KTP Digital Rentan Alami Kebocoran Data
Tinta Media - Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bandung Yudi Abdurrahman mengatakan bahwa penggunaan Identitas Kependudukan Digital (IKD) di Kab. Bandung masih sedikit. Dari 2,6 juta warga wajib punya KTP, baru sekitar 50.000 warga saja yang menggunakan KTP digital (IKD). Hal ini masih jauh dari target 600.000 pengguna IKD. Yudi mengemukakan bahwa rendahnya pengguna IKD dikarenakan pemahaman masyarakat akan manfaat IKD dan kepemilikan handphone yang sesuai untuk aplikasi IKD masih kurang. Selain itu, sarana dan prasarana juga mungkin menjadi kendala. Banyak wilayah di Kabupaten Bandung yang belum terakses internet yang stabil. (AYOBANDUNG.COM, 24/01/2024),
Manfaat IKD dikemukakan oleh Dirjen Kemendagri Zudan Arif Fakhrulloh, bahwa dengan menggunakan IKD, masyarakat tidak harus menggunakan KTP fisik untuk banyak keperluan karena dalam IKD sudah terangkum Kartu Keluarga, Sertifikat Covid-19, NPWP, BPJS hingga Daftar Peserta Pemilu 2024. Tidak perlu lagi KTP fisik memenuhi dompet kita, cukup di ponsel saja. Proses pembuatannya pun mudah dan cepat karena bisa secara online. Ini menghemat biaya, waktu, dan mencegah terjadinya pemalsuan serta penyalahgunaan data kependudukan.
Yang perlu dicermati adalah pernyataan bahwa penggunaan IKD dapat mencegah pemalsuan dan penyalahgunaan data. Benarkah demikian?
Ini pernyataan yang tidak relevan dengan kenyataan.
Seperti yang dilansir dari situs Muslimah News tanggal 30/1/2024, dilaporkan bahwa Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat mencatat ada dugaan pelanggaran hukum berupa kebocoran 666 juta data pribadi. Salah satunya dari Sistem Informasi Daftar Pemilih pada bulan November 2023. Kasus lain terjadi kebocoran 44 juta data pribadi dari aplikasi My Pertamina (November 2022), 35.9 juta data pengguna My Indihome. Ibaratnya, bila data pribadi kita sudah masuk sistem digital, seperti menyimpan motor di halaman rumah, mudah dicuri maling, rentan disalahgunakan.
Pada era digitalisasi saat ini, data pribadi bisa dimanfaatkan oleh orang-orang yang pintar teknologi komputer, tetapi tidak bermoral untuk, diperjualbelikan sesuai kepentingan mereka. Di sinilah seharusnya negara berperan dalam melindungi dan menjaga data pribadi warga negaranya. Bukankah salah satu fungsi negara ialah memberi kenyamanan bagi setiap warga dari kejahatan didunia maya?
Negara punya wewenang untuk melakukan hal itu. Namun, dalam sistem kapitalis, negara tidak menggunakan wewenang dan tanggung jawabnya secara optimal karena mereka hanya bertindak sebagai regulator, bahkan ada oknum penguasa ikut berperan sebagai pelaku bisnis digital. Rakyat dijadikan obyek konsumen bisnis mereka.
Berlainan dengan sistem Islam. Di dalam Islam, khilafah sebagai sistem paripurna akan mengemban tugas dan amanah sebagai junnah (pelindung) kepentingan dan kemaslahatan rakyat. Pengurusan umat menjadi prioritas dan tanggung jawab negara. Amanah ini akan diemban dengan sungguh-sungguh karena didasari oleh akidah bahwa semua tindakan tersebut akan dihisab oleh Sang Pencipta, yaitu Allah Swt. Peran sebagai pemerintah dipertanggungjawabkan dunia akhirat sehingga data pribadi pun akan terjamin keamanan dan kenyamanannya.
Khilafah akan membangun sistem keamanan data yang canggih, mempersiapkan SDM, sarana dan prasarana yang memadai dan terbaik. Khilafah akan membangun fasilitas teknologi digital yang dibutuhkan dengan sumber dana dari baitul maal sehingga tidak akan kesulitan mencari dana untuk mewujudkan sistem keamanan data. Wallahu a'lam bish shawwab.
Oleh: Heni Lamajang
Sahabat Tinta Media