Influencer: Perpres Media Berkelanjutan Ancaman Besar bagi Content Creator
Tinta Media - Influencer Dakwah Aab Elkarimi menilai, Rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Tanggung Jawab Platform Digital untuk Jurnalisme Berkualitas atau dikenal dengan publisher rights merupakan ancaman bagi content creator.
“Bagi content creator yang mirip kayak gua, perpres ini ancaman besar, karena di draf perpres tersebut siapa pun harus izin ke media kalau mau daur ulang konten,” ujarnya dalam video: Jurnalisme Belum Merdeka? Melalui kanal Youtube Justice Monitor, Kamis (17/8/2023).
Ia melanjutkan, “Dan kalau ngelanggar, platform itu nggak bakal naikin konten, sebagus apa pun lu edit, selama apa pun lu buat. Jika ini terjadi maka enggak ada lagi kedaulatan informasi,” jelasnya.
Menurutnya perpres ini akan berdampak pada penayangan konten. “Bayangin konten-konten yang direkomendasikan oleh platform sosial media itu adalah konten-konten yang hanya dari media massa, dan sudut pandang unik, kemudian personal, akan tertimbun bahkan sulit ditemukan,” ujarnya.
Pemilik akun TikTok dengan follower hampir setengah juta itu menduga, sangat mungkin semua isu yang beredar adalah versi meja redaksi dan bukan fakta dan juga bukan suara yang sebenarnya, sebagaimana yang pernah disinggung oleh Chomsky.
“Bahasanya alus sih demi jurnalisme berkualitas dan juga demi media berkelanjutan. Tapi apakah bisa ini kita tafsirkan pembredelan?. Karena bagaimana mungkin rakyat harus dipaksa konsumsi media dimana sudah jadi rahasia umum kalau para pemilik media besar itu berafiliasi ke parpol dan semuanya juga punya kepentingan,” ungkapnya.
Yang ia takutkan, ketika tidak bisa lagi menyuarakan kebenaran, menyatakan pendapat mengomentari realitas, beramar ma'ruf nahi mungkar karena terhalang oleh aturan rezim despotik Padahal, cetusnya, menyatakan kebenaran itu kewajiban.
“Gua agak sulit berpikir positif, satu-satunya mungkin yang ada di pikiran gua, ini mungkin kado kemerdekaan. Gimana negeri ini mau bersemangat ngalahin majunya Korea? Tapi Korea Utara,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun.
“Bagi content creator yang mirip kayak gua, perpres ini ancaman besar, karena di draf perpres tersebut siapa pun harus izin ke media kalau mau daur ulang konten,” ujarnya dalam video: Jurnalisme Belum Merdeka? Melalui kanal Youtube Justice Monitor, Kamis (17/8/2023).
Ia melanjutkan, “Dan kalau ngelanggar, platform itu nggak bakal naikin konten, sebagus apa pun lu edit, selama apa pun lu buat. Jika ini terjadi maka enggak ada lagi kedaulatan informasi,” jelasnya.
Menurutnya perpres ini akan berdampak pada penayangan konten. “Bayangin konten-konten yang direkomendasikan oleh platform sosial media itu adalah konten-konten yang hanya dari media massa, dan sudut pandang unik, kemudian personal, akan tertimbun bahkan sulit ditemukan,” ujarnya.
Pemilik akun TikTok dengan follower hampir setengah juta itu menduga, sangat mungkin semua isu yang beredar adalah versi meja redaksi dan bukan fakta dan juga bukan suara yang sebenarnya, sebagaimana yang pernah disinggung oleh Chomsky.
“Bahasanya alus sih demi jurnalisme berkualitas dan juga demi media berkelanjutan. Tapi apakah bisa ini kita tafsirkan pembredelan?. Karena bagaimana mungkin rakyat harus dipaksa konsumsi media dimana sudah jadi rahasia umum kalau para pemilik media besar itu berafiliasi ke parpol dan semuanya juga punya kepentingan,” ungkapnya.
Yang ia takutkan, ketika tidak bisa lagi menyuarakan kebenaran, menyatakan pendapat mengomentari realitas, beramar ma'ruf nahi mungkar karena terhalang oleh aturan rezim despotik Padahal, cetusnya, menyatakan kebenaran itu kewajiban.
“Gua agak sulit berpikir positif, satu-satunya mungkin yang ada di pikiran gua, ini mungkin kado kemerdekaan. Gimana negeri ini mau bersemangat ngalahin majunya Korea? Tapi Korea Utara,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun.