Tinta Media: Izin Ekspor Pasir Laut
Tampilkan postingan dengan label Izin Ekspor Pasir Laut. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Izin Ekspor Pasir Laut. Tampilkan semua postingan

Jumat, 09 Juni 2023

MMC: Ada Harga yang Harus Dibayar Dibalik Keuntungan Pengelolaan Sedimentasi Laut

Tinta Media - Klaim pemerintah bahwa  proyek sedimentasi laut bisa menciptakan keuntungan ganda yaitu penyehatan lingkungan dan biota laut, serta keuntungan penerimaan negara dikritisi Narator Muslimah Media Center (MMC). 
 
“Dibalik potensi keuntungan tersebut tentu ada harga yang harus dibayar yaitu kerusakan ekosistem. Para ahli dan akademisi mengingatkan hal ini,” ujarnya dalam program Serba-serbi MMC: Ekspor Pasir Laut Legal, Untung Berujung Buntung Niscaya dalam Kapitalisme, Ahad (4/6/2023).
 
Narator menegaskan, PP nomor 26 tahun 2023 tentang pengelolaan hasil sedimentasi di laut yang dikeluarkan pemerintah 25 Mei lalu dinilai oleh manajer WALHI Parid Ridwanuddin beresiko mengurangi pulau-pulai kecil di Indonesia.
 
“Sedimen pasir yang dikeruk dapat merusak ekosistem pantai dan menimbulkan abrasi. Menurut catatan WALHI ada sekitar 20 pulau kecil di sekitar Riau, Maluku dan kepulauan lainnya yang sudah tenggelam,” ucap Narator mengutip pendapat Parid.
 
Narator menilai, abainya pemerintah terhadap kerugian ini karena mindset kapitalisme  yang hanya mengedepankan keuntungan materi.
 
"Alih-alih menghentikan, pemerintah justru melanjutkan kebijakan tersebut, mereka hanya memberikan janji akan menghentikan program tersebut jika menimbulkan kerusakan lingkungan dan membahayakan kelangsungan hidup di wilayah perairan," ungkapnya.
 
Karena itu, lanjutnya, proyek sedimentasi yang diklaim sebagai penyehatan ekosistem sejatinya hanya kebijakan yang memuluskan kepentingan ekonomi para kapital.
 
Islam
 
Narator menilai, ini sangat berbeda dengan sistem Khilafah dalam membuat kebijakan tentang pengelolaan lingkungan. “Sebagai institusi yang menerapkan syariat Islam secara Kafah, Khilafah senantiasa menetapkan kebijakan berdasarkan nash-nash syariat terkait pengelolaan lingkungan,” tandasnya.
 
Ia mengutip Al-Quran surat Al-Hijr ayat 19-20 dan surat Al-A’raf ayat 56 sebagai rujukan dalilnya.  “Dari dalil-dalil inilah Khilafah membuat kebijakan yang mengatur pemanfaatan kekayaan lingkungan termasuk pengelolaan sedimentasi laut,” terangnya.
 
Narator menjelaskan, sedimentasi laut adalah proses pengendapan yang terjadi di laut di mana material-material dipindahkan oleh kekuatan air laut. Sedimentasi ini bisa terjadi karena beberapa hal, seperti perubahan arus laut yang mengendapkan material-material ke dasar laut maupun adanya pasang surut air laut. Hal ini berlangsung berulang-ulang dalam jangka waktu yang lama.
 
“Jika proses sedimentasi tersebut tidak menimbulkan kerusakan ekosistem dan mengganggu aktivitas sosial ekonomi, maka Khilafah akan membiarkan hal tersebut. Namun jika proses sedimentasi tersebut ternyata merusak ekosistem dan mengganggu aktivitas sosial ekonomi warga, semisal berasal dari penggerusan di garis pantai, maka Khilafah akan melakukan tindakan khusus, yakni akan melakukan pengendalian proses abrasi yang terjadi dengan metode coastal engineering atau yang lain," tegasnya.
 
Dan untuk menentukan apakah hasil sedimentasi menimbulkan kerusakan atau tidak, lanjutnya, diperlukan kajian khusus oleh para ahli dan akademisi, sebab dinamika wilayah pantai dan daerah pesisir dangkal sangat beragam. Hasil kajian ini akan digunakan Khilafah dalam membuat kebijakan pengelolaan sedimentasi.
 
“Seperti inilah peran Khilafah dalam mengelola sedimentasi laut di daerah pesisir. Prinsip pengelolaan tidak didasarkan pada keuntungan ekonomi semata sebagaimana dalam sistem kapitalisme, melainkan pengelolaan yang mengedepankan kelestarian lingkungan hidup dan kebutuhan manusia.Karena itulah Khilafah dikenal sangat melindungi manusia, kehidupan, dan alam semesta," pungkasnya.[] Sri Wahyuni.
 

Pasir Laut Dikeruk, Kualitas Hidup Makin Memburuk

Tinta Media - Kekayaan Indonesia membentang dari Sabang sampai Merauke. Daratan dan lautan menyimpan kekayaan luar biasa. Namun sayang, kekayaan ini tak mampu diolah dengan baik. Alhasil, kemiskinan makin sistemik. Salah satu kekayaan yang tengah menjadi sorotan adalah pasir laut. Kini, pemerintah membuka kembali keran ekspor pasir laut setelah lama dihentikan, yaitu tahun 2000. 

Pasir Laut Diburu demi Keuntungan Semu

Tahun 2000, Kepulauan Riau menjadi salah satu titik tambang pasir laut di Indonesia. Perairan Riau telah menjadi lokasi tambang pasir laut yang diekspor untuk reklamasi Singapura tahun 2000 (mongabay.co.id, 4/7/2023). 

Tak ayal, dampak lingkungan pun sangat dirasakan para nelayan, mulai dari air laut yang keruh, menipisnya jumlah ikan, kerusakan karang, sampai pengikisan daratan. Akhirnya, pemerintah menetapkan kebijakan untuk menyetop keran ekspor pasir laut karena dampaknya yang begitu merusak lingkungan. 

Kini, mimpi buruk itu kembali terulang. Keran ekspor pasir laut yang telah ditutup selama 22 tahun, kini dibuka kembali. Presiden Joko Widodo mengesahkan PP No. 26/2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di laut. Tak ayal, keputusan ini pun menuai kritik publik karena diduga mengandung pelanggaran (cnbcindonesia.com, 5/6/2023). 

Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman mengungkapkan bahwa PP no. 26/2023 yang diundangkan dan mulai diberlakukan tanggal 15 Mei 2023 mengandung pelanggaran. Dia pun menyebutkan bahwa pasal 3 PP no. 26/2023, wilayah izin usaha pertambangan adalah yang dikecualikan dalam pengelolaan hasil sedimentasi (cnbcindonesia.com, 5/6/2023). 

CERI pun memprediksi akan terjadi protes besar-besaran dari lembaga pecinta lingkungan, seperti WALHI, Greenpeace, komunitas nelayan, penduduk pesisir. Pemda dan pengusaha pasir akan menggugat produk PP tersebut karena jelas-jelas, merusak lingkungan dan merugikan rakyat.

Meskipun menuai kontroversi, pemerintah tetap mengetok palu keputusan tersebut. Menteri ESDM, Arifin Tasrif, membeberkan alasan pemerintah membuka keran ekspor pasir laut. Salah satunya yaitu untuk menjaga alur pelayaran dan nilai ekonomi akibat adanya sedimentasi (cnbcindonesia.com, 2/6/2023). 

Menteri ESDM pun mengatakan bahwa pasir laut memiliki nilai ekonomi tinggi. Lebih-lebih sedimen yang berupa lumpur, lebih baik dijual ke luar negeri daripada dibiarkan menumpuk dan menganggu pelayaran. Sementara, Menteri Kemaritiman dan Investasi, Luhut B. Pandjaitan menyebutkan bahwa ekspor pasir laut ditujukan untuk kesehatan laut dan pendalaman air laut. Luhut pun menegaskan bahwa pengerukan pasir laut tak akan membahayakan lingkungan, tetapi justru dapat menjadi tambahan pendapatan bagi negara. Demikian lanjutnya.(cnbcindonesia.com, 2/6/2023)

Semua alasan ini ditentang oleh Koordinator National Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia, Mohammad Abdi Sufuhan. Dia mengungkapkan bahwa landasan ketetapan pemerintah tentang pembukaan ekspor pasir laut dinilai rapuh. Semua ketetapannya tak merujuk pada ketetapan peraturan yang lebih tinggi. Tak hanya itu, kajian ini pun tak didukung dengan kajian ilmiah yang matang (kompas.id, 3/6/2023).

Para ahli dan akademisi pun mengingatkan tentang buruknya dampak yang dihasilkan dari pengerukan pasir pantai secara besar-besaran. Manajer Kampanye Pesisir dan Laut Indonesia WALHI, Parid Ridwanuddin, mengungkapkan bahwa PP tersebut beresiko mengurangi pulau-pulau kecil di Indonesia karena sedimen pasir yang dikeruk dapat mengakibatkan kerusakan ekosistem pantai dan menyebabkan abrasi. Tentu saja, hal ini tak dapat dibiarkan begitu saja. 

Kebijakan yang dilahirkan dari sistem buatan manusia hanyalah kebijakan rusak yang hanya mengakibatkan kezaliman dalam kehidupan masyarakat. Inilah fakta betapa buruknya penerapan sistem kapitalisme sekuleristik, sistem yang memisahkan aturan agama dari kehidupan. Alasan keuntungan materi mendominasi dalam setiap kebijakan yang ditetapkan, tanpa memandang akibat yang dihasilkan. Kepentingan dan keselamatan rakyat justru tergadai oleh kepentingan para elite. Kerusakan ekosistem yang mengancam kehidupan masyarakat pun diabaikan begitu saja. 

Kebijakan-kebijakan ini ditetapkan hanya untuk memuluskan kepentingan para oligarki kapitalistik, bahkan pendapat para ahli pun tak diindahkan. Yang diburu hanya keuntungan materialistis saja. Sungguh keputusan yang mengecewakan. 

Sungguh, sistem rusak ini harus segera dicampakkan, kemudian segera diganti dengan sistem amanah yang memperhatikan kepentingan rakyat.

Islam Menjaga Kepentingan Rakyat

Islam adalah satu-satunya sistem yang menyajikan solusi kehidupan, termasuk mengatur keseimbangan lingkungan demi keselamatan kehidupan. Dalam hal ini, pendapat para khubara (ahli) harus didengarkan, diperhatikan, dan dilaksanakan tanpa memperhitungkan untung atau rugi dalam setiap keputusan kebijakan. 

Sistem Islam, yaitu sistem
khilafah yang dipimpin oleh seorang khalifah senantiasa memprioritaskan kepentingan rakyat di atas kepentingan lain. Tentunya, segala keputusan ditetapkan sesuai syariat Islam. 

Terkait pengelolaan dan penjagaan lingkungan, manusia selayaknya memanfaatkannya sesuai kebutuhan, tanpa ada usaha merusak atau mengeksploitasinya. 

Allah Swt. berfirman, 

"Dan Kami telah menghamparkan bumi dan Kami pancangkan padanya gunung-gunung serta Kami tumbuhkan di sana segala sesuatu menurut ukuran. Dan Kami telah menjadikan padanya sumber-sumber kehidupan untuk keperluanmu, dan (Kami ciptakan pula) makhluk-makhluk yang bukan kamu pemberi rezekinya." (QS. Al-Hijr : 19-20).

Allah Swt. memerintahkan agar tak merusak lingkungan beserta isinya karena setiap kerusakan pasti akan membawa bencana bagi seluruh manusia. 

Allah Swt. pun melarang manusia untuk merusak lingkungan. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam QS. Al A'raf ayat 56, yang artinya,

"Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang yang berbuat kebaikan." (QS. Al-A'raf : 56).

Syariat Islam begitu sempurna mengatur kehidupan manusia, alam semesta, dan hubungan keduanya. Hanya Islam-lah satu-satunya sistem yang menjaga keseimbangan kehidupan manusia dan kelestarian lingkungan hidup. 

Syariat Islam pun menetapkan pengelolaan sedimentasi laut. Sedimentasi laut merupakan proses pengendapan yang terjadi di laut saat material-material laut dipindahkan oleh kekuatan laut. Jika proses sedimentasi tak mengganggu kehidupan manusia, maka negara akan membiarkan hal tersebut. Akan tetapi, jika menimbulkan gangguan pada kehidupan, maka negara akan melakukan tindakan khusus, misalnya pengendalian abrasi melalui metode costal engineering atau yang lainnya, tanpa menilik biaya atau hitungan untung rugi. Hal ini karena prioritas utama yang ditetapkan negara adalah keselamatan nyawa rakyat serta terpenuhinya seluruh kepentingan rakyat.

Sistem Islam, satu-satunya sistem yang adil dalam mengurusi kehidupan. Kepentingan umat terlindungi dengan adil dan bijaksana dalam sistem yang memosisikan umat dan kekayaannya sebagai amanah, bukan obyek kapitalisasi yang dijarah.

Wallahu a'lam bisshawwab.

Oleh: Yuke Octavianty
Forum Literasi Muslimah Bogor

Rabu, 07 Juni 2023

Direktur IJM: Batalkan Izin Ekspor Pasir Laut!

Tinta Media - Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM), Agung Wisnuwardana menegaskan, Presiden Jokowi harus membatalkan izin ekspor pasir laut.

“Sudah sepantasnya Pak Jokowi membatalkan peraturan pemerintah ini (PP Nomor 26/2023-red) dan melakukan moratorium terhadap ekspor pasir laut secara permanen,” ungkapnya di kanal Youtube Indonesia Justice Monitor dalam tajuk Geger! Jokowi Buka Lagi Ekspor Pasir Laut, Ancam Teritori NKRI? pada Rabu (31/05/2023).

Agung menjelaskan, ekspor pasir laut dapat menimbulkan kerusakan lingkungan akibat aktivitas penambangan berupa rusaknya ekosistem laut serta pulau-pulau kecil, abrasi, berkurangnya willayah penangkapan ikan bagi nelayan tradisional.

Selain itu, tenggelamnya pulau berpotensi menggeser teritori NKRI dan juga hanya menguntungkan korporasi.

“Pemerintah harusnya mengkaji ulang kebijakan tersebut, banyak mendengar aspirasi rakyat,” tutupnya.[] Yung Eko Utomo

IJM: Ekspor Pasir Laut Memperparah Kerusakan Lingkungan

Tinta Media - Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM) menyoroti ekspor pasir laut yang akan berdampak terhadap lingkungan dan hanya untuk keuntungan pihak korporasi.

"Aktivitas itu berpotensi akan memperparah kerusakan lingkungan dan bahkan hanya akan menguntungkan pihak korporasi,” tuturnya dalam acara Aspirasi: Geger! Jokowi Buka Lagi Ekspor Pasir Laut, Ancam Teritori NKRI? Kamis (1/6/2023) di kanal You Tube Justice Monitor.

Hal tersebut disampaikan menyusul keluarnya Peraturan Pemerintah (PP) nomor 26 Tahun 2023 tentang pengelolaan hasil sedimentasi di laut. Dimana PP tersebut resmi diundangkan pada tanggal 15 Mei 2023 yang lalu. Sehingga membolehkan kembali ekspor pasir laut yang sebelumnya sudah 20 tahun di stop di era pemerintahan presiden Megawati Sukarnoputri karena membuat Batam rusak hingga satu pulaunya hampir tenggelam.

“Bisnis yang dilegalkan ini dikhawatirkan akan mengancam menghancurkan ekosistem dan juga bergesernya teritori atau NKRI karena tenggelamnya pulau,” terangnya.

Selain terhadap lingkungan, kebijakan presiden Joko Widodo yang membuka kembali kran ekspor pasir laut, dampaknya juga akan dirasakan para nelayan yang tinggal di sekitar pantai. “Ekspor pasir laut di kawasan penangkapan ikan ini akan berpengaruh terhadap hasil tangkapan para nelayan hingga penghasilan pun bisa menurun hingga menyebabkan abrasi,” lanjutnya.

Agung menghimbau pemerintah untuk membatalkan kebijakan yang menimbulkan bencana lingkungan serta mengancam keberlanjutan hidup dan ekonomi masyarakat pesisir yang sebagian besarnya adalah nelayan kecil tradisional.

“Oleh karena itu sudah sepantasnya Pak Jokowi membatalkan Peraturan Pemerintah ini dan melakukan moratorium terhadap ekspor pasir laut secara permanen demi lingkungan lebih baik dan demi keberlanjutan mata pencaharian nelayan untuk kemakmuran mereka,” pungkasnya.[] Langgeng Wahyu Hidayat

Selasa, 06 Juni 2023

Izin Ekspor Pasir Laut Dibuka Lagi, Analis PKAD: Menguntungkan Oligarki

Tinta Media - Pembukaan izin kembali ekspor pasir laut oleh Jokowi setelah 20 tahun dilarang, menurut Analis Senior Pusat Kajian dan Analisis Data (PKAD) Fajar Kurniawan hanya menguntungkan pengusaha alias oligarki.

“Yang paling diuntungkan dari kebijakan ini menurut saya adalah para pengusaha alias oligarki,” tuturnya kepada Tinta Media, Selasa (6/6/2023).

Bahkan ia curiga bahwa kebijakan ini ‘diintervensi’ oleh para oligarki. "Terlebih setelah dilarang selama 20 tahun, dan tiba-tiba sekarang mereka bisa menjalankan bisnisnya kembali, itu kan seperti memperoleh durian runtuh,” ujarnya.
 
Fajar menilai bisnis ini sangat menjanjikan, tak banyak investasi, minim resiko kegagalan dan tak perlu hitung-hitungan rumit. 

"Tinggal pasang alat sedot dan langsung mereka bisa kapalkan pasirnya, langsung jual dan dapatlah uang. Makanya tak heran jika banyak akademisi, pakar lingkungan dan aktivis lingkungan yang mengkhawatirkan bahwa kebijakan ini menjadi pintu masuk terjadinya kerusakan pantai dan bahkan hilangnya pulau-pulau kecil,” nilainya.

Diungkapkannya pelajaran dari masa lalu, pengerukan pasir laut untuk reklamasi, terutama yang diekspor ke Singapura, cukup luar biasa. 

"Walhi mencatat, sedikitnya 20 pulau-pulau kecil di sekitar Riau, Maluku, dan kepulauan lainnya tenggelam atau hilang. Dan diperkirakan ke depan, ada 115 pulau kecil terancam tenggelam di perairan Indonesia, terutama di wilayah perairan dalam. Ini kan mengerikan, bisa menjadi bencana lingkungan yang dahsyat, di tengah semakin menguatnya isu perubahan iklim (climate change),” ungkapnya.

“Kalau pemerintah berdalih bahwa tidak mudah untuk melakukan kegiatan eksploitasi pasir laut, karena ada sejumlah perizinan yang harus dipenuhi agar bisa melakukan eksploitasi pasir laut, nah menurut saya justru di sini masalahnya,” imbuhnya.

Menurutnya, semua tahu bahwa mekanisme perizinan hari ini justru termasuk sumber korupsi yang paling besar. Para pengusaha atau oligarki akan "membeli" perijinan berapapun biayanya, jika bisnis ini dipandang menguntungkan. 

"Dan itu yang selalu terjadi di sektor-sektor lainnya. Terlebih bisnis ini sangat sederhana, minim resiko dan keuntungannya juga menjanjikan. Pastilah banyak oligarki yang tertarik untuk investasi di bisnis ini,” ujarnya.

Ia memastikan, jelas negara dan rakyat Indonesia dirugikan. Karena denggan pengerukan pasir laut diprediksikan akan menibulkan kerusakan lingkungan yang masif, khususnya di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil. Bahkan tak menutup kemungkinan, akan ada pulau2 kecil yang tenggelam, jika terus dikeruk pasir-nya. Dan pastinya kehidupan masyarakat pesisir yang paling terdampak. Karena dengan adanya abrasi pantai dan kerusakan lingkungan pesisir akan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat pesisir. Habitat ikan juga mungkin akan terganggu, sehingga kembang biak ikan terganggu dan populasi ikan berkurang.

“Contoh lainnya saat masih dilegalkan, ekspor pasir laut paling banyak dikirim ke Singapura. Singapura sangat diuntungkan dengan kebijakan pemerintah Indonesia yang mengizinkan penjualan pasir pantai untuk menguruk daratan Negeri Singa tersebut,” jelasnya.

Fajar juga memaparkan pengerukan pasir untuk reklamasi Singapura berasal dari Kepulauan Riau. Sejak 1976 hingga 2002, pasir dari perairan Kepri dikeruk untuk mereklamasi Singapura. Volume ekspor pasir ke Singapura sekitar 250 juta meter kubik per tahun. Pasir dijual dengan harga 1,3 dollar Singapura per meter kubik. “Saking masifnya aktivitas pengambilan pasir di Kepri, membuat daratan Pulau Nipah yang masih masuk wilayah Kota Batam nyaris tenggelam karena abrasi,” paparnya.

Selama ini, menurut Fajar sudah banyak yang tahu kebijakan rezim yang merugikan kepentingan umum. “Kenaikan harga BBM, penambahan utang negara yang ugal-ugalan, pembangunan infrastruktur yang nir-manfaat, adanya sejumlah produk perundangan yang tak sesuai dengan aspirasi masyarakat dan sejumlah kebijakan kontroversial lainnya,” tuturnya.

Ini menurutnya meninbulkan pertanyaan yang menggelitik, sesungguhnya rezim ini bekerja untuk siapa? Kalau untuk rakyat, kenapa banyak produk kebijakan yang justru bertentangan denggan kehendak rakyat? Atau mungkin memang mereka bekerja utk para oligarki? Yang telah memberikan dukungan selama proses kontestasi politik sebelumnya? 

“Menurut saya hipotesis kedua ini yang lebih masuk akal. Jadi alih-alih berjuang atau memperjuangkan kepentingan rakyat, tapi mereka sedang melayani kepentingan oligarki atau para kapitalis,” nilainya.

Fajar berharap rakyat mempunyai kecerdasan dan kesadaran politik atas kondisi tersebut. “Dengan demikian akan mampu melihat dengan jernih, siapa yang sesungguhnya menjadi pembela rakyat dan siapa yang menjadi pengkhianat rakyat,” harapnya.

Dan dengan kesadaran politik tersebut, Fajar berharap kepada rakyat khususnya para tokoh hendaknya kemudian menyerukan dengan sungguh-sungguh terhadap penyelesaian masalah dari akar masalahnya. “Bukan sekedar menyelesaikan dari apa yang muncul di permukaan, bukan dari sebab mendasarnya,” harapnya.

Karena kalau ditelisik lebih jauh, sesungguhnya menurut Fajar, akar masalah bangsa ini sebenarnya adalah karena diterapkannya kapitalisme dan demokrasi sekuler dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. “Dan penyelesaiannya adalah dengan mengganti sistem tersebut - yang jelas-jelas membuat kerusakan - dengan sistem yang lainnya. Nah sistem yang lain itu tak lain dan tak bukan adalah Islam,” tegasnya.

“Karena Islam datang dari dzat Maha Baik dan pastinya akan membawa kepada kebaikan,” tandasnya mengakhiri.[] Raras

Senin, 05 Juni 2023

Sumber Daya Alam Dikuasai Swasta, FMDPB : Rakyat Jadi Korban

Tinta Media - Ketika sumber daya alam dikuasai oleh swasta, menurut ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa (FDMPB) Dr. Ahmad sastra maka rakyatlah yang menjadi korbannya. 

“Swasta atau oligarki itu hanya tahu soal penumpukan harta kekayaan dari hasil keuntungan bisnis sumber daya alam milik rakyat, maka rakyat pasti yang menjadi korbannya,” tuturnya pada Tintamedia.web.id, Sabtu (3/6/2023).

Menurutnya, oligarki bisa berhasil menguasai kekuasaan karena dengan terbitnya berbagai kebijakan yang pro kapitalis. “Coba hitung berapa keuntungan para oligarki dari keuntungan bisnis batu bara? Lantas berapa keuntungan untuk rakyat ? Dua kondisi paradoks,” ujarnya. 

Ia memastikan bukan hanya rakyat yang dirugikan, bahkan negara pun tak mendapat apa-apa dari kekayaan alam yang telah dianugerahkan Allah bagi negeri ini. Sebab dalam sistem kapitalisme, negara hanya berfungsi sebagai pembuat regulasi, bukan pemilik sumber daya alam ini. “Sumber daya alam adalah milik umum atau milik rakyat yang semestinya dikelola oleh negara untuk kemakmuran rakyat, bukan diprivatisasi. Jika diprivatisasi, maka negara dan rakyat akan buntung, sementara para oligarkilah yang beruntung,” bebernya.

Semua hal tersebut, menurutnya akibat penerapan sistem kapitalisme di negeri ini oleh sepanjang rezim yang berkuasa, termasuk rezim Jokowi juga masuk dalam perangkap dan jeratan sistem kapitalisme ini. “Dengan kapitalisme, maka seluruh sumber daya alam akan dikeruk hingga habis. Sementara negara tak bisa berbuat apapun. Disisi lain rakyat akan semakin miskin, bahkan negara akan terus terjerat dengan utang. Pengelolaan sumber daya alam semestinya diletakkan dalam perspektif hukum Islam, bukan ideologi kapitalisme yang terbukti memiskinkan rakyat,” paparnya. 

Ia pun menjelaskan bahwa Islam dengan kesempurnaan hukumnya meletakkan kepemilikan menjadi tiga, yakni kepemilikan umum, negara, dan individu. Sumber daya alam yang merupakan hajat orang banyak, haram hukumnya diprivatisasi, termasuk pasir laut. “Di zaman Rasulullah, garam saja dijadikan sebagai sumber daya alam milik umum. Negara boleh saja melakukan transaksi bisnis, namun berorientasi untuk kemakmuran rakyat, bukan kemakmuran oligarki atau segelintir orang. Islam melarang harta beredar hanya kepada segelintir orang,” pungkasnya.[] Erlina

Izin Ekspor Pasir Laut Kembali Dibuka, PAKTA: Mengancam Indonesia

Tinta Media - Pembukaan kembali izin ekspor pasir laut setelah 20 tahun dinilai Direktur PAKTA (Pusat Analisis Kebijakan Strategis) Dr. Erwin Permana, mengancam Indonesia.

"Kebijakan membuka kembali keran ekspor pasir laut ini mengancam Indonesia, karena Indonesia adalah negara kepulauan. Kalau pulau-pulau tenggelam, Indonesia terancam," tuturnya kepada Tinta Media, Jumat (2/6/2023).

Erwin mengungkapkan bahwa Jokowi sebenarnya sudah mengancam Indonesia dengan membuka keran ekspor pasir laut.  "Sama saja menjual pulau, berarti menjual Indonesia," ucapnya.

Menurutnya, yang diuntungkan dari kebijakan ini adalah para pelaku usaha, para eksportir di sekeliling Jokowi dan LBP. "Ini ancaman bagi masyarakat, terutama bagi para nelayan," tandasnya.

Ia membeberkan adanya pengerukan di pantai, akan merusak ekosistem pantai, sehingga terjadi abrasi. "Ekosistem nelayan akan rusak, hasil nelayan pun akan menurun," ungkapnya.

Menurutnya, adanya abrasi, dan tenggelamnya pulau-pulau di Indonesia karena adanya pengerukan. Kalau satu pulau tenggelam, akan berdanpak ke yang lain. "Pulau itu sudah diciptakan oleh Allah dalam keadaan seimbang, ketika rusak akan berdampak ke yang lain," tegasnya.

Erwin mengingatkan di tengah situasi hari ini yang memang terjadi anomali iklim, dengan ditambah rusaknya pulau, hal itu semakin merusak alam. "Alam Indonesia akan rusak secara umum, bukan hanya nelayan. Jadi kerusakan lingkungan akan berdampak kepada kerusakan yang lain," bebernya.

Rugikan Rakyat

Erwin menegaskan bahwa rezim ini memang merugikan rakyat, karena dipimpin oleh oligarki. "Rezim diasuh oleh para pengusaha, para cukong. Ini kepentingan para cukong, bukan kepentingan masyarakat. Masyarakat justu dirugikan, yang diuntungkan para cukong," sesalnya.

"Karena diasuh oleh para cukong, ia akan melayani para tuannya. Rezim ini dilahirkan dan diasuh olehnya," tambahnya.

Ia berharap masyarakat tidak diam dengan masalah ini. "Kemaksiatan itu tidak boleh didiamkan. Kezaliman itu harus di speak-up, masyarakat dan tokohnya harus berbicara. Harus didengungkan terus kebaikannya," tegasnya.

Erwin membeberkan akibat kalau rakyat diam, akan semakin menjadi-jadi, semakin merajalela kezaliman. Jadi kezaliman merajalela, jangan disalahkan kezaliman. 

"Hal ini karena satu faktor, diamnya tokoh-tokoh masyarakat, penyeru kebaikan. Tokoh masyarakat itu pertanggungjawabannya besar, mestinya dia bicara. Tidak boleh diam," pungkasnya.[] Nita Savitri

Minggu, 04 Juni 2023

Izin Ekspor Pasir Laut Dibuka, FDMPB : Hanya Menguntungkan Oligarki

Tinta Media - Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa Dr. Ahmad Sastra menyayangkan dibukanya izin ekspor laut dengan penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengolahan Hasil Sedimentasi di Laut karena hanya akan menguntungkan oligarki serta merugikan negara dan rakyat.

“Dibukanya kembali izin ekspor pasir laut dengan terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengolahan Hasil Sedimentasi di Laut hanya akan menguntungkan oligarki serta merugikan negara dan rakyat,” tuturnya pada Tintamedia.web.id, Sabtu (3/6/2023).

Sekalipun dilanjutkan dengan penegasan bahwa ekspor sepanjang kebutuhan dalam negeri terpenuhi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang tertulis 9 ayat Bab IV butir 2 huruf d, ia meyakini tidaklah menjamin semuanya berjalan dengan baik, semisal terjadinya penambangan liar, meski telah dilakukan pengawasan. “Kebiasaan yang terjadi di Indonesia itu (tetap terjadi) meskipun sudah diawasi. Namun, sering terjadi moral hazard sehingga yang diawasi perlu diawasi lagi,” ujarnya. 

Menurutnya, solusi sedimentasi laut ala Jokowi adalah salah kaprah, karena pengurangan sedimentasi air laut bisa dilakukan tanpa harus mengekspor pasir laut. “Yang terjadi justru sebaliknya, penjualan pasir laut itu sama saja dengan menjual pulau atau daratan negara ini yang artinya mengancam keamanan negara ini. Semestinya negara ini tidak tunduk kepada kemauan para oligarki, namun berorientasi kepada kemakmuran rakyat dan keutuhan negara ini,” urainya. 

Ia pun mempertanyakan apakah sedimentasi itu merugikan atau malah menguntungkan? Bila benar ada sedimentasi yang merugikan ekosistem laut dan mengganggu alur pelayaran, ia memyarankan seharusnya sedimentasi itu cukup dibersihkan dan tidak perlu dijual dan ekspor. “Padahal sedimentasi itu bisa saja menguntungkan bagi negera ini yakni untuk ketahanan ekosistem laut. Sebaliknya penjualan pasir laut, selain akan merusak ekologi, kebijakan ini juga akan sarat terjadi berbagai pelanggaran. Sebab hal ini sering terjadi di negeri ini,” bebernya. 

Ekspor pasir laut, lanjutnya, sangat berdampak kepada kerusakan lingkungan jika hanya dilandasi oleh paradigma ekonomi kapitalisme. Sebab kapitalisme selalu beorientasi kepada materi semata, tanpa mengindahkan akibat buruk dari kerusakan lingkungan. “Lihatlah, semisal hutan-hutan di negeri ini yang justru semakin habis dan menimbulkan berbagai bencana lingkungan, meski katanya selalu ada pengawasan. Antara pengawasan dengan orientasi kapitalisme adalah dua hal yang berbeda. Sebab oligarki, dengan kekuatan uangnya, bisa membeli apa saja di negeri ini,” paparnya.

Ia menandaskan bahwa ekspor pasir laut hanya akan menambah pundi-pundi para oligarki dan tidak akan memberikan dampak kesejahteraan bagi rakyat. “Faktanya, meski negeri ini kaya raya akan sumber daya alam, kemiskinan rakyat semakin meninggi, bahkan utang negara dalam posisi yang berbahaya, belum lagi soal kenaikan pajak. Selama negara ini masih menerapkan sistem kapitalisme, maka oligarkilah yang meraup keuntungan, sementara rakyat semakin buntung,” pungkasnya.[] Erlina
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab