Tinta Media: Isra' Mi'raj 1444 H
Tampilkan postingan dengan label Isra' Mi'raj 1444 H. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Isra' Mi'raj 1444 H. Tampilkan semua postingan

Minggu, 26 Februari 2023

350 Lebih Umat Islam Batam Ikuti Acara Peringatan Isra' Mi'raj 1444H

"Tidak kurang dari 350 peserta dari berbagai wilayah di kota Batam mengikuti kegiatan peringatan Isra' Mi'raj 1444H," tutur panitia Isra' Mi'raj Talk Show: Indonesia Berkah dengan Islam Kaffah, Sabtu (18/02/2023.

Para peserta, kata panitia, berasal dari berbagai kalangan, mulai dari golongan pemuda maupun masyarakat umum. 

Kegiatan Peringatan Hari Besar Islam (PHBI) diselenggarakan kurang lebih selama tiga jam. Antusiasme peserta terlihat dari semangatnya mengucapkan kalimat takbir secara serempak dan membahana.

Ulama Aswaja KH. Rahmat S. Labib sebagai pembicara pertama, mengangkat materi 'Pengokohan Akidah dan Kenabian Muhammad dan Ibrahnya untuk Umat Masa Kini'. "Sikap seorang mukmin yang sebenarnya adalah ketika Allah SWT menurunkan Islam sebagai Din Kamil Din yang sempurna, yang mengatur semua aspek kehidupan," ujarnya. 

"Bukan hanya perkara akidah, perkara ibadah dan akhlak saja, akan tetapi juga mengajarkan Muamalah dan bahkan hukuman. Dalam muamalah ada perkara yang mengatur soal al Imamah ad Daulah Al khilafa al-imaroh yakni persoalan kepemimpinan," jelas Ustadz Labib.


Adapun topik pembahasan ini, lanjutnya, tidak semua dibahas dalam kitab fiqih. Terutama kitab fikih dasar yang biasanya hanya mengajarkan perkara ibadah tetapi fiqih lanjutan yang lengkap. "Tentu saja hal ini bukan hanya membahas tentang perkara Al imama. Karena perkara ini perkara yang sudah jelas, yang tidak mungkin seorang muslim mengingkarinya," tuturnya. 

Cendekiawan Muslim Ustadz H. Ir. Muhammad Ismail yusanto, M.M. (UIY) lebih banyak membedah tentang spirit Isra Mi'raj untuk perjuangan melanjutkan kehidupan Islam.

"Mengemban dakwah islam merupakan beban berat yang harus dipikul pundak manusia yang paling mulia yaitu Rasulullah Muhammad SAW. Pada masa-masa kesedihan di tengah dakwah yang terus disebarkan, Rasulullah kehilangan Support sistem terkuat yakni sang istri setia, Dialah Sayyidatina Khadijah RA dan Paman beliau Abu Thalib. Kesedihan mendalam menyelimuti Rasulullah. Begitu beratnya dakwah yang ditanggung, hingga Allah menghibur beliau dengan peristiwa Isra Mi'raj pada tahun 621 masehi 2 tahun setelah wafatnya istri dan Paman beliau," tutur UIY. 

Peristiwa besar yang menghantarkan Rasul pada kewajiban dasar seorang muslim yakni shalat lima waktu, turur UIY, Rasulullah pun mengimami shalat para nabi dan rasul sebagai isyarat beliau disiapkan sebagai pemimpin dunia bukan sekedar Rasul seperti pendahulunya. "Dalam peristiwa ini pula Rasulullah Muhammad SAW mendapatkan kiblat pertama kaum muslim kemudian naik ke sidratul muntaha tempat suci yang menjadi saksi pergantian kepemimpinan dari masa ke masa hingga kembali ke tangan umat Islam," ungkapnya. 

Selain dua pembicara sebelumnya, acara Isra' Mi'raj 1444H ini juga menghadirkan dua pembicara dari lintas profesi. Mereka adalah Prof. Dr. Fahmi Amhar, seorang Ilmuwan dari Himpunan Intelektual Muslim Indonesia (HILMI), kemudian Ust. Zubair Abu Ghozy, S.Sos., M.Pd., Mubaligh dari Batam.[] Nur Salamah

Senin, 20 Februari 2023

Isra' Mi'raj 1444 H, Ustazah Sholihah: Kaum Muslimin Harus Mengembalikan Khilafah

Tinta Media - Pengasuh Majelis Taklim Muslimah Cinta Islam Ustazah Sholihah mengatakan bahwa kaum muslimin harus mengembalikan pelindungnya, yakni Khilafah.

 “28 Rajab 1342 Hijriyah silam kaum muslimin tidak lagi memiliki junnah. Apa itu junnah ibu-ibu? Junnah itu pelindung, perisai. Kaum muslimin sudah tidak lagi memiliki lagi pelindung, yaitu Khilafah dan kaum muslimin wajib mengembalikannya,” ungkapnya dalam agenda peringatan Isra’ Mikraj 1444 H bertema, “Indonesia Berkah dengan Islam Kaffah” di Pasuruan, Sabtu (18/2/2023)

Dalam kesempatan itu, ia mengatakan bahwa diantara kaum muslimin wajib adanya kepemimpinan politik Islam, berupa Khilafah. ”Khilafah disebut negara Islam. Mungkin kalau politik Islam ibu-ibu tidak tahu. Tapi kalau negara Islam ibu-ibu pasti tahu,” jelasnya kepada puluhan peserta yang hadir.

Namun, imbuhnya, sistem politik Islam itu saat ini sudah tidak ada. Yang memimpin kaum muslimin sekarang bukan sistem politik Islam. Maka, wajib bagi kaum muslimin untuk mengadakannya sebagaimana yang disebutkan berbagai ulama salafus salih. Ia juga mengutip Surat Annur ayat 55 dan pernyataan berbagai ulama untuk membuktikan kewajiban Khilafah, sistem politik Islam.

“Sebagai abdinya Allah, maka harus tunduk patuh pada apa yang diperintahkan Allah. Syariat Islam itu juga punya sistem politik, maka wajib pula menegakkannya,” pungkasnya.[] Wafi

Isra' Mi'raj 1444 H, Ustazah Sholihah: Kaum Muslimin Harus Mengembalikan Khilafah

Tinta Media - Pengasuh Majelis Taklim Muslimah Cinta Islam Ustazah Sholihah mengatakan bahwa kaum muslimin harus mengembalikan pelindungnya, yakni Khilafah.

 “28 Rajab 1342 Hijriyah silam kaum muslimin tidak lagi memiliki junnah. Apa itu junnah ibu-ibu? Junnah itu pelindung, perisai. Kaum muslimin sudah tidak lagi memiliki lagi pelindung, yaitu Khilafah dan kaum muslimin wajib mengembalikannya,” ungkapnya dalam agenda peringatan Isra’ Mikraj 1444 H bertema, “Indonesia Berkah dengan Islam Kaffah” di Pasuruan, Sabtu (18/2/2023)

Dalam kesempatan itu, ia mengatakan bahwa diantara kaum muslimin wajib adanya kepemimpinan politik Islam, berupa Khilafah. ”Khilafah disebut negara Islam. Mungkin kalau politik Islam ibu-ibu tidak tahu. Tapi kalau negara Islam ibu-ibu pasti tahu,” jelasnya kepada puluhan peserta yang hadir.

Namun, imbuhnya, sistem politik Islam itu saat ini sudah tidak ada. Yang memimpin kaum muslimin sekarang bukan sistem politik Islam. Maka, wajib bagi kaum muslimin untuk mengadakannya sebagaimana yang disebutkan berbagai ulama salafus salih. Ia juga mengutip Surat Annur ayat 55 dan pernyataan berbagai ulama untuk membuktikan kewajiban Khilafah, sistem politik Islam.

“Sebagai abdinya Allah, maka harus tunduk patuh pada apa yang diperintahkan Allah. Syariat Islam itu juga punya sistem politik, maka wajib pula menegakkannya,” pungkasnya.[] Wafi

Isra' Mi'raj 1444 H, Prof. Fahmi Ungkap Faktor Penyebab Terhambatnya Kebangkitan Umat Islam

Tinta Media - Prof. Dr. Fahmi Amhar, seorang Ilmuwan dari Perhimpunan Intelektual Muslim Indonesia (HILMI) mengungkap faktor penyebab terhambatnya kebangkitan umat Islam dalam menerapkan Islam secara kaffah. 

"Ada beberapa hal yang menghambat kebangkitan umat Islam dalam menerapkan Islam secara kaffah," tuturnya dalam agenda Isra' Mi'raj Talk Show: Indonesia Berkah dengan Islam Kaffah, Sabtu (18/2/2023) di Kota Batam.

Pertama, faktor internal. Yakni dari diri kaum muslimin, dimana kaum muslimin memaknai agama sepotong-sepotong. Tidak memahami secara utuh dan keseluruhan, tidak melihat kesempurnaan dari hukum-hukum Islam. "Mengambil satu hukum namun meninggalkan hukum yang lain. Misalnya mengambil perintah salat, puasa, dan zakat saja namun meninggalkan perintah tentang qhisos. Maka, ketika kita ingin berjuang hendaknya ada perbaikan dari tubuh internal kaum muslimin sendiri yakni dengan menyadarkannya untuk kembali menerapkan hukum-hukum Allah secara sempurna," ungkapnya.

Kedua, adanya faktor eksternal yakni adanya orang-orang yang menghambat agar Islam tidak diterapkan secara sempurna (kaffah). "Mereka takut jika Islam diterapkan secara kaffah akan mengancam hegemoni atau kekuasaannya. Yakni mereka yang berada pada barisan kapitalisme dengan asas sekularisme," bebernya.

Prof. Fahmi juga mengingatkan kembali tentang sejarah Daulah Ustmaniyah di Turki yang telah runtuh. Penyebab keruntuhannya tidak lain karena masyarakat Turki memisahkan agama dari kehidupan. 

"Pada masa lalu ada menteri luar negeri Inggris yang menjanjikan kemerdekaan kepada rakyat Turki, dengan syarat masyarakat Turki harus memisahkan agama dari kehidupan dan negara. Akhirnya masyarakat Turki hidup terkotak-kotak dan akhirnya mengalami keruntuhan," ungkapnya. 

"Meskipun janji Allah sudah sangat terang namun ketika di tubuh internal kaum muslimin masih jauh dari pemahaman Islam kaffah maka proses kebangkitan dan kemenangan pun akan terhambat. Ditambah pula faktor eksternal yang sangat gigih menghambat kebangkitan Islam. Mereka terus melabeli kaum muslimin yang dekat dengan Islam kaffah dengan sebutan radikalis, ekstrimis, hingga teroris. Maka usaha-usaha ini harus kita cegah. Tentunya kita wajib berusaha memperbaiki kondisi kaum muslimin dan berjuang melawan orang-orang yang menghambat kebangkitan Islam," tegasnya. 

Prof. Fahmi, juga menerangkan dengan sangat gamblang bahwa dari perjalanan istimewa Isra' dan Mi'raj ada beberapa dimensi yang dapat kita jadikan sebuah hikmah dan pelajaran. Terdapat dimensi spritual, dimensi ideologis, dan dimensi teknologi. 

"Dari peristiwa Isra' dan Mi'raj terdapat beberapa dimensi yang dapat kita jadikan hikmah dan pelajaran. Pertama dimensi spritual, yang dibuka dengan Surah Al-Isra ayat 1.

سُبْحٰنَ الَّذِيْٓ اَسْرٰى بِعَبْدِهٖ لَيْلًا مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ اِلَى الْمَسْجِدِ الْاَقْصَا الَّذِيْ بٰرَكْنَا حَوْلَهٗ لِنُرِيَهٗ مِنْ اٰيٰتِنَاۗ اِنَّهٗ هُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ
Artinya : 

Mahasuci (Allah), yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat.

Al-Aqsa artinya tempat yang jauh. Jadi dimensi spiritual yang dapat dijadikan pelajaran adalah bahwa Allah memberikan peristiwa Isra' dan Mi'raj kepada Nabi Muhammad sebagai tanda kebesaran-Nya. Jika dihitung perjalanan dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa kurang lebih sepanjang 1.250 km artinya untuk pulang dan pergi menghabiskan jarak 2.500 km dan ditempuh selama 25 - 30 hari atau satu bulan jika mengendarai sebuah unta. Di mana kecepatan unta dalam sehari bisa mencapai rata-rata 80-100 km/harinya. Namun atas kehendak dan kebesaran Allah, Nabi Muhammad Saw, hanya bisa menempuh perjalanan ini hanya dalam satu malam," terangnya. 

"Peristiwa ini juga mendapat reaksi penolakan alias nyinyiran dari kaum kafir Quraisy terutama Abu Jahal. Abu Jahal memanggil penduduk Mekah untuk mengabarkan bahwa peristiwa Isra' dan Mi'raj adalah rekayasa atau kebohongan Nabi Muhammad. Hal ini terdengar oleh Abu Bakar. Kemudian Abu Bakar membenarkan apa yang telah dikatakan Nabi Muhammad, meyakini bahwa Nabi Muhammad adalah manusia mulia yang tidak pernah berbohong. Sejak saat itulah Abu Bakar diberi gelar As-Shiddiq yang artinya selalu membenarkan," imbuhnya. 

"Dimensi kedua adalah dimensi ideologis yang di dalamnya ada peran politis yang dilakukan oleh Nabi Muhammad yakni menerapkan Islam secara sempurna dengan membangun daulah atau negara di Madinah. Dakwah terus gencar dilakukan, hingga Nabi mengirim surat kepada Kaisar Heraklius dari Kerjaan Romawi penguasa Bizantium. Isi surat dari Rasulullah kepada Huieraklius adalah ajakan untuk masuk Islam dan beriman kepada Allah Swt. Dimensi ideologis dan politis merupakan strategi Rasulullah untuk menerapkan Islam secara kaffah dan memperkuat dakwah Islam ke seluruh penjuru negeri," terangnya.

Lalu dimensi terakhir yang dapat kita jadikan hikmah dan pelajaran adalah dimensi teknologi. Prof. Fahmi Amhar mengajak para hadirin mengambil pelajaran dari sejarah ilmuwan dan cendikiawan Muslim yakni Al-Khawarizmi.

Peristiwa Isra' Mi'raj, katanya, juga memberikan gambaran bahwa umat Islam tidak boleh ketinggalan dari sisi ilmu sains dan teknologi. Sebagai contoh ilmuwan dan cendikiawan muslim, Al-Khawarizmi yang hebat dalam bidang matematika seperti algoritma dan aljabar. Ilmu-ilmu ini digunakan sebagai aerodinamika yang semuanya memerlukan perhitungan matematika. Tranportasi apa pun tentunya membutuhkan penerapan ilmu aerodinamika seperti pesawat terbang. 

"Di satu sisi bisa kita bayangkan jika tidak ada sosok Al-Khawarizmi, tentunya orang-orang akan kesulitan menghitung. Sebagai contoh kita akan kesulitan mengerjakan perkalian jika menggunakan bilangan angka Romawi," ujarnya.

"Perjalanan Isra' dan Mi'raj menunjukkan bahwa ada sisi teknologi yang harus dikuasai kaum muslimin sebagai langkah persiapan jihad," pungkasnya.[] Reni Adelina

Isra' Mi'raj 1444 H, Prof. Fahmi Ungkap Faktor Penyebab Terhambatnya Kebangkitan Umat Islam

Tinta Media - Prof. Dr. Fahmi Amhar, seorang Ilmuwan dari Perhimpunan Intelektual Muslim Indonesia (HILMI) mengungkap faktor penyebab terhambatnya kebangkitan umat Islam dalam menerapkan Islam secara kaffah. 

"Ada beberapa hal yang menghambat kebangkitan umat Islam dalam menerapkan Islam secara kaffah," tuturnya dalam agenda Isra' Mi'raj Talk Show: Indonesia Berkah dengan Islam Kaffah, Sabtu (18/2/2023) di Kota Batam.

Pertama, faktor internal. Yakni dari diri kaum muslimin, dimana kaum muslimin memaknai agama sepotong-sepotong. Tidak memahami secara utuh dan keseluruhan, tidak melihat kesempurnaan dari hukum-hukum Islam. "Mengambil satu hukum namun meninggalkan hukum yang lain. Misalnya mengambil perintah salat, puasa, dan zakat saja namun meninggalkan perintah tentang qhisos. Maka, ketika kita ingin berjuang hendaknya ada perbaikan dari tubuh internal kaum muslimin sendiri yakni dengan menyadarkannya untuk kembali menerapkan hukum-hukum Allah secara sempurna," ungkapnya.

Kedua, adanya faktor eksternal yakni adanya orang-orang yang menghambat agar Islam tidak diterapkan secara sempurna (kaffah). "Mereka takut jika Islam diterapkan secara kaffah akan mengancam hegemoni atau kekuasaannya. Yakni mereka yang berada pada barisan kapitalisme dengan asas sekularisme," bebernya.

Prof. Fahmi juga mengingatkan kembali tentang sejarah Daulah Ustmaniyah di Turki yang telah runtuh. Penyebab keruntuhannya tidak lain karena masyarakat Turki memisahkan agama dari kehidupan. 

"Pada masa lalu ada menteri luar negeri Inggris yang menjanjikan kemerdekaan kepada rakyat Turki, dengan syarat masyarakat Turki harus memisahkan agama dari kehidupan dan negara. Akhirnya masyarakat Turki hidup terkotak-kotak dan akhirnya mengalami keruntuhan," ungkapnya. 

"Meskipun janji Allah sudah sangat terang namun ketika di tubuh internal kaum muslimin masih jauh dari pemahaman Islam kaffah maka proses kebangkitan dan kemenangan pun akan terhambat. Ditambah pula faktor eksternal yang sangat gigih menghambat kebangkitan Islam. Mereka terus melabeli kaum muslimin yang dekat dengan Islam kaffah dengan sebutan radikalis, ekstrimis, hingga teroris. Maka usaha-usaha ini harus kita cegah. Tentunya kita wajib berusaha memperbaiki kondisi kaum muslimin dan berjuang melawan orang-orang yang menghambat kebangkitan Islam," tegasnya. 

Prof. Fahmi, juga menerangkan dengan sangat gamblang bahwa dari perjalanan istimewa Isra' dan Mi'raj ada beberapa dimensi yang dapat kita jadikan sebuah hikmah dan pelajaran. Terdapat dimensi spritual, dimensi ideologis, dan dimensi teknologi. 

"Dari peristiwa Isra' dan Mi'raj terdapat beberapa dimensi yang dapat kita jadikan hikmah dan pelajaran. Pertama dimensi spritual, yang dibuka dengan Surah Al-Isra ayat 1.

سُبْحٰنَ الَّذِيْٓ اَسْرٰى بِعَبْدِهٖ لَيْلًا مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ اِلَى الْمَسْجِدِ الْاَقْصَا الَّذِيْ بٰرَكْنَا حَوْلَهٗ لِنُرِيَهٗ مِنْ اٰيٰتِنَاۗ اِنَّهٗ هُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ
Artinya : 

Mahasuci (Allah), yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat.

Al-Aqsa artinya tempat yang jauh. Jadi dimensi spiritual yang dapat dijadikan pelajaran adalah bahwa Allah memberikan peristiwa Isra' dan Mi'raj kepada Nabi Muhammad sebagai tanda kebesaran-Nya. Jika dihitung perjalanan dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa kurang lebih sepanjang 1.250 km artinya untuk pulang dan pergi menghabiskan jarak 2.500 km dan ditempuh selama 25 - 30 hari atau satu bulan jika mengendarai sebuah unta. Di mana kecepatan unta dalam sehari bisa mencapai rata-rata 80-100 km/harinya. Namun atas kehendak dan kebesaran Allah, Nabi Muhammad Saw, hanya bisa menempuh perjalanan ini hanya dalam satu malam," terangnya. 

"Peristiwa ini juga mendapat reaksi penolakan alias nyinyiran dari kaum kafir Quraisy terutama Abu Jahal. Abu Jahal memanggil penduduk Mekah untuk mengabarkan bahwa peristiwa Isra' dan Mi'raj adalah rekayasa atau kebohongan Nabi Muhammad. Hal ini terdengar oleh Abu Bakar. Kemudian Abu Bakar membenarkan apa yang telah dikatakan Nabi Muhammad, meyakini bahwa Nabi Muhammad adalah manusia mulia yang tidak pernah berbohong. Sejak saat itulah Abu Bakar diberi gelar As-Shiddiq yang artinya selalu membenarkan," imbuhnya. 

"Dimensi kedua adalah dimensi ideologis yang di dalamnya ada peran politis yang dilakukan oleh Nabi Muhammad yakni menerapkan Islam secara sempurna dengan membangun daulah atau negara di Madinah. Dakwah terus gencar dilakukan, hingga Nabi mengirim surat kepada Kaisar Heraklius dari Kerjaan Romawi penguasa Bizantium. Isi surat dari Rasulullah kepada Huieraklius adalah ajakan untuk masuk Islam dan beriman kepada Allah Swt. Dimensi ideologis dan politis merupakan strategi Rasulullah untuk menerapkan Islam secara kaffah dan memperkuat dakwah Islam ke seluruh penjuru negeri," terangnya.

Lalu dimensi terakhir yang dapat kita jadikan hikmah dan pelajaran adalah dimensi teknologi. Prof. Fahmi Amhar mengajak para hadirin mengambil pelajaran dari sejarah ilmuwan dan cendikiawan Muslim yakni Al-Khawarizmi.

Peristiwa Isra' Mi'raj, katanya, juga memberikan gambaran bahwa umat Islam tidak boleh ketinggalan dari sisi ilmu sains dan teknologi. Sebagai contoh ilmuwan dan cendikiawan muslim, Al-Khawarizmi yang hebat dalam bidang matematika seperti algoritma dan aljabar. Ilmu-ilmu ini digunakan sebagai aerodinamika yang semuanya memerlukan perhitungan matematika. Tranportasi apa pun tentunya membutuhkan penerapan ilmu aerodinamika seperti pesawat terbang. 

"Di satu sisi bisa kita bayangkan jika tidak ada sosok Al-Khawarizmi, tentunya orang-orang akan kesulitan menghitung. Sebagai contoh kita akan kesulitan mengerjakan perkalian jika menggunakan bilangan angka Romawi," ujarnya.

"Perjalanan Isra' dan Mi'raj menunjukkan bahwa ada sisi teknologi yang harus dikuasai kaum muslimin sebagai langkah persiapan jihad," pungkasnya.[] Reni Adelina

Minggu, 19 Februari 2023

Isra' Mi'raj 1444 H, UIY: Merumuskan Problem Utama Umat Itu Penting

Tinta Media - Cendekiawan Muslim Ustadz Muhammad Ismail Yusanto (UIY)  mengingatkan pentingnya merumuskan problem utama umat.
 
“Perjuangan itu tugas utama yang paling penting dalam konteks hari ini adalah merumuskan problem utama umat itu apa?” tuturnya di acara Isra Mi’raj Talkshow Indonesia 1444 H, Sabtu (18/2/2023).
 
Umat Islam hidup tanpa pemimpin itu baru terjadi saat ini, karena itu wajar kalau ada berbagai varian dalam seruan dakwahnya. “Ada yang seruannya dzikir saja, sedekah saja, ada yang menyerukan untuk membuat khoiriyat (kebaikan-kebaikan)  dengan bikin sekolah, bikin rumah sakit, ada yang sufisme dan seterusnya. Oleh karena itu kita harus cermat memahami situasi. Dari pemahaman situasi ini akan melahirkan apa yang disebut qodhiyah masyiriyah (problem utama umat),” tukasnya.
 
Ia mengutip pendapat Syekh Taqiyuddin an-Nabhani yang menjelaskan bahwa problem utama umat Islam hari ini adalah tidak diterapkannya hukum dengan apa  yang diturunkan Allah Swt.
 
Head to Head
 
Untuk menyamakan persepsi arah perjuangan di tengah umat UIY mengatakan  harus ada upaya head to head (kepala ke kepala). “Untuk menjelaskan ini perlu ada dialog head to head (dari kepala ke kepala)  dan heart to heart ( dari hati ke hati),” ujarnya.
 
Upaya semacam ini di masa lalu sudah dilakukan namun hari ini menjadi sulit karena rezim melakukan langkah-langkah yang menimbulkan fraksionalisasi (bagian-bagian)  di tengah-tengah umat antara yang disebut Islam moderat dengan Islam radikal. “Yang moderat jadi susah, yang radikal jadi susah mendekat ke yang moderat, yang  di tengah-tengah menjadi takut,” sesalnya.
 
Fraksionalisasi ini menjadikan perbaikan negara menjadi sulit. Meski demikian UIY berpesan agar tidak mundur dari dakwah.
 
“Harus menjelaskan pelan-pelan dengan cara silah fikriyah dan pendekatan dari hati ke hati,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun

Isra' Mi'raj 1444 H, UIY: Merumuskan Problem Utama Umat Itu Penting

Tinta Media - Cendekiawan Muslim Ustadz Muhammad Ismail Yusanto (UIY)  mengingatkan pentingnya merumuskan problem utama umat.
 
“Perjuangan itu tugas utama yang paling penting dalam konteks hari ini adalah merumuskan problem utama umat itu apa?” tuturnya di acara Isra Mi’raj Talkshow Indonesia 1444 H, Sabtu (18/2/2023).
 
Umat Islam hidup tanpa pemimpin itu baru terjadi saat ini, karena itu wajar kalau ada berbagai varian dalam seruan dakwahnya. “Ada yang seruannya dzikir saja, sedekah saja, ada yang menyerukan untuk membuat khoiriyat (kebaikan-kebaikan)  dengan bikin sekolah, bikin rumah sakit, ada yang sufisme dan seterusnya. Oleh karena itu kita harus cermat memahami situasi. Dari pemahaman situasi ini akan melahirkan apa yang disebut qodhiyah masyiriyah (problem utama umat),” tukasnya.
 
Ia mengutip pendapat Syekh Taqiyuddin an-Nabhani yang menjelaskan bahwa problem utama umat Islam hari ini adalah tidak diterapkannya hukum dengan apa  yang diturunkan Allah Swt.
 
Head to Head
 
Untuk menyamakan persepsi arah perjuangan di tengah umat UIY mengatakan  harus ada upaya head to head (kepala ke kepala). “Untuk menjelaskan ini perlu ada dialog head to head (dari kepala ke kepala)  dan heart to heart ( dari hati ke hati),” ujarnya.
 
Upaya semacam ini di masa lalu sudah dilakukan namun hari ini menjadi sulit karena rezim melakukan langkah-langkah yang menimbulkan fraksionalisasi (bagian-bagian)  di tengah-tengah umat antara yang disebut Islam moderat dengan Islam radikal. “Yang moderat jadi susah, yang radikal jadi susah mendekat ke yang moderat, yang  di tengah-tengah menjadi takut,” sesalnya.
 
Fraksionalisasi ini menjadikan perbaikan negara menjadi sulit. Meski demikian UIY berpesan agar tidak mundur dari dakwah.
 
“Harus menjelaskan pelan-pelan dengan cara silah fikriyah dan pendekatan dari hati ke hati,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab