Minggu, 22 September 2024
Sabtu, 07 September 2024
Darurat KDRT, Butuh Solusi Tepat
Tinta Media - Kasus KDRT seolah tidak pernah berhenti. Beragam motif KDRT terjadi, namun nihil solusi pasti hingga kini. Kasusnya kian darurat dan harus segera ditangani. Pasalnya kasus semakin marak dan melebar di setiap lini.
Kasus KDRT yang sering terjadi, dan lagi-lagi viral. Kini menimpa istri pegawai DJP (Direktorat Jenderal Pajak) di Bekasi. Pukul kepala berkali-kali, tendang hingga lempar gelas di depan anak balitanya. Karena pelanggaran etik yang dilakukannya, pegawai tersebut dikenai sanksi skorsing hingga proses hukum kasus KDRT, beres (detiknews.com, 26-8-2024). Tidak hanya kekerasan fisik, sang suami pun melakukan kekerasan psikis. Tak main-main, kekerasan fisik ini terjadi sejak kurun waktu tahun 2021 hingga 2023. Sementara kekerasan psikis terjadi pada Oktober 2023 hingga saat ini.
Perselisihan suami istri pun terjadi di Tangerang. Diduga karena masalah ekonomi, suami dengan tega menampar, menjambak bahkan mengancam istrinya menggunakan pisau (kumparan.com, 20-8-2024). Kasus KDRT yang juga masih hangat dalam ingatan. KDRT yang menimpa selebgram sekaligus mantan atlet anggar di Bogor. Pukulan, tendangan dan berbagai perlakuan kasar lain dilakukan suami terhadap istrinya. Parahnya lagi, anak bayi pun menjadi saksi KDRT yang terjadi.
Seolah menjadi tren, KDRT kian marak terjadi. Bak fenomena gunung es, kasusnya semakin banyak dan semakin bermunculan. Perilaku biadab suami kian menjadi-jadi. Beragam sebab mengemuka, mulai dari cekcok ekonomi, cemburu, perselingkuhan dan masalah rumah tangga lainnya.
Buruknya Konsep Kehidupan
Suami dengan tega melakukan kekerasan pada istrinya. Tanpa rasa takut atau bersalah. Kejamnya. Padahal mestinya suami adalah orang pertama yang menjaga ketenangan, kecukupan dan keamanan istri. Namun sayang, pola pikir dan pola sikap yang terlahir saat ini niscaya mengerucut pada satu bentuk tindakan yang tidak manusiawi.
Kehidupan saat ini menciptakan individu yang tidak memahami konsep iman. Dalam hal ini, suami sama sekali tidak memiliki bekal dalam kehidupan rumah tangga yang harus dibangun. Pola pikir yang cenderung instan dan ingin serba cepat, menjadikan suami memiliki sikap yang tidak sabaran. Alhasil, emosi dijadikan pelampiasan dan ditumpahkan habis-habisan kepada istri. Tentu saja, hal ini dilarang. Karena menzalimi istri lahir dan batin.
Selain itu, beragam kesulitan dalam hidup menjadikan suami memiliki beban yang berat. Kesejahteraan sulit diakses. Sementara, suami yang terkategori cukup secara ekonomi dan tetap melakukan KDRT, memiliki sebab-sebab yang lebih sistemik. Misalnya karena ego. Keyakinan terkait kepemimpinan laki-laki terhadap perempuan merefleksikan tindakan yang keliru. Perempuan dianggap sebagai makhluk lemah dalam penguasaannya, sehingga bebas diperlakukan apa saja. Inilah yang marak terjadi.
Kehidupan yang menyandarkan aturan pada konsep sekularisme mengakibatkan lemahnya sikap dan cara pandang seseorang terhadap individu. Terutama dalam hubungannya dengan orang terdekat, yakni istri. Sekularisme telah menjauhkan aturan agama dalam kehidupan. Standar perilaku dijauhkan dari aturan agama. Aroma kebebasan menjadi jalan yang lebih disuka. Tindakan dilakukan sesuka hati demi memenuhi hawa nafsu, menumpahkan amarah tanpa kendali. Hubungan suami istri yang semestinya dilandasi rasa kasih sayang dan saling menghargai, seketika itu menjadi benci, dendam dan saling memusuhi.
Hubungan suami istri pun hanya akan melahirkan hubungan saling mengecewakan dan menimbulkan dendam. Jauh dari tujuan awal pernikahan yang mengharap sakinah, mawaddah warahmah.
Di sisi lain, kebijakan yang ditetapkan negara tidak mampu menyajikan solusi pasti. Undang-undang Perlindungan KDRT yang telah 20 tahun disahkan, terbukti tidak mampu meredakan kasus. Alasannya, sistem yang kini dijadikan sandaran, tidak mampu menjadi support system yang tepat untuk menerapkan aturan. Wajar saja, aturan yang ada sebatas aturan tertulis yang tidak mampu bertindak tegas dan bias dalam penerapannya.
Tidak hanya masalah regulasi, sistem sekularisme pun menciptakan edukasi yang minim hasil. Edukasi yang kini diterapkan tidak mampu menjadi perisai yang meredam perilaku kejam individu. Konsep edukasi yang kini diadopsi sama sekali tidak dihubungkan dengan keterikatan individu dengan aturan Dzat Pencipta. Wajar saja, sikap buruk menjadi kiblat perilaku dan pemikiran individu. Sikap buruk ini pun semakin rusak karena lemahnya kontrol sosial di tengah masyarakat. Masyarakat yang serba cuek dan acuh membentuk pola pikir masyarakat yang bebas dan bablas ala liberal sekularisme.
Sempurnanya Penjagaan Islam
Suami istri bagaikan satu tubuh yang berfungsi saling penjaga. Pendidikan terkait fungsi dan peran suami dan istri dalam institusi keluarga harus mampu diwujudkan. Tujuannya, agar kedua belah pihak memahami semua kewajiban dan hak yang mesti dipenuhi. Sehingga mampu selaras dan harmonis dalam meniti biduk rumah tangga. Badai dan gelombang pasti datang. Jika bekal sudah dimiliki, niscaya lautan cobaan pun akan mudah dilalui bersama dengan bekal ketundukan kepada Allah SWT.
Suami sebagai pemimpin keluarga, harus mampu menempatkan diri sebagai pemimpin yang tangguh namun tetap lembut dalam berkomunikasi dan mengingatkan segala bentuk kekurangan dna kesalahan yang dilakukan istri. Begitu pula sebaliknya.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.”
(QS. Ar-Rum: 21)
Fungsi keluarga mampu utuh diwujudkan dalam satu institusi negara dengan support system yang mampu menciptakan suasana yang kondusif demi tercapainya tujuan kehidupan keluarga yang sakinah mawaddah warahmah.
Khilafah merupakan satu-satunya lembaga yang mampu menjamin terwujudnya tujuan tersebut. Khilafah dalam sistem Islam yang menerapkan aturan syariat Islam mampu diterapkan secara utuh dan menyeluruh. Masyarakat terus diedukasi dengan pendidikan berbasis akidah Islam. Pendidikan yang senantiasa mengutamakan hubungan antara individu dengan Allah SWT. Sehingga setiap aturan syariat menjadi perisai kuat dan terdepan dalam menjaga anggota keluarga dari segala bentuk kezaliman.
Negara pun memiliki fungsi penting dalam penjagaan setiap nyawa individu rakyatnya, melalui regulasi ditetapkan dengan tegas dan jelas agar kasus kekerasan tidak terus berulang. Segala bentuk regulasi yang ditetapkan dilengkapi dengan sistem sanksi yang mampu menjerakan. Semua ditetapkan demi penjagaan yang utuh setiap individu dalam keluarga dan masyarakat.
Rasulullah SAW. Bersabda,
“Imam adalah ra’in (pengurus) dan ia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya” (HR. Al Bukhori).
Penguasa adalah penjaga keamanan dan ketenangan rakyatnya. Dalam sistem yang terintegrasi dengan aturan Allah SWT., niscaya akan diraih perlindungan yang sempurna bagi setiap individu. Fungsi keluarga senantiasa terlaksana amanah dalam tatanan yang sakinah.
Wallahu’alam bisshowwab.
Oleh: Yuke Octavianty, Forum Literasi Muslimah Bogor
Jumat, 06 September 2024
KDRT Tiada Henti, Jadikan Islam sebagai Solusi
Tinta Media - Pernikahan bahagia adalah dambaan setiap pasangan. Suami mempunyai tanggung jawab atas nafkah lahir dan batin, dengan cara memuliakannya. Namun fakta di lapangan justru banyak wanita yang menjadi korban kekerasan suaminya sendiri. Rumah tangga yang diharapkan bisa menjadi sumber kebahagiaan tersebut pun pupus. Banyaknya tontonan yang memperlihatkan sebuah rumah tangga yang menyenangkan membuat beberapa orang hanya ingin menikah bukan siap menikah, sehingga belum bisa untuk menyelesaikan masalah-masalah dalam rumah tangga hingga berujung kekerasan.
Seperti kasus yang baru-baru ini terjadi menimpa seorang selebgram yaitu cut intan Nabila. Salah satu korban kekerasan dalam rumah tangga. Kemudian beredar video Instagram miliknya, terungkap bahwa Armor Toreador (suami cut intan Nabila) memukuli istrinya berkali-kali hingga bayinya berusia 1 minggu tertendang. Akhirnya Polres Bogor bergerak menuju rumah keduanya di Sukaraja, Kabupaten Bogor.
(detiknews.com, 15/08/2024).
Selain itu kasus kekerasan lainnya dialami oleh presenter Altaf Vicko, yang dilaporkan oleh istrinya, Shahnaz Anindya atas dugaan KDRT. Shahnaz Anindya mengaku KDRT itu sudah terjadi berulang kali. Sampai akhirnya dia memilih untuk membuat laporan. Polisi pun menetapkan Altaf Vicko sebagai tersangka. Melalui visum polisi juga sudah memeriksa lima orang saksi. (detikhot.com, 21/08/ 2024).
Berbagai kekerasan yang terjadi tentunya disebabkan oleh beberapa faktor seperti perselingkuhan. Rasa marah dan cemburu yang tidak terkontrol, karena merasa dikhianati oleh seseorang yang dianggapnya sudah dipercaya akhirnya dilampiaskan dengan kekerasan verbal/fisik. Masalah ekonomi pun dapat menjadi penyebab adanya kekerasan, jika seorang istri tidak dapat mengelola uang nafkah dari seorang suami dengan baik, maka penghasilan yang di dapat suami selalu merasa tidak cukup dan hal tersebut dapat menimbulkan konflik.
Ditambah lagi suami mengabaikan pemberian nafkah kepada istri dan anak, sehingga menyebabkan ketidakharmonisan dalam rumah tangga. Bentuk kekesalan pun dilampiaskan melalui kekerasan yang meninggalkan luka fisik dan psikis atau bahkan hingga tak bernyawa pada korbannya. Tentu hal ini sangat membuat geram masyarakat yang melihatnya, meminta sang pelaku untuk dihukum seberat beratnya.
Maka dalam hal ini pemerintah berupaya menangani kasus KDRT dengan tujuan memberikan perlindungan secara maksimal berupa Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Selain itu juga mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan dan Kerja Sama Pemulihan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan Peraturan Presiden Nomor 101 Tahun 2022 tentang Strategi Nasional Penghapusan Kekerasan terhadap Anak.
Meskipun berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah, kasus KDRT bukannya berkurang malah makin menjadi. Sementara kasus KDRT ini pun bukan hanya berdampak pada korban tetapi juga masyarakat umum khususnya pemuda yang tidak ingin menikah dan malah takut akan menikah, karena menganggap menikah adalah hal yang menyeramkan.
Sebenarnya masalah KDRT bukan hanya karena kepemimpinan suami, tetapi penyebab utamanya adalah tidak diterapkannya aturan yang benar dalam mengatur hubungan suami dan istri, hubungan antara seorang pemimpin dan yang dipimpinnya. Bahkan sistem demokrasi sekuler yang memisahkan agama dalam kehidupan yang membuat banyak rumah tangga muslim tidak memahami tujuan berumah tangga maupun hak dan kewajibannya.
Maka perlu diperhatikan untuk mempersiapkan pernikahan secara matang. Kemudian belajar apa saja peran suami dan peran istri yang seharusnya. Islam memerintahkan untuk setiap anggota keluarga memahami kewajiban dan haknya. Seorang laki-laki berperan sebagai qawwam (pemimpin). Sedangkan seorang perempuan berperan sebagai al-Umm wa Robbatul Bayt dan madrasatul ula. Oleh karena itu suami dan istri harus paham hukum syariat terkait tugas dan peran masing-masing.
Seorang perempuan diciptakan lemah bukan untuk menjadi objek pelampiasan amarah laki-laki melainkan untuk menciptakan sakinah seperti dalam ayat berikut:
"Dan diantara tanda-tanda (kebesaran)-Nya adalah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan diantara kamu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum berpikir." (TQS. Ar-Rum : 21).
Perempuan berasal dari tulang rusuk laki-laki yang dekat dengan hati untuk dicintai, berada dibalik tangan untuk dilindungi. Diambil dari tulang yang letaknya di tengah tubuh laki-laki, agar wanita sejajar, dan beriringan saling melengkapi mendampingi laki-laki. Perempuan memang diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok, tidak untuk dibiarkan, didiamkan, diacuhkan sehingga kian membengkok. Namun tidak pula untuk dipukul dan dikerasi, atau diluruskan secara paksa, maka bisa patah karenanya.
Seperti sabda Rasulullah SAW:
“Dan dari Hakim bin Muawiyah Al-Qushayri dari ayahnya, dia berkata: Saya bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah hak istri terhadap suaminya?” Beliau bersabda, “Hendaklah engkau memberinya makan jika engkau makan, dan memberinya pakaian jika engkau berpakaian. Janganlah kamu memukul wajahnya, jangan pula kamu mengucapkan kata-kata yang buruk, dan janganlah kamu mendiamkannya kecuali di dalam rumah.” (HR. Abu Dawud)
Namun terdapat pula seorang istri yang membangkang pada suaminya sebagaimana istri nabi Nuh dan nabi Luth. Islam menyikapinya dengan cara yaitu jika tidak bisa dinasihati baik-baik maka didiamkan, jika tidak berubah juga hingga perlu menggunakan tangan.
Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an:
"Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, berilah mereka nasihat, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (jika perlu,) pukullah mereka (dengan cara yang tidak menyakitkan). Akan tetapi, jika mereka menaatimu, janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkan mereka. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi dan Maha Besar." (TQS. An-Nisa : 34)
Dalam memukul istri pun ada caranya seperti sabda Rasulullah SAW:
“Kewajiban istri bagi kalian adalah tidak boleh permadani kalian ditempati oleh seorang pun yang kalian tidak sukai. Jika mereka melakukan demikian, pukullah mereka dengan pukulan yang tidak membekas” (HR. Muslim no. 1218). Berdasarkan hadits tersebut cara memukulnya yaitu tidak membekas baik luka fisik atau psikis.
Maka jelas hanya dengan sistem Islam, masalah KDRT diselesaikan dengan sanksi (uqubat Islam). Jika kasus menyakiti bagian tubuh hingga membunuh maka berlaku hukum qishas (hukuman setimpal). Hal ini akan memberikan efek jera bagi pelaku maupun masyarakat. Yaitu sebagai penebus dosa bagi pelaku kelak diakhirat, sementara bagi masyarakat sebagai upaya preventif agar masyarakat tidak melakukan tindakan serupa.
Begitu indahnya jika keluarga diatur dengan sistem Islam maka tidak adanya praktik kekerasan dalam rumah tangga. Berbeda dengan peraturan saat ini yaitu peraturan buatan manusia makin memperparah kasus kekerasan dan menimbulkan banyak penderitaan dalam rumah tangga. Sehingga dengan menerapkan Islam secara kaffah keluarga akan terlindungi dan sejahtera.
Wallahu a'lam.
Oleh : Mukhlisatun Husniyah, Muslimah Peduli Generasi
Minggu, 07 April 2024
KDRT, Bukti Rusaknya Keluarga dalam Sistem Kapitalisme
Selasa, 02 April 2024
Sekularisme Menyuburkan KDRT
Minggu, 03 Maret 2024
KDRT Merajalela, Bagaimana Nasib Keluarga?
Rabu, 03 Januari 2024
Refleksi 2023, Pakar Parenting: Banyak KDRT Karena Sistem dan Pranata Kehidupan Jauh dari Islam
Selasa, 19 Desember 2023
KDRT Cermin Rusaknya Sistem Kapitalisme
Sabtu, 14 Oktober 2023
Sekularisme Merusak Fungsi Keluarga
Tinta Media - Harta yang paling berharga adalah keluarga, Harta yang paling Indah adalah keluarga. Kata-kata itu saat ini hanyalah sekedar nyanyian belaka. Mengapa demikian? Sebab, jika kita tilik kembali, belakangan ini begitu banyak kasus-kasus KDRT yang beredar. Bahkan kasus KDRT bukan hanya melibatkan antara suami dan istri saja, melainkan juga antara sesama saudara kandung. Dan yang lebih mirisnya lagi kekerasan itu terjadi antara ibu kandung dan anaknya sendiri.
Seperti yang dilansir oleh KOMPAS.com -
Muhamad Rauf (13), warga Desa Parigimulya, Kecamatan Cipunagara, Kabupaten
Subang, Jawa Barat ditemukan tewas di saluran irigasi atau sungai di Blok
Sukatani, Desa Bugis, Kecamatan Anjatan, Kabupaten Indramayu, Rabu (4/10/2023).
Rauf ditemukan di pinggir sungai dalam kondisi berlumuran darah dengan tangan
terikat ke belakang. Dari hasil penyelidikan, Rauf dibunuh oleh ibunya
sendiri, Nurhani (40) dibantu oleh sang paman S (24) serta kakeknya, W (70).
Keluarga, terutama ibu yang harusnya menjadi tempat utama untuk tempat
berlindung bagi seorang anak, sudah tak
lagi berada pada fungsinya akibat sistem yang rusak saat ini. Ibu yang semestinya
menjadi pelindung dan sosok yang memberi kehangatan dan kasih sayang kepada
seorang anak, bisa menjelma bak seekor singa yang kelaparan dan menghabisi anaknya sendiri.
Hilangnya naluri keibuan bukan
terjadi begitu saja, melainkan disebabkan beberapa faktor yaitu, faktor ekonomi, moral, emosi dan juga keimanan. Tidak mustahil rasanya jika dikatakan sistem sekuler saat ini menggerus
bahkan menghilangkan peran keluarga terutama ibu sebagai pendidik bagi anak-anaknya. Ibu yang seharusnya menjadi pengatur dan pendidik dalam rumah tangganya, kini
beralih menjadi pencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sehingga tidak
dapat meberikan perhatian dan pendidikan yang penuh terhadap anak nya. Dan
alhasil sebuah keluarga akan jauh dari nilai-nilai agama, dan kurangnya
keimanan pada setiap anggota keluarganya. Seseorang yang tidak memiliki
keimanan akan selalu diselimuti oleh
sikap emosional yang tidak terkendali .Dan kurangnya keimanan juga menyebabkan
seseorang menghalalkan segala cara untuk mencapai keinginannya.
Berbeda Jika diterapkan sistem
Islam. Islam sangat menjaga fungsi dari keluarga. Islam mengajarkan kepada
setiap muslim untuk berbuat sesuai dengan aturan-aturan Islam. Islam juga
mengajarkan kepada setiap muslim untuk selalu mengambil solusi berdasarkan
hukum hukum yang berlaku dalam Al-Qur'an dan Sunnah.
Dalam islam, negara juga tidak
tinggal diam terhadap rakyatnya yang tidak berkemampuan dalam bidang ekonomi.
Apabila rakyatnya miskin negara akan bertanggungjawab melalui pos zakat. Jika
rakyatnya tidak memiliki pekerjaan negara akan bertanggungjawab menyediakan
lapangan pekerjaan ataupun menyediakan modal untuk usaha. Islam juga akan bertanggungjawab penuh
terhadap pendidikan bagi rakyatnya. Sehingga rakyatnya akan mendapatkan pendidikan
yang layak terutama dalam nilai-nilai agama. Sebab jika nilai-nilai agama ini tertanam pada setiap individu,
maka akan melahirkan generasi-generasi yang bertakwa dan takut kepada Allah.
Jika sudah ada ketakwaan individu dalam setiap diri manusia, maka setiap
perbuatan akan berlandaskan kepada Al-Qur'an dan Sunnah.
Jadi, hanya islamlah solusi bagi setiap masalah tanpa mendatangkan masalah yang lainnya. Apakah masih ada alasan bagi kita untuk tidak memperjuangkan kembalinya kehidupan Islam? Wallahu A'lam Bishawab.
Oleh: Sri Wahyuni, S.E. (Aktivis Dakwah dan Ummu wa robbatul bait)