Tinta Media: Judicial Review
Tampilkan postingan dengan label Judicial Review. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Judicial Review. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 05 November 2022

Judicial Review UU Perkawinan, Dr. Erwin: Upaya Desakralisasi Agama

Tinta Media - Upaya judicial review terhadap Undang-Undang (UU) Perkawinan oleh Ramos Petage yang disampaikan ke Mahkamah Konstitusi  (MK) dinilai Pengamat Kebijakan Publik Dr. Erwin Permana sebagai upaya desakralisasi agama.
 
“Intinya mereka ingin melakukan desakralisasi agama. Upaya ini dilakukan secara terstruktur sistematis dan masif,” ungkapnya di acara Perspektif PKAD: Waspadalah!! Pengesahan Perkawinan Beda Agama Via Judicial Review Selasa (1/11/2022) melalui kanal Youtube Pusat Kajian dan Analisis Data.
 
Erwin memberikan alasan, judicial review semacam ini pernah diajukan oleh anak-anak dari fakultas Hukum Universitas Indonesia pada 2014 yang ditolak MK. “Agama dianggap menghalangi kebebasan syahwat mereka. Alasan yang dipakai macam-macam, bisa hak asasi manusia atau hak konstitusional warga negara,” tandasnya.
 
Erwin menuturkan, adanya agama akan menyalurkan potensi manusia sesuai proporsinya secara presisi sesuai tabiat asli manusia.
 
“Ketika manusia itu diatur oleh aturan agama akan lahir sakinah, akan lahir ketenangan, akan lahir kebahagiaan. Bukankah dalam hidup ini kita mencari kebahagiaan. Jalan kebahagiaan itu ditunjukkan oleh agama, kita  tinggal ikuti. Kenapa malah menempuh jalan sempit seperti yang dilakukan oleh orang-orang yang mengajukan judicial review ini?,” bebernya.
 
Ketenangan
 
Erwin mengatakan pernikahan ditujukan untuk mencari ketenangan. “Kalau dari awal sudah beda agama sudah pasti ketenangan tidak akan didapat. Orang yang sudah menikah saja walau misal agamanya sama bisa bercerai karena tidak ada kecocokan, apalagi berangkat  dari starting point yang berbeda, berbeda agama, berbeda akidah. Ini cari gara-gara namanya,” tukas Erwin seraya berkata untuk apa HAM kalau menghancurkan diri sendiri dan juga masyarakat.
 
Dalam Islam tidak  main-main, tegas Erwin, tidak boleh muslimah nikah dengan laki-laki non muslim. Haram hukumnya. Itu bukti sayangnya Islam terhadap muslimah, sekaligus sayang Islam kepada non-Muslim.
 
“Bagaimana mungkin ketika terjadi perbedaan agama akan terjadi harmonisasi, akan terjadi ketenangan, sakinah mawadah, akan melahirkan anak-anak yang hebat, anak-anak yang cerdas  ketika diantara kedua orang tuanya sendiri itu ada perbedaan agama,” urainya.
 
Bagaimana anaknya akan memilih agama, sambung Erwin, sekali pun orang tuanya membebaskan anak akan memeluk agama apa,  tapi anaknya akan limbung. Memilih agama Ibu tidak enak sama ayah, memilih agama ayah tidak enak sama ibu.
 
“Anak yang sejak kecil kita didik, kita tanamkan nilai agama  saja belum tentu mereka tumbuh menjadi anak baik. Masih ada peluang kesalahan di sana sini. Apalagi sejak awal hal yang paling  fundamental, sakral yaitu iman tidak ditanamkan. Apa jadinya anak ini nantinya,” kritiknya.
 
Anak-anak seperti itu, lanjut Erwin,  tidak akan bisa menfilter mana baik mana buruk, mana yang harus diambil mana yang harus ditolak. “Pada akhirnya  menjadi generasi limbung, generasi yang tidak memiliki prinsip, generasi yang kepribadiannya terbelah. Tentu kita tidak menginginkan itu semua,” tegasnya.
 
“Oleh karena itu Mahkamah Konstitusi wajib menolak judicial review ini. Ayo kita berfikir membenahi negeri ini. Yang sudah baik dipertahankan, membenahi yang masih buruk. Yang sudah baik jangan diotak atik,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun
 
 
 

Kamis, 03 November 2022

LBH Pelita Umat: Judicial Review UU Perkawinan Beda Agama Harus Ditolak!

Tinta Media - Judicial Review terhadap ketentuan Pasal 2 ayat (1), Pasal 2 ayat (2), dan Pasal 8 huruf f Undang-Undang Perkawinan (norma perkawinan beda agama) yang diajukan oleh Ramos Petege kepada Mahkamah Konstitusi harus ditolak. 

"Permohonan Ramos Petege harus ditolak. Apabila perkawinan beda agama dilegalkan, maka hal tersebut sama saja melegalkan perzinahan. Legalisasi perkawinan beda agama akan mengundang murka Allah Swt," tutur Ketua LBH Pelita Umat  Chandra Purna Irawan S.H., M.H. kepada Tinta Media Selasa (1/11/2022).

Menurutnya, jika permohonan tersebut dikabulkan, maka akan banyak wanita Muslimah yang nikah dengan non muslim. "Yang demikian itu akan menimbulkan dampak yang sangat luar biasa bagi kepentingan syariat Islam dan umat Islam itu sendiri,” tegasnya.

Pertama, perkawinan tidak hanya menyoal hukum keperdataan, tetapi juga hukum agama. "Perkawinan beda agama sebagaimana keinginan dari Pemohon tersebut membuat bangsa Indonesia kembali pada masa kolonial. Sebab perkawinan hanya bersifat umum dengan pengesahan yang mengesampingkan hukum agama,” ujarnya.

Selain itu, sehubungan dengan isu hak asasi manusia (HAM) dalam hukum perkawinan yang dipersoalkan Pemohon, Indonesia bukan penganut HAM yang bebas sebebas-bebasnya karena kultur di Indonesia tidak sama dengan kultur pada negara-negara lain di dunia yang merupakan penganut HAM bebas.

Kedua, jika merujuk UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974. Pada Pasal 2 Ayat (1) berbunyi perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu. "Dari pasal ini sudah sangat jelas terdapat frasa '.... menurut hukum masing-masing agama....'. Sehingga ketika agama Islam misalnya melarang menikah dengan orang yang beda agama, maka ketika dipaksakan menjadi tidak sah,” tegas Chandra. 

Ketentuan pasal diatas, sambungnya, diperkuat dengan fatwa MUI yang menyatakan pernikahan beda agama haram dan tidak sah. Hal itu dimuat dalam Fatwa MUI Nomor: 4/Munas VII/MUI/8/2005 tentang Perkawinan Beda Agama.

Ketiga, Mahkamah Konstitusi harus menyatakan dalam putusannya bahwa ketentuan Pasal 2 ayat (1), Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 8 huruf f Undang-Undang Perkawinan adalah konstitusional dan tidak bertentangan dengan UUD 1945. [] Irianti Aminatun

Selasa, 01 November 2022

Judicial Review Perkawinan Beda Agama, Dr. Abdul Chair: Perlu Perhatian Umat Islam


Tinta Media - Judicial review yang diajukan Elias Ramos Petege ke Mahkamah Konstitusi  agar bisa menikahi wanita muslimah ditanggapi oleh Ketua Umum HRS Center Dr. Abdul Chair Ramadhan, S,H., M.H. perlu perhatian umat Islam.
 
“Judicial Review terhadap ketentuan Pasal 2 ayat (1), Pasal 2 ayat (2), dan Pasal 8 huruf f Undang-Undang Perkawinan (norma perkawinan beda agama) yang diajukan oleh Ramos Petege kepada Mahkamah Konstitusi harus mendapatkan perhatian umat Islam,” tuturnya kepada Tinta Media, Senin (31/10/2022).
 
Saat ini proses sidang di Mahkamah sudah masuk tahap pemeriksaan terhadap para ahli. “Insya Allah hari Selasa tanggal 1 November 2022 saya akan memberikan keterangan sebagai Ahli Teori Hukum yang dihadirkan oleh Pihak Terkait, yaki Dewan Dakwah Islam Indonesia (DDII),” terangnya.
 
Abdul Chair menegaskan, Mahkamah Konstitusi harus menyatakan dalam putusannya bahwa ketentuan Pasal 2 ayat (1), Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 8 huruf f Undang-Undang Perkawinan adalah konstitusional dan tidak bertentangan dengan UUD 1945. “Dengan demikian permohonan Ramos Petege harus ditolak,” tegasnya.
 
Menurutnya, apabila perkawinan beda agama dilegalkan, maka hal tersebut sama saja melegalkan perzinahan.
 
“Perkawinan beda agama adalah dosa besar dan menimbulkan kemudaratan yang berkelanjutan. Legalisasi perkawinan beda agama akan mengundang murka Allah SWT,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun
 
 
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab