Jalan Rusak, Tanggung Jawab Siapa?
Tinta Media - Aksi protes masyarakat Banjar Carik Padang, Desa Nyambu, Kecamatan Kediri, Tabanan dengan menanam pohon pisang di tengah jalan yang rusak menjadi viral di media sosial. Kepala Bidang Cipta Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang Perumahan dan Kawasan Permukiman (PUPRPKP) Kabupaten Tabanan I Gede Partana menyatakan "Kami tidak bisa ambil proses perbaikan, karena statusnya jalan desa, bukan Jalan Kabupaten. Sehingga anggaran APBD untuk perbaikan jalan tak bisa masuk ke situ," Selasa (18/6/2024).
Persoalan jalan yang rusak, lambatnya perbaikan dari penguasa menunjukkan bahwa negara ini telah abai dalam menjaga keselamatan rakyat. Masih belum bisa terpenuhi sarana transportasinya termasuk jalan yang aman dan nyaman. Padahal sarana dan prasarana transportasi berupa infrastruktur jalan merupakan kebutuhan yang sangat vital bagi masyarakat. Transportasi termasuk jalan adalah wasilah berlangsungnya aktivitas ekonomi, distribusi barang dan jasa, aktivitas sosial masyarakat dari satu tempat ke tempat yang lain untuk memenuhi berbagai kebutuhan masyarakat kapan pun dan dimana pun mereka berada.
Persoalan jalan baik jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten maupun jalan desa seharusnya menjadi tanggungjawab penguasa. Maka pengadaannya, pemeliharaannya menjadi tanggungjawabnya juga. Pengadaannya pun tak sekadar asal membuat tetapi juga memastikan jalan yang dibangun adalah yang aman dan tidak membahayakan pengguna. Demikian pula dengan pemeliharaannya, maka jika ada yang rusak sudah seharusnya segera diperbaiki.
Fakta lain menunjukkan bahwa pembangunan sarana transportasi termasuk diantaranya adalah jalan, akan lebih diprioritaskan untuk daerah atau kawasan yang menjadi sentra ekonomi. Sementara daerah terpencil atau kurang produktif harus bersabar dengan kondisi fisik yang ada. Walhasil pemerataan pelayanan tidak akan tercapai dengan model pembangunan kapitalistik yang demikian.
Hal ini terjadi karena sistem yang ada hari ini menerapkan sistem kapitalistik yang penguasa hanya menjadi regulator dan fasilitator saja termasuk dalam penyediaan sistem transportasi. Pemerintah dalam hal ini menggandeng pihak swasta baik lokal maupun asing untuk memenuhi kebutuhan transportasi rakyat, alasannya karena minimnya modal, semua tergantung kepentingan dan hitung-hitungan pihak swasta. Tak heran saat jalan rusak, penguasa tidak segera memperbaikinya hingga akhirnya menelan korban.
Kondisi ini jauh dari sistem Islam, Khilafah adalah sistem pemerintahan Islam yang memosisikan seorang Khalifah sebagai penggembala atau pengurus urusan rakyatnya. Sebagaimana apa yang dikatakan oleh Baginda Nabi Muhammad SAW “Penguasa adalah ra’in atau penggembala dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya” (HR Imam Bukhari).
Maka penguasa di dalam Islam akan melakukan riayah atau pengaturan terkait semua urusan rakyat termasuk kebutuhan transportasi untuk mobilitas rakyat. Negara wajib menjamin ketersediaan transportasi publik berikut infrastruktur jalan yang aman dan memadai, tidak boleh terjadi bahaya, kesulitan, penderitaan atau kesengsaraan yang menimpa masyarakat. Inilah visi pembangunan dalam sistem Islam yakni sepenuhnya untuk kemaslahatan masyarakat bukan keuntungan semata sebagaimana visi pembangunan dalam sistem kapitalis.
Keseriusan pemimpin dilihat dari bagaimana Khalifah meriayah mulai dari membuat rancangan pengadaan jalannya baik jalan utama, akses ibukota atau provinsi atau kabupaten maupun akses di daerah-daerah yang terpencil. Tidak ada pembedaan dalam layanan publik ini, sehingga semua masyarakat akan mendapatkan layanan yang sama. Tidak ada kendala untuk menjangkau dari suatu daerah ke daerah yang lain. Sedangkan pembiayaan hingga pemeliharaan maka itu diambilkan dari kas Baitul mal, tidak berasal dari utang ribawi atas nama investasi.
Baitul mal sendiri memiliki pos pemasukan dan pengeluaran. Pemasukan baitul mal didapatkan dari banyak sumber baik itu ghanimah, fai, kharaj maupun pengelolaan dari sumber daya alam yang jumlahnya berlimpah. Semua itu agar negara mempunyai kemampuan finansial yang memadai untuk menjalankan fungsi dan tanggung jawabnya. Maka negara wajib mengelola kekayaannya secara benar sesuai dengan syariat Islam.
Hasil dari pengelolaan itu adalah diwujudkannya semua pemenuhan kebutuhan umum masyarakat contohnya kesehatan dan pendidikan yang bebas biaya juga berbagai layanan publik lainnya termasuk keberadaan jalan. Sungguh keteladanan seorang pemimpin yang luar biasa ketakwaannya dan rasa takutnya kepada Allah tentang tanggung jawabnya sebagai seorang pemimpin. Keberadaan kehidupan seperti ini hanya akan kita jumpai manakala seluruh aturan dalam sebuah sistem tersebut adalah penerapan syariat Islam secara kaffah. Dan itu hanya kita jumpai di bawah sistem pemerintahan Khilafah Islamiyah.
Wallahu a’lam bish showab.
Oleh: Mirza Fithry N, Sahabat Tinta Media