Tinta Media: Islamofobia
Tampilkan postingan dengan label Islamofobia. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Islamofobia. Tampilkan semua postingan

Jumat, 03 Februari 2023

Pembakaran Al-Qur'an Jelas Didorong Sentimen Islamofobia

Tinta Media - Terkait aksi pembakaran Al-Qur'an oleh politikus sayap kanan Swedia Denmark Rasmus Paludan Pengamat Politik Internasional Ustaz Umar Syarifuddin mengatakan, hal tersebut jelas didorong oleh sentimen Islamofobia.

"Pembakaran Al-Qur'an ini jelas didorong oleh sentimen Islamofobia dari diri Paludan," ungkapnya kepada Tinta Media, Senin (30/1/2023).

Yang lebih memprihatinkan, kata Umar, Paludan tidak ditangkap, dia hanya dikecam. "Seluruh pejabat NATO pun juga tidak meneteskan air mata penyesalan untuk menampakkan protes dan kecaman mereka terhadap perbuatan Rasmus Paludan seraya menegaskan bahwa mereka menghormati agama Islam," ujarnya.

Umar melanjutkan, Pemerintah Swedia dan Eropa pun tampaknya tidak mempunyai kekuatan untuk menghentikan pembakaran Al-Qur'an tersebut. Pemerintah hanya menghawatirkan dampak masalah ini yang bisa merugikan kultur budaya liberal Eropa.

"Kenyataannya, kelakuan Paludan itu, seandainya tidak mendapat dukungan dari berbagai organisasi berkuasa dan media - media massa yang menjadi kepanjangan tangan barat serta selalu menguatkan api kebencian dan kedengkian terhadap Islam dan kaum muslimin niscaya tidak ada seorangpun di dunia yang mendengar kebodohannya," bebernya.
  
Diakhir penuturannya, Umar menghimbau Umat Islam untuk tidak pasif dan tidak tidur terhadap masalah ini. Mengusir para duta negara - negara Imperialis dari negeri-negeri muslim, mengusir semua pengaruh militer barat di negeri muslim dan menggentarkan Swedia serta siapapun yang menista Islam.[] Yupi UN

Pembakaran Al-Qur'an Jelas Didorong Sentimen Islamofobia

Tinta Media - Terkait aksi pembakaran Al-Qur'an oleh politikus sayap kanan Swedia Denmark Rasmus Paludan Pengamat Politik Internasional Ustaz Umar Syarifuddin mengatakan, hal tersebut jelas didorong oleh sentimen Islamofobia.

"Pembakaran Al-Qur'an ini jelas didorong oleh sentimen Islamofobia dari diri Paludan," ungkapnya kepada Tinta Media, Senin (30/1/2023).

Yang lebih memprihatinkan, kata Umar, Paludan tidak ditangkap, dia hanya dikecam. "Seluruh pejabat NATO pun juga tidak meneteskan air mata penyesalan untuk menampakkan protes dan kecaman mereka terhadap perbuatan Rasmus Paludan seraya menegaskan bahwa mereka menghormati agama Islam," ujarnya.

Umar melanjutkan, Pemerintah Swedia dan Eropa pun tampaknya tidak mempunyai kekuatan untuk menghentikan pembakaran Al-Qur'an tersebut. Pemerintah hanya menghawatirkan dampak masalah ini yang bisa merugikan kultur budaya liberal Eropa.

"Kenyataannya, kelakuan Paludan itu, seandainya tidak mendapat dukungan dari berbagai organisasi berkuasa dan media - media massa yang menjadi kepanjangan tangan barat serta selalu menguatkan api kebencian dan kedengkian terhadap Islam dan kaum muslimin niscaya tidak ada seorangpun di dunia yang mendengar kebodohannya," bebernya.
  
Diakhir penuturannya, Umar menghimbau Umat Islam untuk tidak pasif dan tidak tidur terhadap masalah ini. Mengusir para duta negara - negara Imperialis dari negeri-negeri muslim, mengusir semua pengaruh militer barat di negeri muslim dan menggentarkan Swedia serta siapapun yang menista Islam.[] Yupi UN

Kamis, 12 Januari 2023

Konsisten Dakwah Khilafah Dituding Radikal, PAKTA: Islamofobia Itu Nyata

Tinta Media - Menanggapi tudingan pihak tertentu yang menggolongkan beberapa web Islam ke dalam daftar situs web pro radikal karena konsisten mendakwahkan khilafah sebagai ajaran Islam, Koordinator Pusat Analisis Kebijakan Strategis (PAKTA) Dr. Erwin Permana  mengatakan Islamofobia itu nyata.
 
“Fakta tersebut mengkonfirmasi bahwa Islamofobia itu nyata di negeri ini,” ungkapnya kepada Tinta Media Senin (9/1/2023).
 
Meski dunia sudah mendeklarasikan hari anti Islamofobia, nampaknya di negeri ini  justru tiada hari tanpa Islamofobia. Tentu saja patut disayangkan bagaimana mungkin di negeri mayoritas Muslim ini justru berkembang Islamofobia.
 
“Padahal semua situs web yang disebutkan merupakan media syi’ar yang secara konsisten mendakwahkan Islam dengan argumen yang kokoh dan syar’i. Mereka yang menganut Islamofobia itu justru menuduh tanpa hujjah yang dapat dibenarkan oleh syara,” jelasnya.
 
Erwin justru mengasihani mereka  karena bagaimana mungkin mereka semua itu ciptaan Allah tapi malah menjadikan syariat Islam sebagai pihak tertuduh. “Sungguh berat tanggung jawabnya, segeralah bertobat sebelum terlambat!”
serunya.
 
Khilafah Ajaran Islam
 
Erwin menegaskan bahwa khilafah itu ajaran Islam, bahkan puncak ajaran Islam. Hampir semua hukum Islam yang berkaitan dengan kehidupan sosial tidak dapat dijalankan tanpa Khilafah. “Ketika hukum-hukum tersebut tidak dijalankan akibatnya adalah kerusakan kehidupan sosial kemasyarakatan seperti hari ini. Semua sisi kehidupan kita bermasalah,” bebernya.
 
Bukti khilafah ajaran Islam, kata Erwin,  itu didasarkan pada Al-Qur'an, hadis Nabi, Ijma Sahabat dan Qiyas.  “Semua sumber hukum Islam itu menyinggung tentang kewajiban Khilafah. Hal ini juga dijelaskan di banyak Kitab para ulama besar umat ini,” imbuhnya.
 
Menurut Erwin, syariat Islam baik untuk negeri ini karena alasan empiris, historis maupun dalil syar’i. Secara empiris negeri ini tidak sedang baik-baik saja, persoalan nyaris di seluruh dimensi kehidupan; ekonomi, politik, pendidikan, hukum, korupsi, L68T, kemiskinan akut, stunting.
 
“Bagaimana mengatasi ini semua jika tidak dengan syariat Islam. Apakah percaya dengan Undang-Undang  produk DPR, atau Perppu produk presiden atau aturan siapa yang lebih baik  mengatur negeri ini selain dari aturan dari Allah?” tanyanya retoris.
 
Erwin menjelaskan, Islam itu dibagi dua yakni aqidah dan syari’ah. Dalam hal aqidah tidak ada paksaan untuk mengimani Allah, hanya saja resikonya  nanti di akhirat. Namun dalam hal syariat jika manusia berlepas diri dari syariat maka yang didapati  kesempitan hidup di dunia siapapun mereka, apa pun agamanya. 
 
“Secara historis syariat Islam terbukti melahirkan peradaban manusia yang tinggi dan diakui oleh sejarawan Barat yang di dalamnya hidup manusia dengan beragam suku, bangsa dan agama,” ujarnya meyakinkan.  
 
Sedangkan secara dalil lanjutnya, seperti yang  sudah disinggung sebelumnya, terutama bagi Muslim mestinya tidak ada pilihan aturan hidup selain dari aturan Allah Swt.  Tidak ada jalan hidup selain dari jalan yang sudah dicontohkan oleh Rasulullah Saw. “Ketika mencoba untuk menyelisihinya maka yang muncul adalah kekacauan bukan keteraturan,” tandasnya.
 
Kapitalisme Ancaman Nyata
 
Erwin menilai ancaman nyata negeri ini kapitalisme karena yang dijalankan di negeri ini kapitalisme. “Bagaimana mungkin misalnya menyalahkan Islam padahal bukan Islam yang diterapkan. Berbagai kemerosotan kehidupan yang terjadi dinegeri ini akibat kesalahan sistem kapitalisme,” terangnya.
 
Radikalisme dan terorisme itu sambung Erwin, ciptaan Barat sebagai strategi pecah belah ditubuh umat Islam. Umat Islam dibuat lupa bahwa mereka diperintahkan oleh agamanya untuk bersatu, tidak terpecah belah.
 
“Barat mengerahkan banyak sumberdaya agar umat Islam tidak pernah bersatu. Sebab, mereka faham jika umat Islam bersatu maka mereka akan bangkit.  Jika umat Islam bangkit maka posisi barat akan tergusur dari posisi nomor satu dunia. Umat Islam lah yang akan menjadi umat nomor satu dunia,” ungkapnya.
 
Hal ini menurut Erwin didukung oleh naskah rekomendasi Rand Corporation yang  secara eksplisit memecah umat Ini.
 
“Rand Corporation membagi umat menjadi empat kelompok yakni, Islam  Fundamentalis, Islam Tradisionalis, Islam Modernis dan Islam Sekularis,” bebernya.
 
Islam Fundamentalis jelasnya, adalah kelompok masyarakat Islam yang menolak nilai-nilai demokrasi dan kebudayaan Barat Kontemporer, serta menginginkan formalisasi penerapan Syariat Islam. Islam  Tradisionalis  adalah  kelompok masyarakat Islam Konservatif yang mencurigai modernitas, inovasi dan perubahan. Mereka berpegang kepada substansi ajaran Islam tanpa peduli kepada formalisasinya.
 
“Islam Modernis adalah kelompok masyarakat Islam modern yang ingin reformasi Islam agar sesuai dengan tuntutan zaman, sehingga bisa menjadi bagian dari modernitas. Islam Sekularis adalah  kelompok masyarakat Islam sekuler yang ingin menjadikan Islam sebagai urusan privasi dan dipisah sama sekali dari urusan negara,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun
               
 
 
 

Kamis, 29 Desember 2022

Refleksi 2022, Aroma Islamofobia Kuat Menyengat di Pasal 188 KUHP


Tinta Media - Jurnalis Joko Prasetyo menilai aroma islamofobia kuat menyengat di Pasal 188 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang disahkan pada 6 Desember 2022. “Selama 2022 ini banyak regulasi dan kebijakan yang menunjukkan rezim ini islamofobia, salah satunya aroma islamofobia kuat menyengat itu di pasal 188 KUHP terbaru,” ungkapnya kepada Tintamedia.web.id, Kamis (29/12/2022).

Karena, lanjut Om Joy, sapaan akrabnya, dalam pasal tersebut selain secara definitif melarang paham komunisme/marxisme, leninisme, juga memuat frasa, “Atau paham lain yang bertentangan dengan Pancasila”. “Itu frasa yang tidak definitif, ambigu, multitafsir, sangat ngaret, dan berdasarkan rekam jejak rezim ini, kuat aroma untuk mengkriminalisasi khilafah ajaran Islam,” tegasnya.

Om Joy meragukan kalau frasa ambigu tersebut muncul murni untuk menjerat semua paham yang bertentangan dengan Pancasila. “Itu apakah murni untuk menjerat paham lain yang bertentangan dengan Pancasila atau untuk mengkriminalisasi khilafah ajaran Islam?” tanyanya.

Bukan apa-apa, lanjutnya, karena selama ini khilafah kerap diopinikan rezim sebagai ideologi yang bertentangan dengan Pancasila. Karena alasan itu pula ormas Islam yang istiqamah mendakwahkan khilafah ajaran Islam dicabut badan hukum perkumpulannya, para aktivisnya dipersekusi dan dikriminalisasi.

Tapi dalam waktu bersamaan, terang Om Joy, rezim ini dengan sangat produktif mengamalkan paham kapitalisme, di antaranya: privatisasi aset yang menurut Islam itu kepemilikan umum (milkiyah ammah) yang haram diprivatisasi, meminjam uang berbunga dan juga melegalkan bunga bank yang menurut Islam itu riba satu dirham saja dosanya setara berzina dengan ibunya sendiri; dan lain sebagainya. “Selain itu, terlihat wellcome dengan paham komunisme, yang jelas-jelas bertolak belakang dengan ajaran Islam,” jelasnya.

Sekali lagi, ia pun menanyakan, apakah yang dimaksud dengan frasa ambigu oleh rezim itu khilafah? “Bila menganggap khilafah bertentangan dengan Pancasila, itu mengonfirmasi bahwa Pancasila bertentangan dengan Islam. Mengapa? Karena khilafah bukanlah ideologi, tetapi ajaran Islam di bidang pemerintahan. Hukumnya fardhu kifayah untuk ditegakkan,” jelasnya.

Agar Leluasa

Menurutnya, rezim kerap menyebut khilafah sebagai ideologi agar kaum islamofobia leluasa menista khilafah ajaran Islam selain itu agar Muslim yang masih awam tidak mengetahui khilafah adalah ajaran Islam di bidang pemerintahan.

“Soalnya, seawam-awamnya orang Islam, mestilah membela ajaran agamanya bila dinistakan. Bagaimana agar leluasa menista khilafah, ya fitnah saja khilafah sebagai ideologi. Lalu dimonsterisasi dengan berbagai fitnah lainnya agar tampak menakutkan di mata orang-orang awam,” ungkapnya.

Sebaliknya, jelas Om Joy, berbagai UU dan kebijakan yang sangat kapitalistik (neolib/sangat pro oligarki meski menyengsarakan rakyat) tidak dihapus dan rezim ini tetap saja bermesraan dengan Kakak Besar (sebutan Presiden Jokowi kepada Presiden Komunis Cina Xi Jinping) yang jelas-jelas membantai dan menyiksa Muslim Uighur, tidak dapat diragukan lagi, ini hanya menambah fakta baru saja untuk menambah fakta sejarah yang selama ini sudah terang benerang bahwa, "Pancasila memang dijadikan alat oleh para sekuler-kapitalis dan ateis-komunis untuk menjegal tauhid-Islam."

Makanya, lanjut Om Joy, tidak aneh kalau ketua dari badan yang paling otoritatif dalam pembinaan 'ideologi' Pancasila, BPIP, Prof. Dr. Yudian Wahyudi mengatakan, "Jadi kalau kita jujur, musuh terbesar Pancasila itu ya agama, bukan kesukuan."

“Agama apa yang dimaksud kalau bukan Islam? Wong selama ini yang konsisten dipersekusi dan kriminalisasi itu hanya Islam kok, bukan agama lain,” pungkasnya.[] Achmad Mu’it

Rabu, 21 Desember 2022

Bom Bunuh Diri dan Program Deradikalisasi, Pemantik Islamofobia

Tinta Media - Pola yang sama terulang kembali. Indonesia, khususnya warga Bandung, digegerkan dengan kasus bom bunuh diri yang terjadi di Mapolsek Astana Anyar pada Rabu (7/12). Akibatnya 9 anggota Polri dan 1 warga mengalami luka-luka, serta 1 anggota Polri meninggal (polri.go.id/9/12/22).

Berdasarkan Riset CNBC, jejak suram bom bunuh diri di Indonesia telah terjadi lebih dari 10 kali sejak tahun 2000 hingga Desember 2022 (cnbcindonesia.com/8/12/22). 

Pola yang sama terulang kembali, apalagi menjelang natal dan tahun baru. Padahal, anggaran negara untuk program pemberantasan terorisme dan deradikalisai Densus 88 tahun 2022 tergolong besar mencapai Rp1,5 triliun (merdeka.com/12/12/22). 

Tetap saja, aksi bom bunuh diri menggunakan bom panci masih terulang kembali.

Program Deradikalisasi Menyerang Islam

Tidak akan ada asap jika tidak ada api. Agar program deradikalisasi ini terus berjalan, butuh alasan untuk terus menciptakan kekacauan dan kekhawatiran di tengah masyarakat. Tiap kali kemunculan peristiwa bom bunuh diri, selalu dikaitkan bahwa pelakunya beragama Islam dan membawa ajaran jihad. Bahkan, diakhir episodenya selalu terpampang ayat-ayat Al-Qurán yang dijadikan legitimasi atas tindakan rusaknya, sekaligus meninggalkan jejak bagi penyidik.

Untuk apa? Jelas akan semakin merusak profil umat muslim dan makin suburlah pelaksanaan program deradikalisasi untuk melawan paham radikal dan teroris.

Sebagaimana arahan Presiden Joko Widodo bahwa bidang pertahanan-keamanan harus tanggap dan siap menghadapi perang siber, menghadapi intoleransi, radikalisme, dan terorisme (menpan.go.id/1/2022).

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyebutkan bahwa ancaman terorisme perlu dicegah dengan salah satu program yaitu Deradikalisasi. Deradikalisasi merupakan upaya untuk mengurangi dan menghilangkan paham radikal seseorang (bnpt.go.id/3/2021).

Sebenarnya, istilah radikalisme adalah istilah umum tanpa disertai latar belakang agama mana pun. Secara bahasanya saja tidak ada kaitannya dengan agama. Tidak sebagaimana istilah perayaan idul fitri identik dengan muslim, natal identik dengan kristen. Aspek kesesuaian radikalisme, terorisme, dan Islam dari mananya? Mengapa tiga kata tersebut seolah menjadi paket komplit penyebab kerusakan yang ada?

Jika dikatakan bahwa terorisme merupakan aksi teror yang dilatarbelakangi oleh ideologi tertentu, mampukah berbekal bom panci lantas menjadikan negara ini dalam ancaman besar?

Jelas, program deradikalisasi menyerang Islam berikut para pengembannya. Program deradikalisasi menjadi alat legitimasi untuk memata-matai, membungkam bahkan menyakiti ulama, kyai, habaib, dan aktivis muslim lainnya. Sedangkan dampak bagi warga muslim yang lain, terutama para pemudanya terhantui dengan islamofobia. Mereka muslim, tapi takut atas identitas kemuslimannya. Kan aneh!

Mega Proyek Pecah-Belah Umat Islam

Kebijakan deradikalisasi di negeri ini tidak terlepas dari proyek global Amerika. Melalui sebuah lembaga penelitian dan kajian strategis global bernama RAND Corporation, Amerika mengeluarkan dokumen yang berisi grand design untuk memecah-belah umat Islam. Dokumen yang bertajuk Civil Democratic Islam: Partners, Resources and Strategies (2003) ini memberikan label kepada umat muslim menjadi 4 kelompok, yaitu kelompok fundamentalis, tradisionalis, modernis, dan sekularis.

RAND Corporation menyebutkan, diantara 4 kelompok tersebut, kelompok fundamentalis-lah yang harus diwaspadai. Lembaga ini memberikan rekomendasi strategi pecah-belah umat muslim dengan cara memerangi kelompok fundamentalis. Sedangkan kelompok Islam tradisionalis, modernis, dan sekularis dianggap masih sejalan dengan nilai dan arah pandang kehidupan Barat.

Di dalam dokumennya secara jelas disebutkan kriteria kelompok fundamentalis meliputi, (1) menentang kebijakan luar negeri Barat, (2) menolak demokrasi, ekonomi kapitalis, nilai-nilai liberal, (3) Berupaya mempraktikkan hukum-hukum Islam dalam kehidupan masyarakat dan negara, (4) mendukung konsep Syariah-Khilafah.

Islam Rahmatan Lil ‘Alamin

Sejatinya Islam hanya satu, yaitu Islam yang berjalan sesuai Al-Quran dan As-Sunnah. Menjadi keniscayaan Islam akan terwujud sebagai agama yang membawa rahmat ke seluruh alam. Sebagaimana firman Allah SWT, “Dan tiadalah Kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (TQS. Al-Anbiya: 107).

Kaum Barat tidak berhak memberikan label atas kaum muslimin. Rasulullah SAW sudah terlebih dahulu menyebutkan umat muslim bagaikan satu tubuh yang tidak bisa dipisahkan, “Perumpamaan orang-orang beriman dalam hal saling mencintai, mengasihi, dan saling berempati bagaikan satu tubuh. Jika satu anggotanya merasakan sakit, seluruh tubuh turut merasakannya dengan berjaga dan merasakan demam.” (HR. Bukhari Muslim).

Berbagai stigma negatif tentang Islam jelas merupakan fitnah yang tak lepas dari mega proyek Barat untuk menghancurkan Islam dan kaum muslim. Ajaran tentang jihad dinarasikan negatif bahkan diframing secara mengerikan melalui aksi bom bunuh diri. Islam bukanlah agama kekerasan, bukan pula agama yang menebarkan ketakutan. Rasulullah SAW tidak pernah sedikitpun menyontohkan hal itu.

Terlepas dari aspek bahwa semua teror yang ada merupakan upaya global Barat dalam menghancurkan Islam, berbagai teror yang terjadi di negeri ini justru membuktikan matinya peran negara dalam memberikan jaminan keamanan dan keselamatan jiwa warga negaranya.

Oleh karenanya, kita sebagai muslim harus menjadi umat yang cerdas. Tidak termakan oleh strategi Barat dalam memecah-belah umat Islam. Seluruh penduduk bumi dan alam semesta akan merasakan rahmat jika umat Islam bersatu kembali. Sebagaimana kejayaan peradaban Islam yang dibawa oleh Rasulullah SAW yang berlangsung selama 13 abad lamanya. Peradaban Islam telah berhasil mengukir tinta emas yang mampu membawa umat manusia pada kemajuan peradaban dan keberkahan hidup. [Wallahua’lam]

Oleh: Azimatur Rosyida 
Pegiat Literasi Komunitas Tinta Emas Surabaya

Kamis, 15 Desember 2022

MEMBACA PIKIRAN ROCKY GERUNG TENTANG ISLAM DI TENGAH MARAKNYA ISLAMOPHOBIA DI INDONESIA

Tinta Media - Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) resmi menetapkan tanggal 15 Maret sebagai Hari Internasional untuk Memerangi Islamofobia atau International Day to Combat Islamophobia. Resolusi tersebut diperkenalkan oleh Pakistan atas nama Organisasi Kerjasama Islam (Organization of Islamic Cooperation). Resolusi ini membuktikan bahwa islamophobia adalah benar adanya, maka aneh jika ada seorang pejabat di negeri ini mengatakan bahwa tidak ada islamofobia.

Islamofobia termasuk psikologi abnormal. American Psychological Association menerbitkan panduan referensi untuk psikologi abnormal, yang dikenal sebagai psikologi abnormal yang dijadikan sebagai definisi internasional. Manual referensi ini mendefinisikan psikologi abnormal sebagai “respons abnormal terhadap rangsangan eksternal yang mungkin berbeda secara signifikan dari norma-norma yang diamati di lingkungan orang tersebut”. Perilaku yang dianggap abnormal dibagi menjadi dua kategori utama. Kategori ini termasuk gangguan mental dan kondisi kesehatan mental lainnya.

 

Islamofobia seperti ujaran kebencian diskriminasi dan kekerasan terhadap muslim berkembang di beberapa negara karena ketakutan yang berlebihan, padahal faktanya Islam adalah agama baik, cinta damai dan penebar rahmat bagi alam semesta. Duta besar Pakistan juga menyampaikan tujuan memperingati islamofobia adalah untuk meningkatkan kesadaran internasional tentang meningkatnya fenomena-fenomena islamofobia dan kebencian anti-muslim. Resolusi ini adalah untuk menyatukan umat dunia bukan memecah-belah. Deputi wakil Indonesia untuk PBB menyampaikan Indonesia mendukung resolusi penetapan Hari Anti islamofobia tersebut.

Resolusi tersebut disponsori oleh 57 anggota OKI dan delapan negara lainnya termasuk Cina dan Rusia. Dalam forum tersebut, Pakistan yang mengusulkan resolusi hari anti-islam fobia. Duta besar perwakilan Pakistan untuk PBB di depan majelis sidang mengatakan islamofobia adalah hal nyata. Namun demikian, justru di Indonesia, islamophobia ini justru semakin menggila. Ironisnya terjadi justru di negeri mayoritas muslim. Disaat maraknya islamophobia di negeri ini, Rocky Gerung justru mengutarakan pikirannya soal optimisme dan harapan bagi Islam.


Ditulis oleh TRIBUNKALTIM.CO bahwa Pengamat politik Rocky Gerung mengisi kuliah di Pidi, Aceh pada Senin (12/12/2022), yaitu berceramah dalam rangka peringati Maulid Nabi Muhammad SAW. Rocky Gerung (RG) yang selama ini dikenal sebagai seorang pemikir filsafat bersedia menghadiri acara agama Islam dan mencoba memberikan pandangannya. Tentu saja hal ini cukup unik dan penting diberikan ruang perhatian khusus. Tulisan ini mencoba membaca secara obyektif.

 

Dalam rangka Maulid Nabi, Rocky Gerung mengisi perkuliahan dengan menggunakan kopiah hitam diatas kepalanya dan mengawali ceramahnya dengan ungkapan : Ini kebanggaan luar biasa, dipasangkan (kopiah) sesuatu yang akan saya ingat bahwa pernah ada di dalam suatu komunitas yang mengembangkan akal pikiran dan keinginan untuk merawat bangsa ini dengan keadilan.

 

Ucapan RG soal komunitas yang mengembangkan akal pikiran dan keinginan untuk merawat bangsa ini dengan keadilan tentu saja yang dimaksud adalah umat Islam dengan ajaran Islam sebagai sumber inspirasi dan aspirasi. Banyak ayat Al Qur’an yang menegaskan tentang keadilan ini.

 

Keadilan tentu saja adalah hukum Allah, bukan hukum manusia. Sebab Allah adalah Tuhan Yang Maha Adil, tentu saja hukumNya penuh keadilan. Sebagaimana firman Allah : Siapa yang berbuat kebaikan, dia akan mendapat balasan sepuluh kali lipat amalnya. Siapa yang berbuat keburukan, dia tidak akan diberi balasan melainkan yang seimbang dengannya. Mereka sedikit pun tidak dizalimi (dirugikan) (QS Al An’am : 160).

 

Sungguh, Kami benar-benar telah mengutus rasul-rasul Kami dengan bukti-bukti yang nyata dan Kami menurunkan bersama mereka kitab dan neraca (keadilan) agar manusia dapat berlaku adil. Kami menurunkan besi yang mempunyai kekuatan hebat dan berbagai manfaat bagi manusia agar Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)-Nya dan rasul-rasul-Nya walaupun (Allah) tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Mahakuat lagi Mahaperkasa (QS Al Hadid : 25)

 

Diantara ayat-ayat keadilan adalah : Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, membuatmu berlaku tidak adil (QS Al maidah : 8)


Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penegak keadilan dan saksi karena Allah, walaupun kesaksian itu memberatkan dirimu sendiri, ibu bapakmu, atau kerabatmu. Jika dia (yang diberatkan dalam kesaksian) kaya atau miskin, Allah lebih layak tahu (kemaslahatan) keduanya. Maka, janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau berpaling (enggan menjadi saksi), sesungguhnya Allah Mahateliti terhadap segala apa yang kamu kerjakan (QS An Nisaa’ : 135)

 

Maka, apakah (pantas) aku mencari selain Allah sebagai hakim, padahal Dialah yang menurunkan Kitab (Al-Qur'an) kepadamu (dengan penjelasan) secara terperinci? Orang-orang yang telah Kami anugerahi Kitab Suci mengetahui (bahwa) sesungguhnya (Al-Qur'an) itu diturunkan dari Tuhanmu dengan benar. Maka, janganlah sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu (QS Al An’am : 114).

 

TRIBUNKALTIM.CO menuliskan bahwa Rocky Gerung sebut dirinya adalah seseorang yang sangat minoritas. Namun, Rocky Gerung mengaku dirinya merasa nyaman berada di lingkungan Islam yang sangat menghormati keadilan dan kesetaraan dalam bernegara. Terkait itu, dengan percaya diri Rocky Gerung mengatakan bahwa Nabi Muhammad SAW memberi naskah traktat Madinah yang isinya adalah dalil tentang kesetaraan manusia, undangan persahabatan.

Sejatinya, relasi antara Nabi Muhammad dan nonmuslim sudah terjadi sejak beliau belum diangkat menjadi nabi dan rasul. Di Mekkah Nabi sudah bersentuhan dengan kelompok non muslim. Terlebih ketika Nabi hijrah ke Madinah, yang wilayahnya sudah heterogen. Di Madinah, penduduknya beragam, terdiri dari masyarakat lintas iman. Terdapat banyak sekali suku yang terdiri dari beragama agama dan aliran kepercayaan. Ada kelompok dari agama Nasrani. Ada juga kelompok Yahudi. Ada juga agama Majusi dan kepercayaan lain. Semuanya hidup di Yatsrib, nama sebelum diganti Nabi menjadi Madinah. Dibawah kepemimpinan Rasulullah yang menerapkan Islam kaffah, penduduk madinah yang hiterogen berkehidupan yang rukun dan damai.

Dalam Kitab Futuhul Buldan, disebutkan bahwa menyuruh Alibin Abi Thalib untuk menulis surat perjanjian damai, antara Nabi dan Kristen Bani Najran.Berikut isinya; “Dengan Nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Ini adalah surat Nabi Muhammad kepada Bani Najran. Bagi Penduduk Najran, Jaminan dari Allah dan Nabi Muhammad utusan Allah atas agama, tanah, harta, dan kafilah mereka yang hadir maupun tidak hadir. Semisal mereka tidak mengubah apa yang sudah ada dan tidak mengubah hak-hak mereka. Uskup, pendeta, dan penjaga gereja tak boleh diganggu apa yang ada di tangan mereka baik sedikit maupun banyak. Mereka tidak boleh diusir dari tanah mereka, dan tidak boleh diambil sepersepuluh dari tangan mereka. Tanah mereka tak boleh diinjak oleh tentara kaum muslimin. (https://islam.nu.or.id/tasawuf-akhlak/benarkah-nabi-bersikap-keras-terhadap-orang-kafir-3E2y8)


Inilah indahnya Islam. Adalah tidak benar jika Islam adalah agama berbahaya. Islam adalah agama penebar rahmat bagi alam semesta, melindungi seluruh manusia, binatang dan lingkungan. Nyawa satu manusia begitu berharga bagi Islam. Perlindungan atas nyawa manusia ditegaskan oleh Allah dalam QS Al Maidah ayat 32 yang artinya: “… barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. 

 

Menurut Rocky Gerung, Nabi Muhammad SAW mengupayakan kesetaraan manusia dalam mencapai perdamaian dunia. Rocky Gerung mengatakan bahwasanya kita sebagai umat islam perlu merefleksikan gaya fikir, batin, dan politik Nabi Muhammad SAW. Baginya, jelas nabi Muhammad SAW adalah politisi, negarawan, pemimpin dunia karena hingga sekarang orang membaca kembali risalah sosiologis islam dari ayat-ayat Alquran, terutama tentang keadilan sosial.

 

Islam merupakan konsepsi ideal bagi upaya penyelesaian semua permasalahan kehidupan manusia. Islam datang dari Allah yang maha sempurna dan maha mengetahui permasalan yang dihadapi manusia. Rasulullah adalah sosok sempurna yang telah mendapat garansi dari Allah sang Pengutus. Secara normatif Islam adalah konsepsi ideal bagi upaya kebaikan kehidupan, dengan kata lain rahmatan lil alamin. Secara historis Rasulullah telah mengukir sejarah peradaban cemerlang melalui revolusi agung yang belum pernah ada catatan sejarah menyamainya.

 

Bagi Michael D Hart yang notabene non muslim menilai sosok Rasulullah sebagai peletak peradaban agung. Sebagaimana dinyatakan " …kesatuan tunggal yang tidak ada bandingannya dalam mempengaruhi sektor keagamaan dan duniawi secara bersamaan, merupakan hal yang mampu menjadikan Muhammad untuk layak dianggap sebagai sosok tunggal yang mempengaruhi sejarah umat manusia.."

 

Islam tidak anti politk. Kesempurnaan Islam justru dindikasikan oleh luasnya cakupan ajaran Islam yang meliputi semua dimensi kehidupan manusia. Keluasan cakupan dimensi Islam tidak dimiliki oleh agama apapun di dunia. Termasuk dalam kontek ini adalah masalah politik dan ketatanegaraan. Politik dalam pandangan Islam sangat berbeda dengan pandangan sekuler. Islam memandang politik sebagai bagian dari ibadah kepada Allah dalam mengurus urusan umat. Sedangkan paradigma sekuler mengganggap politik sekedar cara untuk meraih kekuasaan dengan menghalalkan cara-cara yang dilarang agama.

 

Islam bisa dikatakan sebagai beyond ideology karena kesempurnaan dan orientasi Islam yang melampau ideologi apapun yang dibuat manusia. Islam adalah agama sekaligus ideologi yang bisa diterapkan di dunia untuk menyelesaikan seluruh persoalan, menebarkan rahmat bagi alam semesta, bahkan menjadi penyelamat di akhirat kelak. Beberapa karakter diatas tentu tidak dimiliki oleh agama dan ideologi selain Islam. Ada agama yang hanya mengurusi urusan akhirat dan ada ideologi yang hanya mengurusi dunia saja. Kapitalisme sekuler dan komunisme ateis adalah dua ideologi yang hanya mengurusi dunia saja.

 

Islam adalah ritual, politk sekaligus peradaban. Ada beberapa karakteristik Islam, pertama Islam Din Yang Diridhoi Allah : Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya (QS Ali Imran : 19).

 

Kedua, Islam adalah din yang sempurna : Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu (QS Al Madinah : 3). Ketiga, Islam memiliki karakter universalitas : Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam (QS al Anbiyaa : 107).  

 

Keempat, Islam itu holistik : Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (QS An Nahl : 89).

 

Kelima, Islam berorientasi kepada Kebahagiaan dan keselamatan Dunia Akhirat : Dan di antara mereka ada orang yang berdoa: "Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka" (QS Al Baqarah : 201).

 

Kekuasaan dalam pandangan Islam adalah amanah dari Allah yang harus dipertanggungjawabkan dihadapan Allah kelak. Politik dan kekuasaan dalam Islam tidak terlepas dari dimensi spiritual sebagaimana yang terjadi di Indonesia hari ini. Sekulerisme dan liberalisme yang merasuk dalam jantung sistem ketatanegaraan negeri ini telah menyeret pada kehampaan akan nilai-nilai spiritual dalam praktek berbangsa dan bernegara. Hubungan sosiologis di negeri ini lebih banyak dilandaskan pada paradigma sosialis dibandingkan Islam. Muaranya adalah adanya saling membinasakan antar persaingan kepentingan, meskipun satu agama.

 

Kepemimpinan negara dalam pandangan Islam adalah amanah dari Allah. Jika seseorang pemimpin negara berkhianat terhadap suatu urusan yang telah diserahkan kepadanya maka ia telah terjatuh pada dosa besar dan akan dijauhkan dari surga. Penelantaran itu bisa berbentuk tidak menjelaskan urusan-urusan agama kepada umat, tidak menjaga syariah Allah dari unsur-unsur yang bisa merusak kesuciannya, mengubah-ubah makna ayat-ayat Allah dan mengabaikan hudûd (hukum-hukum Allah). Penelantaran itu juga bisa berwujud pengabaian terhadap hak-hak umat, tidak menjaga keamanan mereka, tidak berjuang untuk mengusir musuh-musuh mereka dan tidak menegakkan keadilan di tengah-tengah mereka. Setiap orang yang melakukan hal ini dipandang telah berkhianat kepada umat.”

Sikap amanah seorang penguasa terlihat dari tatacaranya dalam mengurusi masyarakat berdasarkan aturan-aturan Allah. Ia juga berusaha dengan keras untuk menghiasi dirinya dengan budi pekerti yang luhur dan sifat-sifat kepemimpinan. Penguasa amanah tidak akan membiarkan berlakunya sistem yang akan merusak masyarakat karena bertentangan dengan syariat Islam. Sebab pengabaian terhadap sistem hukum Allah akan mengakibatkan kesempitan dan kesengsaraan hidup. Hal ini sejalan dengan firman Allah, “ Dan Barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, Maka Sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam Keadaan buta". (QS Thahaa : 124).

 

Sejak diutusnya Rasulullah SAW, tidak ada sistem kemasyarakatan yang mampu melahirkan para penguasa yang amanah, agung dan luhur, kecuali dalam masyarakat Islam. Kita mengenal Khulafaur Rasyidin yang terkenal dalam kearifan, keberanian dan ketegasannya dalam membela Islam dan kaum Muslim. Mereka adalah negarawan-negarawan ulung yang sangat dicintai oleh rakyatnya dan ditakuti oleh lawan-lawannya. Mereka juga termasyhur sebagai pemimpin yang memiliki budi pekerti yang agung dan luhur.   

 

Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq adalah sosok penguasa yang terkenal sabar dan lembut. Namun, beliau juga terkenal sebagai pemimpin yang berani dan tegas. Tatkala sebagian kaum Muslim menolak kewajiban zakat, beliau segera memerintahkan kaum Muslim untuk memerangi mereka. Meskipun pendapatnya sempat disanggah oleh Umar bin al-Khaththab, beliau tetap bergeming dengan pendapatnya. Stabilitas dan kewibawaan Negara Islam harus dipertahankan meskipun harus mengambil risiko perang.

 

Khalifah Umar bin al-Khaththab sendiri terkenal sebagai penguasa yang tegas dan sangat disiplin. Beliau tidak segan-segan merampas harta para pejabatnya yang ditengarai berasal dari jalan yang tidak benar.

 

Dalam sebuah riwayat dituturkan bahwa Khalifah Umar bin al-Khaththab pernah berkata kepada Abu Hurairah ra yang saat itu menjadi gubernur di Bahrain, “Bagaimana engkau bisa menduduki jabatan ini?” Ia menjawab, “Engkau telah menugaskan saya, sedangkan saya tidak menyukainya, dan engkau menghentikan saya, sedangkan saya mencintainya.”

 

Pada saat itu, Abu Hurairah membawa 400 ribu dirham dari Bahrain. Selanjutnya, Umar bertanya kepadanya, “Apakah engkau berlaku aniaya terhadap seseorang?” “Tidak.” “Dari jumlah itu, berapa yang menjadi milikmu?” “Dua puluh.” “Dari mana engkau memperolehnya?” tanya Umar lagi.“Saya berdagang.” Umar pun menukas, “Hitunglah modalmu dan milikmu. Lalu serahkanlah yang lainnya ke Baitul Mal.” (Thabaqât Ibnu Sa'ad, II/4/60; Târîkh al-Islâm, II/388; dan Tahdzîb at-Tahdzîb, XII/267).

 

Masih dikutip TRIBUNKALTIM.CO bahwa dengan lantang Rocky Gerung mengatakan bahwa saat ini dunia mencari cerminan kepemimpinan berkeadilan sosial. Ia menyebut tentang kapitalisme yang telah gagal, komunisme berbahaya, dan perlunya terapan kesejahteraan sosial saat ini. Menurut Rocky Gerung, orang pergi kepada studi-studi baru tentang Islam. Karena menurutnya, Islam merupakan dokumen yang selesai sebagai referensi. Rocky Gerung mengatakan bahwa secara tekstual, Alquran memuat secara lengkap dan sempurna seluruh bayangan manusia tentang kehidupan. Bagi Rocky Gerung, Alquran menjadi suatu dokumen sosial acuan untuk dunia yang sekiranya mengalami fata morgana atau ilusi tentang masa depan.

 

Keterpurukan di hampir semua bidang kehidupan di negeri ini adalah akibat dari ulah para pemimpin negeri ini yang abai terhadap hukum Allah. Islam hanya dibawa saat mereka di masjid, sedangkan saat mereka mengurus ekonomi negara menggunakan sistem ribawi. Saat mereka mengurus urusan pendidikan menggunakan sistem kapitalisme sekuler. Saat mereka mengurus urusan budaya mereka mengabaikan nilai-nilai Islam. Saat menata sistem sosial, mereka menggunakan sistem sosialis. Dan aspek-aspek kenergaraan lain yang sekulerisitk.

 

Paradigma sekuleristik pada intinya adalah bentuk pengabaian nilai-nilai Islam dalam mengatur urusan negara dan mengatur urusan rakyat. Sebaliknya mereka menggunakan logika dan konsensus manusia atas nama demokrasi. Suara terbanyak dijadikan acuan kebenaran meskipun jelas-jelas bertentangan dengan Islam. Padahal Allah melarang umat Islam menggunakan pertimbangan suara terbanyak sebagai tolok ukur kebenaran. Sebab kebenaran hanyalah miliki Allah bukan suara rakyat yang terbanyak.

 

Dengan demikian, ketika jalan sekulerisme dan demokrasi tak lagi menjanjikan perubahan yang lebih baik dan terus akan menjadikan Indonesia sebagai negeri terjajah oleh kapitalisme global. Saatnya kita menjadi orang-orang cerdas yang yakin akan Islam. Islam menjadi paradigma politik alternatif setelah tumbangnya sosialisme komunis dan sekaratnya kapitalisme sekuler sekarang ini. Masihkan kita mempertahankan hukum jahiliyah ini, sementara Allah telah memberikan alternatif terbaiknya. Islam secara normatif dan historis telah menjadi cahaya kebaikan bagi manusia. Islam telah menjadi rahmat bagi alam semesta. Mungkinkah hari ini Islam menjadi rahmat bagi dunia jika tidak diterapkan.

 

Islam bukanlah semata-mata suatu agama, adalah suatu pandangan-hidup jang meliputi soal-soal politik, ekonomi, sosial dan kebudajaan. Baginya Islam itu adalah sumber dari segala perdjuangan atau revolusi itu sendiri, sumber dari penentangan setiap macam penjajahan : eksploitasi manusia atas manusia ; pemberantasan kebodohan, kejahilan, pendewaan dan juga sumber pemberantasan kemelaratan dan kemiskinan. Islam tidak memisahkan antara keagamaan dan kenegaraan. Sebab itu, Islam itu adalah primer (M Natsir)

Sayyid Qutb mengatakan bahwa sejarah Islam, sebagaimana yang pernah ada, merupakan sejarah dakwah dan seruan, sistem dan pemerintahan. Tidak asumsi lain yang dapat diklaim sebagai Islam, atau diklaim sebagai agama ini, kecuali jika ketaatan kepada Rasul direalisasikan dalam satu keadaan dan sistem (Tafsir fi Dhilal al Qur’an, Juz II hlm. 696)

 

Sebagai way of life, ia mempergunakan segala aspek eksistensi manusia dan prestasinya. Tidak satupun aspek yang diberikan mendahului yang lain atau bertentangan antara satu dengan lainnya. Tiap-Tiap aspek kebudayaan dan peradaban secara penuh dipelihara dari kelebihan dan keekstreman pada kedua sisinya. Semua sisi kehidupan sosial tetap berada dalam timbangan yang sempurna(A. Rahman, 2003:251). Tentu saja timbangan yang sempurna menurut Allah Yang Maha Sempurna yang telah menurukan Islam yang sempurna kepada Rasulullah, manusia sempurna.

 

Melanjuti pembahasannya tentang refleksi kepemimpinan, Rocky Gerung menyoroti nilai-nilai kepemimpinan Nabi Muhammad SAW. Fakta pertama adalah kepemimpinan beliau terus menjadi model dari sepertiga umat manusia, kalau sekarang 9 miliar maka ada 3 miliar orang secara statistik yang menganggap desain keadilan sosial ada pada Islam.  

 

Islam telah mencapai kesempurnaan sebagai sebuah ideologi dan konsepsi kehidupan bagi masyarakat dunia. Sementara kapitalisme dan komunisme adalah dua ideologi penjajah yang destruktif dan tak memiliki rasa kemanusiaan. Islam harus diperjuangkan oleh orang-orang beriman dan bertaqwa hingga tegak melindungi dunia, merawat jahad dan menebar kebajikan yang tiada batas.

 

Allah dengan tegas telah menjanjikan kekuasaan bagi orang-orang yang beriman dan beramal sholeh : Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh- sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan aku. dan Barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, Maka mereka Itulah orang-orang yang fasik. (QS Annur : 55)

Dr. Ahmad Sastra 
Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa 
__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad


Sabtu, 03 Desember 2022

Sarankan Sebar Islam Nusantara Jelang Pemilu, Gus Tuhu: Mereka Terjangkit Islamofobia Akut

Tinta Media - Menanggapi adanya Tokoh yang menyarankan agar pemerintah lebih agresif menyebarkan Islam Nusantara jelang pemilu 2024, Pengasuh Majelis Taklim Al-Mustanir Probolinggo Gus Tuhu menduga hal tersebut terjangkit penyakit islamofobia akut. 

“Jika dugaan ini benar, berarti mereka terjangkit penyakit Islamofobia yang akut,” tuturnya kepada Tinta Media, Jumat (2/12/2022). 

Karena menurutnya, tidak ada hubungannya Islam Nusantara dengan pemilu, yang ada hanya munculnya ketakutan dari sejumlah kalangan kandidat Presiden, bakal ada yang menggunakan identitas Islam untuk meraih dukungan.

“Maka mereka ramai-ramai memunculkan slogan 'jangan gunakan politik identitas'. Mereka membenci semangat dan sentimen Islam muncul di permukaan. Dengan ide Islam Nusantara dianggap akan bisa membelokkan semangat dan sentimen keislaman tersebut,” jelasnya.

Pengasuh Majelis Taklim Al-Mustanir Probolinggo ini melanjutkan, Islam Nusantara adalah istilah baru mengada-ada untuk membelokkan Umat dari gambaran hakikat universalitas Islam, membelokkan kerahmatan Islam bagi seluruh alam, bersifat lokal pada Islam, hakikatnya menggiring Islam ke dalam fakta sempit kedaerahan.

“Ini sangat berbahaya, mengapa? Sebab hal ini akan merubah fakta Islam, sama saja dengan merubah agama Islam. Lalu diada-adakan pula gambaran tentang Islam Nusantara sebagai Islam khas ala Indonesia, gabungan nilai Islam teologis dengan nilai-nilai tradisi lokal, budaya, adat istiadat di tanah air. Jelas sekali dalam hal ini bukan Islam yang menjadi tolok ukur melainkan budaya lokal,” bebernya.

Dengan adanya Istilah Islam Nusantara, katanya, Islam mengharuskan sesuai adat istiadat lokal, sangat berbahaya bagi Umat dan jahat karena memoles Islam sedemikian rupa seolah-olah melahirkan semangat keislaman yang damai, toleran dan lebih manusiawi dibanding Islam di luar Nusantara.

“Tentu saja hal ini tidak benar, ide sesat ini tidak akan pernah melahirkan kebaikan karena pada hakikatnya ide ini adalah racun pemikiran Barat sebagai kelanjutan dari nasionalisme sempit. Ini adalah rekayasa Barat untuk membenturkan atau mengadu domba antar kaum muslimin,” tegasnya.

“Contoh kecil, mereka yang terpengaruh dengan ide Islam Nusantara ini akan membenci dari saudara mereka kaum muslimin yang "berpenampilan" ke arab-araban karena Arab bukan nusantara. Hal kecil seperti ini saja sudah menunjukkan fakta bahwa ide ini tidak mungkin melahirkan perdamaian,” tambahnya.

Oleh karena itu, lanjutnya, Umat Islam harus sadar dan disadarkan bahwa hendaknya tidak boleh jatuh pada kesalahan berbahaya dengan mengikuti ide sesat apapun yang berasal dari Barat, yang hanya akan memecah belah umat.

“Umat Islam harus faham dan difahamkan bahwa Islam yang hakiki adalah Islam yang berasal dari Nabi saw bukan rekayasa manusia manapun. Islam yang berasal dari Nabi saw adalah Islam yang berlandaskan kitab suci Al Quran dan Hadits Rasul saw, bukan ujaran manusia manapun,” lanjutnya.

“Ajaran Islam yang murni sajalah yang akan melahirkan kebaikan, keadilan dan perdamaian hakiki bagi umat manusia di seluruh dunia” pungkasnya.[] Lukman Indra Bayu

Rabu, 14 September 2022

IJM: Naiknya Sosok Islamofobia Menjadi Presiden Lantaran Sistem Demokrasi

Tinta Media - Saat mayoritas masyarakat berpendapat bahwa terpilihnya sosok islamofobia menjadi presiden karena banyaknya kaum muslimin yang tidak memilih orang yang peduli Islam sebagai pemimpin mereka, Abu Muhammad Asyam Fathul ‘Ulum dari Indonesia Justice Monitor (IJM) justru berpendapat berbeda.

”Persoalan naiknya sosok Islamophobia menjadi presiden bukan karena persoalan pilihan suara. Namun yang menjadi sebab musababnya karena diterapkannya sistem demokrasi sebagai sebuah sistem politik yang diadopsi dari tsaqofah barat sekuler yang memberikan peluang pintu masuk sosok Islamofobia menguasai muslim di Indonesia,” tuturnya pada Tinta Media, Senin (12/9/2022).
 
Menurutnya,  lpersoalan itu harus didudukkan secara proporsional, melalui perspektif syariah. “Jadi sebetulnya, opini yang harus dilakukan untuk menghadapi gelombang dahsyat kemungkinan peluang sosok Islam phobia, menjadi pemimpin kaum muslimin di Indonesia, adalah dengan menyerang  sistem demokrasi yang destruktif dan jahat sebagai biang keroknya,” tandasnya.
 
Yang paling fundamental untuk dilakukan, tambahnya, memperkuat opini melalui edukasi politik kepada umat Islam Indonesia bahwa sistem demokrasilah penyebab kesengsaraan politik yang melanda kaum Muslimin saat ini. “Dalam konteks aqidah maupun syariah  Islam sistem demokrasi inilah yang wajib kita buang,” tukasnya.
 
Ia lalu menyontohkan kenapa Megawati sebagai seorang perempuan bisa menjadi presiden, sementara kepala negara perempuan haram hukumnya dalam Islam, tidak lain karena diterapkannya sistem demokrasi dalam tatanan bernegara.
 
“Sisi lain, presiden adalah simbol kepala negara yang diusung negara dengan sistem demokrasi, maka sudah pasti presiden hasil pilihan demokrasi, didesain tidak  untuk menerapkan hukum-hukum Allah Swt. yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits Nabi Muhammad Saw.,” yakinnya.
 
Tidak Memberikan Sumbangsih
 
Jadi dalam konteks kerangka pandang syariah, kata Abu Muhammad, meskipun nantinya  ada seorang muslim menjadi presiden tentu tidak akan memberikan sumbangsih bagi diterapkannya hukum-hukum Allah Swt. secara totalitas.
“Perhatikan sosok presiden Indonesia, mulai Soekarno, Soeharto, BJ Habibie, KH Abdurrahman Wahid, Megawati, Susilo Bambang Yudhoyono, sampai Jokowi saat ini, adakah diantara mereka yang sangat konsen dalam menerapkan hukum-hukum Allah swt secara totalitas? Kalaupun ada itupun sifatnya sangat parsial tidak totalitas,” bebernya memberikan contoh.

Menurutnya, logika demokrasi terletak pada suara mayoritas, siapa yang berhasil mengumpulkan suara mayoritas akan memegang kendali politik.  
 
“Tapi fakta-fakta politik yang ada menunjukkan  pernyataan ini tidak sepenuhnya benar malah keliru. Ada fakta politik dimana sebuah partai telah berhasil menang dalam pemilu dan menguasai suara mayoritas pada akhirnya dikudeta dengan segala macam cara  agar tidak memegang kekuasaan,” bebernya.
 
Umat muslim, sebutnya, seringkali mengalami hal ini. Contoh kasus, pada masa Presiden Soekarno ketika Dewan Konstituante dikuasai oleh mayoritas kaum muslimin  yang direpresantikan partai Masyumi hendak menerapkan syariat Islam secara totalitas, Presiden Soekarno  berkonspirasi dengan TNI AD mengeluarkan Dekrit 5 Juli untuk membubarkan Dewan Konstituante. “Adnan Buyung Nasution, pengacara senior Indonesia, pernah menulis  bahwa Dekrit 5 Juli sejatinya merupakan buah kebijakan yang tidak demokratis,” imbuhnya.
 
Contoh lain,  imbuhnya, kemenangan partai Islam di Al Jazair, atau Ikhawnul Muslimin di Mesir pada akhirnya di kudeta oleh militer atas pesanan barat karena dicurigai akan menerapkan Islam secara totalitas dan merugikan kepentingan barat.  
 
“Jadi sesungguhnya, kemenangan dalam sistem demokrasi tidak selamanya ditentukan oleh suara mayoritas tetapi sangat ditentukan oleh siapa yang paling berkepentingan,” simpulnya.
 
Di Indonesia pun demikian, lanjutnya.  Naiknya sosok Islamophobia tergantung dari kepentingan para kapitalis barat tak terkecuali Amerika.  ”Kalau dalam kacamata barat, Amerika, naiknya seseorang yang menang dalam pemilu sebagai presiden dapat membahayakan fasilitas-fasilitas, perusahaan-perusahaan besar, dan modal milik kapitalis barat maka tentu saja yang bersangkutan akan dijegal untuk menjadi Presiden Indonesia,” jelasnya.  
 
Abu Muhammad menegaskan, untuk membendung komplotan pengusung sosok islamophobia, menguasai kaum muslimin Indonesia, yang paling tepat adalah membuang jauh-jauh sistem demokrasi dan menegakkan kembali sistem pemerintahan Islam yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw. dan para sahabatnya, yaitu Daulah Khilafah Islam.
 
“Daulah Khilafah ala minhaj nubuwwah, akan menutup pintu serapat-rapatnya bagi orang-orang kafir untuk menjadi pemimpin kaum muslimin. Sudah sangat jelas dalam nash Al-Qur’an bahwa haram hukumnya orang kafir menjadi pemimpin bagi kaum muslimin. Penerapan dalil ini hanya bisa dilakukan lewat ditegakkannya Daulah Khilafah Islam bukan melalui sistem demokrasi yang kufur,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun
 

Ahmad Sastra: Islamofobia adalah Psiko-Abnormal yang Irasional

Tinta Media - Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa Dr. Ahmad Sastra menyatakan bahwa islamphobia adalah psiko-abnormal yang irasional.

“Islamofobia merupakan psikologi abnormal yang lahir dari rasa ketakutan dan kecemasan yang berlebihan (irasional),” tuturnya kepada Tinta Media, Selasa (13/9/2022).

Menurutnya, Islamofobia ini terlahir dari impuls-impuls di masyarakat yang terus menerus tanpa memberikan kesempatan kepada pikiran rasional untuk mengkajinya.

“Kata Islam yang dijadikan sebuah obyek untuk menakut-nakuti masyarakat, Islam sebagai ajaran mulia dikonstruksi sedemikian rupa seolah-olah sesuatu yang menyeramkan, buruk, dan membahayakan,” urainya.

Ia menguraikan melalui modelling berdasarkan vicarious learning, dalam arti seseorang bisa mengalami gangguan kejiwaan berupa fobia terhadap obyek tertentu. Jika seorang tokoh cendekiawan atau pemimpin komunitas selalu menakut-nakuti anggotanya tentang Islam secara berulang kali maka akan muncul reaksi fobik pada komunitas sosial itu terhadap Islam. 

“Akhirnya menimbulkan reaksi fobik padahal reaksi fobik itu bersifat emosional belaka bukan rasional. Akhirnya melalui upaya verbal tokoh tersebut menimbulkan gangguan kejiwaan jamaahnya berupa Islamofobia,” urainya. 

Inilah yang terjadi saat ini, islamofobia banyak diidap orang-orang, yakni berupa ketakutan yang irasional terhadap Islam. 
“Padahal Islam merupakan sebuah sistem dan ajaran mulia dan terbukti menyejahterakan seluruh manusia. Islam oleh Allah adalah rahmatan' lil alamiin,” ucapnya. 

Ahmad menegaskan jika seseorang mengidap penyakit kejiwaan berupa Islamofobia maka Islam akan dianggap sebagai monster yang menakutkan. 
“Islamnya tidak salah, namun penyakit phobianya yang harus disembuhkan,” tegasnya. 

Fobia bisa berkembang salah satunya dari rangkaian pembelajaran yang berkaitan, bisa melalui classical conditioning. 
“Yakni seseorang dapat belajar untuk takut pada suatu stimulus netral jika stimulus tersebut dipasangkan dengan kejadian yang secara intrinsik menyakitkan atau menakutkan,” ucapnya.

Ia menilai Islam dikondisikan menakutkan  dalam perspektif classical conditioning. 
“Islam dikondisikan sebagai kondisi yang menakutkan dengan cara dipasangkan dengan berbagai kejadian yang secara intrinsik menakutkan,” tuturnya. 

Ia mengkritisi Islamofobia yang didengungkan dalam konsep Islam lebih khusus khilafah, lalu disandingkan dengan perilaku ISIS yang biadab dan mengaku mewakili Islam. Padahal Islam dan khilafah tidak ada hubungan sama sekali dengan ISIS yang justru bertentangan dengan nilai-nilai Islam.

“Maka timbullah ketakutan irasional, padahal Islam dan khilafah itu mulia, dan perilaku ISIS adalah kondisi buatan mereka. ISIS bukan Islam tapi dikondisikan seolah berasal dari Islam,” kritiknya. 

Efeknya menurut Ahmad Sastra, banyak masyarakat terjebak dengan psikoterorisme ala Barat. Inilah kondisi masyarakat mengalami Islamofobia.

“Sehingga masyarakat justru takut dan menghindar dari ajaran Islam. Lebih dari itu, kadang umat Islam sendiri justru membenci, memfitnah, memusuhi Islam dan para pejuangnya. Barat berhasil mengondisikan islamphobia melalui upaya monsterisasi Islam, syariah, dan khilafah,” tuturnya. 

Selain itu ia pun mengatakan ketika istilah Islam juga disandingkan dengan istilah anti kebhinekaan, anti Pancasila, dan lainnya. Maka islamphobia telah terjadi lagi dan hal ini harus segera disembuhkan. 

“Karena jika ada orang yang menolak Islam, maka orang tersebut mengalami gangguan kejiwaan (psiko-abnormal) berupa phobia yang harus segera disembuhkan. Islam adalah sebuah agama. Bagaimana bisa ada orang yang takut kepada agama yang baik bagi negeri ini, namanya juga phobia,” katanya. 

Dalam perspektif rendahnya keterampilan sosial terkait islamphobia ditunjukkan masyarakat Barat yang menggambarkan Islam itu menakutkan. 

“Ironi, orang Barat yang dikenal rasional, namun soal Islam, mereka justru mengalami gangguan kejiwaan yang irasional,” bebernya. 

Lima Pendekatan Teori Psikologis Sembuhkan Islamphobia

Ia merangkum lima pendekatan terapi psikologi untuk menyembuhkan islamphobia, yakni:

Pertama, flooding yang dilakukan dengan cara exposure treatment yang ekstrim, “Yaitu penderita phobia dimasukkan ke dalam ruangan kajian atau seminar tentang Islam,” ujarnya. 

Kedua, desentisasi sistematis, dilakukan dengan exposure treatment lebih ringan berupa rileksasi dan membayangkan berada di tempat yang sangat indah, nyaman, bahagia, dan sejahtera ketika Islam diterapkan. 

“Ketiga, abreaksi yang dilakukan dengan cara penderita islamphobia dibiasakan untuk membaca tentang agama Islam melalui berbagai media,” ucapnya. 

Keempat, Refreming, merupakan cara menyembuhkan islamphobia dengan membayangkan kembali menuju masa lalu di mana  permulaannya si penderita ini mengalami phobia.

“Kelima, hypnotherapy, merupakan cara menyembuhkan islamphobia dengan memberikan sugesti-sugesti positif untuk menghilangkan islamphobia melalui berbagai training motivasi,” bebernya. 

Ia menjelaskan bahwa ketidakpahaman tentang Islam dan dominasi perasaan emosilah yang menjadi faktor utama timbulnya gangguan kejiwaan berupa islamphobia. Maka dakwah dalam konsep Islam menjadi cara untuk mengajak manusia memahami dan menyadari dengan kemampuan berpikirnya berlandaskan akidah Islam. 

“Melalui pendekatan dakwah aqidah fikriyah, Rasulullah Saw. telah mengantarkan masyarakat Jahiliyah menjadi masyrakat yang beriman dan berakal sekaligus. Dari transformasi masyarakat inilah kelak melahirkan peradaban Islam yang agung sepanjang masa sejak zaman Madinah hingga masa khilafah di Turki, hingga tahun 1924,” jelasnya. 

Ia mengatakan ungkapan Sayyid Qutb, yakni dakwah Islam memerlukan keimanan dan pemahaman tentang realitas sebagai hakikat keimanan dan wilayahnya dalam sistem kehidupan. 

“Keimanan dan tataran inilah yang menjadikan ketergantungan secara total kepada Allah, serta keyakinan bulat akan pertolongan-Nya kepada kebaikan serta perhitungan akan pahala di sisi-Nya, sekalipun jalannya sangat jauh,” katanya. 

Ia mengingatkan seluruh kaum muslimin untuk merenungkan bahwa islamphobia yang melanda orang-orang Barat sesungguhnya merupakan gangguan kejiwaan yang bisa disembuhkan melalui dakwah pemikiran yang konsisten dan mendalam hingga menghilangkan dominasi perasaan menjadi manusia rasional dan ideologis.
 “Berapa banyak orang Barat yang rasional dan jujur melihat Islam justru mereka berbondong-bondong masuk Islam,” ungkapnya. 


Ahmad Sastra mengakhirinya dengan mengajak pengemban dakwah untuk terus berjuang mengemban dakwah Islam kafah sebagai upaya menyembuhkan islamphobia. 
“Semoga dengan dakwah, masyarakat Barat segera sembuh dari gangguan kejiwaan mereka dan menjadi masyarakat rasional, masuk ke dalam Islam untuk ikut menjadi pejuang agama Allah,” pungkasnya. [] Ageng Kartika

Selasa, 13 September 2022

ISLAMOPHOBIA SEBAGAI PSIKO-ABNORMAL


Tinta Media - Psikologi abnormal American Psychological Association menerbitkan panduan referensi untuk psikologi abnormal, yang dikenal sebagai psikologi abnormal yang dijadikan sebagai definisi internasional. Manual referensi ini mendefinisikan psikologi abnormal sebagai “respons abnormal terhadap rangsangan eksternal yang mungkin berbeda secara signifikan dari norma-norma yang diamati di lingkungan orang tersebut”. Perilaku yang dianggap abnormal dibagi menjadi dua kategori utama. Kategori ini termasuk gangguan mental dan kondisi kesehatan mental lainnya.

Fobia termasuk ke dalam penyakit gangguan kecemasan. Penderita fobia biasanya akan berusaha untuk menghindari situasi dan objek yang dapat memicu ketakutan, atau berusaha menghadapinya sambil menahan rasa takut dan cemas. Ketakutan dan kecemasan terkait erat dengan kondisi kejiwaan. 

Secara etimologi, kata fobia/fo•bia/ n dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti suatu ketakutan yang sangat berlebihan atau irasional terhadap benda atau keadaan tertentu yang dapat menghambat kehidupan penderitanya [an anxiety disorder characterized by extreme and irrational fear of simple things or social situations]. Phobia adalah rasa ketakutan kuat (berlebihan) terhadap suatu benda, situasi, atau kejadian, yang ditandai dengan keinginan untuk menjauhi sesuatu yang ditakuti itu. 

Bedanya dengan rasa takut biasa, penyakit kejiwaan yang bernama phobia ini takut kepada obyek tertentu yang sebenarnya tidak menyeramkan untuk sebagain besar orang. Karena itulah oleh pada ilmuwan psikologi, phobia ini dimasukkan dalam bab psikologi abnormal. Dua pendekatan teori psikologi akan penulis hadirkan untuk mengkaji penyakit phobia ini kaitannya dengan islamophobia. Pertama teori psikoanalisa Freud dan teori behavioral.

Dalam teori Psikoanalisa Freud, phobia merupakan pertahanan terhadap kecemasan yang disebabkan oleh impuls-impuls id yang ditekan. Kecemasan ini dialihkan dari impuls id yang ditakuti dan dipindahkan ke suatu objek atau situasi yang memiliki koneksi simbolik dengannya. Karena itulah jika sejak kecil seorang anak ditakut-takuti oleh kegelapan dan hantu, maka setiap kali situasi malam atau gelap akan menjadi koneksi simbolik seolah pasti ada hantu, lalu timbul ketakutan yang berlebihan, padahal tidak ada yang salah dengan malam hari. Kata-kata awas ada ini awas ada itu yang ditanamkan orang tua sejak kecil kepada anaknya akan menimbulkan penyakit kejiwaan berupa ketakutan yang berlebihan yang disebut phobia.

Begitulah pula dengan kata Islam yang dijadikan sebuah obyek untuk menakut-nakuti masyarakat akhir-akhir ini. Islam yang justru merupakan ajaran mulia dikonstruk sedemikian rupa seolah sesuatu yang menyeramkan, buruk dan membahayakan terus ditanamkan melalui impuls-impuls id masyarakat tanpa memberikan kesempatakan kepada pikiran rasional untuk mengkajinya, maka lahirlah kondisi kejiwaan yang abnormal berupa Islamophobia. Dalam konteks penyakit kejiwaan, maka yang salah bukanlah Islam, namun ketakutan dan kecemaasan yang berlebihan [irasional] inilah yang menjadi masalah dan harus disembuhkan. Sebab phobia adalah penyakit kejiwaan yang bisa disembuhkan.

Dalam teori behavioral, proses pembelajaran merupakan cara berkembangnya phobia. Avoidance Conditioning. Penjelasan utama behavioral tentang phobia adalah reaksi semacam itu merupakan respons avoidance yang dipelajari [avoidance conditioning]. Formulasi avoidance conditioning dilandasi oleh teori dua faktor yang diajukan oleh Mowrer (1947) dan menyatakan bahwa fobia berkembang dari dua rangkaian pembelajaran yang saling berkaitan.  

Pertama, melalui classical conditioning seseorang dapat belajar untuk takut pada suatu stimulus netral jika stimulus tersebut dipasangkan dengan kejadian yang secara intrinsik menyakitkan atau menakutkan. Kedua, operant conditioning seseorang dapat belajar mengurangi rasa takut yang dikondisikan tersebut dengan melarikan diri dari atau menghindarinya. Jenis pembelajaran yang kedua ini diasumsikan sebagai operant conditioning; respons dipertahankan oleh konsekuensi mengurangi ketakutan yang menguatkan.

Phobia juga bisa muncul melalui modelling berdasarkan vicarious learning dalam arti seseorang bisa mengalami gangguan kejiwaan berupa phobia terhadap obyek tertentu ketika mendapati orang yang yang dipercaya [tokoh] melakukan upaya-upaya verbal terhadap obyek tertentu yang akhirnya menimbulkan reaksi fobik. Jika seorang tokoh cendekiawan atau pemimpin komunitas selalu menakut-nakuti anggotanya tentang Islam secara berulang kali, maka akan muncul reaksi fobik pada komunitas sosial itu terhadap Islam. Padahal reaksi fobik itu bersifat emosional belaka, bukan rasional. Akhirnya melalui upaya verbal tokoh tersebut menimbulkan gangguan kejiwaan jamaahnya berupa islamophobia.

Inilah yang terjadi saat ini, kenapa banyak orang yang tiba-tiba mengidap penyakit kejiwaan islamophobia berupa ketakutan yang irasional terhadap islam yang justru sebuah sistem dan ajaran mulia dan terbukti mensejahterakan seluruh manusia. Islam oleh Allah adalah rahmatan lil’alamin, namun jika seseorang mengidap penyakit kejiwaan berupa islamophobia, maka Islam akan dianggap sebagai monster menakutkan. Islamnya tidak salah, namun penyakit phobianya yang harus disembuhkan. Dalam perspektif classical conditioning, Islam sengaja dikondisikan sebagai kondisi yang menakutkan dengan cara dipasangkan dengan berbagai kejadian yang secara instrinsik menakutkan.

Dalam hal ini konsep Islam lebih khusus khilafah disandingkan dengan perilaku ISIS yang biadab dan mengaku mewakili Islam, maka timbullah ketakutan irasional. Padahal Islam dan khilafah itu mulia, dan perilaku ISIS adalah kondisi buatan mereka. Padahal Islam dan khilafah tidak ada hubungannya sama sekali dengan ISIS yang justru bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Maka ISIS bukan Islam, tapi dikondisikan seolah berasal dari Islam.

Efeknya banyak masyarakat yang terjebak dengan psikoterorisme ala Barat ini sehingga masyarakat justru takut dan menghindar dari ajaran Islam. Lebih dari itu kadang umat Islam sendiri justru membenci, menfitnah, memusuhi Islam dan para pejuangnya. Inilah kondisi di mana masyarakat mengalami penyakit kejiwaan berupa Islamophobia karena berhasil dikondisikan oleh Barat melalui upaya monsterisasi Islam, syariah dan khilafah.

Istilah Islam juga sering disandingkan dengan istilah anti kebhinekaan, anti pancasila dan lainnya. Karena itu jika ada orang menolak Islam, maka orang tersebut tengah mengalami gangguan kejiwaan [psiko-abnormal] berupa phobia yang harus segera disembuhkan. Reaksi fobik yang timbul dari impuls-impuls id tentang Islam, orang phobia hewan masih bisa dipahami saat melihat hewan tersebut, sementara Islam itu sebuah agama. Bagaimana bisa ada orang yang takut kepada agama yang baik bagi negeri ini, namanya juga phobia.

Islamophobia berdampak kepada kecacatan keterampilan sosial bagi pengidapnya. Dukungan terhadap model psikologi behavioral ini berasal dari berbagai penemuan yang menunjukkan bahwa orang-orang yang memiliki kecemasan sosial memang memiliki skor rendah dalam tingkat keterampilan sosial (Twentyman & McFall, 1975) dan bahwa mereka tidak mampu memberikan respons pada waktu dan tempat yang tepat dalam interaksi sosial (Fischetti, Curran, Sr Wessberg, 1977) , misalnya melakukan berbagai tindakan terhadap orang-orang yang mendakwahkan Islam. 

Perhatikan bagaimana perspektif rendahnya keterampilan sosial ini terkait dengan teori avoidance conditioning yang telah dikaji sebelumnya. Seseorang yang keterampilan sosialnya rendah memiliki kemungkinan menciptakan situasi yang menakutkan bersama orang lain. Dalam kaitan Islamophobia, masyarakat Barat lantas memberikan berbagai gambaran yang menakutkan agama Islam ini. Ironi, orang Barat yang dikenal rasional, namun dalam soal Islam, mereka justru mengalami gangguan kejiwaan yang irasional.

Dalam perspektif psikologi abnormal, gangguan kejiwaan berupa phobia ini bisa disembuhkan melalui terapi kognitif. Sudut pandang kognitif terhadap kecemasan secara umum dan fobia secara khusus berfokus pada bagaimana proses berpikir manusia dapat berperan sebagai diathesis dan pada bagaimana pikiran dapat membuat fobia menetap. Kecemasan dikaitkan dengan kemungkinan yang lebih hesar untuk menanggapi stimuli negatif, menginterpretasi informasi yang tidak jelas sebagai informasi yang mengancam, dan memercayai bahwa kejadian negatf memiliki kemungkinan lebih besar untuk terjadi di masa mendatang (Heinrichs & Hoffman, 2000; Turk dkk.,2001).

lsu utama dalam teori kognitif adalah apakah kognisi tersebut menyebabkan kecemasan atau apakah kecemasan menyebabkan kognisi tersebut. Walaupun beberapa bukti eksperimental mengindikasikan bahwa cara menginterpretasi stimuli dapat menyebabkan kecemasan di laboratorium (Matthews & McKintosh, 2000), namun tidak diketahui apakah bias kognitif menjadi penyebab gangguan anxietas.

Berbagai studi terhadap orang-orang yang mengalami kecemasan sosial telah meneliti faktor-faktor kognitif yang berkaitan dengan fobia sosial. Orang-orang yang mengalami kecemasan sosial lebih khawatir terhadap penilaian orang lain dibanding orang-orang yang tidak memiliki kecemasan sosial (Goldfried, Padawer, & Robins, 1984), lebih memerhatikan citra yang mereka tunjukkan pada orang lain (Bates, 1990), dan cenderung melihat diri mereka secara negatif walaupun mereka tampil dengan baik dalam suatu interaksi sosial (Wallace 61 Alden, 1997).

Selain menggunakan pendekatan teori kognitif, Islamophobia juga bisa disembuhkan melalui lima pendekatan terapi psikologis berikut : [1] Flooding. Flooding dilakukan dengan cara exposure treatment yang ekstrim, yakni penderita phobia dimasukkan ke dalam ruangan kajian atau seminar tentang Islam. [2] Desentisisasi sistematis. Desentisisasi sistematis dilakukan dengan exposure treatment yang lebih ringan berupa rileksasi dan membayangkan berada di tempat yang sangat indah, nyaman, bahagia dan sejahtera ketika Islam diterapkan.

[3] Abreaksi. Abreaksi dilakukan dengan cara penderita Islamophobia dibiasakan untuk membaca tentang agama Islam melalui berbagai media. [4] Reframing. Refreming merupakan cara menyembuhkan Islamophobia dengan membayangkan kembali menuju masa lalu dimana permulaannya si penderita mengalami phobia. [5] Hypnotherapy. Hypnotherapy merupakan cara menyembuhkan Islamophobia dengan memberikan sugesti-sugesti positif untuk menghilangkan Islamophobia melalui berbagai training motivasi.

Dalam perspektif historis, orang-orang Arab yang mengalami Islamophobia sering disebut sebagai orang-orang jahiliyah. Predikat jahiliyah adalah kondisi dimana manusia didominasi oleh nafsu dan perasaan semata dengan mengabaikan akal pikiran. Kepercayaan yang irasional terhadap nenek moyang telah menutup akal orang-orang jahiliyah saat itu. Namun ketika diantara mereka mulai berfikir karena ajakan Rasulullah, maka banyak diantara mereka justru bertobat dan berbalik menjadi pejuang dan pembela Islam bersama Rasulullah. Karena itu jika masih ada manusia yang mengalami Islam phobia saat ini, maka layak disematkan kepada mereka sebagai jahiliyah modern.

Masyarakat jahiliyah dengan karakter susunan fisiologisnya tidak akan dapat menerima elemen muslim yang melakukan aktivitas dari dalam, kecuali jika aktivitas, energi dan kemampuan muslim tersebut sesuai dengan kepentingan masyarakat jahiliyah, serta mengokohkan kejahiyahannya. Mereka yang mengimajinasikan dirinya mampu melakukan aktivitas untuk kepentingan agamanya dengan cara terlibat dalam masyarakat jahiliyah dan beradabtasi dengan struktur dan perangkatnya (sistem pemerintahan) adalah orang-orang yang tidak mengenal karakter fisiologis masyarakat. Karakter ini yang memaksa setiap orang yang berada dalam masyarakat untuk beraktivitas sesuai dengan kepentingan, manhaj dan pemahaman masyarakat. Oleh karena itu, para Rasul yang mulia menolak untuk kembali kepada agama kaumnya, setelah menerka diselamatkan oleh Allah dari sana (Tafsir Fi Dhilal al Qur’an, juz IV hlm. 2092)

Karena itu dakwah dalam konsep Islam adalah mengajak manusia untuk memeluk Islam dengan cara melakukan pemahaman dan kesadaran melalui proses berfikir berlandaskan aqidah Islam. Sebab ketidakpahaman tentang Islam dan dominasi perasaan emosilah yang menjadi faktor utama timbulnya gangguan kejiwaan berupa Islamophobia. Melalui pendekatan dakwah aqidah fikriyah, Rasulullah telah mengantarkan masyarakat jahiliyah menjadi masyarakat yang beriman dan berakal sekaligus. Dari transformasi masyarakat inilah kelak melahirkan peradaban Islam yang agung sepanjang masa sejak zaman Madinah hingga masa khilafah di Turki, hingga tahun 1924 H.

Sejalan dengan ungkapan Sayyid Qutb bahwa dakwah Islam memerlukan keimanan dan pemahaman tentang realitas sebagai hakekat keimanan dan wilayahnya dalam sistem kehidupan. Keimanan dan tataran inilah yang akan menjadikan kebergantungan secara total kepada Allah, serta keyakinan bulat akan pertolonganNya kepada kebaikan serta perhitungan akan pahala di sisiNya, sekalipun jalannya sangat jauh. Orang yang bangkit untuk memikul tanggungjawab ini tidak akan menunggu imbalan di dunia, atau penilaian dari masyarakat yang tersesat dan pertolongan dari orang-orang jahiliyah dimana saja” (Perubahan Mendasar Pemikiran Sayyid Qutub, 2001 : 21)

Para Rasul yang mulia tidak pernah menerima tawaran untuk berbaur dalam masyarakat jahiliyah. Mereka tidak pernah mengatakan sebagaimana statemen mereka yang tidak memahami hakekat Islam dan struktur fisiologis masyarakat tersebut : baik, kita akan berbaur dengan agama mereka, supaya kita mengaplikasikan dakwah kita dan membantu aqidah kita melalui celah-celah mereka. (Tafsir Fi Dhilal al Qur’an, juz IV hlm. 2101).

Akhirnya, mesti menjadi renungan seluruh kaum muslimin bahwa Islamophobia yang melanda orang-orang Barat sesungguhnya merupakan gangguan kejiwaan yang bisa disembuhkan melalui dakwah pemikiran yang konsisten dan mendalam hingga menghilangkan dominasi perasaan menjadi manusia rasional dan ideologis. Berapa banyak orang Barat yang rasional dan jujur melihat Islam justru mereka merbondong-bondong masuk Islam.

Dakwah adalah cinta. Dakwah berarti mencintai orang-orang yang sedang mengalami gangguan kejiwaan untuk ditolong agar sembuh dari penyakitnya. Sebab orang-orang Barat mungkin belum banyak tersentuh oleh dakwah Islam kaffah ini. Karena itu teruslah berjuang wahai para pengemban dakwah, cintai orang-orang yang memusuhi kaliah hingga mereka menyadari kekeliruan mereka. Semoga dengan dakwah, masyarakat Barat segera sembuh dari gangguan kejiawaan mereka dan menjadi masyarakat rasional dan masuk ke dalam Islam untuk ikut menjadi pejuang agama Allah ini.

(Ahmad Sastra, Kota Hujan,19/04/22 : 11.35 WIB)

Oleh: Dr. Ahmad Sastra 
Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa (FDMPB)


Minggu, 28 Agustus 2022

Islamofobia, Narasi Rezim Tutupi Borok Sistem Kapitalis


Tinta Media - Di tengah ketidakpercayaan masyarakat terhadap kinerja kepolisian baru-baru ini,  Wakapolri Komjen Gatot Eddy Pramono kembali memberikan pernyataan, bahwasanya dalam lima tahun terakhir, terlebih saat memasuki tahun ajaran baru, dunia pendidikan khususnya di tingkat perguruan tinggi harus terus meningkatkan kewaspadaan terhadap kelompok radikal-terorisme. Karena menurutnya, kelompok tersebut mengajarkan paham agama yang salah dengan tujuan untuk menggulingkan pemerintahan yang sah, melalui legitimasi aksi kekerasan, berupa intoleransi, radikalisme, ekstrimisme, dan terorisme.

Bahkan, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menyebutkan bahwa 23 persen mahasiswa terpapar radikalisme, anti-Pancasila dan setuju akan jihad dan pro-Khilafah. Hal ini direspon oleh beberapa perguruan tinggi agar paham-paham tersebut tidak masuk, dengan membuat program mitigasi pencegahan ke lingkungan kampus. Di sisi lain, masyarakat hingga kini mempertanyakan, benarkah kampus telah terpapar paham radikalisme, intoleransi, hingga terorisme?

Yang jelas, pernyataan para pemangku kebijakan tersebut telah mencederai hati umat Islam yang memiliki pemahaman lurus. Ini karena jihad dan khilafah merupakan ajaran Islam yang termaktub dalam berbagai kitab ulama. Radikalisme tersebut justru diarahkan pada ajaran Islam yang menghendaki agar Syariat Islam diterapkan secara keseluruhan (kaffah) dalam semua aspek kehidupan bermasyarakat dan bernegara. 

Monsterisasi paham radikal dan terorisme yang masuk ke dunia pendidikan merupakan bentuk pengalihan isu akan kegagalan rezim dalam berbagai permasalahan besar bangsa, termasuk untuk menutupi kasus-kasus besar. Sebut saja masalah kenaikan harga sembako, BBM, korupsi yang terus merajalela tanpa solusi, hingga kasus mafia yang ada di tubuh Polri. Ini pola blow up opini dalam menutupi kepemimpinan rezim yang sejatinya tidak memiliki konsep bernegara yang kuat dan tangguh. Terlebih, rezim saat ini memang dibangun atas asas sekulerisme kapitalis yang diwariskan oleh kafir penjajah.

Sejatinya, isu radikalisme yang diarahkan kepada pemahaman Islam kaffah merupakan bentuk ketakutan mereka terhadap Islam jika dapat diterapkan sebagai sistem hidup dalam naungan khilafah. Maka untuk mencegah hal tersebut, mereka melakukan perang pemikiran. Salah satunya adalah melalui isu radikalisme yang disematkan pada paham Islam kaffah dan khilafah, agar muncul islamofobia di tengah masyarakat, termasuk kaum muslimin.

Melalui Islamofobia ini mereka berharap dapat menghadang kebangkitan Islam, karena hanya khilafah dengan penerapan Islam kaffah yang dapat menghentikan hegemoni penguasaan Barat kapitalis atas dunia Islam. Oleh karena itu, Barat memiliki proyek besar untuk menjaga kepentingan mereka agar tetap bisa menguasai dunia dengan ideologi kapitalismenya. Barat melakukan penjajahan gaya baru, baik melalui ekonomi ataupun politik, dan bahkan ideologi, untuk menguasai kekayaan negeri-negeri kaum muslim, termasuk Indonesia. Proyek besar tersebut adalah dengan memunculkan islamofobia terhadap masyarakat, bahkan umat Islam sendiri.

Salah satu sasaran yang ditohok oleh mereka adalah  dunia kampus, melalui penyebaran isu bahwa telah banyak kampus yang terpapar radikalisme. Hal ini merupakan upaya untuk memandulkan kampus sebagai produsen para pemikir, melalui pengerdilan fungsi kritis mahasiswa dan dosen terhadap berbagai permasalahan bangsa yang ditimbulkan oleh kebijakan penguasa yang kapitalistik.

Melalui framing radikalismelah insan kampus (mahasiswa dan dosen) akan dipaksa bungkam terhadap kezaliman yang terjadi dan diam dalam menyuarakan kebenaran. Berbagai tekanan berupa sanksi telah ditetapkan bagi yang terkatagori radikal, baik berupa sanksi akademik maupun sanksi hukum. Padahal sebagai kalangan intelektual dan agen perubahan, insan kampus terkhusus mahasiswa, seharusnya selalu yang terdepan dalam menentang kezaliman dan menyuarakan  kebenaran untuk kepentingan rakyat.

Framing dan tuduhan bahwa ajaran Islam kaffah merupakan penyebab radikalisme, perpecahan, dan sikap intoleran, tidaklah sesuai dengan ajaran Islam itu sendiri dan tidak sesuai dengan fakta sejarah penerapan Islam kaffah selama belasan abad lamanya. Justru penerapan Islam kaffah terbukti dapat mewujudkan persatuan, perdamaian, dan kesejahteraan bagi muslim maupun nonmuslim, sesuai perintah syariat Allah.

Isu radikalisme yang diopinikan oleh banyak kalangan sangatlah kabur, sehingga jika dipandang sebagai persoalan bangsa ini, tentulah sangat prematur. Padahal, problematika yang ada di negeri ini begitu terpampang jelas menunjukkan krisis multidimensi yang sangat parah dalam berbagai lini kehidupan. Semua itu disebabkan karena tidak diterapkannya aturan Allah Swt.

Bukan hanya Indonesia yang mengalami krisis multidimensi, tetapi juga negeri-negeri lain yang tidak menerapkan Islam kaffah. Seluruhnya mengalami hal yang sama. Allah Swt. berfirman dalam QS Thaha: 124

“Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” 

Wallahualam bissawab.

Oleh: Thaqqiyuna Dewi S.I.Kom.
Sahabat Tinta Media



Sabtu, 23 Juli 2022

Siyasah Institute: Cuitan Nadirsyah Hosen Tutupi Realita Islamofobia di Indonesia

Tinta Media - Cuitan Nadirsyah Hosen melalui akun twitternya yang menyebut bahwa
di Indonesia tidak ada kebijakan pemerintah yang Islamofobia karena Presiden sudah naik haji, bahkan masuk Ka’bah dan makam Nabi Muhammad, Wapresnya ulama besar, Rukun Iman - Rukun Islam semuanya bisa dijalankan dan difasilitasi di Indonesia, dinilai menutupi realita Islamofobia di negeri ini.

"Pernyataan seperti ini menutupi realita yang terjadi di tanah air, seperti pelarangan cadar di beberapa instansi dan kampus, larangan celana cingkrang juga jenggot, pembakaran bendera tauhid, dan persekusi pengajian beberapa ustaz," tutur Direktur Siyasah Institute Ustaz Iwan Januar kepada Tinta Media, Jumat (22/7/2022).

Iwan mengingatkan bahwa para pejabat, aparat dan ormas juga media terus mainkan isu radikalisme terhadap kelompok-kelompok Islam yang kritis pada rezim dan perjuangkan Islam kaffah. "Jelas ini Islamofobia," tegasnya.

Menurutnya, cadar, jenggot, bendera tauhid itu bukanlah paham sebagian orang, karena bagaimanapun itu bagian dari ajaran Islam. "Memusuhinya sama dengan memusuhi ajaran Islam," ujarnya.

Di Indonesia, kata Iwan, juga ada antipati terhadap seruan penerapan syariat Islam dan penegakan Khilafah. Padahal keduanya ajaran Islam, bahkan wajib hukumnya menerapkan syariat dan menegakkan Khilafah. Justru malah dikriminalisasi, sementara Khilafah itu oleh para ulama salaf seperti Imam Nawawi, Imam Mawardi atau Qurrubi, dinyatakan sebagai kewajiban agung dan mahkota kewajiban.

"Jadi, ada segelintir orang menutup-nutupi arus Islamfobia karena mereka sebenarnya bagian dari gerakan tersebut. Umat jangan terkecoh dengan pernyataan mereka. Umat harus terus memperjuangkan Islam kaffah di tanah air," tandasnya.

Iwan mengatakan, Nadir Hosen melakukan twitwar dengan Said Didu soal Islamfobia. Menurut Nadir, di Indonesia tidak ada kebijakan pemerintah yang Islamfobia. Dalam akun twitternya ia menyatakan;

Monggo Om @msaid_didu silakan dibedah: kebijakan pemerintah RI yg mana yg anda anggap termasuk islamophobia? Sekalian kita ajak Prof @mohmahfudmd dalam diskusi ini sbg wakil dr pemerintah.

Sebelumnya Nadir juga berkomentar:

Gak ada Islamophobia. Presiden sdh naik haji, bahkan masuk Ka’bah dan makam Nabi Muhammad. Wapresnya ulama besar. Rukun Iman - Rukun Islam semuanya bisa dijalankan & difasilitasi di Indonesia.
Yg ada itu, politisi jualan emosi umat.
Ayo cerdaskan umat, jangan mau dibohongi terus.[] Achmad Mu’it 

Rabu, 01 Juni 2022

Radikalisme Masih Digoreng, Bentuk Islamofobia


Tinta Media - Diakui atau tidak, negeri ini sedang berada di tepi jurang kehancuran. Kondisi ini bisa dilihat dari berbagai kecurangan yang semakin massif dan terstruktur, seperti korupsi yang semakin menggila, penguasaan lahan dan sumber daya alam oleh para pemilik modal, banyaknya BUMN yang collapse, serta infrastruktur yang mangkrak. 
        
Ditambah lagi harga kebutuhan pokok masyarakat yang dari waktu ke waktu semakin mahal, biaya sekolah yang mahal, peran ibu sebagai ummu warobatul bait yang harusnya mengurus urusan rumah jadi terbengkalai karena harus bekerja di luar rumah, ditambah lagi dengan kenaikan PPN, kenaikan TDL dan BBM secara berkala, semakin memperberat beban hidup masyarakat.

Namun, di tengah segudang masalah yang membelit negeri ini, isu radikalisme selalu diangkat, seolah-olah menjadi permasalahan utama dan urgent untuk diberantas. Tentu saja hal tersebut tidak nyambung.

Seperti yang kita ketahui, nyanyian radikalisme terus digulirkan oleh BNPT. Mereka menyatakan bahwa ratusan pesantren diduga mengajarkan radikalisme. BNPT juga berencana akan terus melakukan pemantauan terhadap masjid-masjid, lagi-lagi demi mencegah radikalisme. Kotak amal pun tak luput dari tudingan untuk pendanaan terorisme.

Moderasi beragama yang terus-menerus digaungkan dengan maksud melawan radikalisme, justru menjadi masalah besar yang mengakibatkan umat jauh dari ajaran Islam. Di sisi lain, keganasan KKB di Papua yang telah membunuh puluhan anggota TNI, juga warga sipil tidak dianggap sebagai tindakan teroris

Dari realitas tersebut, tampak jelas bahwa isu  radikalisme terus digaungkan agar umat Islam phobia terhadap agamanya sendiri. Bagaimana bisa seorang muslim benci terhadap agamanya sendiri? Padahal, agama ini mengajarkan kebaikan dan membimbingnya pada ketaatan kepada Allah Swt.

Mereka menyudutkan Islam hanyalah untuk melanggengkan penerapan sistem kapitalis-demokrasi di negeri ini, dengan menyasar pemahaman Islam dan kaum muslimin yang kontra dengan kebijakan kapitalistik penguasa, agar tercipta phobia Islam di tengah masyarakat. 

Upaya moderasi yang selalu digaungkan justru menjadi masalah besar yang mengakibatkan umat jauh dari ajaran Islam kaffah. Moderasi merupakan bagian dari makar yang dibuat oleh musuh Islam untuk mencegah panegakan Islam di muka bumi ini.

Mereka memojokan ajaran Islam dan simbolnya. Umat Islam didudukkan dalam posisi tertuduh. Kelompok atau tokoh Islam dicap radikal, hanya gara-gara kritis terhadap rezim. Mereka dipersekusi, bahkan dikriminalisasi dan berujung pemenjaraan. Kelompok Islam ideologis dan nonkekerasan juga dibubarkan karena dianggap radikal.

Jelaslah, bahwa isu radikalisme di tengah keterpurukan negeri ini adalah isu politis dan tampak sangat dipaksakan, sama sekali tidak relevan dan tidak penting. Hal ini tampak sebagai bentuk pengalihan isu masyarakat dari kegagalan rezim dalam mengatasi berbagai persoalan, khususnya persoalan ekonomi. Isu ini jelas bernuansa politis yang tujuannya adalah memperkokoh rezim, melemahkan sikap kritis umat Islam

Saat Islamophobia kembali mengemuka, narasi moderasi beragama menjadi olahan manis. Narasi ini menjadi racun berbalut madu yang ditawarkan untuk dicicipi. Berbagai cuitan terkait ekstrimisme, terorisme, dan radikalisme selalu disematkan terhadap Islam dan digadang-gadang sebagai unsur yang menyulut api Islamophobia di tengah masyarakat.

Umat Islam tidak boleh takut dan diam saja dengan adanya kejadian inim. Umat harus selalu melakukan amar maruf nahi mungkar dalam kondisi apa pun, termasuk dalam melawan berbagai bentuk kezaliman yang diarahkan kepada Islam.

Rasulullah saw. bersabda, "Siapa saja di antara kalian yang melihat kemungkaran, hendaklah ia mengubah dengan tangannya. Jika tidak mampu, dengan lisannya. Jika tidak mampu, dengan hatinya. Itulah selemah-lemah iman  (HR. Muslim)
 
Kita tidak boleh takut, apalagi kepada sesama mahluk yang hanya bersifat fana. Kekuasaannya pun hanya bersifat sementara, yang akan lenyap dan binasa. Harusnya rasa takut hanya kita sematkan kepada Allah Yang Mahakekal.

Apabila kita ingin menghilangkan berbagai bentuk kezaliman, penghinaan, pelecehan, dan pendiskreditan terhadap Islam, tidak ada cara lain selain harus mengganti sistem sekuler liberal yang ada saat ini dengan sistem yang terbaik yang datang dari Zat Yang Mahabaik, yaitu sistem Islam secara kaffah. Dengan sistem ini, akan ada kebaikan bagi seluruh umat manusia, baik muslim maupun nonmuslim, dan menghadirkan rahmat bagi seluruh alam. 

Dengan sistem Islam, tidak akan dibiarkan berbagai bentuk kezaliman terhadap Islam melalui konspirasi orang-orang kafir dan munafik. Dengan begitu, ajaran dan umat Islam akan selalu terjaga marwah dan kewibawaannya

Maka dari itu, umat Islam wajib mempelajari tsaqafah atau ilmu-ilmu Islam. Ilmu-ilmu itu sangat bermanfaat dan dapat menghantarkan umat Islam menuju ke surga. Ilmu itulah yang akan membuat pemiliknya semakin dekat dan memiliki rasa takut kepada Allah Swt, tidak malah pobhia terhadap Islam. 

Allah Swt. berfirman yang artinya, "Sungguh rasa takut kepada Allah di antara para hambanya hanyalah orang-orang yang berilmu (ulama)." (QS.Fatir [35]:28)

Wallâhu a’lam bi ash-shawâb.

Oleh: Nunung Nurhamidah
Sahabat Tinta Media

Kamis, 26 Mei 2022

HILMI: Islamofobia Ini Sangat Membahayakan


Tinta Media - Islamofobia yang saat ini tengah menjangkiti bangsa ini, dinilai oleh Ketua Perhimpunan Intelektual Muslim Imdonesia,  Dr. Julian Sigit, M. E. Sy, sebagai sesuatu yang sangat membahayakan.

"islamofobia sangat berbahaya karena bisa jadi ada konflik horizontal," tuturnya dalam acara Islamic Lawyer Forum (ILF) Jawa Barat: Ada Apa di Balik Penolakan UAS oleh Singapura? Jumat (20/5/2022) di kanal Youtube Rayah TV Channel.

Menurutnya, sebagai seorang intelektual Muslim yang cinta terhadap negeri ini, maka harus memberikan autokritik, bahwa tindakan-tindakan, baik itu yang dilakukan oleh individu ataupun institusi negara yang mengarah kepada islamofobia, harus segera dihentikan.

Ia mencontohkan tindakan-tindakan islamofobia yang dipraktikkan adalah adanya ketidakadilan terhadap umat islam.

"Contoh, misalkan hari ini, jika yang diklaimnya misalkan tindakan yang dilakukannya itu kekerasan oleh satu atau seorang ulama, langsung dilabelisasi radikal, radikul, terorism. Sementara, kalau misalkan yang dilakukannya itu oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM), yang sampai membunuh  secara terang-terangan, tak ada yang namanya klaim-klaim radikal, radikul, terorism," kesalnya

Ini kan, sambungnya, tentu satu hal yang memang sangat ironis. Kalau misalkan ada yang dilakukan oleh umat Islam sedikit, ditelisik lebih jauh, asal muasal guru ngajinya, kemudian pesantrennya di mana, sekolahnya di mana?

"Tapi, kalau misalnya ada yang koruptor, dan lain sebagainya, pelaku-pelaku itu, mereka tidak diklaim. Misalkan ada anggota atau pengurus parpol yang korupsi, tidak diklaim bahwa misalkan parpol ini parpol koruptor," ungkapnya," ungkapnya.

Ia membandingkan dengan institusi kampus, yang misalkan ada alumninya yang menghasilkan atau ada kecenderungan tindakan kekerasan, langsung dicap, distempel bahwa ini kampus radikal.

Julian menengarai, bahwa yang menjadi point pentingnya itu ada dugaan kuat keterlibatan buzzer yang bermain, mengompor-ngomporin.

"Nah, inilah yang seharusnya diwaspadai gitu," imbuhnya.

Oleh karena itu, ia melanjutkan tuturannya, bahwa melakukan autokritik, memberikan literasi-literasi, ini merupakan bagian dari tanggung jawab setiap intelektual muslim.

"Dan ini juga menjadi point pentingnya. Jangan adalah kesan seolah-olah berbeda pandangan, melakukan kritik, dianggap sebagai oposisi yang menjatuhkan, nah ini yang kita khawatirkan," sesalnya.

"Jadi, kita memberikan masukan-masukan penghentian program-program deradikalisasi, ini kan sangat membahayakan," tegasnya.

Ia khawatir, ada semacam konflik horizontal di tengah masyarakat, saling curiga antara umat Islam yang satu dengan yang lainnya. "Yang satu dirangkul, yang satu dipukul, begitu. Kan ini bahaya sebetulnya," terangnya.

Julian mengkhawatirkan nasib bangsa ini di masa depan jika islamofobia ini terus dipraktikkan.

"Bagaimana bangsa ini ke depan? Seperti apa? Padahal kan bangsa ini adalah bangsa yang besar, bahkan, mohon maaf, kalau kita telusuri lebih jauh sejarah-sejarah, umat Islam itu memiliki saham mayoritas terhadap pendirian bangsa ini," pungkasnya.[] 'Aziimatul Azka
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab