Tinta Media: Islamofobia
Tampilkan postingan dengan label Islamofobia. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Islamofobia. Tampilkan semua postingan

Kamis, 07 Maret 2024

Kapitalisme Diterapkan, Islamofobia Digaungkan



Tinta Media - manusia dari kehancuran akibat Kapitalisme dan Islam mampu memberi kebaikan pada umat muslim ataupun nonmuslim. Islam akan memperlakukan nonmuslim dengan perlakuan yang baik. 

Namun Islam butuh perlindungan pemimpin yang memberlakuan hukum-hukum Islam dalam lingkup kehidupan berbangsa dan bernegara, bukan pemimpin yang menolak khilafah. Justru menolak khilafah sama dengan menolak Islam, karena khilafah adalah bagian di dalamnya.

Rasul pernah bersabda “Islam datang dalam keadaan yang asing akan kembali pula dalam keadaan yang asing, sungguh beruntunglah orang yang asing”. (HR Muslim no.145). 

Solusi satu-satunya untuk memperbaiki kondisi yang semakin kronis ini tidak hanya dengan mendakwahkan Islam. Islamofobia adalah sebuah fobia atau suatu ketakutan, kebencian atau prasangka terhadap Islam atau muslim secara umum, terutama bila dipandang dari sisi islamisasi dan sumber terorisme serta radikalisme. 

Tell MAMA melaporkan bahwa pihaknya telah mencatat 2.010 kasus Islamofobia dalam empat bulan, sejak serangan mematikan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023, yang memicu konflik. Itu adalah jumlah kasus terbesar yang tercatat dalam periode empat bulan, kata organisasi tersebut dalam sebuah pernyataan. Insiden islamofobia di Inggris meningkat lebih dari tiga kali lipat setelah pecahnya perang antara Israel dan Hamas. Hal itu dilaporkan oleh kelompok pemantau Tell MAMA, pada kamis,22 Februari 2024.Dilansir dari London, viva,co.

Masyarakat barat memiliki ideologi yang bertentangan dengan Islam yakni kapitalisme. Pertarungan peradaban yang terjadi hari ini adalah pertarungan antara ideologi kapitalisme yang sudah semakin tampak kebangkitannya dengan tidak terelakkan ideologi Islam. Kekhawatiran ini mereka tunjukkan dengan terus memelihara Islamofobia.

Islamofobia bahkan terus digaungkan satu umat Islam menjadi korban kezaliman zionis. Di Gaza sendiri, sudah 29,410 orang Palestina tewas akibat serangan invasi Israel dan kampanya militer yang berkelanjutan. Seharusnya akibat genosida Israel di Gaza membuat orang-orang sadar bahwa tindakan Israel saat ini sudah tidak wajar dan melebihi batas kemanusiaan. 

PBB yang katanya penjaga perdamaian dunia nyatanya tak mampu bertindak apa-apa ketika umat Islam dijadikan sasarannya. Bahkan PBB bahkan memasukkan negara penjajah (Israel) sebagai anggota PBB pada tanggal 18 Maret 1949. Konflik Palestina dan Israel sudah berlangsung lama dan tak kunjung selesai hingga saat ini. Berbagai solusi ditawarkan oleh lembaga perdamaian dunia sekelas PBB, namun hasilnya masih belum ada harapan. Ini menunjukkan lemahnya PBB untuk menghilangkan kejahatan yang demikian besar dan menjaga umat manusia. 

Model utama gerakan global Islamofobia adalah fitnah. Isu ekstremisme, radikalisme, dan terorisme merupakan konten utama framing tersebut. Yang tujuan akhirnya adalah untuk menjauhkan ajaran Islam (Syariah) dari kehidupan masyarakat dan negara. 

Gerakan Islamofobia yang berpusat di AS tentu akan menyebarkan propagandanya ke berbagai negeri muslim, termasuk Indonesia yang mayoritas beragama Islam. Tujuannya pun tentu jelas yakni untuk memunculkan di tengah masyarakat sikap pro-Liberal dan anti-Islam.

Kita tidak boleh mengadopsi pemikiran yang lahir dari Ideologi Kapitalisme dan jangan sampai umat Islam yang seharusnya layak dapat kehidupan yang lebih baik malah terjerumus ke dalam Ideologi yang negara anut saat ini. 

Islam mampu menyelamatkan sebagai penenang diri, namun mengambil Islam sebagai sistem kehidupan dalam sebuah Daulah (institusi) khilafah. Sebab sistem yang sahih akan menghadirkan pemimpin yang bertakwa dan hanya takut kepada Allah SWT. Wallahu a’lam bishowwab.


Oleh: Salma Rafida
Sahabat Tinta Media 

Minggu, 03 Maret 2024

Islamofobia Terus Bergema, Apa yang Dilakukan Dunia?


Tinta Media - Serangan terhadap Palestina sudah lebih dari 140 hari, namun zionis Israel masih terus membombardir rakyat Palestina tanpa kenal lelah dan henti. Di sisi lain, serangan tersebut ternyata meningkatkan Islamofobia di Inggris dan beberapa negara Eropa lainnya.

Islamofobia sendiri sebenarnya telah lama disuarakan oleh orang-orang kafir barat yang membenci Islam dengan tujuan agar umat Islam menjadi takut dan anti dengan agamanya sendiri. Islamofobia menjerat umat muslim di seluruh dunia yang memiliki pemahaman dangkal terhadap hukum Islam. Bahkan dunia tidak mampu bertindak apa-apa ketika umat Islam dijadikan sasaran meski PBB sudah menetapkan hari anti Islamofobia.

PBB sendiri sebenarnya juga adalah kaki tangan kafir barat yang seakan berpihak untuk kebaikan dan kedamaian dunia namun aslinya hanya topeng belaka. Di sisi lain PBB telah menampakkan kelemahannya untuk menghilangkan kejahatan yang demikian besar dan menjaga umat manusia.

Hak asasi manusia, serta kemerdekaan dan kebebasan yang digaungkan sistem kapitalisme hari ini adalah omong kosong belaka Ketika yang menjadi korbannya adalah umat muslim. Kaum Muslim Hari ini menjadi umat yang paling lemah di dunia karena tidak menerapkan hukum Allah secara sempurna. Di sisi lain, para pemimpin negeri-negeri Muslim Hari ini justru adalah boneka-boneka orang kafir dan bersahabat baik dengan mereka sehingga mereka lupa dengan tugas utamanya yaitu mengayomi dan menjaga darah saudara muslimnya, sesuai sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam "bahwasanya kaum muslim ibarat satu tubuh, jika satu yang merasakan sakit maka yang lain pun juga merasakan sakit." Namun kenyataannya hadis Rasulullah yang agung itu diabaikan oleh seluruh kaum muslim dunia, terutama pemimpinnya akibat terpecahnya kaum muslim dalam sekat nasionalisme.

Sudah seharusnya kita meninggalkan sistem yang menyengsarakan umat hari ini, sistem yang memecah belah persatuan umat, sistem yang rusak dan busuk ini sudah seharusnya kita musnahkan dan diganti dengan sistem Islam yang menerapkan hukum Allah secara sempurna. Karena sejatinya umat muslim dan penderitaan kaum muslimin di Palestina hanya akan terselesaikan dengan tegaknya Daulah Islam yang menerapkan hukum-hukum Allah secara sempurna.

Agama Islam yang agung dan ajarannya yang sempurna akan didakwahkan dengan baik dengan adanya Daulah Islam, sehingga kaum muslim mencintai Islamnya serta menerapkan syariat Islam di dalam kehidupannya. 

Kita memohon kepada Allah semoga memberikan pertolongannya kepada umat ini sehingga kita dapat segera terbebas dari segala kesengsaraan akibat sistem kapitalisme hari ini.

Dan kita memohon kepada Allah semoga kita sebagai seorang pengemban dakwah senantiasa diistiqomahkan oleh Allah hingga pertolongan Allah datang dan umat Islam menerapkan seluruh hukum-hukum Islam secara sempurna yang dipimpin dalam satu kepemimpinan Islam yaitu Khalifah.

Wallahualam bishawab


Oleh: Siti Julianti, S.Si.
Sahabat Tinta Media 

Senin, 11 September 2023

Usulkan Kontrol Rumah Ibadah, Pengamat: BNPT Berat Sebelah

Tinta Media - Menanggapi usulan Ketua Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT)  agar rumah ibadah dikontrol, pengamat kebijakan publik Dr. Riyan menilai BNPT berat sebelah.
 
"BNPT kalau dalam pengamatan saya itu berat sebelah," ujarnya dalam program Kabar Petang: Semua Tempat Ibadah Dikontrol Pemerintah, Kayak Zaman Belanda? di kanal Youtube Khilafah News, Sabtu (9/9/2023).
 
Ia menjelaskan bahwa yang dimaksud berat sebelah itu maksudnya tidak semua elemen-elemen masyarakat mendapatkan perhatian.
 
“Apa yang mereka sebut kelompok-kelompok radikal mestinya diajak dialog. Kalau ini kan mereka menutup dialog. Mereka hanya mengasumsikan sesuai dengan apa yang mereka yakini," sesalnya.
 
Riyan pun menekankan, harus ada evaluasi yang total terhadap kinerja BNPT. “Harusnya BNPT fokus melakukan penanggulangan terorisme yang sesungguhnya sangat jelas di depan mata, seperti KKB (kelompok kriminal bersenjata)  yang sampai hari ini  justru tidak mendapat penanganan yang memadai,” pungkasnya. [] Muhar

Rabu, 23 Agustus 2023

KETIKA MUSLIM TAKUT DENGAN AJARAN AGAMANYA SENDIRI

Tinta Media - "Pobia" adalah akhiran yang berasal dari istilah "phobia". Istilah "phobia" mengacu pada ketakutan yang ekstrem, tidak proporsional, dan tidak rasional terhadap sesuatu. Ketika akhiran "-pobia" digunakan, biasanya mengindikasikan ketakutan atau prasangka terhadap sesuatu secara umum.

 

Misalnya, "arachnophobia" adalah ketakutan yang ekstrem terhadap laba-laba, "acrophobia" adalah ketakutan yang ekstrem terhadap ketinggian, dan "claustrophobia" adalah ketakutan yang ekstrem terhadap ruang sempit. Dalam hal ini, akhiran "-pobia" menunjukkan ketakutan yang tidak proporsional terhadap objek atau situasi tertentu.

 

Namun, penting untuk diingat bahwa phobia adalah gangguan kecemasan yang serius, dan tidak seharusnya digunakan secara sembarangan untuk menggambarkan ketakutan umum atau ketidaknyamanan dalam situasi tertentu. Namun, penting dicermati bahwa akhir-akhir ini muncul istilah baru yakni islamopobia.

 

Islamofobia merujuk pada prasangka, ketakutan, atau diskriminasi terhadap Islam, umat Muslim, atau budaya Islam. Islamofobia melibatkan sikap permusuhan yang tidak rasional atau tidak beralasan terhadap Islam dan para pengikutnya, yang sering kali mengarah pada stereotip negatif, sikap bias, dan tindakan diskriminatif.

 

Islamopobia faktanya bukan hanya melanda manusia di luar agama Islam, namun diidap juga oleh seorang muslim yang notabene beragama Islam. Aneh memang, ketika seorang muslim justru takut dengan ajarannya agamanya sendiri. Selain dungu, mungkin bisa dikatakan hampir gila, jika ada seorang muslim takut dengan agamanya sendiri hanya karena mendapatkan informasi yang salah tentang Islam dari musuh-musuh Islam.

 

Seperti bentuk prasangka lainnya, islamofobia merugikan harmoni sosial, kebebasan beragama, dan kesejahteraan individu. Hal ini dapat muncul dalam berbagai bentuk, termasuk pelecehan verbal, serangan fisik, diskriminasi dalam lapangan pekerjaan, kejahatan kebencian, atau kebijakan pengecualian. Islamofobia dapat menciptakan iklim ketakutan dan marginalisasi bagi umat Muslim, yang merusak rasa keberadaan mereka dan berkontribusi pada perpecahan sosial.

 

Penting untuk melawan islamofobia melalui pendidikan, kesadaran, dan membangun dialog intelektual. Mempromosikan pemahaman, toleransi, dan penghargaan terhadap latar belakang agama dan budaya yang beragam dapat membantu membangun masyarakat inklusif di mana setiap orang merasa dihargai dan dilindungi. Pemerintah, organisasi, dan individu semua memiliki peran dalam mengatasi islamofobia dan mempromosikan iklim penerimaan dan harmoni.

 

Sebagai contoh islamopobia adalah ketakutan irasional atas ajaran Islam yang bernama khilafah, sebuah sistem politik dalam Islam. "Khilafahphobia" adalah istilah yang tidak umum digunakan dan mungkin tidak dikenal secara luas. Namun, jika kita menguraikan makna tersebut berdasarkan komponennya, dapat diartikan sebagai prasangka, ketakutan, atau diskriminasi terhadap sistem politik atau gagasan tentang khilafah. Khilafah adalah konsep politik dalam Islam yang mengacu pada kepemimpinan atau pemerintahan umat Muslim yang berdasarkan pada prinsip-prinsip agama Islam. Sementara itu, "phobia" merujuk pada ketakutan atau prasangka yang tidak rasional terhadap suatu hal.

 

Dalam konteks ini, "khilafahphobia" bisa mengacu pada sikap permusuhan atau ketakutan yang tidak beralasan terhadap gagasan tentang khilafah atau sistem politik yang dikaitkan dengannya.

 

Baik islamopobia maupun khilafahpobia adalah dua penyakit abnomal yang harus diakhiri. Penting untuk memberikan pendidikan yang akurat tentang Islam, umat Muslim, dan budaya Islam kepada masyarakat luas. Ini dapat membantu menghilangkan stereotip negatif dan mengurangi ketakutan atau prasangka yang tidak beralasan.

 

Media memiliki peran penting dalam membentuk persepsi masyarakat. Penting untuk mengedepankan pemberitaan yang akurat, seimbang, dan tidak memperkuat stereotip negatif terhadap Islam dan umat Muslim, terlebih kepada ajaran Islam khilafah.

 

Pemerintah harus mengambil langkah-langkah untuk melindungi hak-hak individu dan mencegah diskriminasi berdasarkan agama. Kebijakan dan undang-undang yang mempromosikan kesetaraan, keadilan, dan hak asasi manusia harus diterapkan secara tegas. Bukankah menyakini ajaran agama dilindungi oleh UU di negeri ini ?.

 

Penting bagi individu muslim untuk mengungkapkan ketidaksetujuan mereka terhadap islamofobia dan menolak tindakan diskriminatif atau pelecehan terhadap umat Muslim. Solidaritas dan dukungan bagi mereka yang menjadi korban islamofobia juga penting dalam mengubah pandangan masyarakat.

 

Organisasi masyarakat, kelompok agama, ormas Islam dan lembaga pendidikan harus bekerja sama dalam mengatasi islamofobia. Melalui upaya bersama, strategi dan program yang efektif untuk mengurangi prasangka dan mempromosikan inklusi dapat diimplementasikan.

 

Mendorong dialog terbuka, saling mendengarkan, dan diskusi yang sehat tentang khilafah dengan orang-orang yang memiliki pandangan berbeda. Ini memungkinkan pertukaran pemikiran yang konstruktif dan saling belajar untuk mengatasi prasangka dan ketakutan yang tidak beralasan.

 

Mendorong orang untuk melakukan analisis kritis terhadap informasi yang mereka terima tentang khilafah. Mengedepankan penelitian yang objektif dan sumber informasi yang dapat dipercaya untuk membentuk pandangan yang lebih akurat.

Mengikutsertakan masyarakat dalam diskusi dan pengambilan keputusan terkait sistem politik dan perubahan sosial. Ini membuka ruang bagi perdebatan yang inklusif dan memastikan bahwa berbagai perspektif didengarkan.

 

Membangun kesadaran budaya yang saling menghormati dan menghargai perbedaan dalam sistem politik. Mengapresiasi keragaman pandangan politik dan menciptakan lingkungan yang mempromosikan dialog dan koeksistensi yang damai.

 

Memberdayakan individu untuk melawan khilafahphobia dengan menyediakan platform untuk mereka mengungkapkan pandangan mereka secara damai dan mengampanyekan inklusi dan keadilan politik.

 

Mengakhiri islamofobia dan khilafahpobia adalah tanggung jawab bersama yang membutuhkan kesadaran, kerjasama, dan komitmen dari individu, kelompok, masyarakat, dan pemerintah. Dengan mengadopsi pendekatan ini, diharapkan dapat membangun masyarakat yang lebih inklusif, beradab, dan saling menghormati.

 

Penting untuk mencatat bahwa mengakhiri islamopobia dan khilafahphobia melibatkan pemahaman yang akurat, dialog terbuka, dan penghormatan terhadap kebebasan berpendapat. Ini adalah upaya kolektif yang membutuhkan kesediaan untuk belajar, bertanya, dan berkomunikasi dengan orang lain yang memiliki pandangan berbeda.

Oleh: Dr. Ahmad Sastra - Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa 
 
(Ahmad Sastra, Kota Hujan,15/07/23 : 16.53 WIB)

Minggu, 13 Agustus 2023

Islamofobia Makin Menjadi, Dunia Butuh Perisai Sejati


Tinta Media - Fenomena Islamofobia kian mengkhawatirkan. Di berbagai belahan dunia, monsterisasi terhadap Islam dan pemeluknya terus menjadi. Tak jarang, fenomena tersebut memantik kerusuhan dan memakan korban.

Dunia Dilanda Islamofobia, Ada Apa?

India, menjadi salah satu wilayah yang mencekam. Dilaporkan ada lima orang tewas, sebagai buntut bentrokan yang terjadi antara umat Hindu dan muslim yang terjadi pada Senin (31/7/2023), tak jauh dari New Delhi (CNBCIndonesia.com, 1/8/2023).

Pembakaran masjid pun dilakukan di Gurgaon, kota di sebelah barat daya New Delhi, 1/8/2023 lalu sebagai akibat dari bentrokan yang sebelumnya telah terjadi antara umat Hindu dan muslim. Pembakaran ini mengakibatkan tewasnya satu imam masjid.

Diketahui, telah beberapa kali dilaporkan adanya bentrokan yang sering terjadi antara umat Hindu dan muslim di India. Beragam bentuk kekerasan terhadap muslim dilakukan, mulai dari pelecehan muslimah, pemerkosaan hingga penyerangan.

Tak hanya di India, penyerangan terhadap Islam serta simbol-simbolnya pun terjadi di negara lainnya. Swedia dan Denmark misalnya. Kelompok anti Islam melakukan pembakaran Al Qur'an selama tiga hari berturut-turut (sindonews.com, 3/8/2023). Pembakaran Al Qur'an pun dilakukan di Swedia. Tentu saja, aksi tersebut memantik emosi umat Islam dunia. Beragam gelombang protes dilakukan umat Islam. Namun negara yang bersangkutan tak mampu tegas memberikan sanksi (CNBCIndonesia.com, 3/8/2023). Ketidaktegasan Swedia dan Denmark dalam menindak para pembakar Al Qur'an memicu pandangan bahwa kedua negara tersebut mengamankan aktivitas penistaan agama. Hal ini pun memancing amarah umat muslim.

Semua penistaan tersebut marak dilakukan karena Swedia dan Denmark adalah negara paling liberal dan sekuler di dunia. Kebebasan berekspresi setiap individu dijadikan landasan konstitusi. Sehingga kedua negara tersebut terkesan membiarkan penistaan agama. Padahal jelas-jelas, penistaan agama adalah perbuatan dosa yang memicu kebencian antar umat beragama. Tak sedikit yang menimbulkan kericuhan dan memakan korban.

Begitu buruk fakta yang kini tengah terjadi. Ajaran Islam dinistakan, namun tak ada yang mampu tegas membela dan memberikan sanksi. Beragam bentuk Islamophobia dipertontonkan tanpa ada rasa bersalah. Baik yang menyerang simbol Islam maupun penganutnya. Selama Hak Asasi Manusia (HAM) dan kebebasan berekspresi menjadi asas yang terus diterapkan, penistaan terhadap Islam tak akan pernah mampu dihentikan. Islamophobia terus dikobarkan. 

Bahkan hari tanpa Islamofobia yang ditetapkan PBB pun tak mampu menghalaunya. Meskipun semua umat muslim dunia bersuara dan marah bersama, Islamofobia kian merusak sendi kehidupan. Karena tak ada institusi yang menjaga kaum muslim dunia.

Inilah bukti bahwa sistem sekularisme yang saat ini diterapkan hanya menyajikan kezaliman dan keburukan bagi kaum muslim. Sistem sekularisme hanya menyandarkan aturan kehidupan pada hasil pemikiran manusia yang lemah. Aturan agama dijauhkan dari kehidupan. Kebebasan berpendapat dibiarkan liar merusak pemikiran tanpa ada batasan jelas. Hal ini pasti akan merusak tatanan kehidupan umat seluruh dunia.

Islam, Perisai Kuat Penjaga Umat

Sistem Islam adalah satu-satunya sistem yang mampu menjaga kemuliaan syariat Islam, simbol-simbolnya serta seluruh pemeluknya. Keefektifan sistem Islam hanya mampu terwujud dalam sebuah institusi khas yakni Khilafah Islamiyyah. Hanya dengan Khilafah, Islam dan umatnya mampu menjadi kuat dan digdaya. Setiap tindakan penghinaan syariat Islam, akan ditindak tegas oleh negara. Sehingga mampu memberantas berbagai bentuk penghinaan terhadap syariat Islam.

Setiap penista agama akan diberi peringatan keras oleh negara. Jika dalam tiga hari tak bertaubat, maka darahnya halal ditumpahkan. Dengan kata lain, hukumannya adalah hukuman mati (Ibn Qashim Al Ghazi, Fathul Bari, hal.77) agar para pelaku jera dan dapat memutus mata rantai penistaan agama.

Dalam Fatawa Al Azhar, Ulama sepakat bahwa para penghina agama Islam, baik simbol maupun penganutnya maka hukumnya kafir dan murtad. Otomatis keluar dari agama Islam.

 “Barangsiapa yang melaknat agama Islam, maka hukumnya kafir dan murtad dari agama Islam tanpa ada perbedaan pendapat”  (Fatawa Al Azhar, juz 6 hal.64).

Sepanjang sejarah didirikannya Daulah Khilafah Islamiyyah, negara menetapkan batasan jelas tentang toleransi antar umat beragama. Setiap umat beragama saling menghormati dalam batasan yang jelas. Akidah Islamiyyah tetap terjaga kemurniannya karena Khilafah menjaganya dalam regulasinya yang jelas dan tegas.

Salah satu gambaran kerukunan umat beragama tersaji indah pada masa Khilafah Bani Umayyah. Kisahnya pun ditulis dalam buku "The Story of Civillization" karya Will Durant. Keharmonisan pemeluk Islam, Yahudi dan Kristen tergambar jelas. Aman dan damai hidup berdampingan, tanpa saling mengganggu akidah masing-masing agama. Terjaga dalam konsistensi regulasi yang ditetapkan Khilafah Islamiyyah menjaga toleransi umat beragama.

Betapa sempurnanya Islam mengatur kehidupan. Umat terjaga akidahnya tanpa saling mengganggu. Khilafah, perisai kuat yang menjaga kemuliaan Islam dan seluruh umatnya. 

Wallahu a'lam bisshowwab.

Oleh: Yuke Octavianty, Forum Literasi Muslimah Bogor

Senin, 17 Juli 2023

Islamofobia Racun dari Sekularisme

Tinta Media - Sebagai seorang muslim, tentu sakit rasanya ketika agama, Allah, dan rasul-nya dihina dan dilecehkan. Seperti tidak habisnya, pelecehan terhadap agama Islam terus terulang dan semakin akut saja.

Terjadi lagi pembakaran Al-Qur'an di Swedia pada hari Rabu, tanggal 28 Juni 2023. Aksi ini dilakukan oleh Salwan Momika asal Irak. Hal ini terjadi dengan alasan kebebasan berekspresi. (BBCIndonesia.com)

Bentuk islamofobia ini tentu ada penyebabnya, melihat mereka yang menyuarakan kebencian terhadap Islam merupakan pengusung sekularisme yang berpandangan bahwa agama adalah musuh ketika mencampuri urusan kehidupan. 

Negara-negara Barat menjadikan sekuler sebagai bumbu untuk meracuni pemikiran siapa pun untuk memusuhi agama, terutama agama Islam. Mengapa Islam? Karena Allah telah mengabarkan tabiat para kafir penjajah dalam Al-Qur'an.

"Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan rida kepadamu hingga kamu mengikuti milah mereka." (QS Al Baqarah: 120)

Wujud kebencian mereka tidak hanya sampai pada pembakaran Al-Qur'an dan penghinaan terhadap Allah dan rasul-Nya. Mereka juga berupaya untuk mencabut ajaran Islam dan akidahnya dari dada setiap kaum muslimin. Cara ampuh untuk melumpuhkan agama Islam pada setiap muslim adalah dengan menanamkan paham sekularisme.

Keberhasilan kafir Barat ini nampak pada setiap negeri-negeri muslim yang tidak lagi berpegang teguh pada tali agama Allah. Bahkan, mereka menjadi penyeru paham sekuler itu sendiri. Pantas saja, sekuler mampu menjadikan muslim benci pada ajaran agamanya dan menyuarakan islamofobia pula.

Negara ikut andil pada penyakit akut ini. Sebab, negaralah yang seharusnya membentengi rakyat dari pemikiran rusak Barat, bukan malah menjadi budak Barat untuk melayani mereka dan meng-iya-kan setiap titah mereka.

Sengguh menyedihkan, agama yang mulia dihinakan, tetapi tiada pembelaan. Kecaman demi kecaman dan protes juga sudah diajukan tetapi tidak ada perubahan. Beginilah ketika muslim hidup tanpa ideologi Islam yang diemban oleh negara.

Seperti singa yang sedang tertidur, kaum muslimin tidak sadar dan harus bangun sehingga memiliki satu kemimpinan yang menaungi dunia. Kepemimpinan itu adalah negara khilafah yang dipimpin oleh seorang Khalifah.

Banyak sejarah menggambarkan kemuliaan negara Islam yang kala itu berhasil menguasai 2/3 dunia selama 13 abad lebih lamanya. Negara Islam mampu menjadi negara adidaya dan ditakuti oleh negara-negara kafir Barat. 

Syariah Islam adalah landasan bernegara dengan futuhut, yaitu pembebasan-pembebasan negara-negara yang dikuasai para raja dan penguasa kafir penjajah, termasuk pengaruh kekuatan negara Islam di Nusantara. 

Para wali yang diutus dari Turki Utsmani untuk membantu pengusiran penjajah Belanda di Aceh, juga yang memengaruhi semangat jihad dan spirit pada pada Raden Diponegoro.

Ini menjadi hikmah bahwa negara Islam tidak akan tinggal diam ketika kaum muslimin, agama Islam, Allah, dan rasul-nya dilecehkan, dihina maupun ditindas.

Mari berjuang bersama demi kembalinya kehidupan Islam dalam naungan khilafah sebagaimana janji Rasulullah saw. dalam bisyarahnya, agar tidak ada lagi penghinaan kepada agama Islam dan mencabut sekulerisme hingga akarnya.

"Tsunma takunu khilafatan 'ala minhajin nubuwwah." Kemudian akan kembali lagi khilafah yang sesuai dengan metode kenabian. (HR. Abu Dawud dan Nasa'i)
Allahu 'alam bishawab.

Oleh: Lestia Ningsih, S.Pd.
Sahabat Tinta Media

Sabtu, 13 Mei 2023

HRC: Umat Islam Bersatu, Islamofobia Tak Laku

Tinta Media - Direktur El Harakah Research Center (HRC) Ahmad Fathoni menyatakan bahwa kalau umat Islam bersatu maka propaganda Barat berupa Islamofobia akan tidak laku.

 "Islamofobia akan gagal total dengan umat Islam yang punya kesadaran politik tinggi. Kalau umat Islam bersatu maka propaganda Barat berupa Islamofobia akan tidak laku," tegasnya dalam rubrik Kabar Petang: Merekatkan Kembali Ukhuwah Islamiyah, Jumat (5/5/2023) di kanal Youtube Khilafah News.

Ahmad Fathoni menjelaskan ada empat cara agar kaum muslimin memiliki persatuan Islam yang rekat dan terjaga pada level individu maupun global.

Pertama, secara individual, umat Islam harus meningkatkan wawasan keberislamannya. "Meningkatkan pemahaman keislaman terutama wawasan politik islam yang saat ini agak kurang diperhatikan," ujarnya.

Kedua, umat Islam harus menjauhkan diri dari sifat ananiyah, sifat keakuan, sifat ashshabiyah terhadap kelompoknya. "Menganggap kelompoknya yang benar dan kelompok Islam yang lain tidak benar, bahkan dianggap sebagai rival, dianggap sebagai musuh. Ini harus dijauhkan dari benak umat Islam," pintanya.

Ketiga, masih pada tataran individual, pribadi muslim harus meningkatkan husnudzan terhadap sesama umat Islam sehingga barisan umat Islam itu kuat, tidak mudah diadudomba, tidak mudah dirobohkan oleh imperialis Barat yang menginginkan umat Islam tidak bersatu. "Persatuan Islam sedunia ini yang ditakuti oleh Barat karena akan menggagalkan rencana-rencana imperialisme Barat khususnya terhadap dunia Islam," terangnya.

Keempat, secara global, umat Islam seluruh dunia apakah harakah Islam, ormas Islam, parpol Islam harus menyamakan visi perjuangan yaitu untuk melanjutkan kembali kehidupan Islam di tengah umat Islam yang sekarang ini tercerabut dari tengah-tengah umat Islam. "Dengan apa? Dengan menegakkan khilafah," tandasnya.

Menurutnya, dengan payung umat Islam sedunia dalam khilafah alaa minhajin nubuwwah ini akan menjadi benteng bagi Islam dan umatnya dari rongrongan, dari fitnah negara para penjajah itu sehingga segala bahaya yang datang dari luar Islam bisa dihentikan bahkan dihilangkan sama sekali. 

"Itulah tanggung jawab kita baik secara individu atau oleh seluruh umat Islam sedunia," simpulnya.[] Hanafi


Sabtu, 22 April 2023

FDMPB: Islamofobia adalah Kejahatan Politik Barat

Tinta Media - Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa (FDMPB) Dr. Ahmad Sastra menegaskan bahwa Islamofobia adalah kejahatan politik barat. 

"Islamofobia bisa dikatakan sebagai kejahatan politik Barat dikarenakan permusuhan kepada islam," ujarnya kepada Tinta Media, Rabu (19/4/2023). 

Ia mengungkapkan berbagai tindakan barat yang anti islam terus dilakukan melalui berbagai strategi. "Narasi moderasi Islam justru dibuat sebagai pertanda bahwa Barat anti Islam. Program moderasi beragama disetting Barat sebagai upaya untuk menghadang kebangkitan islam," ungkapnya. 

Menurutnya, Islamofobia  itu lahir dari ideologi sekularisme. "Negara yang menerapkan sistem sekularisme  selalu menempatkan Islam sebagai halangan dan ancaman yang diwujudkan dengan berbagai kebijakan anti islam sebagaimana marak terjadi di Perancis dan negara lainnya," tuturnya. 

Ia mengutip teori Psikoanalisa Freud yang menjelaskan bahwa phobia adalah pertahanan kecemasan yang disebabkan oleh impuls id yang ditekan. Kecemasan ini dialihkan dari impuls id yang ditakuti dan dipindahkan ke objek atau situasi yang memiliki koneksi dengannya. Inilah alur munculnya islamopobia di dunia saat ini. 

Dengan demikian, lanjutnya, Islamofobia telah menjadikan islam sebagai objek untuk menakut-nakuti masyarakat. "Islam  yang justru merupakan ajaran mulia dikonstruksi sedemikian rupa seolah sesuatu yang menyeramkan terus ditanamkan melalui impuls id masyarakat tanpa memberikan kesempatan kepada pikiran rasional untuk mengkajinya, maka lahirlah kondisi kejiwaan yang abnormal berupa Islamofobia," bebernya. 

Ia mengatakan, dalam konteks penyakit kejiwaan, maka yang salah bukanlah Islam, namun ketakutan dan kecemasan yang berlebihan inilah yang menjadi masalah dan harus disembuhkan. "Sebab phobia adalah penyakit kejiwaan yang harus disembuhkan dihilangkan oleh umat Islam," tuturnya. 

Menurutnya, ini adalah tantangan kesadaran bagi umat Islam dan dunia bahwa Islamofobia adalah proyek Barat untuk menghadang kebangkitan ideologi Islam di seluruh dunia. "Maka umat Islam harus tetap berjuang menegakkan Islam, tanpa ada takut sama sekali, dan melakukan berbagai dakwah penyadaran kepada umat Islam yang salah paham dan pahamnya salah atas Islam," pungkasnya. [] Robby Vidiansyah Prasetio

Dr. Ahmad Sastra: Pernyataan Pelatih PSG Bentuk Diskriminasi Atas Muslim

Tinta Media - Merespon sikap pelatih PSG yang kesal terhadap banyaknya pemain muslim, Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa (FDMPB) Dr. Ahmad Sastra mengatakan itu adalah bentuk diskriminasi atas Muslim. 

"Unsur-unsur politis dari pernyataan pelatih PSG atas pemain Muslim menunjukkan bahwa ada semacam diskriminasi atas muslim," ujarnya kepada Tinta Media, Rabu (19/4/2023). 

Menurut Ahmad Sastra, sikap kesal pelatih PSG yang disebabkan pergantian pemain dengan maksud ingin melakukan ketaatan kemusliman pemainnya jelas merupakan pernyataan rasis dan tendensius. 

"Mungkin saja pandangan rasis dan tendensius ini akibat dari maraknya narasi Islamofobia yang selama ini berkembang pesat di berbagai negara," ujarnya. 

Ia menilai, sikap rasis tersebut termasuk pelanggaran HAM. "Karena dia telah ikut campur urusan ajaran agama para pemain bola. Beragama dan meyakini ajarannya adalah hak asasi manusia yang dijamin konstitusi dunia, ikut campur urusan agama orang lain melanggar hak asasi manusia," tuturnya. 

Ia mengungkapkan, Islamofobia adalah agenda Barat untuk menghadang kebangkitan Islam di seluruh dunia. "Dengan melakukan berbagai narasi stigmatis dan fitnah keji atas umat islam dan ajarannya," pungkasnya. [] Robby Vidiansyah Prasetio

Selasa, 18 April 2023

India Hapus Kurikulum Jejak Politik Islam, ILKI: Rezim Modi Islamofobia

Tinta Media - Direktur Institut Literasi Khilafah dan Indonesia (ILKI), Septian AW mengatakan bahwa penghapusan kurikulum sejarah Islam di India mengkonfirmasi bahwa rezim Modi memiliki sikap Islamofobia.

"Hal ini mengkonfirmasi bahwa rezim Modi ini memang memiliki sikap Islamofobia," ujarnya dalam acara Kabar Petang: Kurikulum Jejak Politik Islam Dilenyapkan Rezim Modi? Senin (17/04/2023) di kanal YouTube Khilafah News.

Menurutnya, hal ini tercermin dari kebijakan-kebijakan pemerintahan Modi terhadap instrumen umat Islam India yang selalu memunculkan kontroversi.

"Salah satunya adalah undang-undang kewarganegaraan. Pemerintah India memberikan kewarganegaraan bagi pengungsi non-muslim dari negara-negara tetangga tapi namun bagi yang muslim justru terjadi diskriminasi," ungkapnya.

Bahkan pernah, ujar Septian, rezim Modi menghapus status otonomi daerah yang mayoritas penduduknya Muslim. "Khususnya di Jami dan Kashmir yang penduduknya mayoritas muslim," bebernya.

Modi juga pernah, lanjut Septian, mengeluarkan kebijakan untuk memperketat pengawasan terhadap masjid dan madrasah yang dianggap radikal oleh pemerintah india.

"Termasuk kebijakan untuk memperketat masjid dan madrasah yang dianggap radikal," lanjutnya.

Ia mengatakan, kebijakan-kebijakan kontroversial inilah yang kemudian membuat banyak pengamat politik melihat bahwa memang Modi dan partainya ini memiliki sikap diskriminatif terhadap umat Islam India.

"Hal inilah yang kemudian membuat para pengamat melihat bahwa Modi dan partainya yaitu Bharatiya Janata memiliki pandangan Islamofobia dan sikap diskriminatif terhadap umat Islam India," pungkasnya.[] Muhammad Ikhsan Rivaldi

Senin, 06 Maret 2023

Islamofobia Merajalela, Pengaruh Sekularisme dalam Tubuh Negara

Tinta Media - Aktivitas kajian Islam tidak pernah absen dari berbagai komentar negatif dan provokatif. Persoalan serupa kerap kali terjadi dan selalu dikaitkan dengan permasalahan negara yang tengah terjadi. Padahal, masalah yang timbul itu akibat dari gagalnya pemerintah dalam mengurusi urusan negaranya.

Pada acara Seminar Nasional Pancasila dalam Tindakan Gerakan Semesta Berencana Mencegah Stunting, Kekerasan Seksual Terhadap Anak dan Perempuan, Kekerasan dalam Rumah Tangga serta Mengantisipasi Bencana, Ketua Dewan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Megawati Soekarnoputri menjadi sorotan setelah membahas masalah anak stunting yang kian menjamur saat ini.

Penuturan beliau menjadi sorotan media saat menyangkut pautkan pengajian yang menjadi rutinitas ibu-ibu dengan masalah _stunting_ dengan dalih, para ibu yang mengikuti pengajian mengesampingkan peran utamanya untuk mengurus anak serta memperhatikan asupan gizi.

Ditambah instruksi yang diberikan kepada dua menteri yang berkiprah mengurusi urusan ibu-ibu dan stunting untuk mengatur dan membuat manajemen rumah tangga agar ibu-ibu tidak hanya fokus ke pengajian dan melupakan asupan gizi anak. (dilansir dari Republika.co.id)

Penuturan Ibu Megawati Soekarnoputri tersebut mendapat tanggapan dari Wakil Ketua Badan Penanganan Pemilu (Bappilu). Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat Andi Nurpati, yang mengatakan bahwa pengajian yang dilakukan ibu-ibu itu tidak setiap hari. Lewat penuturannya Andi menyampaikan bahwa pengajian terkadang dilakukan seminggu atau sebulan sekali. Di dalamnya juga membahas mengenai ilmu kesehatan.

Andi berpendapat bahwa solusi utama mengatasi stunting adalah memberantas dengan memberikan pendidikan yang baik serta kemampuan dan keterampilan untuk bekerja. Beliau juga berpendapat bahwa melarang umat beragama untuk mempelajari agamanya termasuk pelanggaran HAM.

Pengajian juga merupakan sarana pendidikan agama yang belum tentu didapat di bangku persekolahan maupun dunia perkuliahan.
Andi juga membandingkan peranan ibu-ibu pengajian dengan para ibu yang berprofesi sebagai wanita karier yang kemungkinan besar bekerja di luar rumah dari pagi hingga sore hari. Beliau menegaskan bahwa negara harus memberi solusi untuk masalah stunting di Indonesia. (Dilansir dari Sindonews.id)

Dikutip dari Tribunnews.com Megawati menyampaikan bahwa tidak ada larangan dalam mengikuti pengajian selagi tetap memperhatikan manajemen rumah tangga. Serta mengulik sedikit cerita cucu-cucu beliau yang menurut pengakuannya memiliki fisik serta latar belakang pendidikan yang baik.
Dari rentetan kabar di media mengenai sindiran yang ditujukan kepada para ibu-ibu pengajian memunculkan banyak pertanyaan. Mengapa hanya ibu-ibu pengajian yang didiskriminasi? Jika dibandingkan dengan para wanita karier yang memilih bekerja dan menitipkan anak-anaknya kepada pengasuh bayaran. Ataupun para wanita yang hanya peduli dengan kehidupan pribadinya. Menghabiskan waktu untuk bersenang-senang di atas tanggung jawab yang terabaikan. Ibu-ibu pengajian jauh lebih baik dan bertanggung jawab atas anak-anak mereka.

Tampak jelas, diskriminasi terhadap kajian Islam yang dilakukan oleh musuh-musuh Islam, menyangkut pautkan antara pengajian dengan masalah _stunting_ yang masih merebak. Padahal, aktivitas mengkaji Islam merupakan kewajiban serta kebutuhan bagi setiap individu terlebih kaum ibu yang merupakan madrasah pertama bagi anak.
Dikarenakan peran penting itulah seorang ibu harus memiliki pemahaman yang kuat serta tepat sebagai bekal pengasuhan. Namun sayangnya, pemahaman yang dibutuhkan tersebut tidak mudah untuk didapatkan. 

Apalagi pemahaman agama, yang memang pada saat sekarang ini mulai dikesampingkan. Tidak banyak para ibu yang miliki kesempatan belajar ilmu agama di bangku sekolah, kalaupun ada mungkin hanya sedikit sekali ilmu yang didapatkan. Untuk itulah butuh ilmu tambahan yang didapatkan dari pengajian.

Disinilah letak permasalahan awalnya, dimana negara abai akan kebutuhan pendidikan yang baik dan berkualitas bagi masyarakatnya. Biaya pendidikan yang relatif mahal membuat banyak orang urung untuk melanjutkan ke tingkat yang lebih tinggi. Pendidikan yang di agung-agungkan nyatanya hanya mampu dirasakan oleh segelintir orang yang memang baik segi ekonominya. Negara tidak memberikan fasilitas serta kualitas pendidikan yang baik, guna mencetak generasi-generasi terbaik.

Menyangkut pautkan pengajian dengan masalah stunting saat ini semakin memperlihatkan bentuk kepengurusan negara yang carut marut. Dari sini tampak jelas bahwa negara seolah lepas tangan dan melemparkan tanggung jawabnya atas persoalan negara. Permasalahan stunting adalah tanggung jawab negara untuk mencarikan solusi dan penanganannya. 

Padahal, masalah stunting ini tidak luput dari dampak kemiskinan dan sulitnya akses kesehatan yang didapat masyarakat.
Kemiskinan yang kian membelit negara membuat masyarakat kian kesulitan untuk memenuhi kebutuhan yang layak. Seperti memilih untuk mengonsumsi makanan yang bergizi yang merupakan salah satu cara untuk pencegahan _stunting_. Namun jika mengulik penerapan sistem pemerintahan di negara saat ini yang hanya memperhatikan para pemilik modal dan pemilik kekuasaan yaitu kapitalisme, mustahil kemiskinan mampu terselesaikan. Dan sesuatu hal yang tidak dapat dibandingkan dengan keadaan para keturunan yang notabennya sudah menjadi keturunan para penguasa.

Kesehatan yang sulit untuk di akses apalagi bagi masyarakat yang jauh dari ranah kota membuat masyarakat kesulitan dalam proses penanganan. Strategi pembangunan pemerintah yang kurang merata membuat hanya segelintir lapisan masyarakat yang bisa merasakan fasilitas kesehatan yang mumpuni.

Beginilah jika negara dinahkodai oleh sistem kufur. Dimana fasilitas terbaik hanya dapat dirasakan oleh kalangan yang berwenang dan pemilik modal. Imbas dari kapitalisme bagi kehidupan masyarakat kelas bawah kian mencekik. Penyebaran opini islamophobia yang kian merebak di era sekularisme. Serta kehidupan hedonisme dan liberalisme yang terus menggerogoti tubuh kaum muslimin.
Kesengsaraan ini akan terus dan kian bertambah jika tidak ada tindakan yang tegas dalam proses periayahannya. Itu sebabnya dibutuhkan suatu sistem yang mampu memberikan keamanan serta kenyamanan bukan hanya untuk kalangan ummat manusia, namun sistem yang mampu menaungi dan memberikan rahmat untuk seluruh alam semesta.

Dan kesempurnaan sistem itu hanya dimiliki oleh Islam. Penerapan Syariat Islam dalam hidup dan bernegara akan menghadirkan rahmat. Islam memberikan penanganan serta pengurusan yang berkualitas dan efektif. Menyamaratakan setiap pembangunan pemerintahan di seluruh wilayah tanpa memandang kelas keturunan. Karena baik buruknya manusia diukur dari tingkat ketakwaan terhadap Allah SWT.

Begitu sejahteranya suatu negara apabila sistem Islam diterapkan serta syariat Islam di tegakkan. Seperti pada masa kepemimpinan Islam yang menyumbangkan segudang prestasi dan kejayaan hingga mampu dirasakan sampai saat ini. Tidak ada sistem terbaik selain penerapan Islam secara sempurna di tengah masyarakat dan negara.

Oleh: Olga Febrina
Pelajar, Penulis Remaja & Aktivis Dakwah SWIC

Sabtu, 18 Februari 2023

Pakar Hukum: Pernyataan Wasekjen Nasdem Provokatif dan Islamofobia

Tinta Media - Pernyataan  Wasekjen NasDem Hermawi Taslim terkait posisi HT1 dan FP1 jika Anies Baswedan terpilih menjadi presiden pada Pilpres 2024, dinilai pakar hukum dari Indonesia Justice Monitor  Dr. M. Sjaiful sebagai pernyataan provokatif dan islamofobia.
 
“Pernyataan itu tidak layak diucapkan oleh politisi sejati karena provokatif dan ada nuansa Islamofobia,” ungkapnya di acara Analisis Hukum: NasDem Lakukan Penyesatan Politik dan Fitnah pada HT1 dan FP1, melalui kanal You Tube Pelita Umat Jawa Timur, Sabtu (28/1/2023).
 
Pernyataan ini merupakan fitnah dan penyesatan politik. “Saat kedua ormas ini masih diakui keberadaan secara administrasi, mereka tidak pernah terlibat dalam korupsi keuangan negara, atau ingin meruntuhkan NKRI.  Yang tampak kedua ormas ini melakukan tugas kemanusiaan, serta mengedukasi umat dengan pemikiran Islam, ” bebernya.
 
Sjaiful lalu memberikan nasehat bahwa  Nasdem yang sebagian besar anggotanya muslim tidak boleh melakukan penyesatan dan fitnah-fitnah politik kepada saudara sesama muslim. “Jangan sampai mereka  terpapar dengan pemikiran sekuler radikal sehingga menganggap Islam sebagai ancaman bagi keberlangsungan negeri ini,” nasehatnya.
 
Menurut Sjaiful, FP1 dan HT1 adalah dua ormas yang memberikan kontribusi positif terhadap umat islam di Indonesia. Mereka sangat peduli terhadap kondisi yang menimpa negeri ini dan memberikan solusi dengan sudut pandang  Islam. “Tidak ada alasan untuk mewaspadai kedua ormas ini,” tukasnya.
 
Terkait kepemimpinan di negeri ini Sjaiful berharap agar tidak mengangkat pemimpin yang akan menjauhkan umat Islam dari nilai-nilai Islam dan penerapan syariat Islam. “Sebab kalau itu terjadi maka meski yang terpilih muslim sama saja akan menjauhkan Islam dari umat Islam karena terpapar sekularisme,” tegasnya.
 
Dalam Closing statement Sjaiful kembali menekankan 3 hal. Pertama, para politisi muslim hendaknya tidak terprovokasi dengan pemikiran sekuler radikal yang memusuhi Islam. Kedua, Apapun kesalahan  ormas jangan dicap sebagai organisasi yang merusak negara sebelum menghadirkan bukti-bukti yang bisa dipertanggungjawabkan. Ketiga, hendaknya para politisi  merangkul semua elemen umat Islam.
 
“Semua  elemen umat Islam tidak pernah punya niat merusak negara. Semua punya niat membangun negara ini berdasar prinsip Islam,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun
 

Rabu, 08 Februari 2023

Pernyataan Nasdem Soal HT1 dan FP1 Dinilai Halusinasi dan Islamofobia Akut

Tinta Media - Analisis Senior Pusat Kajian dan Analisis Data (PKAD) Fajar Kurniawan menilai pernyataan Wakil Sekertaris Jendral Partai Nasdem Hermawi Taslim bahwa manuver Nasdem soal HTI dan FPI dibenci oleh Anies Baswedan sebagai pernyataan halusinasi dan islamfobia akut.

“Pernyataan dari Hermawi Taslim itu menunjukkan dua hal, yakni merupakan pernyataan halusinasi akut dan islamofobia akut,” tuturnya dalam Program Kabar Petang: Nasdem dan Anies Benci HTI dan FPI? Sabtu (28/1/2023), dikanal Youtube Khilafah News.

Pertama, pernyataan tersebut mempresentasikan Partai Nasdem sedang mengalami halusinasi akut karena berandai-andai akan terjadi di tahun 2024. Menurutnya apabila Anies dan Nasdem terus menerus berbuat seperti ini akan menghilangkan simpati umat dan justru mungkin tidak mendapat dukungan dari partai politik lain sehingga gagal menjadi calon presiden.
“Karena ini masih sangat awal, Anies Baswedan itu masih bakal calon presiden bukan calon presiden, jadi belum tentu pula menjadi calon presiden apalagi menang menjadi presiden,” ujarnya.

Kedua, pernyataan ini menunjukkan sedang terjadi islamfobia akut, menyebabkan ketakutan dengan apa pun yang berbau Islam.
“Padahal mereka sebenarnya mengharapkan suara umat Islam tetapi takut dengan Islam itu sendiri. Ini aneh kan? Suaranya diharapkan tapi substansinya ditakuti,” kritiknya.
Ia berpendapat apabila wacana ini terus dilakukan secara terus menerus, sistematis oleh Partai Nasdem justru akan berpotensi sangat besar ke dalam jurang kebangkrutan. Menganggap HTI dan FPI sebagai ormas radikal telah mengklarifikasi dan membuktikan mereka telah masuk ke dalam skenario menstigmatisasi sebagai ormas yang anti Islam.

“Dan saya kira itu sebuah campaign yang memang bisa dilakukan oleh lawan-lawan politik, yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak suka dengan Islam terutama yang punya kesadaran politik sehingga mereka jualan radikalisme, ekstrimisme dan seterusnya,” bebernya.

Menurut perspektifnya, islamfobia akut tidak hanya menjangkiti orang-orang non muslim tetapi justru yang lebih jauh telah menjangkiti tokoh-tokoh umat Islam, para politisi dan para pengambil kebijakan di negeri ini.

“Padahal negeri ini adalah negeri muslim seharusnya Islam mendapat tempat yang layak, seluruh ajaran Islam mendapat apresiasi dan dukungan yang gelap gembira dari penguasa negeri ini. Tapi kan tidak seperti itu?” pungkasnya. [] Ageng Kartika

Minggu, 05 Februari 2023

Swedia Izinkan Poludan Bakar Al-Qur’an, Dr. Ahmad Sastra: Demi Dapatkan Dukungan Rakyat

Tinta Media - Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa (FDMPB) Dr. Ahmad Sastra mengatakan, pemerintah Swedia telah melakukan pragmatisme politik untuk mendapatkan dukungan rakyat dengan mengizinkan Poludan membakar Al-Qur’an.

“Tentu saja ini merupakan garis Politik pemerintah Swedia untuk menjaring suara sebanyak-banyaknya, terutama oleh partai-partai ekstrem kanan. Peristiwa ini menunjukkan adanya pragmatisme politik negara-negara Barat untuk mendapat dukungan rakyat dengan cara mengembangkan narasi kebencian kepada Islam dan umat Islam,” tuturnya kepada Tinta Media, Selasa (24/1/2023).

Menurutnya, selain itu hal ini menunjukkan adanya kepentingan ideologis, yakni adanya dendam sejarah masa lalu, terutama pada kekalahan perang salib dan dilakukannya konstantinopel oleh Muhammad Al Fatih. Dendam sejarah ini menimbulkan hipokritme masyarakat Barat.

“Peristiwa masa lalu ini merupakan luka mendalam bagi Barat, mereka merasa diperlakukan oleh Islam. Maka, di saat mereka sekarang berkuasa, letupan amarah dan dendam kepada Islam,” ujarnya.

Faktor lain dari pemerintah Swedia mengizinkan pembakaran Al Qur’an oleh Poludan adalah adanya kesalahpahaman masyarakat awam Barat dan Eropa atas Islam disebabkan propaganda politik oleh negara-negara Barat, khususnya Amerika.

“Edukasi tentang Islam juga kurang di Barat, sementara orang-orang Barat cukup skeptis atas agama pada umumnya,” katanya.

"Bagaimanapun peristiwa runtuhnya WTC di Amerika digunakan untuk menghantam Islam dan umat Islam, padahal peristiwa tersebut merupakan rekayasa mereka sendiri. Media-media Barat terus mempropagandakan sehingga dunia terbuai," ujarnya. 

Dr. Ahmad berpendapat bahwa berbagai peristiwa yang menyerang Islam dan umat Islam akibat dari kelemahan umat Islam karena tidak memiliki institusi negara sehingga dijadikan Barat sebagai kesempatan untuk terus melancarkan serangan.

“Meskipun Iran pernah menetapkan hukuman mati kepada Salman Rusdie, namun hingga kini dia masih hidup. Kelemahan umat Islam inilah yang akan menjadi faktor penistaan Islam dalam jangka panjang,” pungkasnya.[] Ageng Kartika





Swedia Izinkan Poludan Bakar Al-Qur’an, Dr. Ahmad Sastra: Demi Dapatkan Dukungan Rakyat

Tinta Media - Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa (FDMPB) Dr. Ahmad Sastra mengatakan, pemerintah Swedia telah melakukan pragmatisme politik untuk mendapatkan dukungan rakyat dengan mengizinkan Poludan membakar Al-Qur’an.

“Tentu saja ini merupakan garis Politik pemerintah Swedia untuk menjaring suara sebanyak-banyaknya, terutama oleh partai-partai ekstrem kanan. Peristiwa ini menunjukkan adanya pragmatisme politik negara-negara Barat untuk mendapat dukungan rakyat dengan cara mengembangkan narasi kebencian kepada Islam dan umat Islam,” tuturnya kepada Tinta Media, Selasa (24/1/2023).

Menurutnya, selain itu hal ini menunjukkan adanya kepentingan ideologis, yakni adanya dendam sejarah masa lalu, terutama pada kekalahan perang salib dan dilakukannya konstantinopel oleh Muhammad Al Fatih. Dendam sejarah ini menimbulkan hipokritme masyarakat Barat.

“Peristiwa masa lalu ini merupakan luka mendalam bagi Barat, mereka merasa diperlakukan oleh Islam. Maka, di saat mereka sekarang berkuasa, letupan amarah dan dendam kepada Islam,” ujarnya.

Faktor lain dari pemerintah Swedia mengizinkan pembakaran Al Qur’an oleh Poludan adalah adanya kesalahpahaman masyarakat awam Barat dan Eropa atas Islam disebabkan propaganda politik oleh negara-negara Barat, khususnya Amerika.

“Edukasi tentang Islam juga kurang di Barat, sementara orang-orang Barat cukup skeptis atas agama pada umumnya,” katanya.

"Bagaimanapun peristiwa runtuhnya WTC di Amerika digunakan untuk menghantam Islam dan umat Islam, padahal peristiwa tersebut merupakan rekayasa mereka sendiri. Media-media Barat terus mempropagandakan sehingga dunia terbuai," ujarnya. 

Dr. Ahmad berpendapat bahwa berbagai peristiwa yang menyerang Islam dan umat Islam akibat dari kelemahan umat Islam karena tidak memiliki institusi negara sehingga dijadikan Barat sebagai kesempatan untuk terus melancarkan serangan.

“Meskipun Iran pernah menetapkan hukuman mati kepada Salman Rusdie, namun hingga kini dia masih hidup. Kelemahan umat Islam inilah yang akan menjadi faktor penistaan Islam dalam jangka panjang,” pungkasnya.[] Ageng Kartika

Al-Qur’an Dibakar, Dr. Ahmad Sastra: Islamofobia Semakin Menggila

Tinta Media - Peristiwa pembakaran Al-Qur’an oleh Poludan berikut pernyataannya akan melakukannya setiap Jumat sampai Swedia masuk NATO, menurut Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa (FDMPB) Dr. Ahmad Sastra hal itu menunjukkan islamofobia semakin menggila.

“Peristiwa itu menunjukkan bahwa Islamofobia semakin menggila dan tentu saja tindakan rasis yang menyakiti umat Islam sedunia. Hanya orang gila dan rasis yang nekat membakar Al-Qur’an, kitab suci, dan disucikan oleh umat Islam seluruh dunia,” tuturnya kepada Tinta Media, Selasa (24/1/2023).

Ia mengkritik tindakan Poludan tersebut yang didukung oleh peraturan negara atas nama kebebasan berekspresi. “Kegilaan atas nama kebebasan berekspresi di negara-negara demokrasi bukan sekedar tindakan individual, namun memang diakui oleh konstitusi,” kritiknya.

Poludan merupakan satu dari ribuan orang-orang abnormal pendengki Islam dengan tindakan-tindakan yang justru bertentangan dengan narasi toleransi yang selama ini didengung-dengungkan di dunia Barat. Seperti homoseksual yang diklaim Barat sebagai kebebasan dalam berekspresi justru didukung sebagai bagian dari hak asasi manusia (HAM). Inilah jahatnya Barat, termasuk Swedia yang tidak melarang Poludan, bahkan aksinya dijaga oleh sejumlah polisi.

“Barat itu standar ganda dalam kebijakan politiknya. Di satu sisi mengampanyekan kebebasan berekspresi, namun jika umat Islam mengekspresikan kebebasannya untuk menjalankan ajaran agamanya, seperti memakai cadar, Barat justru menuduhnya sebagai kaum radikal dan ekstrimis,” ujarnya dengan tegas.

Dr. Ahmad mengungkapkan bahwa Islamphobia ini bukan hanya berupa pembakaran Al Qur’an, tetapi sering juga terjadi berupa kriminalisasi dan diskriminasi atas muslim, serangan kepada masjid, aksi kekerasan atas muslim, pelarangan jilbab dam burdah, dan lain sebagainya.
“Dan islamphobia di Barat itu didukung oleh konstitusi negara, bahkan media-media yang ada,” ungkapnya.

Tindakan-tindakan rasis terhadap umat Islam, menurut pandangan Dr. Ahmad, terjadi karena tidaknya institusi negara, umat Islam menjadi lemah dan dilema di saat dihina oleh kaum kafir, tidak dapat melakukan tindakan apa pun kecuali hanya sebatas kecaman.

“Tiadanya institusi negara mengakibatkan umat Islam hanya bisa marah dan mengecam, namun tidak bisa melakukan tindakan hukum tegas, sebab negeri-negeri muslim juga menerapkan ideologi demokrasi sekuler yang menyewakan kebebasan dan HAM,” tuturnya.

Dr. Ahmad Sastra menegaskan seharusnya para kepala negara muslim menyadari akan islamphobia ini sebagai proyek Barat untuk menghancurkan Islam. Ia mengkritisi sikap para penguasa negeri muslim yang justru mendukung propaganda Barat dengan membenci Islam dan melakukan berbagai tuduhan keji kepada ajaran Islam.

“Kepala negara akan diminta pertanggungjawaban oleh Allah atas sikapnya di saat agama Allah ini dihina. Idealnya ada negeri muslim yang melakukan tekanan dan tindakan nyata atas penghinaan Islam ini,” tegasnya.

Sayangnya, negeri-negeri muslim justru membeberkan Barat dan tidak membela Islam bahkan tidak menerapkan hukum-hukum Islam sebagai konstitusi negaranya. Nasionalisme telah menjadikan negeri-negeri muslim lemah, seperti buah di lautan, bahkan seperti makanan yang diperebutkan banyak orang.

Ia mengatakan bahwa di dalam ajaran Islam, penghinaan Islam itu dihukum mati oleh negara. Sebagaimana pendapat Ibnu Taimiyah yang menyatakan siapa saja yang menghina Islam secara umum dihukum mati oleh negara Islam, baik pelakunya muslim maupun kafir.

“Tidak adanya negara Islam, menjadikan hukuman mati tidak dapat dilakukan karena konstitusinya tidak mendukung. Idealnya negeri-negeri muslim melakukan tindakan tegas dengan memberlakukan hukuman mati bagi siapa pun yang menghina Islam, Allah, Rasulullah, dan Al Qur’an. Mestinya Poludan Rasmus ini dihukum mati dengan digantung di depan umum,” pungkasnya. [] Ageng Kartika









Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab