Tinta Media: Jobs Fair
Tampilkan postingan dengan label Jobs Fair. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Jobs Fair. Tampilkan semua postingan

Selasa, 25 Juli 2023

Job Fair, Solusi Pragmatis Menuntaskan Pengangguran?

Tinta Media - Baru-baru ini Pemkab Bandung menggelar Job Fair yang diselenggarakan di Gedung Budaya, Soreang, Kabupaten Bandung. Puluhan perusahaan membuka lowongan kerja bagi para pencari kerja. 

Upaya ini dilakukan oleh Pemkab Bandung untuk menekan angka pengangguran dan memfasilitasi masyarakat yang membutuhkan pekerjaan.

Menurut Kepala Disnaker Kabupaten Bandung, Job Fair tersebut akan menyerap para pencari kerja dengan 1.500 lowongan pekerjaan. Dihadirkan juga 30 perusahaan. 

Problem pengangguran memang menjadi masalah besar bagi pemerintah dan memang sudah lama dikeluhkan oleh masyarakat. Pengangguran sangat terkait dengan kemiskinan. 

Setiap tahun lulusan sarjana atau sekolah menengah atas berbondong-bondong mencari pekerjaan. Ada yang mempunyai skill tertentu, banyak juga yang tidak mempunyai skill. 

Tentu saja di tengah sulitnya perekonomian ditambah dengan sulitnya mencari pekerjaan, membuat masyarakat semakin kebingungan, dan masyarakat miskin semakin bertambah.

Selain yang baru lulus sekolah, para pencari kerja juga berasal dari para korban PHK, yang salah satunya akibat diberlakukannya Undang-Undang Ciptaker yang memang sangat merugikan para buruh. 

Dalam Undang-Undang Ciptaker, para pegawai dan pengusaha melakukan perjanjian kerja dalam waktu tertentu, atau disebut dengan kontak kerja, sehingga para buruh bisa diberhentikan dari pekerjaannya sesuai keinginan pengusaha, sehingga banyak sekali korban PHK. 

Dengan diadakannya Job Fair atau bursa keja, Pemkab Bandung berharap agar para pencari kerja, segera mendapatkan pekerjaan. Akan tetapi, faktanya tidak seperti yang diharapkan, karena banyak pencari kerja yang tidak memiliki keahlian sebagaimana disyaratkan oleh perusahaan. 

Walhasil, pengangguran tidak dapat dituntaskan dan Job Fair bukan solusi untuk mengatasi pengangguran. 

Berbagai usaha telah dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi pengangguran. Akan tetapi, tampaknya pengangguran ini menjadi warisan dari rezim ke rezim, dan sulit untuk dientaskan. 

Sejalan dengan ketidakstabilan perekonomian dunia, kondisi ini diperparah dengan adanya pandemi Covid-19, sehingga semakin memperburuk keadaan perekonomian dunia. Banyak proyek yang belum selesai atau mangkrak. Alhasil, semakin sulit lapangan kerja didapatkan. 

Ditambah lagi PHK di mana- mana. Pemerintah selama ini hanya fokus pada supply tenaga kerja, padahal seharusnya pemerintah menciptakan lapangan kerja. 

Ketergantungan pemerintah pada proyek-proyek pembangunan yang berbasis investasi asing dan utang ribawi kerap menyerap tenaga asing cukup tinggi, sementara pembangunan sektor ekonomi nonriil hanya memacu pertumbuhan di atas kertas. Hal ini menyedot kekayaan rakyat ke tangan konglomerat.

Perekonomian Indonesia juga sangat dipengaruhi oleh kondisi internasional. Inilah konsekuensi dari penerapan sistem ekonomi kapitalis liberal yang menjadikan Indonesia tidak mandiri. 

Sungguh ironi, di negeri dengan kekayaan alam yang berlimpah, seharusnya rakyat sejahtera. Kebijakan ekonomi dan politik disetir oleh kekuasaan kapitalisme global dan oligarki, sehingga negara-negara besar bisa mempermainkan bangsa ini untuk kepentingan mereka. 

Selama ini, pemerintah hanya beretorika saja, sehingga penguasa gamang untuk memihak rakyat karena paradigma kapitalis yang dikukuhi negara. Bahkan, penguasa kerap menzalimi rakyat dengan kebijakan yang menyengsarakan. 

Salah satunya dengan disahkannya Undang-Undang Ciptaker yang sangat merugikan para buruh. Padahal, seharusnya para  buruh itu dilindungi hak-haknya oleh negara. Harusnya para buruh mendapatkan kesejahteraan. 

Mereka tidak perlu lagi kebingungan mencari pekerjaan karena perusahaan tidak memberhentikan secara sepihak. Inilah salah satu kebobrokan sistem demokrasi kapitalis liberal, karena negara tidak bisa melindungi dan bahkan tidak bisa mensejahterakan rakyatnya.

Di dalam Islam, pemimpin atau negara adalah perisai. Mereka harus menjadi pengurus dan penjaga umat. Ini karena di dalam Islam, ada dimensi akhirat, yang membuat para pemimpin takut apabila berbuat zalim kepada rakyat. 

Para pemimpin Islam berusaha mengurus dan menyejahterakan rakyat secara maksimal, dengan jalan menerapkan syariat Islam dalam setiap aspek  kehidupan. 

Islam menetapkan jaminan kesejahteraan dengan mewajibkan bagi seorang laki-laki untuk bekerja. Negara pun akan memberikan support dengan memberikan pendidikan yang memadai dan tentunya skill yang mumpuni. Negara juga mengarahkan seluruh rakyat agar memiliki kepribadian Islam. 

Negara akan menyediakan lapangan kerja seluas-luasnya dengan membuka akses luas kepada sumber-sumber ekonomi yang halal dan mencegah penguasaan kekayaan milik umum oleh segelintir orang, apalagi asing. 

Inilah pentingnya penerapan Islam secara kaffah, agar manusia kembali kepada fitrahnya, dan mendapat rida-Nya. Dengan demikian, masyarakat mendapat maslahat dunia dan akhirat. Wallahu'alam bishshawab.

Oleh: Enung Sopiah, Sahabat Tinta Media
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab