Tinta Media: KPK
Tampilkan postingan dengan label KPK. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label KPK. Tampilkan semua postingan

Kamis, 30 November 2023

Ketua KPK Tersangka, Pengamat: Ini Mengerikan




Tinta Media - Menanggapi penetapan Ketua KPK Firli Bahuri sebagai tersangka kasus pemerasan terhadap Mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, Pengamat Sosial Politik Gus Uwik menyatakan jelas ini mengerikan sekali. "Jelas, ini mengerikan sekali. Rasuah sekaligus penyelahgunaan wewenang dan jabatan," tuturnya kepada Tinta Media, Jumat (24/11/2023).

Bisa dibayangkan jika kondisi ini menimpa rakyat biasa yang tidak punya jabatan dan kekuasaan. Ketika mendapat tekanan dan ancaman dari pejabat maka akan langsung mati kutu. "Tidak berani melawan apalagi bersuara. Langsung bertekuk lutut tanpa bisa berbuat apa-apa. Pasrah dan tergopoh-gopoh ikut 'tekanan' pejabat," ungkapnya. 

Ia menjelaskan kelakuan Firli tidak bisa ditolelir. Mental korup, zalim, menghalalkan segala macam cara dan tentu mencla-mencle. "Kemana-mana teriak-teriak jangan korupsi, dll. Eh ternyata menjadi biangnya sendiri," imbuhnya.

Gus Uwik memaparkan adanya kewajaran  jika rakyat sudah tidak percaya lagi sama lembaga peradilan dan pejabat. Berbusa-busa kampanye korupsi. Ternyata pelaku utama korupsi. "Berbusa-busa menyampaikan agar berintegritas. Ternyata bermental busuk," tandasnya.

Ia pun membandingkan dengan Islam, tindak seperti ini pasti mendapat celaan dan hukuman berat. 

"Jelas dalam pandangan Islam, pejabat yang berbuat curang apalagi mencuri maka harus dihukum bahkan lebih keras. Karena dia juga menggunakan jabatannya untuk berbuat curang. Dan agar hukuman ini menjadi contoh buat pejabat yang lain," bebernya.

Dalam Islam tidak ada pandang bulu, lanjutnya, jika salah, maka hukumannya tegas. Juga tidak ada kompromi, apalagi deal-deal agar hukumannya menjadi ringan atau hilang.

"Dalam Islam jelas, justru yang merusak dan membinasakan umat itu, tatkala pemimpin/pejabatnya berbuat curang dan dzalim. Jadi wajib diberantas dengan tegas," pungkasnya.[] Nita Savitri

Kamis, 16 November 2023

IJM: Ada Persoalan Serius dalam Tata kelola Penyelenggaraan Haji

Tinta Media -- Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM) Agung Wisnuwardana mengatakan, ada persoalan serius dalam tata kelola penyelenggaraan haji.
 
“Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sebelumnya sudah mengingatkan ada persoalan serius dalam hal tata kelola penyelenggaraan ibadah haji Indonesia,” ucapnya dalam video: Biaya Haji Diusulkan Naik 105 Juta, Tak Wajar dan Kemahalan, di kanal Youtube Justice Monitor, Kamis (16/11/2023).
 
Ia menjabarkan, KPK turut menengarai penempatan dan investasi dana haji tidak optimal sehingga perolehan nilai manfaat dana haji jauh lebih kecil daripada yang seharusnya bisa didapat.
 
“Temuan KPK itu seharusnya jadi perhatian serius yang perlu ditindaklanjuti oleh pemerintah sehingga Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) perlu diaudit khusus untuk mengetahui posisi keberlanjutan pengelolaan dana haji ke depannya,” tandasnya.
 
Seluruh jalur investasi dan penempatan dana haji ini, ucapnya, mestinya diaudit khusus terlebih dahulu. Termasuk audit khusus kepada BPKH untuk mengetahui posisi sustainabilitas pengelolaan dana haji ke depannya,” jelasnya.
 
Apalagi Agung menilai, jumlah jemah haji Indonesia terbesar ini di dunia. “Dengan jumlah jemaah haji yang besar jika dikelola dengan benar mestinya akumulasi dana haji yang terkumpul bisa mendatangkan nilai manfaat yang besar untuk jemah haji kita, bukan malah mendatangkan nilai manfaat untuk pihak lain sebagaimana yang ditengarai oleh KPK,” bebernya.
 
Ia berharap, tidak ada kapitalisasi dan korupsi dalam hal pelayanan publik yang terkait urusan haji.

 “Dan ini juga termasuk urusan rakyat. Dalam masalah ibadah penguasa seharusnya menjadi pelayan rakyat. Jangan sampai menjadi seperti pengusaha yang mempertimbangkan aspek manfaat dengan perhitungan untung rugi termasuk dalam penyelenggaraan ibadah haji,” ujarnya.
 
Menurut Agung, kapitalisasi haji ini berbahaya, sebab menjadikan semua aset yang dimiliki dalam penyelenggaraan haji sebagai barang modal yang harus mendatangkan keuntungan demi meningkatkan kekuatan-kekuatan yang menguntungkan para kapital.
 
 “Ini sangat ngeri dan seharusnya tidak dilakukan seperti itu, harusnya fokus pada pelayanan yang optimal,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun

Rabu, 08 November 2023

Cicak vs Buaya, Akankah Terulang Lagi?



Tinta Media - "KPK vs Polri  atau cicak vs buaya bisa saja akan terulang lagi, namun bisa juga tidak," tutur Ketua FDMPB Ahmad Sastra kepada Tinta Media, Jumat (3/11/2023)

Menurutnya, hal ini sangat bergantung kepada orientasi para penegak hukum itu sendiri. Intinya hukum di negeri ini bisa dipermainkan sesuai dengan kepentingannya.

Sebab, menurutnya, politik hukum di negeri ini sudah sangat bobrok, sehingga kasus-kasus hukum bisa saja diproses, namun bisa juga hilang begitu saja. 

"Sudah banyak kasus-kasus hukum yang disembunyikan dan akan dimunculkan jika ada kepentingan politiknya," pungkasnya.[] Wafi

Senin, 06 November 2023

Ketua KPK Diduga Memeras, LSIS: Mengingatkan Banyak Kasus



Tinta Media - Menanggapi pemeriksaan ketua KPK Firli Bahuri dalam kasus dugaan pemerasan yang melibatkan eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, Direktur Lingkar Studi Islam Strategis (LSIS) Agus Suryana, M. Pd mengungkapkan sebenarnya kasus tersebut mengingatkan pada banyak kasus lain.  

"Sebenarnya kasus tersebut mengingatkan pada banyak kasus lain yang telah menjadikan hukum selalu tidak ditegakkan secara adil di negeri ini," tuturnya kepada Tinta Media. Jum'at, (03/11/2023).

Menurut Agus, hukum akhirnya berpihak pada yang kuat, yang memiliki kekuasaan, dan pastinya berpihak pada yang memiliki modal.

"Sehingga pemerasan dalam penanganan kasus hukum di Indonesia bukan perkara yang aneh lagi alias sudah biasa, karena hukum bisa dibeli dan dinegosiasi untuk kemudian dimuluskan agar berpihak kepada yang 'membayar'," ujarnya.

Kinerja Buruk

Agus mengungkapkan perseteruan KPK dan Polri sebenarnya hanya akan mempertontonkan kepada masyarakat betapa buruknya kinerja lembaga antiriswah (KPK) di satu sisi dan bentuk lemahnya supremasi hukum dari aparat kepolisian di sisi lain. Artinya konflik yang terjadi merupakan konsekuensi dari apa yang mereka perbuat sendiri.

"Ibaratnya siapa yang menanam pasti akan menuai hasilnya. Siapa yang melanggar aturan dia yang akan merasakan akibatnya," katanya sambil mengumpamakan.

Lanjut, ia menyebutkan bahwa dampaknya bagi masyarakat tentu adalah hilangnya kepercayaan kepada kedua lembaga tersebut, dan jika ini yang terjadi tentu masyarakat akan mencari keadilan dengan jalannya sendiri (kadang main hakim sendiri) atau dengan tidak peduli lagi dengan hukum di Indonesia. 

"Di sinilah sebenarnya kesempatan Islam untuk tampil sebagai solusi dan menjadi satu-satunya sistem yang akan membawa masyarakat pada keadilan yang hakiki," pungkasnya. [] Muhammad Nur

Minggu, 05 November 2023

Ulama Aswaja: Dugaan Pemerasan Ketua KPK, Memalukan dan Menjijikkan



Tinta Media - Adanya dugaan pemerasan oleh ketua KPK Firli Bahuri yang melibatkan eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dinilai Ulama Aswaja KH. Rokhmat S. Labib sangat memalukan dan menjijikkan.

“Jika dugaan itu benar, sungguh sangat memalukan dan menjijikkan,” tuturnya kepada Tinta Media, Jumat (3/11/2023).

Kiai Labib menyesalkan, bagaimana bisa ketua KPK yang tugasnya memberantas korupsi, malah menjadi pelaku pemerasan dan suap. “Padahal sudah menerima gaji besar,” sesalnya.

Maka, menurutnya, syarat mutlak bagi institusi pemberantas korupsi adalah bersih dari korupsi. “Ya, mustahil bisa memberantas korupsi. Bagaimana mungkin membersihkan lantai kotor dengan sapu kotor,” tegasnya.
 
“Koruptornya tidak ditangkap, diadili, dan dihukum seberat-beratnya, malah diajak  bersekongkol. Ketika diperas, artinya koruptor itu dipersilakan menjalankan aksinya untuk menggerogoti uang rakyat, yang penting sebagian hasil korupsi disetor dan dibagi-bagi,” tambahnya.

Kiai Labib menyampaikan beberapa cara untuk mengatasi korupsi yaitu: 

Pertama, semua pelaku kejahatan tidak memiliki keimanan yang kuat. “Sebab, korupsi dan semua kejahatan lainnya terjadi karena lemahnya iman,” ungkapnya.

Kedua, menurutnya, perlu hukuman yang keras kepada pelaku korupsi. “Harus diberlakukan tanpa pandang bulu. Ini hanya akan terjadi jika aparat hukum memiliki keimanan dan ketakwaan, apalagi dijalankan juga hukum Islam,” tegasnya.

Ketiga, terciptanya masyarakat yang saling menasehati dan menggalakkan amar ma'ruf nahi mungkar. “Sikap ini hanya mungkin ketika dilandasi dengan keimanan,” ujarnya.

“Inilah yang tidak terjadi pada negara sekuler yang menjauhkan keamanan dari pengaturan negara,” lanjutnya.


Terakhir, Kiai Labib menegaskan bahwa ini menunjukkan kebutuhan terhadap Khilafah yang menerapkan Islam secara kaffah dan menjadikan aqidah Islam sebagai landasan.[] Raras

Sabtu, 04 November 2023

Siyasah Institute: Sedari Awal KPK Dilumpuhkan dari Cita-Cita Pemberantasan Korupsi



Tinta Media - Direktur Siyasah Institute Iwan Januar mengatakan bahwa sedari awal memang KPK sudah dilumpuhkan dan dijauhkan dari cita-cita pemberantasan korupsi.

"Sedari awal memang KPK sudah dilumpuhkan dan dijauhkan dari cita-cita pemberantasan korupsi," tuturnya kepada Tinta Media, Jumat (3/11/2023).

Menurut Iwan, KPK era Firli sudah dinilai banyak pihak punya bertumpuk masalah internal. 

"Ini berawal dari penunjukan pimpinan KPK oleh DPR, sementara DPR itu adalah kumpulan parpol yang punya banyak kader menjadi pejabat daerah, menteri, termasuk anggota dewan. Mereka itu semua punya kepentingan untuk mengamankan kader-kadernya dan partainya juga kepentingan politiknya," terangnya. 

Solusi

Untuk mengatasi korupsi negeri ini, kata Iwan, harus dibangun di atas dasar iman dan takwa yang benar, bukan lips service. "Sehingga semua elemen punya rasa takut berbuat dosa dan melanggar hukum," ujarnya.

Iwan menilai, pemimpin harus diangkat karena kapabilitas dan amanah, bukan karena kedekatan atau kepentingan politik. Lalu, beri fasilitas dan gaji yang layak agar tidak berpikir korupsi. 

"Terakhir, jatuhkan sanksi berat seperti penjara belasan tahun, perampasan aset hasil korupsi, bahkan hukuman mati tanpa pandang bulu," tutupnya. [] Muhammad Nur

Jumat, 11 Agustus 2023

KPK TIDAK PERLU MEMINTA MAAF

Tinta Media - Perbedaan pandangan adalah hal yang wajar selama pandangan tersebut memiliki argumentasi dan dalil.

Dalam kasus yang sedang dihadapi KPK terkait dugaan korupsi Basarnas, Saya berpendapat bahwa KPK telah sesuai hukum dan tidak melebihi kewenangannya. Hal ini berdasarkan dalil sebagai berikut: 

Pertama, Merujuk Pasal 198 ayat (1), (2) dan (3) Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer bahwa menjelaskan Tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk lingkungan peradilan umum dan lingkungan peradilan militer, diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum. Sedangkan proses penyidikan dilakukan oleh tim gabungan yang terdiri dari PM, Oditur dan penyidik umum. Tetapi perlu diketahui tim gabungan dibentuk berdasarkan keputusan Menteri Pertahanan dan Keamanan dengan persetujuan Menteri Hukum dan HAM (Kemenkumham). Selama belum ada keputusan bersama Menteri Pertahanan dan Keamanan dengan persetujuan Menteri Hukum dan HAM (Kemenkumham) maka KPK dapat memungkinkan penyelidikan dan penyidikan berdasarkan Pasal 42 UU KPK yang berbunyi Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang mengkoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum. Terlebih lagi KPK telah menyatakan sejak awal KPK telah melibatkan Pusat Polisi Militer atau Puspom TNI untuk melakukan penyelidikan hingga penyidikan kasus tersebut;

Kedua, Bahwa perlu diketahui Basarnas merupakan lembaga nonkementerian dan bukan institusi militer, sehingga siapa pun pemimpinnya merupakan penyelenggara pemerintahan. Sehingga KPK memiliki kewenangan melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi yang melibatkan Penyelenggara Negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tipikor yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau Penyelenggara Negara sesuai Pasal 11 ayat (1) huruf a UU 19 tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;

Ketiga, Bahwa perlu dilakukan audit apakah kerugian dugaan tindak Pidana tersebut lebih banyak merugikan kepentingan umum atau atau kepentingan militer. Untuk menentukan apakah lingkungan peradilan militer yang berwenang memeriksa dan mengadili suatu perkara, diukur dari segi “titik berat kerugian” yang ditimbulkan tindak pidana itu. Apabila titik berat kerugian yang ditimbulkan oleh tindak pidana tersebut terletak pada kerugian lebih banyak pada kepentingan umum dan karenanya perkara pidana itu harus diadili oleh Pengadilan dalam lingkungan peradilan umum. Apabila titik berat kerugian ditimbulkan oleh tindak pidana tersebut terletakpada lebih banyak kepentingan militer sehingga perkara pidana itu harus diadilioleh Peradilan dalam lingkungan militer. Hal ini berdasarkan Pasal 200 Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer ;

Keempat, Bahwa jika KPK sudah merasa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, kenapa KPK meminta maaf?. 

 Demikian.

Oleh: Chandra Purna Irawan, S.H., M.H.
(Ketua LBH Pelita Umat dan Mahasiswa Doktoral)

Senin, 31 Juli 2023

LBH Pelita Umat: KPK Tidak Melebihi Kewenangannya




Tinta Media - Terkait kasus dugaan korupsi  Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) yang dihadapi KPK, Ketua LBH Pelita Umat sekaligus  mahasiswa doktoral Chandra Purna Irawan, S.H.,M.H menyatakan KPK tidak melebihi kewenangannya.
 
“KPK telah sesuai hukum dan tidak melebihi kewenangannya," tuturnya kepada Tinta Media, Senin (31/7/2023).
 
Chandra meyakinkan pendapatnya dengan memberikan empat argumen. Pertama, merujuk pasal 198 ayat (1), (2) dan (3) Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer yang  menjelaskan tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk lingkungan peradilan umum dan lingkungan peradilan militer, diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum.
 
“Sedangkan proses penyidikan dilakukan oleh tim gabungan yang terdiri dari polisi militer (PM), oditur dan penyidik umum. Tetapi perlu diketahui tim gabungan dibentuk berdasarkan keputusan Menteri Pertahanan dan Keamanan dengan persetujuan Menteri Hukum dan HAM (Kemenkumham),” imbuhnya.
 
Selama belum ada keputusan bersama Menteri Pertahanan dan Keamanan dengan persetujuan Menteri Hukum dan HAM (Kemenkumham), lanjutnya,  maka KPK dapat memungkinkan penyelidikan dan penyidikan berdasarkan Pasal 42 UU KPK yang berbunyi  “Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang mengkoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum.”
 
“Terlebih lagi KPK telah menyatakan sejak awal KPK telah melibatkan Pusat Polisi Militer atau Puspom TNI untuk melakukan penyelidikan hingga penyidikan kasus tersebut,” tandasnya.
 
Kedua, sambungnya,  Basarnas merupakan lembaga nonkementerian dan bukan institusi militer, sehingga siapa pun pemimpinnya merupakan penyelenggara pemerintahan. Sehingga KPK memiliki kewenangan melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi yang melibatkan Penyelenggara Negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tipikor yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau Penyelenggara Negara sesuai Pasal 11 ayat (1) huruf a UU 19 tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
 
“Ketiga, perlu dilakukan audit apakah kerugian dugaan tindak pidana tersebut lebih banyak merugikan kepentingan umum atau kepentingan militer. Untuk menentukan apakah lingkungan peradilan militer yang berwenang memeriksa dan mengadili suatu perkara, diukur dari segi “titik berat kerugian” yang ditimbulkan tindak pidana itu,” jelasnya.
 
Ia melanjutkan, apabila titik berat kerugian yang ditimbulkan oleh tindak pidana tersebut terletak pada kerugian lebih banyak pada kepentingan umum dan karenanya perkara pidana itu harus diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum. Apabila titik berat kerugian ditimbulkan oleh tindak pidana tersebut terletak pada lebih banyak kepentingan militer sehingga perkara pidana itu harus diadili oleh Peradilan dalam lingkungan militer. Hal ini berdasarkan Pasal 200 Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
 
“Keempat, kenapa KPK meminta maaf jika mereka sudah merasa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan?” tutupnya.[] Abi Bahrain

Sabtu, 08 Juli 2023

Kasus Korupsi di Rutan KPK Menegaskan Kronisnya Masalah Korupsi

Tinta Media - Kasus korupsi yang terjadi di rutan KPK dinilai Narator Muslimah Media Center (MMC) menegaskan kronisnya masalah korupsi di negeri ini.

"Kasus korupsi banyak terjadi bahkan di rutan KPK sendiri, menegaskan kronisnya masalah korupsi di negeri ini," ujarnya dalam program Serba-serbi MMC: KPK Bermasalah, Lembaga Antikorupsi Mustahil Berantas Korupsi dalam Demokrasi. Senin (3/7/2023).

Menurutnya, harus diakui bahwa krisis kepemimpinan memang sedang terjadi tak hanya di lembaga KPK tetapi hampir di seluruh instansi pemerintahan.

Sementara itu ia menambahkan, dugaan adanya upaya pelemahan fungsi KPK melalui pengesahan revisi undang-undang KPK memang sudah tercium bahkan sebelum merevisi undang-undang tersebut disahkan.

"Fungsi KPK sebagai pemberantas korupsi dipandang dimutilasi dan dilucuti wewenangnya," jelasnya.

Adanya revisi undang-undang KPK yang melemahkan fungsi KPK ditambah krisis kepemimpinan seolah menunjukkan bahwa KPK berada di bawah bayang-bayang oligarki kekuasaan. 

"Oleh karena itu persoalan korupsi yang makin marak di negeri ini bukan hanya karena wewenang KPK yang disetir oleh kekuasaan sehingga kasus korupsi tidak banyak terkuak, namun juga karena penerapan sistem demokrasi kapitalis yang menyuburkan aktivitas korupsi," imbuhnya.

Tak khayal dikatakan bahwa lembaga apapun yang dibentuk untuk memberantas korupsi tidak akan mampu memberantas korupsi di negeri ini selama sistem yang diterapkan adalah demokrasi kapitalis, sistem politik berbiaya mahal ini sangat sarat dengan kongkalikong antara penguasa dan pengusaha serta upaya menghalalkan segala cara demi mengembalikan modal pemilu.

"Oleh karena itu korupsi di negeri ini hanya akan musnah jika diterapkan sistem shohih yang berasal dari Al Kholik Al Mudabbir yaitu Islam sistem pemerintahan Islam (Khilafah) akan menutup rapat semua celah terjadinya korupsi melalui aturan yang komprehensif," tegasnya. 

Dalam sistem Islam motif kerakusan harta di babat dengan penegakan hukum atas kasus korupsi. Syariah Islam memberi batasan yang jelas dan hukum rinci berkaitan dengan harta para pejabat harta yang diperoleh dari luar gaji atau pendapatan mereka dari negara diposisikan sebagai kekayaan gelap (ghulul).

"Individu bertakwa yang lahir dari penerapan sistem pendidikan Islam  akan didukung oleh lingkungan yang kondusif, biasa amar ma'ruf nahi mungkar akan terjadi di tengah masyarakat, masyarakat bisa menjadi penjaga sekaligus pengawas diterapkannya syariat. Dengan begitu jika ada anggota masyarakat yang terindikasi berbuat kriminal atau korupsi mereka mudah melaporkannya pada pihak berwenang," bebernya.

Selain itu Khilafah memiliki sistem kerja lembaga yang tidak rentan korupsi, dalam sistem pemerintahan Islam ada lembaga yang bertugas memeriksa dan mengawasi kekayaan para pejabat yaitu Badan Pengawas/Pemeriksa Keuangan. 

Narator menjelaskan, hal itu pernah dilakukan oleh Khalifah Umar Bin Khattab r.a, beliau mengangkat Muhammad bin Maslamah sebagai pengawas keuangan, tugasnya adalah mengawasi kekayaan para pejabat negara yakni menghitung kekayaan pejabat sebelum menjabat dan setelah menjabat.

"Jika terdapat kelebihan harta yang tidak wajar si pejabat harus membuktikan dari mana harta itu didapat jika tidak bisa membuktikannya berarti harta tersebut termasuk harta korupsi. Dalam Islam tidak akan ada jual beli hukum, seluruh lembaga dan perangkat hukumnya hanya menggunakan hukum Islam sebagai perundang-undangan," jelasnya.

Narator menilai pemberantasan korupsi semakin ampuh dengan sanksi hukum Islam, sistem sanksi tegas yang memiliki dua fungsi yaitu sebagai penebus dosa dan efek jera, dengan sanksi yang berefek jera para pelaku, untuk kasus korupsi akan dikenai sanksi takzir dimana khalifah berwenang menetapkannya. 

"Demikianlah strategi sistem Islam Kaffah memangkas dan memberantas korupsi dengan penegakan syariat Islam secara menyeluruh korupsi dapat dibasmi hingga tuntas," pungkasnya.[] Sri Wahyuni

Rabu, 05 Juli 2023

Pemberantasan Korupsi Hanyalah Ilusi

Tinta Media - Sungguh ironis, lembaga yang dipercayakan oleh rakyat untuk memberantas korupsi malah tidak bisa diharapkan. Temuan Pungli di rutan KPK mencapai Rp4 miliar. Dugaan pungli telah terjadi lama, yaitu dalam kurun waktu Desember 2021 hingga Maret 2022 dan sekarang kasus tersebut baru terungkap serta tengah menjadi sorotan.

Mencuatnya kasus ini setelah dewan pengawas KPK mengumumkan ada praktik pungli di lingkungan KPK. Terdapat dua unsur pelanggaran yang diselidiki, yaitu pelanggaran etik dan tindak pidana.

Ali Fikri sebagai juru bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK mengatakan bahwa pihaknya menerima beberapa aduan dari masyarakat mengenai sejumlah modus korupsi di lapas. Modus itu antara lain, dugaan pungutan liar, suap-menyuap, penyalahgunaan wewenang, hingga pengadaan barang dan jasa.

Lembaga antirasuah ini melakukan penyelidikan dan membagi penanganan kasus menjadi 2 klaster, yaitu tindak pidana dan pelanggaran disiplin pegawai.

Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (PUKAT UGM) Yogtakarta, Zaenur Rohman mengatakan bahwa terbongkarnya kasus dugaan pungli di rutan KPK merupakan bukti bahwa Dewan Pengawas KPK bisa bertindak tegas. Sayangnya, ketegasan tersebut terkesan tebang pilih. Hal itu terlihat perlakuan yang berbeda kepada level bawah, seolah tidak ada beban dalam menindak lanjut kasus. Artinya, KPK bertindak tegas, tetapi kepada level atas seolah nyalinya menciut.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Diky Anandya menyebut bahwa sejumlah kasus pungli di rutan KPK menunjukkan lemahnya integritas para pegawai KPK di era kepemimpinan Firli Bahuri.

Menurut Zaenur, pihak yang seharusnya bertanggung jawab atas kasus ini bukan hanya pelaku yang menerima uang, melainkan juga jajaran di atasnya yang gagal memberikan keteladanan dan melakukan pengawasan  (Tirto, 24-6-2023).

Inilah dampak penerapan sekularisme, menghasilkan kerusakan dan kemaksiatan yang tidak berkesudahan. Lembaga yang menjadi harapan di tuntaskannya praktik korupsi menjadi lembaga yang justru melakukannya. 

Rasa takut pada Allah kian mengikis karena cinta pada harta dan dunia mengalahkan segalanya, sampai berani bermaksiat dan menghalalkan segala cara. Sikap acuh dan tidak peduli pun menjadi budaya di tengah masyarakat sehingga tidak ada suasana saling menasihati sebagai bentuk kecintaannya pada saudaranya.

Hukum tebang pilih bak pisau yang tumpul ke atas dan tajam ke bawah menjadi penampakan yang  biasa dalam penerapan sanksi di negeri ini. Jika pun diberi sanksi, maka tidak menimbulkan efek jera sama sekali. Lantas, apa yang bisa diharapkan dari penerapan sistem yang dibuat manusia ini?

Islam mampu menghapus tuntas korupsi

Islam sebagai agama yang datang dari Pencipta jagat raya ini, tentu saja memiliki solusi terpercaya dan paling jitu. Keharusan kita sebagai hamba-Nya meyakini dan menjalankannya secara sempurna. Solusi ini tidak bisa dijalankan oleh salah satunya, melainkan harus bergerak bersama-sama. Mekanisme Islam sangatlah unik, yaitu dengan melibatkan peran individu, masyarakat, dan negara dalam menjaga dan menerapkan aturan-aturan atau hukum.

Individu, artinya harus tertanam pada diri kaum muslimin akidah Islam yang kuat, sehingga membuatnya terjaga dari perbuatan dosa dan maksiat, menjadikan halal dan haram sebagai alarm dalam setiap aktivitas kehidupan, termasuk dalam berpolitik.

Masyarakat, yaitu terciptanya lingkungan yang kondusif, suasana saling menasihati terjadi. Amar ma'ruf nahi munkar dilakukan sebagai bentuk kecintaan pada saudaranya. Jika ada anggota masyarakat yang terindikasi bermaksiat, umat segera melaporkannya tanpa melihat status sosialnya.

Keberadaan individu yang bertakwa dan masyarakat yang melakukan amar maruf nahi munkar, menjadi penguat satu sama lain, termasuk keberadaan negara sebagai pelaksananya.

Peran negara, yaitu dengan menerapkan Islam secara kaffah menggunakan aturan-aturan dari Allah dan rasul-Nya, termasuk dalam memberlakukan sanksi hukum atas praktik korupsi yang akan menimbulkan efek jera karena sanksi yang diberikan sangat tegas, tidak bertele tele, sehingga membuat masyarakat tidak berani melakukan hal yang sama. Negara pun akan memberikan tindakan pencegahan agar perbuatan terlaknat seperti korupsi tidak terulangi.

Bahkan, negara sampai menghitung jumlah kekayaan pejabat sebelum dan setelahnya sebagai bentuk penjagaan dari praktik korupsi. Dalam Islam, tidak akan terjadi fenomena hukum yang tumpul ke atas tajam kebawah. Sebagaimana hadits Nabi saw. yang telah masyhur,

"Demi Allah, sungguh jika Fatimah binti Muhammad mencuri, aku sendiri yang akan memotong tangannya’” (HR. Bukhari no. 6788 dan Muslim no. 1688).

Rasulullah saw. di sini sebagai kepala negara yang menerapkan  sanksi tegas pada siapa pun yang melanggar perintah Allah dengan begitu ketat. Selain sebagai pencegahan, sanksi yang diberlakukan dalam Islam bisa sebagai penebus dosa.

Jenis hukuman yang diberikan atas perbuatan mencuri adalah takzir, yaitu diserahkan kepada Khalifah, bisa dalam bentuk penjara, pengasingan, hingga hukuman mati. Ini tergantung dari bentuk pencuriannya, dalam hal ini korupsi. 

Begitu pun pembentukan Individu yang berkepribadian Islam, terus mengupayakan agar negara menutup rapat pintu-pintu celah kemaksiatan.

Itulah bentuk luar biasanya Islam dalam menuntaskan praktik korupsi yang mustahil dilakukan dengan penerapan sistem sekularisme, yang memisahkan agama dengan kehidupan. Penerapan kembali sistem Islam di seluruh sendi-sendi kehidupan adalah agenda besar dan harus menjadi cita-cita bersama kaum muslimin.

Oleh: Nurleni
Guru

Praktik Rasuah oleh Lembaga Anti-Rasuah, Miris

Tinta Media - Bagaikan pungguk merindukan bulan, begitulah pribahasa yang  pas untuk menggambarkan keinginan rakyat terhadap kasus korupsi yang semakin menjadi-jadi di negeri ini. Rakyat menginginkan korupsi hilang dari bumi pertiwi ini, tetapi apa kenyataannya? Lembaga anti korupsi  atau KPK justru terlibat kasus korupsi juga dalam lembaganya, ironis.

Seperti yang dilansir oleh media online tirto.id pada tanggal 24 Juni 2023, praktik pungutan liar atau pungli di lingkungan rumah tahanan (rutan) KPK saat ini tengah menjadi sorotan. Selain total nominal yang besar hingga mencapai Rp4 miliar, sejumlah pihak juga melihat perlunya perombakan sistem di internal KPK. 

Kasus ini mencuat setelah Dewan Pengawas (Dewas) KPK mengumumkan adanya temuan praktik pungli di lingkungan rutan KPK. Ketua Dewas KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean menyebut, temuan itu didasari atas inisiatif penyelidikan yang dilakukan oleh Dewas. (tirto.id)

Bahkan dalam temuannya, Dewas (Dewan Pengawas KPK) mengatakan bahwa kasus pungli ini terjadi sejak Desember 2021 sampai dengan bulan Maret 2022. Setidaknya ada dua dugaan pelanggaran dalam kasus ini, yaitu pelanggaran etik pegawai dan tindak pidana.

Korupsi Subur di Alam Demokrasi

Ibarat jamur yang tumbuh subur di musim hujan, korupsi menjalar ke hampir semua lembaga pemerintah, tak terkecuali lembaga anti-korupsi itu sendiri. Ini jelas sangat memalukan, bagai menampar muka sendiri. Bagaimana tidak, seharusnya lembaga anti-korupsi mampu menunjukkan kinerjanya yang baik dalam memberantas korupsi. Akan tetapi, kenyataannya justru KPK sendiri juga terlibat korupsi. Sekali lagi, ini sangat memalukan.

Meskipun dikatakan bahwa KPK adalah lembaga independen, tetapi faktanya tetaplah tidak bisa lepas dari budaya korupsi. Sebab, korupsinya bukan hanya terkait dengan oknum per oknum, tetapi korupsi ini sudah terjadi secara sistemis. Bukan korupsi kaleng-kaleng, tetapi sudah mencapai jumlah yang fantastis, 4 miliar rupiah ... Wow! 

Meskipun kasus korupsi di tubuh KPK ini terjadi karena sistem, tidak bisa dimungkiri juga bahwa integritas pegawai KPK juga sangat lemah. Buktinya, mereka menghalalkan segala cara demi mendapatkan harta duniawi. Salah satu cara yang mereka lakukan adalah dengan mengambil pungutan-pungutan liar.

Selain itu, yang menyebabkan korupsi sulit diberantas adalah  sistem sanksi yang diterapkan tidak bisa memberikan efek jera bagi pelaku korupsi. 
Justru, sanksi bagi pelaku korupsi hanya penjara, yang bisa dibeli fasilitasnya. 

Lihatlah bagaimana koruptor-koruptor kelas kakap itu menikmati ruangan VIP di penjara. Penjaranya ibarat kamar hotel bintang lima, ada AC, kulkas, dan tempat tidur yang empuk. Bagaimana mereka tidak betah, kalau fasilitas mewah? Bahkan, ada beberapa koruptor yang diam-diam bisa plesiran  keluar penjara. Mengaoa bisa? Sekali lagi di alam demokrasi semua yang tidak mungkin, menjadi mungkin, asalkan ada "pelumasnya".

Beginilah dampak penerapan sistem kapitalisme demokrasi, tidak akan pernah bisa memberantas korupsi sampai ke akarnya, bahkan sebaliknya semakin tumbuh subur.

Berharap korupsi akan zero di negeri ini, tentu tidak akan pernah terwujud jika sistemnya masih buatan manusia. 

Islam Berantas Korupsi Hingga ke Akarnya

Islam merupakan agama yang memiliki peta jalan bagi kehidupan. Islam selalu mempunyai solusi bagi setiap masalah yang ada, termasuk masalah korupsi.
  
Islam dengan sistem pendidikannya yang luar biasa terbukti mampu melahirkan individu-individu yang beriman dan bertakwa kepada Allah. Individu yang demikian tentu akan memilki integritas kepegawaian yang kuat dan didasarkan pada keimanan yang tinggi, sehingga tidak menghalalkan segala cara dalam mencari harta duniawi.

Pelaksanaan politik yang syar'i (ri'ayah syar'iyyah) akan diterapkan dengan cara mengurusi semua urusan rakyat dengan sepenuh hati sesuai dengan syariat Islam. Jika semua urusan rakyat sudah terpenuhi, tentunya akan ada perasaan malu untuk melakukan korupsi. 

Selain pembentukan pribadi setiap individunya, Islam juga akan menerapkan sistem sanksi yang tegas jika ada pelanggaran, termasuk pelanggaran korupsi. Sehingga sanksi itu akan memberikan efek jera dan tentunya menjadi penebus dosa bagi pelakunya. Sanksi tegas itu bisa berupa publikasi, stigmatisasi, peringatan, penyitaan harta, pengasingan, cambuk hingga hukuman mati.  

Semua ini tidak mungkin bisa diterapkan dalam sistem demokrasi sekuler seperti saat ini. Sebab, semua hukum Islam hanya bisa diterapkan dalam sebuah institusi yang berdasarkan akidah Islam, yaitu sebuah negara Islam yang berdasarkan Al-Qur'an dan As Sunnah. Negara itu pernah jaya di masa keemasannya dan Insya Allah akan berjaya lagi sesuai MK Allah. Negara itu tidak lain adalah Daulah Khilafah 'Ala Min Hajjin Nubuwwah.
Wallahu a'lam...

Oleh: Sri Syahidah
Sahabat Tinta Media

Rabu, 03 Mei 2023

Walikota Bandung Kena OTT, Pengamat : Perlu Ada Perubahan dengan Islam

Tinta Media - Pengamat Kebijakan Publik, Dr. M. Riyan, M.Ag. menegaskan bahwa perlu ada perubahan dengan Islam untuk membersihkan para pejabat dari tindak korupsi, dengan tertangkapnya Walikota Bandung dan pejabat publik lainnya dalam OTT (Operasi Tangkap Tangan) oleh KPK. 

"Hanya ada dua kata kunci untuk membersihkan para pejabat dari tindak korupsi, yang pertama, sistemnya. Kita tidak bisa berharap kepada demokrasi yang senantiasa mengandalkan uang. Sehingga perlu adanya perubahan dengan Islam," tegasnya dalam Kabar Petang: "Ajur! Uang Suap Untuk Plesir Ke Thailand, Pejabat Kok Gini Sih.." Rabu (26/4/2023) di kanal Youtube Khilafah News.

Ia meyakinkan bahwa dalam Islam yang diterapkan adalah syariat Islam yang kaffah, yang penerapannya oleh seorang khalifah.

"Para pejabat yang ada nanti harus menstandarkan semua perilakunya dengan aturan-aturan Islam. Kalau sistemnya Islam maka seluruh aturan yang diterapkan berasal dari Al-Qur'an dan Sunnah. Maka gaya hidup tadi akan diarahkan, karena seorang pejabat dipilih berdasarkan ketakwaan, bukan berdasar transaksi," bebernya.

"Maka bisa jadi pejabat yang kredibel, dia mungkin secara harta tidak memiliki uang cukup. Namun negara memfasilitasi, sehingga tidak ada peluang bagi dia untuk korupsi. Kalaupun melakukan, ada hukuman yang sangat berat. Sehingga pejabat-pejabat yang bertakwalah yang akan dipilih oleh Khalifah untuk mengisi jabatan-jabatan yang strategis. Sehingga menghindarkan dari praktik jual-beli jabatan ataupun pembiayaan politik yang besar," paparnya.

Kedua, tidak boleh dilupakan adalah pemimpin itu harus memberikan teladan. "Sehingga ketika dia direkrut, tentu harus memberikan teladan. Artinya harus ada keterbukaan dari sisi kekayaan, kalau nanti pada masa dia menjabat ada proses pertambahan dan tidak wajar, kalau bertambah secara wajar itu silahkan saja," jelasnya.

Riyan menambahkan akan ada penghitungan terbalik, sehingga nanti akan bisa dibuktikan kewajaran atau tidaknya harta yang dimiliki.

"Khalifah Umar bin Khattab dulu menyita harta dari para pejabat, kalau dia tidak bisa membuktikan dari mana kegiatan atau penghasilan yang dia miliki, sehingga menggelembungkan kekayaannya tadi secara tidak wajar," imbuhnya.

Ia pun melihat bahwa Islam memberi dua solusi sekaligus. "Satu, sistemnya akan melindungi para pejabat dari berbagai peluang untuk melakukan korupsi. Karena dengan ketat diawasi dan didasarkan kepada aturan-aturan Islam," ujarnya.

Kedua, dari person pejabat atau para pemimpin tadi itu memang harus benar-benar bertakwa. "Dan juga memang mereka yang nanti secara terbuka diaudit kekayaannya, dengan kriteria yang telah ditetapkan," tandasnya.

"Saya kira dengan dua solusi tadi, Insyaallah gaya hidup mewah tidak akan muncul. Apalagi dipamer-pamerkan," pungkasnya.[] Nita Savitri

Minggu, 19 Maret 2023

KPK ITU PEMBERANTAS KORUPSI ATAU JUBIR RAFAEL ALUN TRISAMBODO?

Tinta Media - NKRI ini makin hari makin lucu, semakin banyak masalah semakin banyak hiburan, semakin gawat semakin membagongkan. Coba bayangkan, bagaimana pembaca tidak tersenyum bahkan tertawa terbahak membaca kisah ini.

Begini ceritanya,

Gegara Mario Dandy Satrio menghajar David anak petinggi Ansor, terbongkarlah aib Rafael Alun Trisambodo, ayah Mario sekaligus anak buah Sri Mulyani. Ternyata, Rafael punya harta fantastis, nilainya mencapai Rp 56 Miliar !

Nah, tentu publik heran, bengong, bertanya-tanya hingga curiga. Bagaimana bisa, Rafael punya harta begitu bejibun? Dapat darimana? Dapat dari judi togel? Pesugihan di Gunung Kawi? Warisan? Atau bersekutu dengan Nyi Blorong, dimana setiap kali ratu ular ini terpuaskan asmaranya, maka pemujanya akan banjir keping emas?

Yang lucu, ada dua kendaraan Rafael yang ikut diperiksa KPK, Motor Harley dan Mobil Rubicon. Nah, mulai dari sini cerita lucunya.

Menurut KPK, motor Harley bodong. Sementara, penelusuran mobil Rubicon didapatkan fakta:

Pertama, Mobil itu dibeli oleh Rafael dari seseorang yang punya alamat di gang sempit. Karena gang sempit, maka KPK tak mampu menemukan pemilik asalnya.

Kedua, Mobil itu meskipun dipakai Mario anak Rafael, ternyata STNK dan BPKB nya atas nama Kakak Rafael. Katanya, sudah dijual ke Kakaknya.

Ketiga, dan ini puncak kelucuannya, KPK menyampaikan info lucu itu ke publik. Seperti belagak pilon, seolah penyampaian itu adalah prestasi KPK, sebagai jubir Rafael?

Itu semua mirip cerita novel kho ping ho, penuh imajinasi dan melambungkan fantasi. Menarik untuk disimak rilis KPK ini, sebagai cerita yang inspiratif. Bukan sebagai laporan resmi lembaga super body yang bertugas memberantas korupsi.

Lagipula, info seperti itu sudah jamak diketahui. Harta pejabat atas nama kakaknya, pembantunya, tukang kebunnya, iparnya, hingga selingkuhannya. Kok begitu unyu dan polosnya KPK ?

Belum lagi, KPK belum menjelaskan darimana duit Rp 56 M punya Rafael. Klo Bu Sri Mulyani sudah siapkan bantalan, bahwa kenaikan fantastis nilai harta anak buahnya karena peningkatan harga aset. Hehe. 

Makin ga logis aja statemen pejabat di negeri ini. Namun, agar kelucuan ini memiliki nilai ya cukup disenyumin aja. Kasihan, sudah ada yang berusaha melawak ya kita apresiasi dengan senyuman. Kalau pembaca mau tertawa terbahak, juga boleh? [].

Oleh : Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik


https://heylink.me/AK_Channel/

Minggu, 06 November 2022

YANG MELEMAHKAN KPK ITU PRESIDEN JOKO WIDODO, DPR RI ATAU KEDUANYA?


Tinta Media - Mahfud MD tiba-tiba buka suara di channel Rocky Gerung (20/10). Mahfud menuding, DPR menghalangi Presiden Joko Widodo untuk menerbitkan Perppu pembatalan UU KPK (UU No. 19/2019). Bahkan, menurut Mahfud Asrul Sani DKK di DPR RI mengancam akan menolak Perppu yang diterbitkan Presiden.

Menko Polhukam Mahfud Md mengatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat akan mengeluarkan Peraturan Presiden Pengganti Undang-undang (Perppu) KPK. Mahfud menyebut Perppu tak jadi dikeluarkan karena adanya ancaman penolakan dari DPR.

"Ketika Presiden mau membuat Perppu tentang KPK, Presiden, 'Udah-lah, buat KPK ini, buat kita Perppu, batalkan undang-undang', tapi Anda bayangkan kalau Perppu itu dibuat, lalu KPK masih yang lama sesuai dengan yang Perppu, sementara DPR mengancam 'kalau Perppu dikeluarkan, kami tolak'," kata Mahfud dalam bincang-bincang bersama Rocky Gerung di YouTube RGTV Channel, seperti dilihat Kamis (20/10/2022).

Namun, klaim Mahfud MD ini dibantah DPR. Menurut Asrul Sani, Mahfud hanya berpersepsi, saat itu Mahfud MD belum masuk kabinet menjadi menteri Joko Widodo. 

Arsul Sani menyebut ancaman penolakan Perppu KPK itu adalah pemahaman Mahfud Md saja.

"Yang disampaikan oleh Mahfud Md itu kan pemahaman dia atas situasi yang ada terkait dengan ribut-ribut soal UU KPK yang merevisi UU KPK sebelumnya. Tidak semua hal yang dikutip dalam pemberitaan di atas dan disebut sebagai dikatakan Pak Mahfud Md itu mencerminkan dengan persis proses tarik-menariknya antara keinginan sejumlah kalangan agar Presiden menerbitkan Perppu KPK dengan fraksi-fraksi di DPR yang baru saja menyetujui UU revisi atas UU KPK," kata Arsul saat dihubungi awak media, Kamis (20/10).

Sebenarnya, soal pemberantasan korupsi menjadi 'babelieut' pasca UU KPK direvisi, memang benar. KPK dilemahkan sejak terbitnya UU No 19 Tahun 2019.

Tapi soal klaim Mahfud MD DPR menghalangi Presiden untuk terbitkan Perpu, saya kira itu halusinasi. Perppu itu produk eksekutif, hak prerogratif Presiden. Justru, kalau Presiden terbitkan Perppu kemudian ditolak DPR, baru kita bisa salahkan DPR.

Faktanya Presiden Joko Widodo tidak terbitkan Perppu. Lalu menyalahkan DPR, dengan dalih DPR akan menolak dan akhirnya produk kebijakan dan tindakan berdasarkan Perppu menjadi tidak bernilai.

Namun, apakah DPR suci? justru biang keroknya ada di DPR. UU No 19/2019 yang melemahkan KPK itu produk DPR. Kesimpulannya, Presiden dan DPR sama-sama bertanggungjawab atas pelemahan KPK.

Tapi, sekaligus diuntungkan. Kaesang dan Gibran kasusnya dihentikan KPK, presiden untung. Ini hasil revisi UU KPK. Sejumlah politisi di Senayan juga lepas dari jerat KPK, ini juga berkah bagi DPR. Dan Syamsul Nur Salim ikut ngalap berkah, kasusnya di SP3 oleh KPK, tidak lama setelah revisi UU KPK.

Udah, akui saja pelemahan KPK itu desain Presiden dan DPR. Tidak usah saling menyalahkan. Wong faktanya, semua saling diuntungkan? [].

Oleh: Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik

https://heylink.me/AK_Channel/

Kamis, 06 Oktober 2022

Hakim Agung Terseret OTT KPK, MMC: Akibat Penerapan Sistem Batil Sekuler Demokrasi Kapitalisme

Tinta Media - Menanggapi kasus Hakim Agung yang terseret OTT oleh KPK, Narator Muslimah Media Center (MMC) menilai fenomena korupsi para pejabat tersebut, bukan masalah moral individu tetapi penerapan sistem batil sekuler demokrasi kapitalisme.

"Fenomena korupsi yang menjadi kebiasaan di kalangan para pejabat bukan masalah moral individu rendah, integritas kerja yang kurang ataupun sistem struktural lembaga yang kurang pengawasan. Ada hal yang lebih fundamental dari itu, yakni penerapan sistem batil sekuler demokrasi kapitalisme," tuturnya dalam Serba Serbi MMC: Hakim 
Agung Terseret OTT, Pemberantasan Korupsi Mimpi dalam Sistem Demokrasi? Di kanal YouTube Muslimah Media Center, Ahad (2/10/2022).

Menurutnya, sistem kehidupan ini adalah sistem batil sehingga apapun aturan yang keluar dari sistem ini hanya akan membawa kerusakan. Sekularisme adalah akidah batil karena memisahkan agama dari kehidupan. Manusia yang terjangkiti sekularisme tidak menjadikan tolak ukur agama sebagai pemutus perkaranya. "Mereka tidak mengenal halal haram, baik buruk, boleh tidak boleh, sebagaimana yang diatur oleh syariat. Manusia bebas mengatur kehidupan mereka sesuai kehendaknya," ujarnya.

"Sistem politik yang mendukung eksistensi sekularisme adalah demokrasi," imbuhnya.

Ia menjelaskan bahwa demokrasi menjadikan manusia berdaulat atas hukum. Mereka bisa membuat, merevisi dan menghapus aturan sesuai dengan kepentingan masing-masing. Seperti mekanisme meraih kekuasaan. Dalam demokrasi, suar mayoritas adalah syarat legal untuk berkuasa. "Maka para calon penguasa harus memiliki sokongan dana dari sponsor untuk memenangkan kontestasi pemilu," bebernya.

Ia menilai bahwa inilah penyebab korupsi akut di kalangan pejabat. Sementara mindset Kapitalisme yang menguasai kehidupan manusia saat ini, menjadikan materi sebagai orientasi kehidupan. Uang, jabatan, prestise adalah segalanya. "Maka tak ayal, yang seharusnya merupakan pemberi keadilan menjadi sarang para mafia peradilan," tuturnya.

Dengan demikian, lanjutnya, problem korupsi adalah program sistem dan cacat bawaan sistem yang tidak bisa diberantas tuntas, meski ada lembaga super anti korupsi. 

Solusi 

Narator mengatakan, umat membutuhkan sistem pengganti yang sudah terbukti mampu mewujudkan pemberantasan korupsi dari akar hingga daun. "Sistem ini adalah sistem Islam yang secara fiqih disebut sistem khilafah," terangnya.

Menurutnya, penerapan sistem khilafah akan membawa kebaikan untuk umat dan seluruh alam. Sebab sistem kehidupan yang menjadi dasar berdirinya Daulah khilafah adalah akidah Islam, sehingga ketika menyelesaikan sebuah perkara pun sesuai dengan syariat Islam. 

Ia mengutip penjelasan Syeikh Abdulrahman al Maliki dalam kitab Nidzamul Uqubat bahwa kasus Korupsi dalam Islam disebut dengan perbuatan khianat dan tidak termasuk definisi mencuri atau sariqah karena perbuatan tersebut termasuk penggelapan uang yang diamanatkan atau dipercayakan kepada seseorang.

Ia melanjutkan bahwa sebuah hadist dari Jabir bin Abdullah, Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam bersabda: "Tidak diterapkan hukum potong tangan bagi orang yang melakukan pengkhianatan termasuk koruptor yang merampas harta orang lain dan penjambret. Hadist riwayat Abu Daud," ucapnya.

Berdasarkan hadits di atas maka sanksi atau uqubat bagi pelaku korupsi adalah takzir, Qadhi atau Hakim akan memberi hukuman sesuai level kejahatan yang dilakukan. Sanksi ini bisa mulai dari yang paling ringan seperti nasihat atau teguran dari hakim, bisa berupa penjara, pengenaan denda atau qharamah, pengumuman pelaku di hadapan publik atau media massa, hukuman cambuk hingga sanksi yang paling tegas yaitu hukuman mati. 

"Ini adalah upaya kuratif dari Daulah khilafah yang akan menimbulkan efek jawabir yakni sebagai penebus dosa pelaku di akhirat dan efek zawajir sebagai pencegah di masyarakat," jelasnya.

Selain itu, ia melanjutkan bahwa untuk menciptakan suasana bebas korupsi, khilafah akan menerapkan paling tidak ada enam langkah sebagai langkah preventif

Pertama, Khilafah merekrut pegawai sesuai profesionalitas dan integritas bukan berasaskan konektivitas atau nepotisme. Untuk aparatur peradilan wajib memenuhi kriteria kifayah yakni kapabilitas dan kepribadian Islam atau syakhsiyah Islamiyah. 

Kedua, Khilafah melakukan pembinaan kepada seluruh aparat dan pegawainya.

Ketiga, memberikan gaji dan fasilitas yang layak kepada seluruh aparatnya sehingga tidak ada alasan bagi pegawai melakukan korupsi.

Keempat, Khilafah melarang para pejabatnya menerima suap dan hadiah. "Syeikh Abdul Qodir Zallum dalam Al Amwal di Daulah Khilafah menjelaskan untuk memantau harta kekayaan pejabat, Khilafah membentuk badan pengawas atau pemeriksa keuangan seperti yang pernah dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab Radhiallahu Anhu. Beliau mengangkat Muhammad bin maslamah sebagai pengawas keuangan, tugasnya adalah mengawasi kekayaan para pejabat negara," ungkapnya.

Kelima, adanya teladan dari pemimpin. Dan yang keenam, adanya pengawasan oleh negara dan masyarakat.

"Inilah mekanisme tuntas penanganan korupsi yang ditawarkan oleh Khilafah," pungkasnya.[] Ajira

Rabu, 05 Oktober 2022

Hakim Agung OTT KPK, Bukti Mimpi Pemberantasan Korupsi


Tinta Media - Jagad berita diramaikan dengan pemberitaan Operasi Tangkap Tangan (OTT) Hakim dan staf Mahkamah Agung. KPK melakukan OTT di Jakarta dan Semarang pada Rabu, (21/9/2022) malam dan berhasil menjaring 10 orang yang kemudian ditetapkan sebagai tersangka. (Kompas.com)

Lima di antaranya adalah pegawai Mahkamah Agung (MA, 4 orang) dan seorang hakim agung, Sudrajad Dimyati.

Pemberitaan ini menuai komentar beberapa pihak. Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan,  Mahfudz MD mengatakan bahwa yang terlibat dalam OTT tersebut sebetulnya lebih dari satu orang. Sementara itu, Direktur Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari, menganggap bahwa fenomena mafia peradilan ini "sudah menjadi rahasia umum".

Fakta di atas menjadi catatan kelam pemberantasan korupsi di negeri ini. Bagaimana tidak, lembaga hukum sekelas Mahkamah Agung mengalami nasib demikian, terlibat OTT karena kasus suap perkara. Apalagi, sampai melibatkan Hakim Agung dan para staffnya. Padahal, sejatinya lembaga hukum tinggi tersebut menjadi tumpuan harapan bagi masyarakat saat keadilan di negeri ini kian mahal. Namun, lagi-lagi publik harus menelan pil pahit karena nyatanya kebenaran sudah sedemikian jungkir balik. Aib yang terbongkar, sudah sedemikian mengakar. Kasus OTT di atas tak ubahnya fenomena gunung es yang hanya terlihat puncaknya, tetapi lebih besar di dasarnya.

Inilah yang terjadi saat sistem pemerintahan dikendalikan oleh materi. Siapa pun yang mempunyai materi, maka akan bertindak sesuai hawa nafsunya sendiri. Hukum dibeli, rakyat pun dizalimi.

Hal ini tak bisa dibiarkan. Bagaimanapun, negeri ini membutuhkan jalan keluar. Gurita korupsi yang sudah menjalar ke semua lini kekuasaan tak bisa ditumpas, kecuali dengan menghadirkan hakim yang seadil-adilnya, yakni Allah Swt. 

Jauh jauh hari, Islam telah menjelaskan mengenai perkara korupsi ini. Dalam Islam, korupsi dihukumi sebagai sebuah pelanggaran yang dikenakan ta'zir bagi pelakunya. Maka, hukuman yang diberikan sesuai dengan kebijaksanaan hakim yang mengadili. 

Hal ini disebabkan karena perbuatan korupsi melibatkan dua macam pelanggaran, yaitu: 

Pertama, khianat terhadap amanat rakyat

Kedua, mengambil harta yang bukan menjadi haknya. 

Meski sanski korupsi tidak tercantum dalam aturan hudud berdasarkan Qur'an dan Sunnah, jika korupsi yang dilakukan menyebabkan kerugian yang sangat besar, maka bukan tidak mungkin pelakunya akan diberi hukuman mati.

Tindakan menghukumi pelaku korupsi dengan hukuman yang pantas semata untuk memberi efek jera bagi pelaku, sekaligus mencegah tindakan korupsi serupa bermunculan. Inilah solusi yang ditawarkan syariat dalam hal sanksi.

Sementara dari sisi pemerintahan, Islam melalui institusi daulah khilafah akan menghadirkan good goverment yang dipenuhi suasana keimanan bagi para pemangku kekuasaan. Ini karena jabatan yang disandang semata dalam rangka menjadi khadimul ummah yang nantinya akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Swt.

Demikianlah kiranya solusi tuntas bagi gurita korupsi yang kini melingkari negeri, hingga pemerintahan yang bersih dan dapat dipercaya bukan lagi sekadar mimpi. Wallahu alam bis shawab.

Oleh: Ummu Azka
Sahabat Tinta Media


Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab