Tinta Media: Judol
Tampilkan postingan dengan label Judol. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Judol. Tampilkan semua postingan

Jumat, 15 November 2024

Berantas Judol: Ilusi dalam Sistem Kapitalis Sekuler



Tinta Media - Polda Metro Jaya  melakukan penangkapan terhadap 11 orang terkait judi online. Di antara mereka ada beberapa pegawai Kemkomdigi. Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) RI, Meutya Hafid pun buka suara terkait oknum pegawai yang ikut terlibat kasus judi online. Pihak Kemkomdigi menyatakan dukungan penuh terkait pemberantasan berbagai bentuk aktivitas ilegal, termasuk judi online atas arahan Presiden Prabowo. (VIVA – Jakarta)

Tidak ada pandang bulu dalam penanganan kasus judi online. Penegakan hukum akan diberlakukan dengan tegas pada siapa pun yang terlibat, terkhusus bagi pejabat di lingkungan kementerian. Hal tersebut diungkapkan oleh Meutya dalam keterangan resmi yang dikutip pada tanggal 1 November 2024. 

Memang, penanganan berbagai kasus harus dilakukan dengan tegas, serius, dan tidak tebang pilih. Setiap yang melanggar harus diberi sanksi agar tersangka kasus-kasus seperti judol bisa berkurang dan tidak meluas. Kita ketahui bahwa judi online adalah ibarat lingkaran setan yang sangat berbahaya bagi masyarakat.

Judi adalah sebuah perbuatan yang dilarang oleh syariat. Efek judol juga sangat berbahaya dan merusak moral generasi. Di tengah pesatnya dunia digital ini, semua bisa diakses dengan sangat mudah. Sehingga, wajar kalau saat ini kasus judi online semakin merajalela hingga sangat meresahkan. Sayangnya, pejabat yang diharapkan bisa memutuskan dan memberantas praktik judi online justru ada yang menjadi tersangka karena terlibat kasus tersebut. 

Judi online merupakan kasus sistemik yang tidak bisa diselesaikan cara pragmatis. Semua berawal dari penerapan sistem kapitalisme sekuler. Sistem buatan manusia yang lemah karena berlandaskan kepada akal ini mustahil akan memberi kemaslahatan bagi makhluk. Sistem yang memisahkan agama dari kehidupan justru akan melahirkan manusia-manusia serakah, korup, dan hanya fokus untuk memperkaya diri dengan segala cara, bahkan cara haram sekalipun.

Sanksi hukum yang lemah dalam sistem demokrasi semakin memberi ruang pada para pelaku kejahatan. Bukan hanya persoalan judi online, masalah lain bertubi-tubi yang menggemparkan dunia hampir tak satu pun yang bisa selesai dengan tuntas dan mendapatkan hukuman adil. Ini karena pada dasarnya memang tidak ada keadilan di dalam sistem rusak demokrasi kapitalis. 

Kasus judi online yang melibatkan oknum pejabat seharusnya bisa menjadi tamparan keras bahwasanya ini adalah problem besar dan sangat merusak. Masalah ini tidak hanya dilakukan sendirian, tetapi justru akan menarik pelaku lainnya agar terlibat. Akhirnya, mereka saling bekerja sama dalam melakukan kejahatan.
 
Sungguh, maraknya judi online tidak akan bisa diberantas dalam sistem kapitalisme sekuler seperti saat ini. Terbukti, berbagai perundangan-undangan tak mampu memberantas praktik judi online selama ini.

Pemberantasan judol sampai akarnya hanya dapat dilakukan oleh negara. Satu-satunya negara yang bisa melakukannya adalah negara yang menerapkan aturan Islam secara kaffah, yaitu khilafah. 

Penerapan sistem Islam akan melahirkan orang-orang yang berkepribadian Islam karena tindak-tanduknya selalu dituntun syariat. Khilafah akan memberlakukan sanksi tegas dengan memakai aturan yang datang dari Allah Swt. yaitu syariat Islam. 

Tidak ada permainan uang/suap di dalam sistem Islam karena semua yang bersalah akan mendapatkan sanski sesuai kesalahannya. Semua dipandang sama dan tidak dibeda-bedakan.

Yang perlu diperhatikan adalah bahwasanya kekuasaan merupakan amanah yang jika berkhianat akan berdosa. Dosa penguasa atau pemangku jabatan sungguh mengerikan karena menyangkut rakyat yang dipimpinnya. 

Walhasil, dengan sistem Islam, akan lahir para pejabat yang amanah, beriman, dan bertakwa. Sehingga, celah terjadinya kecurangan sangat bisa dinetralisir dan tidak akan muncul orang-orang atau pejabat yang mau terlibat dalam kerja sama melakukan kemaksiatan. Semua karena takut dan sadar bahwa segala perbuatannya akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Swt. Wallahu a'lam bishawab.






Oleh: Dartem
Sahabat Tinta Media

Ilusi Berantas Judol dalam Sistem Sekuler Kapitalisme


Tinta Media - Awal November 2024, Polda Metro Jaya melakukan penangkapan terhadap pelaku judi online (judol) yang melibatkan 16 tersangka. Mirisnya, di antara mereka ada sejumlah oknum pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) dan juga rakyat biasa. (Beritasatu.com)

Indonesia merupakan negeri muslim terbesar di dunia. Sungguh memalukan juga memilukan ketika negeri ini menjadi "surga" bagi perjudian. Pemberantasan judol hanya menjadi ilusi belaka ketika para aparatur negara malah memanfaatkan wewenangnya untuk memperkaya.

Walaupun negeri ini mayoritas muslim, tetapi sistem kehidupan yang diterapkan adalah sekuler. Terkuaknya kasus judol ini menunjukkan betapa sistem sekuler ini rusak hingga berdampak pada generasi muda, baik sebagai pelaku atau pun penikmat judi.

Sekulerisme (paham yang memisahkan agama dari kehidupan) merupakan asas sistem demokrasi kapitalisme yang meniscayakan paradigma hidup rusak dan merusak. Judi dan judol merupakan lingkaran setan. Teknologi saat ini ibarat pisau bermata dua. Manusia menyalahgunakannya akibat paradigma kehidupan serba bebas. Apa pun boleh dilakukan, yang penting menguntungkan. Hal ini yang menjerat dan merusak masyarakat akibat jauhnya dari hukum syari'at.

Masyarakat menghalalkan segala cara dalam mendapatkan kekayaan sehingga pemberantasan judol makin jauh dari harapan. Dalam sistem sekuler kapitalis yang berlandaskan asas manfaat, ketika suatu perbuatan menghasilkan keuntungan atau manfaat, maka hal itu sah-sah saja untuk diambil tanpa melihat standar halal atau haram. 

Di Indonesia, ada aturan hukum yang mengatur judi. Ada KUHP baru atau UU 1/2023. Mengenai sanksi bagi pelaku judol secara spesifik diatur dalam UU ITE (UU 1/2024). Namun, pemerintah lamban dalam bekerja, hingga dibentuk satuan tugas pemberantasan judi online yang dibentuk oleh Presiden Jokowi dengan diberlakukannya Keppres 21/2024 pada 14 Juni 2024.

Menko Polhukam Hadi Tjahjanto bertanggung jawab memimpin satgas ini. Lalu dilanjutkan saat ini era Presiden Prabowo, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menginstruksikan Kabareskrim Polri membentuk Satgas Penanggulangan Perjudian Online. Instruksi ini berlaku hingga tingkat Polda untuk menangani segala bentuk praktik judol. 

Namun, pada kenyataannya sanksi dalam hukum positif di Indonesia tidak membuat jera bagi pelaku judi. Sebagai bukti, sejak beberapa tahun yang lalu judol tidak pernah berhenti, padahal di berbagai kalangan sudah menimbulkan kerusakan generasi dan ekonomi masyarakat.

Meskipun ada gerak cepat dari upaya presiden baru dalam rangka memberantas judol, tetapi upaya ini tidak lepas dari pencitraan dalam 100 hari pemerintahan. Sebab, kasus judol realitasnya memiliki efek domino yang meluas, bukan hanya di kementrian atau pejabat tertentu saja.

Hukuman penjara juga tidak membuat efek jera bagi pelaku judi. Justru di dalam penjara mereka makin canggih "belajar" dari sesama napi dalam berbuat kriminal. Sehingga, banyak mantan napi semakin jahat ketika keluar dari penjara. Begitu juga untuk pidana denda, bisa langsung beres ketika denda sudah dibayar lunas.

Berbanding terbalik ketika sistem Islam diterapkan. Dalam Islam, judi merupakan aktivitas haram sehingga sistem Islam akan menutup celah terjadinya judi dengan mekanisme tiga pilar, yaitu metakwaan individu, kontrol masyarakat, dan penerapan sistem hukum yang tegas oleh negara dan membuat efek jera bagi pelakunya.

Dalam sistem Islam, pendidikan Islam meniscayakan terbentuknya kepribadian Islam sehingga terbentuk sumber daya manusia yang amanah, juga taat kepada aturan Allah Swt. Pendidikan Islam juga membentuk masyarakat yang terbiasa beramar makruf nahi mungkar.

Negara Islam juga berperan mengedukasi masyarakat melalui berbagai jenjang sistem pendidikan, baik formal atau informal. Hal ini dilakukan dalam rangka menciptakan generasi yang memiliki kepribadian Islam, paham syariat Islam, dan selalu menyibukkan diri dengan ketaatan sehingga tidak akan terlintas keharaman dan kemaksiatan dalam memikirkan cara mencari kebahagian, tetapi dengan mencari rida Allah Swt.

Negara Islam akan memberi kesempatan yang luas kepada masyarakat untuk beraktivitas ekonomi secara halal. Penguasa akan mengatur penggunaan teknologi digital agar tidak disalahgunakan untuk aktivitas keharaman seperti judi dan judol.

Penguasa negera Islam akan menerapkan sistem sanksi bagi pelaku judi yang bersifat mencegah (zawajir) dan penebus dosa (jawabir). Sanksi takzir (hukuman atas tindakan pidana yang sanksinya ditentukan oleh ijtihad penguasa negara Islam) diberlakukan untuk tindak pidana perjudian dalam Islam.

Hal ini akan terjadi bila kita menerapkan syariat Islam dalam bingkai daulah Islam. Wallahu'alam bishshawwab.



Oleh: Rosi Kuriyah
(Muslimah Peduli Umat )

Kamis, 15 Agustus 2024

Judol Menjalar ke Wakil Rakyat, Akankah Legalisasi Terjadi?

Tinta Media - Lebih dari 1000 orang wakil rakyat baik di lembaga Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) ataupun Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) terlibat judi online. Hal tersebut diungkapkan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana, dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu 26 Juni 2024. (news.republika.co.id)

Ivan mengatakan bahwa jumlah yang digambarkan PPATK terdiri dari anggota legislatif dan karyawan Sekretariat Jenderal DPR dan DPRD. Jumlah uang dan transaksi yang terjadi di situs judi online di DPR dan DPRD tersebut sangat besar, mencapai lebih dari 63.000 transaksi dengan total uang hingga 25 miliar. (news.republika.co.id)

Sungguh memalukan jika pejabat terpilih terlibat dalam perjudian online, meskipun hal itu bisa dihentikan. Namun nyatanya, mereka sendiri juga pelaku. Realitas seperti ini jelas mencerminkan betapa buruknya kualitas wakil rakyat, mulai dari integritas yang lemah, tidak amanah, dan kredibilitas yang rendah.

Di sisi lain, banyak wakil rakyat yang terjebak dalam perjudian online juga menyatakan bahwa masalah ini merupakan masalah sistem, bukan individu. Masyarakat harus menyadari bahwa kapitalisme adalah sistem batil yang mengatur mereka saat ini. 

Sistem dari Barat ini meniscayakan orang-orang yang memiliki kekuasaan menjadi serakah, karena notabenenya sistem kapitalisme berasaskan materi. Selama ada kesempatan untuk meraup keuntungan besar, kesempatan itu harus digunakan. Jadi tidak heran, sekalipun para pejabat sudah digaji sangat tinggi dari uang rakyat, mereka tetap terlibat judi online. 

Selain itu, sistem demokrasi yang digunakan oleh kapitalisme sebagai sistem pemerintahan meningkatkan kepentingan oligarki dan penguasa di antara anggota dewan. Hal ini terbukti dengan undang-undang yang dirancang, dibahas, dan disahkan oleh mereka sama sekali tidak berpihak pada masyarakat. 

Jadi, slogan wakil rakyat bekerja untuk rakyat hanyalah slogan kosong. Ini adalah contoh wakil rakyat dalam demokrasi kapitalisme. Mereka yang dipekerjakan tidak mengutamakan kredibilitas dan representasi masyarakat. Akibatnya, para wakil rakyat bekerja untuk kepentingan pribadi dan perusahaan daripada mewakili rakyat. 

Di dalam sistem Islam, anggota wakil rakyat dikenal sebagai majelis umat. Menurut kitab Ajhizah ad Daulah al Khilafah, majelis umat adalah majelis yang beranggotakan orang-orang yang mewakili kaum muslimin dan memberikan pendapat mereka. Mereka berkumpul di sana untuk diminta pendapat atau nasihat oleh Khalifah tentang berbagai masalah. Mereka bertugas sebagai perwakilan rakyat dalam mengevaluasi dan mengoreksi pejabat pemerintah. 

Majelis ini ada karena tindakan Rasulullah saw. yang sering meminta pendapat atau berbicara dengan anggota kaum Muhajirin dan Ansar yang mewakili kaum mereka. Ini juga didasarkan pada cara khusus Rasulullah saw. memperlakukan beberapa sahabat untuk meminta masukan dari mereka. Beliau lebih sering merujuk kepada mereka yang diperlakukan khusus dalam mengambil pendapat dibandingkan dengan merujuk kepada sahabat-sahabat lainnya.

Di antara mereka ada Abu Bakar ash Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Hamzah bin Abdul Muthalib, Bilal bin Rabbah, Abu Dzar al-Ghifari, Sa'ad bin Muadz, Sa'ad bin Ubadah, Usaid bin Hudair, al-Miqdad ibn al-Aswad, Hudzaifah bin al-Yaman, dan Salman al-Farisi.

Oleh karena itu, majelis umat berfungsi sebagai wakil rakyat dan bukannya untuk melakukan legalisasi seperti yang dilakukan oleh sistem demokrasi. Namun, majelis umat menjadi pengimbang kekuasaan eksekutif khalifah, sebab Allah Taala membolehkan untuk bersyura atau diskusi terkait perkara yang bisa didiskusikan, bukan diskusi terhadap hukum syariat. 

Allah Taala berfirman, "Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu." QS. Ali Imran ayat 159. 

Wewenang dari majelis syura adalah memberikan usulan dan juga pendapat di setiap urusan di dalam negeri, seperti kesehatan, pendidikan, usulan membuat sekolah, membuat jalan, hingga membangun rumah sakit.

Selanjutnya, majelis umat juga mengoreksi para penguasa dan khalifah tentang berbagai hal yang mereka anggap sebagai kekeliruan. Jika pendapat mayoritas bersifat mengikat, maka pendapat majelis juga bersifat mengikat. Jika ada perselisihan dengan khalifah, perkara itu dibawa ke mahkamah mazalim.

Perihal judi, telah jelas Allah mengharamkannya. Allah Taala berfirman dalam QS Al Maidah ayat 90:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُوَالْاَنْصَابُ وَالْاَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِالشَّيْطٰنِ فَاجْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
"Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji (dan) termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung."

Dari ayat ini jelas terlihat bahwa perjudian diharamkan karena merupakan penghukuman terhadap suatu perbuatan, meskipun dinyatakan dengan kata "kekejian" dan termasuk perbuatan setan. Ini menunjukkan bahwa perbuatan itu haram secara pasti. Tidak ada perbedaan pendapat dalam hal ini.

Dengan demikian, tidak ada solusi yang bisa menuntaskan kemaksiatan judi online, selain penerapan hukum Islam oleh negara Khilafah Islam. Khilafah tidak akan pernah mengizinkan praktik perjudian, termasuk perjudian online, dan akan memastikan bahwa setiap orang memahami hukum haram perjudian dan sanksi tegas terhadap pelakunya.

Khilafah memberlakukan hukum ta'ziir (bisa berupa hukuman cambuk) terhadap pelaku judi. Khalifah sebagai kepala negara bertanggung jawab untuk menjaga kemakmuran dan kesejahteraan ekonomi warganya dan mencegah mereka terjebak dalam perjudian.
Wallahualam bishawwab.

Oleh: Amellia Putri, Sahabat Tinta Media

Kamis, 08 Agustus 2024

Judol Menggurita, Merenggut Generasi Muda


Tinta Media - Ada yang menggila, tetapi bukan idol Korea, menjangkit ke mana-mana layaknya Corona. Sungguh, penyimpangan menjadi kebiasaan. Judol makin tak terkontrol.

Maraknya judol (judi online) yang makin menggurita di negeri tercinta, ternyata ngeri-ngeri sedap. Kenapa? Karena mayoritas pelakunya merupakan remaja dengan rentang usia di bawah 10 tahun, sampai di bawah 20 tahun. Jumlahnya mencapai 197.954 orang.

Mirisnya, di Jawa Barat sendiri menurut pelaporan PPATK, tercatat 41 ribu pelaku judol. Mayoritas mereka adalah remaja, bahkan anak-anak. (RadarSukabumi, 30/07/24)

Amazing! Ini bukan sebuah karya yang harus diapresiasi, atau bukan tentang goals pencapaian dari sebuah perencanaan, tetapi sebuah kemaksiatan yang terus berkembang menjadi monster menakutkan.

Generasi hari ini semakin menjadi-jadi. Bukannya berprestasi, malah asyik berjudi. Seharusnya kita menjadi remaja bertakwa, penuh asa untuk kegemilangan peradaban yang paripurna.

Sahabat, kalau ditelisik secara mendalam, sejatinya judi ini bukan problema kontemporer, melainkan produk lama yang kian berkembang dengan corak khas kultur negatif. 

Ironisnya, sebagai seorang muslim, remaja tidak lagi malu bahkan ragu sebagai pelaku judol.

*Judol Merupakan Persoalan yang Kompleks dan Sistemik*

Apabila dikaji ulang, judol ini merupakan serangkaian tindak kriminal yang menggurita. Berangkat dari harapan seseorang, rasa equirisity, menang candu, kalah nagih, niat hati judol sebagai solutif problema yang ada, ternyata uang habis lari ke pinjol, bahkan gadai aset berharga. Alhasil, pelaku gali lobang tanpa tutup lobang, dan berujung petaka.

Diperparah dengan era digital native, hanya dengan gadget masing-masing, segala rasa penasaran dan keinginan bisa teratasi. Sayangnya, sekarang warganet disuguhi banyak sekali konten kurang mendidik, seperti flexsing, hedonisme, lifestyle. Di waktu bersamaan, sering dijumpai iklan pinjol, judol, dsb. Sehingga, di tengah gempuran zaman yang serba eksis, tampil cantik nan menarik menjadi kebutuhan 

Jadi, kita merasa seperti difasilitasi. Seperti pepatah, "Banyak tools ninja menuju menara dambaan".

Realitasnya, berdasarkan penelitian di Amerika Serikat, penyakit dengan mental illness yang dihasilkan dari judi, 22-81% pejudi punya keinginan untuk bunuh diri 7-30% pernah mencoba bunuh diri, 14% pejudi berakhir dengan alkohol, 4% menyalahgunakan obat-obatan, tingkat penceraian mencapai 53,5%. 

Data tersebut juga dirilis oleh RSUD Karawang, bahwasanya terdapat 10 pasien mengalami depresi akibat dari judol. Ternyata judol sudah menjangkit sampai zona remaja. Tentu ini sebagai alarm untuk kita semua. (Poskata, 28/06/24)

Ini senada dengan kasus yang terjadi pada mayoritas anak SD yang didiagnosa ketagihan judol dari konten live steaming para stramer game yang mempromosikan situs judol. Hal itu berimbas terhadap konsentrasi belajar anak yang terganggu, cenderung pendiam, asyik dengan dunianya sendiri, tantrum. Hal-hal buruk tersebut menjadi lifestye apabila keinginannya tidak terpenuhi.

Miris nan tragis! Seharusnya sebagai pelajar, spiritnya digunakan untuk belajar dan berkarya, bukan malah menekuni maksiat yang menyesatkan. Parahnya, judol menyerang ke semua kalangan, tidak kenal usia dan jabatan. 

Masih ingat dengan kasus Polwan bakar hidup-hidup suaminya di Mojokerto, Jawa Timur? Korban merupakan pelaku judol. Mirisnya, korban menjabat sebagai aparatur negara. Ini tentu harus disikapi dengan penuh kesadaran bahwa judol memang mengerikan sekali keberadaannya.

Serangkaian kerusakan bin kebobrokan ini berangkat dari maindset yang rancu, bahkan salah. Kenapa? Karena sumber dari problema ini adalah ketika mayoritas orang berpikir dengan taraf materialisme. Baromater keberhasilan seseorang disandarkan dari performance, penampilan fisik, dan apa yang nampak semata.

Misalnya, seseorang dikatakan sudah sukses ketika memiliki gelar sarjana, rumah mewah, mobil empat, bahkan suami miliyader. Pemikiran seperti ini jika dipelihara akan subur layaknya tanaman yang disiram setiap hari ketika seseorang sudah adiksi terhadap judol.

Hanya Islam yang menawarkan edukatif, preventif, kuratif, dan solusif terhadap segala persoalan di dunia ini, termasuk judol. Islam memiliki role model terbaik sepanjang masa, yaitu Rasulullah Muhammad saw. 

Allah sendiri sudah mention kepada kita di dalam Al-Qur'an surat al-Hujurat ayat 13, yang artinya:

"... bahwa mulianya seseorang karena takwa ...." 

Lantas, jika ingin bertakwa, tentu harus ittiba' manusia paling mulia untuk mencapai taraf takwa seperti yang diperintahkan Allah sehingga beramal dengan ilmu alias tidak tersesat.

Rasulullah membawa pemikiran yang khas, yaitu pemikiran jelas dan benar (aqliyah Islamiyah), tidak abu-abu seperti pemikiran materialisme. 

Sumber dari akliyah Islamiyah adalah Al-Qur'an, as-Sunnah, Ijma, dan Qiyas yang bermuara pada wahyu Allah Swt, bukan karangan seorang hamba.

Apabila seseorang berpikir dengan Islam, tentu akan memahami hakikat dari penciptaan, diciptakan untuk apa, serta agenda apa yang akan terjadi setelah kematian. 

Ketika manusia sudah memahami dan mampu mengaitkan ketiganya, tentu akan memperhatikan betul apa yang akan dikerjakan. 

Hakikat dari segala perbuatan akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah. Ini relate dengan firman Allah di dalam Qur'an surat al-Qariah ayat 6-11. 

Sehingga, jelas bahwa standar perbuatan ialah menggapai rida Allah semata. Alhasil, maksiat ditinggalkan dan taat diperjuangkan.

Judi berangkat dari mindset yang keliru, sehingga wajar ketika memaknai judi sebagai solusi, melakukan judi tanpa basa-basi. Padahal, Allah dengan tegas dan jelas mengutuk perbuatan judi dalam bentuk dan medium apa pun. 

Allah berfirman, 

"Wahai orang-orang 
yang beriman, sejatinya meminum khamr, berjudi, (berkurban untuk) berhala, serta mengundi nasib dengan anak panah ialah perubahan keji, serta termasuk perbuatan setan. Sehingga, jauhilah perbuatan-perbuatan tersebut, kelak kamu menjadi orang beruntung." (QS. al-Maidah ayat 90)

Mengubah maindset materialisme dengan Islam adalah langkah awal memutus mata rantai problema ini. Meskipun impect dari kesalahan berpikir, judi ini berkembang dari masalah individu, kemudian masyarakat, bahkan sampai tataran negara. 

Berhubung judol merupakan persoalan kompleks dan sistemik, maka untuk mencapai 100 persen judol game over atau diberantas tuntas, harus melibatkan seluruh elemen masyarakat, publik, bahkan negara.

Pertama, setiap individu dipastikan memblokir dan memboikot produk sekulerisme (induk dari materialisme). 

Ini karenal dengan jelas Allah memerintahkan umat Islam untuk berittiba' kepada Rasulullah Muhammad saw. atas apa saja yang beliau bawa dan kerjakan, kemudian apa pun yang beliau larang maka tinggalkan. (QS. al-Hashr:7)

Kedua, elemen keluarga dan masyarakat harus satu padu untuk memastikan setiap anggota keluarga dan warganya taat syariat. 

Peran dakwah diperlukan di sini. Artinya, masyarakat senantiasa melakukan amar makruf nahi mungkar. Siapa pun tidak pandang ras, warna kulit, usia, kalangan elit atau bukan, apabila mengerjakan sebuah perbuatan menyalahi norma-norma agama, maka wajib hukumnya untuk diingatkan dengan adab yang santun.

Ketiga, peran negara dibutuhkan untuk berkontribusi dalam memutus mata rantai perjudian dan seluruh persoalan yang terjadi. Ini karena negara memiliki wewenang untuk membuat kebijakan dan wewenang lain yang tidak bisa dilakukan oleh masyarakat sipil, mulai dari blokir situs perjudian, follow the money, hingga membuat kebijakan dan sanksi tegas dalam membasmi judi. 

Sudah dicontohkan di dalam Islam, bahwasanya negara memberikan sanksi tegas untuk setiap pelaku judi dengan sanksi ta'zir. 

Sanksi ta'zir diberikan tergantung separah apa tindak kriminal yang dikerjakan, bisa dari sanksi ganti rugi, pengasingan, penjara, sampai hukuman mati.

Nah, Sahabat, untuk menjadi muslim taat, perlu sekali bagi kita untuk menjadikan akidah Islam sebagai benteng pertahanan. Tinggalkan apa pun perbuatan yang mendatangkan murka Allah, dari nonton konten porno, pacaran, judi, dsb. 

Perlu digarisbawahi, seperti apa pun rintangannya, jika itu perintah Allah, maka wajib dikerjakan, dan apabila maksiat, harus ditinggalkan. Ini karena taat berujung bahagia dan maksiat berujung sengsara. Wallahu'alam Bisawab.

Oleh: Novita Ratnasari, S.Ak.
Penulis Ideologis, Pemerhati Remaja 

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab