Tinta Media: Jabat tangan
Tampilkan postingan dengan label Jabat tangan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Jabat tangan. Tampilkan semua postingan

Rabu, 10 Agustus 2022

Inilah Hukum Berjabat Tangan Antara Laki-laki dan Perempuan Bukan Mahram

Tinta Media - Aktivis Muslimah Ustazah Wiwing Noraeni mengungkapkan hukum berjabat tangan (mushafahah) antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram. 

"Mungkin diantara sahabat muslimah ada yang masih bingung, bertanya-tanya dengan bagaimana hukum berjabat tangan (mushafahah) antara laki-laki dan perempuan bukan mahram," tuturnya dalam acara Kuntum Khaira Ummah: Hukumnya Berjabat Tangan dengan Laki-laki Bukan Mahram, di kanal YouTube Muslimah Media Center, Jum'at (5/8/22).

Ia melanjutkan, sebagian ulama mengharamkan berjabat tangan antara laki-laki dan perempuan. Mereka mendasarkan pendapatnya dari hadist yang diriwayatkan dari Urwah dari Aisyah ra. berkata yang artinya, "Sesungguhnya tangan Rasulullah Saw tidak pernah sekalipun menyentuh tangan seorang wanita kecuali wanita yang menjadi milik beliau (istrinya)." (HR. Buhkhari).

"Nah, hadist ini dijadikan sebagai dalil tidak bolehnya berjabat tangan. Tapi tidak hanya hadist ini, masih ada beberapa hadist lainnya. Dan ternyata ada juga hadist yang membolehkan perempuan berjabat tangan dengan laki-laki," paparnya.

Hadist ini diriwayatkan oleh Bukhari dari Ummu Athiyah, "Kami pernah membai'at Rasulullah Saw dan beliau membacakan kepada kami ayat bahwa mereka tidak akan mempersekutukan sesuatu pun dengan Allah dan melarang kami untuk meratapi orang yang mati. Lalu seorang wanita dari kami menarik tangannya kemudian dia berkata, "Fulanah telah membantu saya dan saya ingin untuk membalas dia." Saat itu beliau tidak berkata apa-apa." (HR. Bukhari)

"Hadist dari Ummu Athiyah ini nampak ada pertentangan dengan hadist yang diriwayatkan dari Urwah. Ketika ada pertentangan antara dua hadist seperti ini, maka bagaimana seharusnya kita menyikapinya?" tanyanya.

Ia pun menjelaskan, dalam kitab Syakhsiyah Islamiyah juz 3 berkaitan dengan Ushul fiqih dijelaskan bahwa ketika ada hadist-hadist yang bertentangan seperti ini, maka ada metode untuk menyelaraskan hadist-hadist ini. Atau dengan kata lain mengkompromikan hadist-hadist ini sehingga tidak ada hadist yang ditolak, dengan cara memperhatikan situasi dan kondisi dari masing-masing hadist tadi.

"Di dalam kitab Syakhsiyah Islamiyah tersebut dinyatakan bahwa mengkompromikan hadist tadi adalah bahwa penolakan dari Rasulullah Saw untuk melakukan sebuah aktivitas, itu bukan berarti larangan. Penolakan Rasul untuk tidak berjabat tangan dari hadist Aisyah tadi, tidak menunjukkan adanya larangan untuk berjabat tangan. Tapi merupakan penolakan Nabi SAW atas sesuatu yang mubah," ungkapnya.

Ia menambahkan, ini sekaligus merupakan qarinah bahwa perbuatan Rasul ketika membai'at para wanita dengan berjabat tangan itu bukan sesuatu yang hukumnya wajib (mandub), tapi hukumnya adalah mubah.

"Jadi,  ketika beliau menolak untuk berjabat tangan itu bukan berarti larangan, tapi beliau menjauhi dari sesuatu yang mubah. Dan aktivitas beliau menjauhi sesuatu yang mubah itu bukan dalam perkara berjabat tangan saja, tapi juga dalam hal lain," simpulnya.

Misalnya, lanjutnya, ketika tindakan beliau SAW untuk menginapkan atau menyimpan dirham atau dinar di rumah beliau. Atau dengan kata lain dinar atau dirham harta-harta umat yang kemudian disampaikan kepada rasul untuk didistribusikan (disampaikan) ke yang lebih berhak untuk mendapatkannya, rasul itu menghindari untuk menyimpan harta ini menginapkan. Begitu rasul menerima langsung membagikan. 

"Harta ini bukan berarti tidak boleh, bukan berarti haram, bukan berarti larangan untuk menyimpan harta umat tadi. Tapi Nabi menjauhi dari yang mubah. Itu semata-mata karena kehati-hatian yang kemudian berkaitan juga tentang menjauhi hal yang mubah," tegasnya.

"Nah, ditambah lagi masih dalam kitab Shakhsiyah Islamiyah juz 3, dijelaskan bahwa ada dalil-dalil lain yang menunjukkan kebolehan menyentuh wanita. Contohnya seperti dalam Qur'an surat An-Nisa ayat 43, "...atau menyentuh perempuan...". (TQS. An-Nisa : 43). Ayat ini berkaitan dengan hal-hal yang membatalkan wudhu, yaitu ketika bersentuhan laki-laki dengan perempuan. Sehingga sesungguhnya ayat tersebut dalam pengertiannya yang tersirat menunjukkan kebolehan laki-laki menyentuh perempuan, hanya membatalkan dalam wudhu," tandasnya.

Ia pun menyimpulkan, bahwa ini dalil 'am yang membahas bersentuhan secara umum. Sementara hadist tadi memang berkaitan langsung dengan berjabat tangan bersentuhan. Sehingga hukum berjabat tangan (tanpa disertai syahwat) adalah mubah.

"Jelaslah disini bahwa berjabat tangan antara laki-laki dan perempuan ini hukumnya adalah mubah. Tetapi bukan berarti kalau mubah kemudian harus dikerjakan? Tidak," tegasnya. 

"Karena Nabi juga tidak selalu mengerjakan yang mubah. Beliau justru sering menjauhi yang mubah. Sehingga kita bisa saja berjabat tangan dengan bersentuhan, bisa juga dengan tidak bersentuhan. Kenapa? Karena ini perkara yang mubah," pungkasnya.[] Willy Waliah
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab