II, mencapai Rp 10 juta.
Pasal tersebut tuai kritik dari pakar dan masyarakat, karena dianggap bencana HAM dan melanggar hak kebebasan privasi. Hotman Paris mengutarakan kritiknya, tidak masuk akal kalau kasusnya kedua pihak yang berzina itu single dan apabila ingin dilaporkan terbatas hanya dari suami/istri, orang tua atau anak.
KUHP ini akan berlaku dalam tiga tahun bagi warga negara Indonesia, penduduk asing yang menetap di Indonesia, serta turis asing. Oleh karenanya, turis sudah mulai gelisah dan khawatir, terutama Australia. Banyak warganet Australia berkomentar hal ini akan menghancurkan industri pariwisata Bali.
Pasal dalam KUHP tentang perzinaan banyak yang tidak masuk akal. Jika terjadi perzinaan, yang bisa melaporkan dan membuat pengaduan hanya sebatas suami atau istri, orang tua terkait atau anaknya. Bagaimana jika ada kasus dan sang orang tua tidak mau melaporkan karena ikatan kekeluargaan atau orang tua merupakan orang terhormat dalam desa tersebut? Bagaimana kalau kedua pezina tidak mempunyai anak maupun orang tua?
Banyak sekali variabel yang dapat memengaruhi ketidakefektifan pasal ini. Sebagai contoh lain, dalam KUHP pasal 411 hukuman melakukan zina ialah pidana penjara paling lama 1 tahun, sedangkan dalam pasal 414 mengenai percabulan hukuman pidana penjara mulai dari 1 tahun hingga 9 tahun tergantung situasi dilakukannya percabulan. Sangat mengherankan dan aneh, seakan-akan lebih mending melakukan zina daripada percabulan.
Padahal dalam pandangan Islam, zina merupakan salah satu dosa besar, perbuatan yang dilarang keras oleh Allah SWT, derajatnya setara dengan syirik dan pembunuhan.
Walaupun dibalik semua kontroversi dan tidak konsistennya KUHP, banyak masyarakat masih menganggap larangan seks di luar nikah melanggar privasi dan hak asasi manusia. Menurut mereka, hal itu merupakan privasi yang harus dihargai walaupun bersifat imoral. Inilah salah satu bentuk pemikiran sekuler dan gaya hidup liberal ala Barat yang sudah tertanam dalam diri masyarakat sekarang, ‘my body my choice’, itulah slogan mereka.
Sedihnya lagi, banyak masyarakat terutama di bidang pariwisata mengkritik larangan seks di luar nikah ini akan merugikan mereka, karena memungkinkan turunnya turisme. Selain itu, tidak sedikit juga yang beranggapan larangan ini akan merusak perekonomian Indonesia, bukan hanya dari sisi pariwisata tetapi ketakutannya akan
investor-investor yang terancam tarik diri dari Indonesia. Sangat miris sekali, kelihatannya sumber perekonomian negara ini berpusat pada suatu yang sangat dibenci Allah SWT.
Akibat sistem sekuler dan paham liberal ini, banyak masyarakat yang sudah dibutakan dari mana yang halal dan haram. Semua perbuatan tidak lagi didasarkan atas mencari keridhaan Allah SWT, tetapi berdasarkan apa yang dapat menghasilkan manfaat dan keuntungan dunia saja.
RUHP ini merupakan produk akal manusia yang dilegislasi oleh negara. Dibuktikan dengan banyaknya kontroversi dan kejanggalan dalam KUHP, sudah pertanda akal manusia itu lemah dan terbatas. Akal manusia tidak mampu menciptakan aturan yang terbaik untuk manusia itu sendiri, yang ada hanya menimbulkan masalah baru seperti yang terjadi sekarang.
Kemoralan akan seks di luar nikah atau zina harusnya tidak perlu diperdebatkan lagi. Karena Allah SWT telah mengaturnya sedemikian rupa dalam Al-Qur’an. Sebagaimana firman-Nya, “Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan jalan yang buruk” (QS al-Isra’: 32).
Kemudian hukumannya pun sudah jelas dalam Al-Qur’an, sebagaimana Allah SWT berfirman, “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap satu dari keduanya dengan seratus kali deraan. Dan janganlah kamu belas kasihan kepada keduanya di dalam menjalankan (ketentuan) agama Allah yaitu jika kamu beriman kepada Allah dan hari akhir. Dan hendaklah (dalam melaksanakan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman” (QS an-Nur: 2)
Islam telah jelas menetapkan perbuatan dan sanksi terhadap pelakunya. Halal dan haram telah ditentukan berdasarkan syariat Islam. Ini yang harusnya menjadi panduan dalam membuat aturan, bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Sebab, hak membuat hukum hanya milik Allah SWT.
Oleh karenanya hal tersebut hanya bisa diwujudkan dengan kepemimpinan khalifah dalam institusi khilafah. Sebab, hanya khalifah yang mempunyai wewenang menyusun UU bukan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) seperti dalam demokrasi.[]
Oleh: Fatiyah Danaa Hidaayah
Anggota Komunitas Muslimah Menulis Depok
Kamis, 29 Desember 2022
Refleksi 2022, Aroma Islamofobia Kuat Menyengat di Pasal 188 KUHP
Tinta Media - Jurnalis Joko Prasetyo menilai aroma
islamofobia kuat menyengat di Pasal 188 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
yang disahkan pada 6 Desember 2022. “Selama 2022 ini banyak regulasi dan
kebijakan yang menunjukkan rezim ini islamofobia, salah satunya aroma
islamofobia kuat menyengat itu di pasal 188 KUHP terbaru,” ungkapnya kepada Tintamedia.web.id,
Kamis (29/12/2022).
Karena, lanjut Om Joy, sapaan akrabnya,
dalam pasal tersebut selain secara definitif melarang paham komunisme/marxisme, leninisme, juga memuat frasa, “Atau
paham lain yang bertentangan dengan Pancasila”. “Itu frasa yang tidak
definitif, ambigu, multitafsir, sangat ngaret, dan berdasarkan rekam
jejak rezim ini, kuat aroma untuk mengkriminalisasi khilafah ajaran Islam,”
tegasnya.
Om Joy meragukan kalau frasa ambigu
tersebut muncul murni untuk menjerat semua paham yang bertentangan dengan
Pancasila. “Itu apakah murni untuk menjerat paham lain yang bertentangan dengan
Pancasila atau untuk mengkriminalisasi khilafah ajaran Islam?” tanyanya.
Bukan apa-apa, lanjutnya, karena selama
ini khilafah kerap diopinikan rezim sebagai ideologi yang bertentangan dengan
Pancasila. Karena alasan itu pula ormas Islam yang istiqamah mendakwahkan
khilafah ajaran Islam dicabut badan hukum perkumpulannya, para aktivisnya
dipersekusi dan dikriminalisasi.
Tapi dalam waktu bersamaan, terang Om Joy,
rezim ini dengan sangat produktif mengamalkan paham kapitalisme, di antaranya:
privatisasi aset yang menurut Islam itu kepemilikan umum (milkiyah ammah)
yang haram diprivatisasi, meminjam uang berbunga dan juga melegalkan bunga bank
yang menurut Islam itu riba satu dirham saja dosanya setara berzina dengan
ibunya sendiri; dan lain sebagainya. “Selain itu, terlihat wellcome
dengan paham komunisme, yang jelas-jelas bertolak belakang dengan ajaran Islam,”
jelasnya.
Sekali lagi, ia pun menanyakan, apakah
yang dimaksud dengan frasa ambigu oleh rezim itu khilafah? “Bila menganggap
khilafah bertentangan dengan Pancasila, itu mengonfirmasi bahwa Pancasila
bertentangan dengan Islam. Mengapa? Karena khilafah bukanlah ideologi, tetapi
ajaran Islam di bidang pemerintahan. Hukumnya fardhu kifayah untuk ditegakkan,”
jelasnya.
Agar Leluasa
Menurutnya, rezim kerap menyebut khilafah
sebagai ideologi agar kaum islamofobia leluasa menista khilafah ajaran Islam
selain itu agar Muslim yang masih awam tidak mengetahui khilafah adalah ajaran
Islam di bidang pemerintahan.
“Soalnya, seawam-awamnya orang Islam,
mestilah membela ajaran agamanya bila dinistakan. Bagaimana agar leluasa
menista khilafah, ya fitnah saja khilafah sebagai ideologi. Lalu dimonsterisasi
dengan berbagai fitnah lainnya agar tampak menakutkan di mata orang-orang awam,”
ungkapnya.
Sebaliknya, jelas Om Joy, berbagai UU dan
kebijakan yang sangat kapitalistik (neolib/sangat pro oligarki meski
menyengsarakan rakyat) tidak dihapus dan rezim ini tetap saja bermesraan dengan
Kakak Besar (sebutan Presiden Jokowi kepada Presiden Komunis Cina Xi Jinping)
yang jelas-jelas membantai dan menyiksa Muslim Uighur, tidak dapat diragukan
lagi, ini hanya menambah fakta baru saja untuk menambah fakta sejarah yang
selama ini sudah terang benerang bahwa, "Pancasila memang dijadikan alat
oleh para sekuler-kapitalis dan ateis-komunis untuk menjegal
tauhid-Islam."
Makanya, lanjut Om Joy, tidak aneh kalau
ketua dari badan yang paling otoritatif dalam pembinaan 'ideologi' Pancasila,
BPIP, Prof. Dr. Yudian Wahyudi mengatakan, "Jadi kalau kita jujur, musuh
terbesar Pancasila itu ya agama, bukan kesukuan."
“Agama apa yang dimaksud kalau bukan Islam? Wong selama ini yang konsisten dipersekusi dan kriminalisasi itu hanya Islam kok, bukan agama lain,” pungkasnya.[] Achmad Mu’it
Selasa, 27 Desember 2022
Hukum Buatan Manusia Selamanya Unfaedah
Kamis, 22 Desember 2022
Larangan Seks di Luar Nikah Menuai Kontroversi
Selasa, 20 Desember 2022
Ahmad Sastra: Ada Relasi Kontraproduktif antara Penguasa dan Rakyat dalam KUHP
Senin, 19 Desember 2022
RKUHP DISAHKAN, TIRANI MINORITAS DPR TERHADAP MAYORITAS RAKYAT INDONESIA
Minggu, 18 Desember 2022
MMC: Larangan Seks di Luar Nikah Tak Tegas dalam KUHP
Tinta Media - Muslimah Media Center (MMC) menganggap bahwa larangan seks di luar nikah dalam KUHP yang baru tidak tegas.