Tinta Media - Menanggapi pemeriksaan ketua KPK Firli Bahuri dalam kasus dugaan pemerasan yang melibatkan eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, Lembaga Studi Islam Strategis (LSIS) Agus Suryana, M. Pd menegaskan hukum mudah dibeli dan dinegosiasi dengan uang.
"Hukum mudah dibeli dan dinegosiasi dengan uang, hukum akan mudah dipermainkan oleh siapa saja yang memiliki kuasa," tuturnya kepada Tinta Media, Jumat (3/11/2023).
Menurut Agus, aparat menjelma menjadi sosok 'preman' yang bisa mengatur hasil akhir sebuah keputusan sesuai kehendak dan kemauannya atau sesuai jumlah nominal yang bisa diberikan pada dirinya.
"Hukum apa itu? Ya hukum apalagi kalau bukan hukum sekular barat, hukum warisan penjajah Belanda yang mudah dikompromikan dengan berbagai kepentingan bahkan untuk memuluskan keserakahan seseorang," ulasnya.
Agus menyebutkan bahwa tindakan blunder seperti yang ditunjukkan oleh ketua KPK, Firli Bahuri (jika itu benar) telah mempertegas bukan saja hukum tajam ke bawah tumpul ke atas, tapi juga hukum tajam ke pihak yang lemah dana, akhirnya terjadilah pemerasan seperti yang dituduh kan Syahrul Yasin Limpo ke Firli.
Korupsi Adalah Haram
Agus mengatakan ada hal penting yang senantiasa harus disadari dan dipahami oleh semua pihak, pertama adalah bahwa perbuatan korupsi adalah haram. Perbuatan haram akan mendatangkan dosa, dan setiap dosa akan menghasilkan mafsadat (kerusakan).
Kerusakan seperti apa yang terjadi sambungnya, tergantung seberapa besar korupsi itu dilakukan, ketika korupsi dilakukan dengan nominal Miliran bahkan triliunan rupiah, tentu _impact_ nya akan sangat besar bagi masyarakat, "kerugian negara hakikatnya adalah kerugian masyarakat karena uang yang dikorupsi adalah uang rakyat yang notabene dipalak dari pajak," tegasnya.
Kedua kata Agus, hukum yang lemah hanya akan memperpanjang usia korupsi dan koruptor sebagai pelakunya. Kita ingat dulu, bagaimana politisi Akbar Tanjung lolos dari tuduhan korupsi 40 Miliar yang menjeratnya (dibebaskan) sementara seorang nenek yang mencuri 3 biji kakao (karena lapar) dihukum 4 bulan. "Dimana letak keadilannya? Jikapun ada koruptor yang sampai dihukum tapi hukuman tersebut secara nyata tidak membawa efek jera bagi pelakunya karena hukumannya yang ringan," tandasnya.
"Karenanya hukum yang adil, tegas, lugas, dan tidak kompromi serta membawa efek jera bagi pelakunya dengan hukuman yang setimpal akan menghentikan tindakan korupsi, alih-alih berbuat korupsi, untuk merencanakannya atau meniatkannya saja sudah takut dan tidak berani karena begitu tegasnya hukuman bagi koruptor," simpulnya.
Dalam Islam sendiri,Agus mengutip sebagaimana yang disebutkan Abdurrahman Al Maliki dalam kitab Nidzomul Uqubat fil Islam, korupsi atau _ikhtilas_ adalah perbuatan yang terkategori jarimah (kriminal) yang pelakunya akan dikenai ta'zir, bisa hukuman mati sampai penjara puluhan tahun.
"Hukuman tegas ini tentu saja mesti diimbangi dengan tegaknya subsistem lainnya yang saling menopang di masyarakat, yakni diantaranya tegaknya pendidikan Islam dan tegaknya ekonomi Islam, yang semuanya berada dalam institusi Khilafah Islamiyah sebagi payungnya," pungkasnya.[] Muhammad Nur