Tinta Media: Islamofobia
Tampilkan postingan dengan label Islamofobia. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Islamofobia. Tampilkan semua postingan

Rabu, 08 Februari 2023

Pernyataan Nasdem Soal HT1 dan FP1 Dinilai Halusinasi dan Islamofobia Akut

Tinta Media - Analisis Senior Pusat Kajian dan Analisis Data (PKAD) Fajar Kurniawan menilai pernyataan Wakil Sekertaris Jendral Partai Nasdem Hermawi Taslim bahwa manuver Nasdem soal HTI dan FPI dibenci oleh Anies Baswedan sebagai pernyataan halusinasi dan islamfobia akut.

“Pernyataan dari Hermawi Taslim itu menunjukkan dua hal, yakni merupakan pernyataan halusinasi akut dan islamofobia akut,” tuturnya dalam Program Kabar Petang: Nasdem dan Anies Benci HTI dan FPI? Sabtu (28/1/2023), dikanal Youtube Khilafah News.

Pertama, pernyataan tersebut mempresentasikan Partai Nasdem sedang mengalami halusinasi akut karena berandai-andai akan terjadi di tahun 2024. Menurutnya apabila Anies dan Nasdem terus menerus berbuat seperti ini akan menghilangkan simpati umat dan justru mungkin tidak mendapat dukungan dari partai politik lain sehingga gagal menjadi calon presiden.
“Karena ini masih sangat awal, Anies Baswedan itu masih bakal calon presiden bukan calon presiden, jadi belum tentu pula menjadi calon presiden apalagi menang menjadi presiden,” ujarnya.

Kedua, pernyataan ini menunjukkan sedang terjadi islamfobia akut, menyebabkan ketakutan dengan apa pun yang berbau Islam.
“Padahal mereka sebenarnya mengharapkan suara umat Islam tetapi takut dengan Islam itu sendiri. Ini aneh kan? Suaranya diharapkan tapi substansinya ditakuti,” kritiknya.
Ia berpendapat apabila wacana ini terus dilakukan secara terus menerus, sistematis oleh Partai Nasdem justru akan berpotensi sangat besar ke dalam jurang kebangkrutan. Menganggap HTI dan FPI sebagai ormas radikal telah mengklarifikasi dan membuktikan mereka telah masuk ke dalam skenario menstigmatisasi sebagai ormas yang anti Islam.

“Dan saya kira itu sebuah campaign yang memang bisa dilakukan oleh lawan-lawan politik, yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak suka dengan Islam terutama yang punya kesadaran politik sehingga mereka jualan radikalisme, ekstrimisme dan seterusnya,” bebernya.

Menurut perspektifnya, islamfobia akut tidak hanya menjangkiti orang-orang non muslim tetapi justru yang lebih jauh telah menjangkiti tokoh-tokoh umat Islam, para politisi dan para pengambil kebijakan di negeri ini.

“Padahal negeri ini adalah negeri muslim seharusnya Islam mendapat tempat yang layak, seluruh ajaran Islam mendapat apresiasi dan dukungan yang gelap gembira dari penguasa negeri ini. Tapi kan tidak seperti itu?” pungkasnya. [] Ageng Kartika

Minggu, 05 Februari 2023

Swedia Izinkan Poludan Bakar Al-Qur’an, Dr. Ahmad Sastra: Demi Dapatkan Dukungan Rakyat

Tinta Media - Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa (FDMPB) Dr. Ahmad Sastra mengatakan, pemerintah Swedia telah melakukan pragmatisme politik untuk mendapatkan dukungan rakyat dengan mengizinkan Poludan membakar Al-Qur’an.

“Tentu saja ini merupakan garis Politik pemerintah Swedia untuk menjaring suara sebanyak-banyaknya, terutama oleh partai-partai ekstrem kanan. Peristiwa ini menunjukkan adanya pragmatisme politik negara-negara Barat untuk mendapat dukungan rakyat dengan cara mengembangkan narasi kebencian kepada Islam dan umat Islam,” tuturnya kepada Tinta Media, Selasa (24/1/2023).

Menurutnya, selain itu hal ini menunjukkan adanya kepentingan ideologis, yakni adanya dendam sejarah masa lalu, terutama pada kekalahan perang salib dan dilakukannya konstantinopel oleh Muhammad Al Fatih. Dendam sejarah ini menimbulkan hipokritme masyarakat Barat.

“Peristiwa masa lalu ini merupakan luka mendalam bagi Barat, mereka merasa diperlakukan oleh Islam. Maka, di saat mereka sekarang berkuasa, letupan amarah dan dendam kepada Islam,” ujarnya.

Faktor lain dari pemerintah Swedia mengizinkan pembakaran Al Qur’an oleh Poludan adalah adanya kesalahpahaman masyarakat awam Barat dan Eropa atas Islam disebabkan propaganda politik oleh negara-negara Barat, khususnya Amerika.

“Edukasi tentang Islam juga kurang di Barat, sementara orang-orang Barat cukup skeptis atas agama pada umumnya,” katanya.

"Bagaimanapun peristiwa runtuhnya WTC di Amerika digunakan untuk menghantam Islam dan umat Islam, padahal peristiwa tersebut merupakan rekayasa mereka sendiri. Media-media Barat terus mempropagandakan sehingga dunia terbuai," ujarnya. 

Dr. Ahmad berpendapat bahwa berbagai peristiwa yang menyerang Islam dan umat Islam akibat dari kelemahan umat Islam karena tidak memiliki institusi negara sehingga dijadikan Barat sebagai kesempatan untuk terus melancarkan serangan.

“Meskipun Iran pernah menetapkan hukuman mati kepada Salman Rusdie, namun hingga kini dia masih hidup. Kelemahan umat Islam inilah yang akan menjadi faktor penistaan Islam dalam jangka panjang,” pungkasnya.[] Ageng Kartika





Swedia Izinkan Poludan Bakar Al-Qur’an, Dr. Ahmad Sastra: Demi Dapatkan Dukungan Rakyat

Tinta Media - Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa (FDMPB) Dr. Ahmad Sastra mengatakan, pemerintah Swedia telah melakukan pragmatisme politik untuk mendapatkan dukungan rakyat dengan mengizinkan Poludan membakar Al-Qur’an.

“Tentu saja ini merupakan garis Politik pemerintah Swedia untuk menjaring suara sebanyak-banyaknya, terutama oleh partai-partai ekstrem kanan. Peristiwa ini menunjukkan adanya pragmatisme politik negara-negara Barat untuk mendapat dukungan rakyat dengan cara mengembangkan narasi kebencian kepada Islam dan umat Islam,” tuturnya kepada Tinta Media, Selasa (24/1/2023).

Menurutnya, selain itu hal ini menunjukkan adanya kepentingan ideologis, yakni adanya dendam sejarah masa lalu, terutama pada kekalahan perang salib dan dilakukannya konstantinopel oleh Muhammad Al Fatih. Dendam sejarah ini menimbulkan hipokritme masyarakat Barat.

“Peristiwa masa lalu ini merupakan luka mendalam bagi Barat, mereka merasa diperlakukan oleh Islam. Maka, di saat mereka sekarang berkuasa, letupan amarah dan dendam kepada Islam,” ujarnya.

Faktor lain dari pemerintah Swedia mengizinkan pembakaran Al Qur’an oleh Poludan adalah adanya kesalahpahaman masyarakat awam Barat dan Eropa atas Islam disebabkan propaganda politik oleh negara-negara Barat, khususnya Amerika.

“Edukasi tentang Islam juga kurang di Barat, sementara orang-orang Barat cukup skeptis atas agama pada umumnya,” katanya.

"Bagaimanapun peristiwa runtuhnya WTC di Amerika digunakan untuk menghantam Islam dan umat Islam, padahal peristiwa tersebut merupakan rekayasa mereka sendiri. Media-media Barat terus mempropagandakan sehingga dunia terbuai," ujarnya. 

Dr. Ahmad berpendapat bahwa berbagai peristiwa yang menyerang Islam dan umat Islam akibat dari kelemahan umat Islam karena tidak memiliki institusi negara sehingga dijadikan Barat sebagai kesempatan untuk terus melancarkan serangan.

“Meskipun Iran pernah menetapkan hukuman mati kepada Salman Rusdie, namun hingga kini dia masih hidup. Kelemahan umat Islam inilah yang akan menjadi faktor penistaan Islam dalam jangka panjang,” pungkasnya.[] Ageng Kartika

Al-Qur’an Dibakar, Dr. Ahmad Sastra: Islamofobia Semakin Menggila

Tinta Media - Peristiwa pembakaran Al-Qur’an oleh Poludan berikut pernyataannya akan melakukannya setiap Jumat sampai Swedia masuk NATO, menurut Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa (FDMPB) Dr. Ahmad Sastra hal itu menunjukkan islamofobia semakin menggila.

“Peristiwa itu menunjukkan bahwa Islamofobia semakin menggila dan tentu saja tindakan rasis yang menyakiti umat Islam sedunia. Hanya orang gila dan rasis yang nekat membakar Al-Qur’an, kitab suci, dan disucikan oleh umat Islam seluruh dunia,” tuturnya kepada Tinta Media, Selasa (24/1/2023).

Ia mengkritik tindakan Poludan tersebut yang didukung oleh peraturan negara atas nama kebebasan berekspresi. “Kegilaan atas nama kebebasan berekspresi di negara-negara demokrasi bukan sekedar tindakan individual, namun memang diakui oleh konstitusi,” kritiknya.

Poludan merupakan satu dari ribuan orang-orang abnormal pendengki Islam dengan tindakan-tindakan yang justru bertentangan dengan narasi toleransi yang selama ini didengung-dengungkan di dunia Barat. Seperti homoseksual yang diklaim Barat sebagai kebebasan dalam berekspresi justru didukung sebagai bagian dari hak asasi manusia (HAM). Inilah jahatnya Barat, termasuk Swedia yang tidak melarang Poludan, bahkan aksinya dijaga oleh sejumlah polisi.

“Barat itu standar ganda dalam kebijakan politiknya. Di satu sisi mengampanyekan kebebasan berekspresi, namun jika umat Islam mengekspresikan kebebasannya untuk menjalankan ajaran agamanya, seperti memakai cadar, Barat justru menuduhnya sebagai kaum radikal dan ekstrimis,” ujarnya dengan tegas.

Dr. Ahmad mengungkapkan bahwa Islamphobia ini bukan hanya berupa pembakaran Al Qur’an, tetapi sering juga terjadi berupa kriminalisasi dan diskriminasi atas muslim, serangan kepada masjid, aksi kekerasan atas muslim, pelarangan jilbab dam burdah, dan lain sebagainya.
“Dan islamphobia di Barat itu didukung oleh konstitusi negara, bahkan media-media yang ada,” ungkapnya.

Tindakan-tindakan rasis terhadap umat Islam, menurut pandangan Dr. Ahmad, terjadi karena tidaknya institusi negara, umat Islam menjadi lemah dan dilema di saat dihina oleh kaum kafir, tidak dapat melakukan tindakan apa pun kecuali hanya sebatas kecaman.

“Tiadanya institusi negara mengakibatkan umat Islam hanya bisa marah dan mengecam, namun tidak bisa melakukan tindakan hukum tegas, sebab negeri-negeri muslim juga menerapkan ideologi demokrasi sekuler yang menyewakan kebebasan dan HAM,” tuturnya.

Dr. Ahmad Sastra menegaskan seharusnya para kepala negara muslim menyadari akan islamphobia ini sebagai proyek Barat untuk menghancurkan Islam. Ia mengkritisi sikap para penguasa negeri muslim yang justru mendukung propaganda Barat dengan membenci Islam dan melakukan berbagai tuduhan keji kepada ajaran Islam.

“Kepala negara akan diminta pertanggungjawaban oleh Allah atas sikapnya di saat agama Allah ini dihina. Idealnya ada negeri muslim yang melakukan tekanan dan tindakan nyata atas penghinaan Islam ini,” tegasnya.

Sayangnya, negeri-negeri muslim justru membeberkan Barat dan tidak membela Islam bahkan tidak menerapkan hukum-hukum Islam sebagai konstitusi negaranya. Nasionalisme telah menjadikan negeri-negeri muslim lemah, seperti buah di lautan, bahkan seperti makanan yang diperebutkan banyak orang.

Ia mengatakan bahwa di dalam ajaran Islam, penghinaan Islam itu dihukum mati oleh negara. Sebagaimana pendapat Ibnu Taimiyah yang menyatakan siapa saja yang menghina Islam secara umum dihukum mati oleh negara Islam, baik pelakunya muslim maupun kafir.

“Tidak adanya negara Islam, menjadikan hukuman mati tidak dapat dilakukan karena konstitusinya tidak mendukung. Idealnya negeri-negeri muslim melakukan tindakan tegas dengan memberlakukan hukuman mati bagi siapa pun yang menghina Islam, Allah, Rasulullah, dan Al Qur’an. Mestinya Poludan Rasmus ini dihukum mati dengan digantung di depan umum,” pungkasnya. [] Ageng Kartika









Al-Qur’an Dibakar, Dr. Ahmad Sastra: Islamofobia Semakin Menggila

Tinta Media - Peristiwa pembakaran Al-Qur’an oleh Poludan berikut pernyataannya akan melakukannya setiap Jumat sampai Swedia masuk NATO, menurut Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa (FDMPB) Dr. Ahmad Sastra hal itu menunjukkan islamofobia semakin menggila.

“Peristiwa itu menunjukkan bahwa Islamofobia semakin menggila dan tentu saja tindakan rasis yang menyakiti umat Islam sedunia. Hanya orang gila dan rasis yang nekat membakar Al-Qur’an, kitab suci, dan disucikan oleh umat Islam seluruh dunia,” tuturnya kepada Tinta Media, Selasa (24/1/2023).

Ia mengkritik tindakan Poludan tersebut yang didukung oleh peraturan negara atas nama kebebasan berekspresi. “Kegilaan atas nama kebebasan berekspresi di negara-negara demokrasi bukan sekedar tindakan individual, namun memang diakui oleh konstitusi,” kritiknya.

Poludan merupakan satu dari ribuan orang-orang abnormal pendengki Islam dengan tindakan-tindakan yang justru bertentangan dengan narasi toleransi yang selama ini didengung-dengungkan di dunia Barat. Seperti homoseksual yang diklaim Barat sebagai kebebasan dalam berekspresi justru didukung sebagai bagian dari hak asasi manusia (HAM). Inilah jahatnya Barat, termasuk Swedia yang tidak melarang Poludan, bahkan aksinya dijaga oleh sejumlah polisi.

“Barat itu standar ganda dalam kebijakan politiknya. Di satu sisi mengampanyekan kebebasan berekspresi, namun jika umat Islam mengekspresikan kebebasannya untuk menjalankan ajaran agamanya, seperti memakai cadar, Barat justru menuduhnya sebagai kaum radikal dan ekstrimis,” ujarnya dengan tegas.

Dr. Ahmad mengungkapkan bahwa Islamphobia ini bukan hanya berupa pembakaran Al Qur’an, tetapi sering juga terjadi berupa kriminalisasi dan diskriminasi atas muslim, serangan kepada masjid, aksi kekerasan atas muslim, pelarangan jilbab dam burdah, dan lain sebagainya.
“Dan islamphobia di Barat itu didukung oleh konstitusi negara, bahkan media-media yang ada,” ungkapnya.

Tindakan-tindakan rasis terhadap umat Islam, menurut pandangan Dr. Ahmad, terjadi karena tidaknya institusi negara, umat Islam menjadi lemah dan dilema di saat dihina oleh kaum kafir, tidak dapat melakukan tindakan apa pun kecuali hanya sebatas kecaman.

“Tiadanya institusi negara mengakibatkan umat Islam hanya bisa marah dan mengecam, namun tidak bisa melakukan tindakan hukum tegas, sebab negeri-negeri muslim juga menerapkan ideologi demokrasi sekuler yang menyewakan kebebasan dan HAM,” tuturnya.

Dr. Ahmad Sastra menegaskan seharusnya para kepala negara muslim menyadari akan islamphobia ini sebagai proyek Barat untuk menghancurkan Islam. Ia mengkritisi sikap para penguasa negeri muslim yang justru mendukung propaganda Barat dengan membenci Islam dan melakukan berbagai tuduhan keji kepada ajaran Islam.

“Kepala negara akan diminta pertanggungjawaban oleh Allah atas sikapnya di saat agama Allah ini dihina. Idealnya ada negeri muslim yang melakukan tekanan dan tindakan nyata atas penghinaan Islam ini,” tegasnya.

Sayangnya, negeri-negeri muslim justru membeberkan Barat dan tidak membela Islam bahkan tidak menerapkan hukum-hukum Islam sebagai konstitusi negaranya. Nasionalisme telah menjadikan negeri-negeri muslim lemah, seperti buah di lautan, bahkan seperti makanan yang diperebutkan banyak orang.

Ia mengatakan bahwa di dalam ajaran Islam, penghinaan Islam itu dihukum mati oleh negara. Sebagaimana pendapat Ibnu Taimiyah yang menyatakan siapa saja yang menghina Islam secara umum dihukum mati oleh negara Islam, baik pelakunya muslim maupun kafir.

“Tidak adanya negara Islam, menjadikan hukuman mati tidak dapat dilakukan karena konstitusinya tidak mendukung. Idealnya negeri-negeri muslim melakukan tindakan tegas dengan memberlakukan hukuman mati bagi siapa pun yang menghina Islam, Allah, Rasulullah, dan Al Qur’an. Mestinya Poludan Rasmus ini dihukum mati dengan digantung di depan umum,” pungkasnya. [] Ageng Kartika

Jumat, 03 Februari 2023

Pembakaran Al-Qur'an Jelas Didorong Sentimen Islamofobia

Tinta Media - Terkait aksi pembakaran Al-Qur'an oleh politikus sayap kanan Swedia Denmark Rasmus Paludan Pengamat Politik Internasional Ustaz Umar Syarifuddin mengatakan, hal tersebut jelas didorong oleh sentimen Islamofobia.

"Pembakaran Al-Qur'an ini jelas didorong oleh sentimen Islamofobia dari diri Paludan," ungkapnya kepada Tinta Media, Senin (30/1/2023).

Yang lebih memprihatinkan, kata Umar, Paludan tidak ditangkap, dia hanya dikecam. "Seluruh pejabat NATO pun juga tidak meneteskan air mata penyesalan untuk menampakkan protes dan kecaman mereka terhadap perbuatan Rasmus Paludan seraya menegaskan bahwa mereka menghormati agama Islam," ujarnya.

Umar melanjutkan, Pemerintah Swedia dan Eropa pun tampaknya tidak mempunyai kekuatan untuk menghentikan pembakaran Al-Qur'an tersebut. Pemerintah hanya menghawatirkan dampak masalah ini yang bisa merugikan kultur budaya liberal Eropa.

"Kenyataannya, kelakuan Paludan itu, seandainya tidak mendapat dukungan dari berbagai organisasi berkuasa dan media - media massa yang menjadi kepanjangan tangan barat serta selalu menguatkan api kebencian dan kedengkian terhadap Islam dan kaum muslimin niscaya tidak ada seorangpun di dunia yang mendengar kebodohannya," bebernya.
  
Diakhir penuturannya, Umar menghimbau Umat Islam untuk tidak pasif dan tidak tidur terhadap masalah ini. Mengusir para duta negara - negara Imperialis dari negeri-negeri muslim, mengusir semua pengaruh militer barat di negeri muslim dan menggentarkan Swedia serta siapapun yang menista Islam.[] Yupi UN

Pembakaran Al-Qur'an Jelas Didorong Sentimen Islamofobia

Tinta Media - Terkait aksi pembakaran Al-Qur'an oleh politikus sayap kanan Swedia Denmark Rasmus Paludan Pengamat Politik Internasional Ustaz Umar Syarifuddin mengatakan, hal tersebut jelas didorong oleh sentimen Islamofobia.

"Pembakaran Al-Qur'an ini jelas didorong oleh sentimen Islamofobia dari diri Paludan," ungkapnya kepada Tinta Media, Senin (30/1/2023).

Yang lebih memprihatinkan, kata Umar, Paludan tidak ditangkap, dia hanya dikecam. "Seluruh pejabat NATO pun juga tidak meneteskan air mata penyesalan untuk menampakkan protes dan kecaman mereka terhadap perbuatan Rasmus Paludan seraya menegaskan bahwa mereka menghormati agama Islam," ujarnya.

Umar melanjutkan, Pemerintah Swedia dan Eropa pun tampaknya tidak mempunyai kekuatan untuk menghentikan pembakaran Al-Qur'an tersebut. Pemerintah hanya menghawatirkan dampak masalah ini yang bisa merugikan kultur budaya liberal Eropa.

"Kenyataannya, kelakuan Paludan itu, seandainya tidak mendapat dukungan dari berbagai organisasi berkuasa dan media - media massa yang menjadi kepanjangan tangan barat serta selalu menguatkan api kebencian dan kedengkian terhadap Islam dan kaum muslimin niscaya tidak ada seorangpun di dunia yang mendengar kebodohannya," bebernya.
  
Diakhir penuturannya, Umar menghimbau Umat Islam untuk tidak pasif dan tidak tidur terhadap masalah ini. Mengusir para duta negara - negara Imperialis dari negeri-negeri muslim, mengusir semua pengaruh militer barat di negeri muslim dan menggentarkan Swedia serta siapapun yang menista Islam.[] Yupi UN

Kamis, 12 Januari 2023

Konsisten Dakwah Khilafah Dituding Radikal, PAKTA: Islamofobia Itu Nyata

Tinta Media - Menanggapi tudingan pihak tertentu yang menggolongkan beberapa web Islam ke dalam daftar situs web pro radikal karena konsisten mendakwahkan khilafah sebagai ajaran Islam, Koordinator Pusat Analisis Kebijakan Strategis (PAKTA) Dr. Erwin Permana  mengatakan Islamofobia itu nyata.
 
“Fakta tersebut mengkonfirmasi bahwa Islamofobia itu nyata di negeri ini,” ungkapnya kepada Tinta Media Senin (9/1/2023).
 
Meski dunia sudah mendeklarasikan hari anti Islamofobia, nampaknya di negeri ini  justru tiada hari tanpa Islamofobia. Tentu saja patut disayangkan bagaimana mungkin di negeri mayoritas Muslim ini justru berkembang Islamofobia.
 
“Padahal semua situs web yang disebutkan merupakan media syi’ar yang secara konsisten mendakwahkan Islam dengan argumen yang kokoh dan syar’i. Mereka yang menganut Islamofobia itu justru menuduh tanpa hujjah yang dapat dibenarkan oleh syara,” jelasnya.
 
Erwin justru mengasihani mereka  karena bagaimana mungkin mereka semua itu ciptaan Allah tapi malah menjadikan syariat Islam sebagai pihak tertuduh. “Sungguh berat tanggung jawabnya, segeralah bertobat sebelum terlambat!”
serunya.
 
Khilafah Ajaran Islam
 
Erwin menegaskan bahwa khilafah itu ajaran Islam, bahkan puncak ajaran Islam. Hampir semua hukum Islam yang berkaitan dengan kehidupan sosial tidak dapat dijalankan tanpa Khilafah. “Ketika hukum-hukum tersebut tidak dijalankan akibatnya adalah kerusakan kehidupan sosial kemasyarakatan seperti hari ini. Semua sisi kehidupan kita bermasalah,” bebernya.
 
Bukti khilafah ajaran Islam, kata Erwin,  itu didasarkan pada Al-Qur'an, hadis Nabi, Ijma Sahabat dan Qiyas.  “Semua sumber hukum Islam itu menyinggung tentang kewajiban Khilafah. Hal ini juga dijelaskan di banyak Kitab para ulama besar umat ini,” imbuhnya.
 
Menurut Erwin, syariat Islam baik untuk negeri ini karena alasan empiris, historis maupun dalil syar’i. Secara empiris negeri ini tidak sedang baik-baik saja, persoalan nyaris di seluruh dimensi kehidupan; ekonomi, politik, pendidikan, hukum, korupsi, L68T, kemiskinan akut, stunting.
 
“Bagaimana mengatasi ini semua jika tidak dengan syariat Islam. Apakah percaya dengan Undang-Undang  produk DPR, atau Perppu produk presiden atau aturan siapa yang lebih baik  mengatur negeri ini selain dari aturan dari Allah?” tanyanya retoris.
 
Erwin menjelaskan, Islam itu dibagi dua yakni aqidah dan syari’ah. Dalam hal aqidah tidak ada paksaan untuk mengimani Allah, hanya saja resikonya  nanti di akhirat. Namun dalam hal syariat jika manusia berlepas diri dari syariat maka yang didapati  kesempitan hidup di dunia siapapun mereka, apa pun agamanya. 
 
“Secara historis syariat Islam terbukti melahirkan peradaban manusia yang tinggi dan diakui oleh sejarawan Barat yang di dalamnya hidup manusia dengan beragam suku, bangsa dan agama,” ujarnya meyakinkan.  
 
Sedangkan secara dalil lanjutnya, seperti yang  sudah disinggung sebelumnya, terutama bagi Muslim mestinya tidak ada pilihan aturan hidup selain dari aturan Allah Swt.  Tidak ada jalan hidup selain dari jalan yang sudah dicontohkan oleh Rasulullah Saw. “Ketika mencoba untuk menyelisihinya maka yang muncul adalah kekacauan bukan keteraturan,” tandasnya.
 
Kapitalisme Ancaman Nyata
 
Erwin menilai ancaman nyata negeri ini kapitalisme karena yang dijalankan di negeri ini kapitalisme. “Bagaimana mungkin misalnya menyalahkan Islam padahal bukan Islam yang diterapkan. Berbagai kemerosotan kehidupan yang terjadi dinegeri ini akibat kesalahan sistem kapitalisme,” terangnya.
 
Radikalisme dan terorisme itu sambung Erwin, ciptaan Barat sebagai strategi pecah belah ditubuh umat Islam. Umat Islam dibuat lupa bahwa mereka diperintahkan oleh agamanya untuk bersatu, tidak terpecah belah.
 
“Barat mengerahkan banyak sumberdaya agar umat Islam tidak pernah bersatu. Sebab, mereka faham jika umat Islam bersatu maka mereka akan bangkit.  Jika umat Islam bangkit maka posisi barat akan tergusur dari posisi nomor satu dunia. Umat Islam lah yang akan menjadi umat nomor satu dunia,” ungkapnya.
 
Hal ini menurut Erwin didukung oleh naskah rekomendasi Rand Corporation yang  secara eksplisit memecah umat Ini.
 
“Rand Corporation membagi umat menjadi empat kelompok yakni, Islam  Fundamentalis, Islam Tradisionalis, Islam Modernis dan Islam Sekularis,” bebernya.
 
Islam Fundamentalis jelasnya, adalah kelompok masyarakat Islam yang menolak nilai-nilai demokrasi dan kebudayaan Barat Kontemporer, serta menginginkan formalisasi penerapan Syariat Islam. Islam  Tradisionalis  adalah  kelompok masyarakat Islam Konservatif yang mencurigai modernitas, inovasi dan perubahan. Mereka berpegang kepada substansi ajaran Islam tanpa peduli kepada formalisasinya.
 
“Islam Modernis adalah kelompok masyarakat Islam modern yang ingin reformasi Islam agar sesuai dengan tuntutan zaman, sehingga bisa menjadi bagian dari modernitas. Islam Sekularis adalah  kelompok masyarakat Islam sekuler yang ingin menjadikan Islam sebagai urusan privasi dan dipisah sama sekali dari urusan negara,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun
               
 
 
 

Kamis, 29 Desember 2022

Refleksi 2022, Aroma Islamofobia Kuat Menyengat di Pasal 188 KUHP


Tinta Media - Jurnalis Joko Prasetyo menilai aroma islamofobia kuat menyengat di Pasal 188 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang disahkan pada 6 Desember 2022. “Selama 2022 ini banyak regulasi dan kebijakan yang menunjukkan rezim ini islamofobia, salah satunya aroma islamofobia kuat menyengat itu di pasal 188 KUHP terbaru,” ungkapnya kepada Tintamedia.web.id, Kamis (29/12/2022).

Karena, lanjut Om Joy, sapaan akrabnya, dalam pasal tersebut selain secara definitif melarang paham komunisme/marxisme, leninisme, juga memuat frasa, “Atau paham lain yang bertentangan dengan Pancasila”. “Itu frasa yang tidak definitif, ambigu, multitafsir, sangat ngaret, dan berdasarkan rekam jejak rezim ini, kuat aroma untuk mengkriminalisasi khilafah ajaran Islam,” tegasnya.

Om Joy meragukan kalau frasa ambigu tersebut muncul murni untuk menjerat semua paham yang bertentangan dengan Pancasila. “Itu apakah murni untuk menjerat paham lain yang bertentangan dengan Pancasila atau untuk mengkriminalisasi khilafah ajaran Islam?” tanyanya.

Bukan apa-apa, lanjutnya, karena selama ini khilafah kerap diopinikan rezim sebagai ideologi yang bertentangan dengan Pancasila. Karena alasan itu pula ormas Islam yang istiqamah mendakwahkan khilafah ajaran Islam dicabut badan hukum perkumpulannya, para aktivisnya dipersekusi dan dikriminalisasi.

Tapi dalam waktu bersamaan, terang Om Joy, rezim ini dengan sangat produktif mengamalkan paham kapitalisme, di antaranya: privatisasi aset yang menurut Islam itu kepemilikan umum (milkiyah ammah) yang haram diprivatisasi, meminjam uang berbunga dan juga melegalkan bunga bank yang menurut Islam itu riba satu dirham saja dosanya setara berzina dengan ibunya sendiri; dan lain sebagainya. “Selain itu, terlihat wellcome dengan paham komunisme, yang jelas-jelas bertolak belakang dengan ajaran Islam,” jelasnya.

Sekali lagi, ia pun menanyakan, apakah yang dimaksud dengan frasa ambigu oleh rezim itu khilafah? “Bila menganggap khilafah bertentangan dengan Pancasila, itu mengonfirmasi bahwa Pancasila bertentangan dengan Islam. Mengapa? Karena khilafah bukanlah ideologi, tetapi ajaran Islam di bidang pemerintahan. Hukumnya fardhu kifayah untuk ditegakkan,” jelasnya.

Agar Leluasa

Menurutnya, rezim kerap menyebut khilafah sebagai ideologi agar kaum islamofobia leluasa menista khilafah ajaran Islam selain itu agar Muslim yang masih awam tidak mengetahui khilafah adalah ajaran Islam di bidang pemerintahan.

“Soalnya, seawam-awamnya orang Islam, mestilah membela ajaran agamanya bila dinistakan. Bagaimana agar leluasa menista khilafah, ya fitnah saja khilafah sebagai ideologi. Lalu dimonsterisasi dengan berbagai fitnah lainnya agar tampak menakutkan di mata orang-orang awam,” ungkapnya.

Sebaliknya, jelas Om Joy, berbagai UU dan kebijakan yang sangat kapitalistik (neolib/sangat pro oligarki meski menyengsarakan rakyat) tidak dihapus dan rezim ini tetap saja bermesraan dengan Kakak Besar (sebutan Presiden Jokowi kepada Presiden Komunis Cina Xi Jinping) yang jelas-jelas membantai dan menyiksa Muslim Uighur, tidak dapat diragukan lagi, ini hanya menambah fakta baru saja untuk menambah fakta sejarah yang selama ini sudah terang benerang bahwa, "Pancasila memang dijadikan alat oleh para sekuler-kapitalis dan ateis-komunis untuk menjegal tauhid-Islam."

Makanya, lanjut Om Joy, tidak aneh kalau ketua dari badan yang paling otoritatif dalam pembinaan 'ideologi' Pancasila, BPIP, Prof. Dr. Yudian Wahyudi mengatakan, "Jadi kalau kita jujur, musuh terbesar Pancasila itu ya agama, bukan kesukuan."

“Agama apa yang dimaksud kalau bukan Islam? Wong selama ini yang konsisten dipersekusi dan kriminalisasi itu hanya Islam kok, bukan agama lain,” pungkasnya.[] Achmad Mu’it

Rabu, 21 Desember 2022

Bom Bunuh Diri dan Program Deradikalisasi, Pemantik Islamofobia

Tinta Media - Pola yang sama terulang kembali. Indonesia, khususnya warga Bandung, digegerkan dengan kasus bom bunuh diri yang terjadi di Mapolsek Astana Anyar pada Rabu (7/12). Akibatnya 9 anggota Polri dan 1 warga mengalami luka-luka, serta 1 anggota Polri meninggal (polri.go.id/9/12/22).

Berdasarkan Riset CNBC, jejak suram bom bunuh diri di Indonesia telah terjadi lebih dari 10 kali sejak tahun 2000 hingga Desember 2022 (cnbcindonesia.com/8/12/22). 

Pola yang sama terulang kembali, apalagi menjelang natal dan tahun baru. Padahal, anggaran negara untuk program pemberantasan terorisme dan deradikalisai Densus 88 tahun 2022 tergolong besar mencapai Rp1,5 triliun (merdeka.com/12/12/22). 

Tetap saja, aksi bom bunuh diri menggunakan bom panci masih terulang kembali.

Program Deradikalisasi Menyerang Islam

Tidak akan ada asap jika tidak ada api. Agar program deradikalisasi ini terus berjalan, butuh alasan untuk terus menciptakan kekacauan dan kekhawatiran di tengah masyarakat. Tiap kali kemunculan peristiwa bom bunuh diri, selalu dikaitkan bahwa pelakunya beragama Islam dan membawa ajaran jihad. Bahkan, diakhir episodenya selalu terpampang ayat-ayat Al-Qurán yang dijadikan legitimasi atas tindakan rusaknya, sekaligus meninggalkan jejak bagi penyidik.

Untuk apa? Jelas akan semakin merusak profil umat muslim dan makin suburlah pelaksanaan program deradikalisasi untuk melawan paham radikal dan teroris.

Sebagaimana arahan Presiden Joko Widodo bahwa bidang pertahanan-keamanan harus tanggap dan siap menghadapi perang siber, menghadapi intoleransi, radikalisme, dan terorisme (menpan.go.id/1/2022).

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyebutkan bahwa ancaman terorisme perlu dicegah dengan salah satu program yaitu Deradikalisasi. Deradikalisasi merupakan upaya untuk mengurangi dan menghilangkan paham radikal seseorang (bnpt.go.id/3/2021).

Sebenarnya, istilah radikalisme adalah istilah umum tanpa disertai latar belakang agama mana pun. Secara bahasanya saja tidak ada kaitannya dengan agama. Tidak sebagaimana istilah perayaan idul fitri identik dengan muslim, natal identik dengan kristen. Aspek kesesuaian radikalisme, terorisme, dan Islam dari mananya? Mengapa tiga kata tersebut seolah menjadi paket komplit penyebab kerusakan yang ada?

Jika dikatakan bahwa terorisme merupakan aksi teror yang dilatarbelakangi oleh ideologi tertentu, mampukah berbekal bom panci lantas menjadikan negara ini dalam ancaman besar?

Jelas, program deradikalisasi menyerang Islam berikut para pengembannya. Program deradikalisasi menjadi alat legitimasi untuk memata-matai, membungkam bahkan menyakiti ulama, kyai, habaib, dan aktivis muslim lainnya. Sedangkan dampak bagi warga muslim yang lain, terutama para pemudanya terhantui dengan islamofobia. Mereka muslim, tapi takut atas identitas kemuslimannya. Kan aneh!

Mega Proyek Pecah-Belah Umat Islam

Kebijakan deradikalisasi di negeri ini tidak terlepas dari proyek global Amerika. Melalui sebuah lembaga penelitian dan kajian strategis global bernama RAND Corporation, Amerika mengeluarkan dokumen yang berisi grand design untuk memecah-belah umat Islam. Dokumen yang bertajuk Civil Democratic Islam: Partners, Resources and Strategies (2003) ini memberikan label kepada umat muslim menjadi 4 kelompok, yaitu kelompok fundamentalis, tradisionalis, modernis, dan sekularis.

RAND Corporation menyebutkan, diantara 4 kelompok tersebut, kelompok fundamentalis-lah yang harus diwaspadai. Lembaga ini memberikan rekomendasi strategi pecah-belah umat muslim dengan cara memerangi kelompok fundamentalis. Sedangkan kelompok Islam tradisionalis, modernis, dan sekularis dianggap masih sejalan dengan nilai dan arah pandang kehidupan Barat.

Di dalam dokumennya secara jelas disebutkan kriteria kelompok fundamentalis meliputi, (1) menentang kebijakan luar negeri Barat, (2) menolak demokrasi, ekonomi kapitalis, nilai-nilai liberal, (3) Berupaya mempraktikkan hukum-hukum Islam dalam kehidupan masyarakat dan negara, (4) mendukung konsep Syariah-Khilafah.

Islam Rahmatan Lil ‘Alamin

Sejatinya Islam hanya satu, yaitu Islam yang berjalan sesuai Al-Quran dan As-Sunnah. Menjadi keniscayaan Islam akan terwujud sebagai agama yang membawa rahmat ke seluruh alam. Sebagaimana firman Allah SWT, “Dan tiadalah Kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (TQS. Al-Anbiya: 107).

Kaum Barat tidak berhak memberikan label atas kaum muslimin. Rasulullah SAW sudah terlebih dahulu menyebutkan umat muslim bagaikan satu tubuh yang tidak bisa dipisahkan, “Perumpamaan orang-orang beriman dalam hal saling mencintai, mengasihi, dan saling berempati bagaikan satu tubuh. Jika satu anggotanya merasakan sakit, seluruh tubuh turut merasakannya dengan berjaga dan merasakan demam.” (HR. Bukhari Muslim).

Berbagai stigma negatif tentang Islam jelas merupakan fitnah yang tak lepas dari mega proyek Barat untuk menghancurkan Islam dan kaum muslim. Ajaran tentang jihad dinarasikan negatif bahkan diframing secara mengerikan melalui aksi bom bunuh diri. Islam bukanlah agama kekerasan, bukan pula agama yang menebarkan ketakutan. Rasulullah SAW tidak pernah sedikitpun menyontohkan hal itu.

Terlepas dari aspek bahwa semua teror yang ada merupakan upaya global Barat dalam menghancurkan Islam, berbagai teror yang terjadi di negeri ini justru membuktikan matinya peran negara dalam memberikan jaminan keamanan dan keselamatan jiwa warga negaranya.

Oleh karenanya, kita sebagai muslim harus menjadi umat yang cerdas. Tidak termakan oleh strategi Barat dalam memecah-belah umat Islam. Seluruh penduduk bumi dan alam semesta akan merasakan rahmat jika umat Islam bersatu kembali. Sebagaimana kejayaan peradaban Islam yang dibawa oleh Rasulullah SAW yang berlangsung selama 13 abad lamanya. Peradaban Islam telah berhasil mengukir tinta emas yang mampu membawa umat manusia pada kemajuan peradaban dan keberkahan hidup. [Wallahua’lam]

Oleh: Azimatur Rosyida 
Pegiat Literasi Komunitas Tinta Emas Surabaya

Kamis, 15 Desember 2022

MEMBACA PIKIRAN ROCKY GERUNG TENTANG ISLAM DI TENGAH MARAKNYA ISLAMOPHOBIA DI INDONESIA

Tinta Media - Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) resmi menetapkan tanggal 15 Maret sebagai Hari Internasional untuk Memerangi Islamofobia atau International Day to Combat Islamophobia. Resolusi tersebut diperkenalkan oleh Pakistan atas nama Organisasi Kerjasama Islam (Organization of Islamic Cooperation). Resolusi ini membuktikan bahwa islamophobia adalah benar adanya, maka aneh jika ada seorang pejabat di negeri ini mengatakan bahwa tidak ada islamofobia.

Islamofobia termasuk psikologi abnormal. American Psychological Association menerbitkan panduan referensi untuk psikologi abnormal, yang dikenal sebagai psikologi abnormal yang dijadikan sebagai definisi internasional. Manual referensi ini mendefinisikan psikologi abnormal sebagai “respons abnormal terhadap rangsangan eksternal yang mungkin berbeda secara signifikan dari norma-norma yang diamati di lingkungan orang tersebut”. Perilaku yang dianggap abnormal dibagi menjadi dua kategori utama. Kategori ini termasuk gangguan mental dan kondisi kesehatan mental lainnya.

 

Islamofobia seperti ujaran kebencian diskriminasi dan kekerasan terhadap muslim berkembang di beberapa negara karena ketakutan yang berlebihan, padahal faktanya Islam adalah agama baik, cinta damai dan penebar rahmat bagi alam semesta. Duta besar Pakistan juga menyampaikan tujuan memperingati islamofobia adalah untuk meningkatkan kesadaran internasional tentang meningkatnya fenomena-fenomena islamofobia dan kebencian anti-muslim. Resolusi ini adalah untuk menyatukan umat dunia bukan memecah-belah. Deputi wakil Indonesia untuk PBB menyampaikan Indonesia mendukung resolusi penetapan Hari Anti islamofobia tersebut.

Resolusi tersebut disponsori oleh 57 anggota OKI dan delapan negara lainnya termasuk Cina dan Rusia. Dalam forum tersebut, Pakistan yang mengusulkan resolusi hari anti-islam fobia. Duta besar perwakilan Pakistan untuk PBB di depan majelis sidang mengatakan islamofobia adalah hal nyata. Namun demikian, justru di Indonesia, islamophobia ini justru semakin menggila. Ironisnya terjadi justru di negeri mayoritas muslim. Disaat maraknya islamophobia di negeri ini, Rocky Gerung justru mengutarakan pikirannya soal optimisme dan harapan bagi Islam.


Ditulis oleh TRIBUNKALTIM.CO bahwa Pengamat politik Rocky Gerung mengisi kuliah di Pidi, Aceh pada Senin (12/12/2022), yaitu berceramah dalam rangka peringati Maulid Nabi Muhammad SAW. Rocky Gerung (RG) yang selama ini dikenal sebagai seorang pemikir filsafat bersedia menghadiri acara agama Islam dan mencoba memberikan pandangannya. Tentu saja hal ini cukup unik dan penting diberikan ruang perhatian khusus. Tulisan ini mencoba membaca secara obyektif.

 

Dalam rangka Maulid Nabi, Rocky Gerung mengisi perkuliahan dengan menggunakan kopiah hitam diatas kepalanya dan mengawali ceramahnya dengan ungkapan : Ini kebanggaan luar biasa, dipasangkan (kopiah) sesuatu yang akan saya ingat bahwa pernah ada di dalam suatu komunitas yang mengembangkan akal pikiran dan keinginan untuk merawat bangsa ini dengan keadilan.

 

Ucapan RG soal komunitas yang mengembangkan akal pikiran dan keinginan untuk merawat bangsa ini dengan keadilan tentu saja yang dimaksud adalah umat Islam dengan ajaran Islam sebagai sumber inspirasi dan aspirasi. Banyak ayat Al Qur’an yang menegaskan tentang keadilan ini.

 

Keadilan tentu saja adalah hukum Allah, bukan hukum manusia. Sebab Allah adalah Tuhan Yang Maha Adil, tentu saja hukumNya penuh keadilan. Sebagaimana firman Allah : Siapa yang berbuat kebaikan, dia akan mendapat balasan sepuluh kali lipat amalnya. Siapa yang berbuat keburukan, dia tidak akan diberi balasan melainkan yang seimbang dengannya. Mereka sedikit pun tidak dizalimi (dirugikan) (QS Al An’am : 160).

 

Sungguh, Kami benar-benar telah mengutus rasul-rasul Kami dengan bukti-bukti yang nyata dan Kami menurunkan bersama mereka kitab dan neraca (keadilan) agar manusia dapat berlaku adil. Kami menurunkan besi yang mempunyai kekuatan hebat dan berbagai manfaat bagi manusia agar Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)-Nya dan rasul-rasul-Nya walaupun (Allah) tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Mahakuat lagi Mahaperkasa (QS Al Hadid : 25)

 

Diantara ayat-ayat keadilan adalah : Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, membuatmu berlaku tidak adil (QS Al maidah : 8)


Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penegak keadilan dan saksi karena Allah, walaupun kesaksian itu memberatkan dirimu sendiri, ibu bapakmu, atau kerabatmu. Jika dia (yang diberatkan dalam kesaksian) kaya atau miskin, Allah lebih layak tahu (kemaslahatan) keduanya. Maka, janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau berpaling (enggan menjadi saksi), sesungguhnya Allah Mahateliti terhadap segala apa yang kamu kerjakan (QS An Nisaa’ : 135)

 

Maka, apakah (pantas) aku mencari selain Allah sebagai hakim, padahal Dialah yang menurunkan Kitab (Al-Qur'an) kepadamu (dengan penjelasan) secara terperinci? Orang-orang yang telah Kami anugerahi Kitab Suci mengetahui (bahwa) sesungguhnya (Al-Qur'an) itu diturunkan dari Tuhanmu dengan benar. Maka, janganlah sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu (QS Al An’am : 114).

 

TRIBUNKALTIM.CO menuliskan bahwa Rocky Gerung sebut dirinya adalah seseorang yang sangat minoritas. Namun, Rocky Gerung mengaku dirinya merasa nyaman berada di lingkungan Islam yang sangat menghormati keadilan dan kesetaraan dalam bernegara. Terkait itu, dengan percaya diri Rocky Gerung mengatakan bahwa Nabi Muhammad SAW memberi naskah traktat Madinah yang isinya adalah dalil tentang kesetaraan manusia, undangan persahabatan.

Sejatinya, relasi antara Nabi Muhammad dan nonmuslim sudah terjadi sejak beliau belum diangkat menjadi nabi dan rasul. Di Mekkah Nabi sudah bersentuhan dengan kelompok non muslim. Terlebih ketika Nabi hijrah ke Madinah, yang wilayahnya sudah heterogen. Di Madinah, penduduknya beragam, terdiri dari masyarakat lintas iman. Terdapat banyak sekali suku yang terdiri dari beragama agama dan aliran kepercayaan. Ada kelompok dari agama Nasrani. Ada juga kelompok Yahudi. Ada juga agama Majusi dan kepercayaan lain. Semuanya hidup di Yatsrib, nama sebelum diganti Nabi menjadi Madinah. Dibawah kepemimpinan Rasulullah yang menerapkan Islam kaffah, penduduk madinah yang hiterogen berkehidupan yang rukun dan damai.

Dalam Kitab Futuhul Buldan, disebutkan bahwa menyuruh Alibin Abi Thalib untuk menulis surat perjanjian damai, antara Nabi dan Kristen Bani Najran.Berikut isinya; “Dengan Nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Ini adalah surat Nabi Muhammad kepada Bani Najran. Bagi Penduduk Najran, Jaminan dari Allah dan Nabi Muhammad utusan Allah atas agama, tanah, harta, dan kafilah mereka yang hadir maupun tidak hadir. Semisal mereka tidak mengubah apa yang sudah ada dan tidak mengubah hak-hak mereka. Uskup, pendeta, dan penjaga gereja tak boleh diganggu apa yang ada di tangan mereka baik sedikit maupun banyak. Mereka tidak boleh diusir dari tanah mereka, dan tidak boleh diambil sepersepuluh dari tangan mereka. Tanah mereka tak boleh diinjak oleh tentara kaum muslimin. (https://islam.nu.or.id/tasawuf-akhlak/benarkah-nabi-bersikap-keras-terhadap-orang-kafir-3E2y8)


Inilah indahnya Islam. Adalah tidak benar jika Islam adalah agama berbahaya. Islam adalah agama penebar rahmat bagi alam semesta, melindungi seluruh manusia, binatang dan lingkungan. Nyawa satu manusia begitu berharga bagi Islam. Perlindungan atas nyawa manusia ditegaskan oleh Allah dalam QS Al Maidah ayat 32 yang artinya: “… barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. 

 

Menurut Rocky Gerung, Nabi Muhammad SAW mengupayakan kesetaraan manusia dalam mencapai perdamaian dunia. Rocky Gerung mengatakan bahwasanya kita sebagai umat islam perlu merefleksikan gaya fikir, batin, dan politik Nabi Muhammad SAW. Baginya, jelas nabi Muhammad SAW adalah politisi, negarawan, pemimpin dunia karena hingga sekarang orang membaca kembali risalah sosiologis islam dari ayat-ayat Alquran, terutama tentang keadilan sosial.

 

Islam merupakan konsepsi ideal bagi upaya penyelesaian semua permasalahan kehidupan manusia. Islam datang dari Allah yang maha sempurna dan maha mengetahui permasalan yang dihadapi manusia. Rasulullah adalah sosok sempurna yang telah mendapat garansi dari Allah sang Pengutus. Secara normatif Islam adalah konsepsi ideal bagi upaya kebaikan kehidupan, dengan kata lain rahmatan lil alamin. Secara historis Rasulullah telah mengukir sejarah peradaban cemerlang melalui revolusi agung yang belum pernah ada catatan sejarah menyamainya.

 

Bagi Michael D Hart yang notabene non muslim menilai sosok Rasulullah sebagai peletak peradaban agung. Sebagaimana dinyatakan " …kesatuan tunggal yang tidak ada bandingannya dalam mempengaruhi sektor keagamaan dan duniawi secara bersamaan, merupakan hal yang mampu menjadikan Muhammad untuk layak dianggap sebagai sosok tunggal yang mempengaruhi sejarah umat manusia.."

 

Islam tidak anti politk. Kesempurnaan Islam justru dindikasikan oleh luasnya cakupan ajaran Islam yang meliputi semua dimensi kehidupan manusia. Keluasan cakupan dimensi Islam tidak dimiliki oleh agama apapun di dunia. Termasuk dalam kontek ini adalah masalah politik dan ketatanegaraan. Politik dalam pandangan Islam sangat berbeda dengan pandangan sekuler. Islam memandang politik sebagai bagian dari ibadah kepada Allah dalam mengurus urusan umat. Sedangkan paradigma sekuler mengganggap politik sekedar cara untuk meraih kekuasaan dengan menghalalkan cara-cara yang dilarang agama.

 

Islam bisa dikatakan sebagai beyond ideology karena kesempurnaan dan orientasi Islam yang melampau ideologi apapun yang dibuat manusia. Islam adalah agama sekaligus ideologi yang bisa diterapkan di dunia untuk menyelesaikan seluruh persoalan, menebarkan rahmat bagi alam semesta, bahkan menjadi penyelamat di akhirat kelak. Beberapa karakter diatas tentu tidak dimiliki oleh agama dan ideologi selain Islam. Ada agama yang hanya mengurusi urusan akhirat dan ada ideologi yang hanya mengurusi dunia saja. Kapitalisme sekuler dan komunisme ateis adalah dua ideologi yang hanya mengurusi dunia saja.

 

Islam adalah ritual, politk sekaligus peradaban. Ada beberapa karakteristik Islam, pertama Islam Din Yang Diridhoi Allah : Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya (QS Ali Imran : 19).

 

Kedua, Islam adalah din yang sempurna : Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu (QS Al Madinah : 3). Ketiga, Islam memiliki karakter universalitas : Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam (QS al Anbiyaa : 107).  

 

Keempat, Islam itu holistik : Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (QS An Nahl : 89).

 

Kelima, Islam berorientasi kepada Kebahagiaan dan keselamatan Dunia Akhirat : Dan di antara mereka ada orang yang berdoa: "Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka" (QS Al Baqarah : 201).

 

Kekuasaan dalam pandangan Islam adalah amanah dari Allah yang harus dipertanggungjawabkan dihadapan Allah kelak. Politik dan kekuasaan dalam Islam tidak terlepas dari dimensi spiritual sebagaimana yang terjadi di Indonesia hari ini. Sekulerisme dan liberalisme yang merasuk dalam jantung sistem ketatanegaraan negeri ini telah menyeret pada kehampaan akan nilai-nilai spiritual dalam praktek berbangsa dan bernegara. Hubungan sosiologis di negeri ini lebih banyak dilandaskan pada paradigma sosialis dibandingkan Islam. Muaranya adalah adanya saling membinasakan antar persaingan kepentingan, meskipun satu agama.

 

Kepemimpinan negara dalam pandangan Islam adalah amanah dari Allah. Jika seseorang pemimpin negara berkhianat terhadap suatu urusan yang telah diserahkan kepadanya maka ia telah terjatuh pada dosa besar dan akan dijauhkan dari surga. Penelantaran itu bisa berbentuk tidak menjelaskan urusan-urusan agama kepada umat, tidak menjaga syariah Allah dari unsur-unsur yang bisa merusak kesuciannya, mengubah-ubah makna ayat-ayat Allah dan mengabaikan hudûd (hukum-hukum Allah). Penelantaran itu juga bisa berwujud pengabaian terhadap hak-hak umat, tidak menjaga keamanan mereka, tidak berjuang untuk mengusir musuh-musuh mereka dan tidak menegakkan keadilan di tengah-tengah mereka. Setiap orang yang melakukan hal ini dipandang telah berkhianat kepada umat.”

Sikap amanah seorang penguasa terlihat dari tatacaranya dalam mengurusi masyarakat berdasarkan aturan-aturan Allah. Ia juga berusaha dengan keras untuk menghiasi dirinya dengan budi pekerti yang luhur dan sifat-sifat kepemimpinan. Penguasa amanah tidak akan membiarkan berlakunya sistem yang akan merusak masyarakat karena bertentangan dengan syariat Islam. Sebab pengabaian terhadap sistem hukum Allah akan mengakibatkan kesempitan dan kesengsaraan hidup. Hal ini sejalan dengan firman Allah, “ Dan Barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, Maka Sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam Keadaan buta". (QS Thahaa : 124).

 

Sejak diutusnya Rasulullah SAW, tidak ada sistem kemasyarakatan yang mampu melahirkan para penguasa yang amanah, agung dan luhur, kecuali dalam masyarakat Islam. Kita mengenal Khulafaur Rasyidin yang terkenal dalam kearifan, keberanian dan ketegasannya dalam membela Islam dan kaum Muslim. Mereka adalah negarawan-negarawan ulung yang sangat dicintai oleh rakyatnya dan ditakuti oleh lawan-lawannya. Mereka juga termasyhur sebagai pemimpin yang memiliki budi pekerti yang agung dan luhur.   

 

Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq adalah sosok penguasa yang terkenal sabar dan lembut. Namun, beliau juga terkenal sebagai pemimpin yang berani dan tegas. Tatkala sebagian kaum Muslim menolak kewajiban zakat, beliau segera memerintahkan kaum Muslim untuk memerangi mereka. Meskipun pendapatnya sempat disanggah oleh Umar bin al-Khaththab, beliau tetap bergeming dengan pendapatnya. Stabilitas dan kewibawaan Negara Islam harus dipertahankan meskipun harus mengambil risiko perang.

 

Khalifah Umar bin al-Khaththab sendiri terkenal sebagai penguasa yang tegas dan sangat disiplin. Beliau tidak segan-segan merampas harta para pejabatnya yang ditengarai berasal dari jalan yang tidak benar.

 

Dalam sebuah riwayat dituturkan bahwa Khalifah Umar bin al-Khaththab pernah berkata kepada Abu Hurairah ra yang saat itu menjadi gubernur di Bahrain, “Bagaimana engkau bisa menduduki jabatan ini?” Ia menjawab, “Engkau telah menugaskan saya, sedangkan saya tidak menyukainya, dan engkau menghentikan saya, sedangkan saya mencintainya.”

 

Pada saat itu, Abu Hurairah membawa 400 ribu dirham dari Bahrain. Selanjutnya, Umar bertanya kepadanya, “Apakah engkau berlaku aniaya terhadap seseorang?” “Tidak.” “Dari jumlah itu, berapa yang menjadi milikmu?” “Dua puluh.” “Dari mana engkau memperolehnya?” tanya Umar lagi.“Saya berdagang.” Umar pun menukas, “Hitunglah modalmu dan milikmu. Lalu serahkanlah yang lainnya ke Baitul Mal.” (Thabaqât Ibnu Sa'ad, II/4/60; Târîkh al-Islâm, II/388; dan Tahdzîb at-Tahdzîb, XII/267).

 

Masih dikutip TRIBUNKALTIM.CO bahwa dengan lantang Rocky Gerung mengatakan bahwa saat ini dunia mencari cerminan kepemimpinan berkeadilan sosial. Ia menyebut tentang kapitalisme yang telah gagal, komunisme berbahaya, dan perlunya terapan kesejahteraan sosial saat ini. Menurut Rocky Gerung, orang pergi kepada studi-studi baru tentang Islam. Karena menurutnya, Islam merupakan dokumen yang selesai sebagai referensi. Rocky Gerung mengatakan bahwa secara tekstual, Alquran memuat secara lengkap dan sempurna seluruh bayangan manusia tentang kehidupan. Bagi Rocky Gerung, Alquran menjadi suatu dokumen sosial acuan untuk dunia yang sekiranya mengalami fata morgana atau ilusi tentang masa depan.

 

Keterpurukan di hampir semua bidang kehidupan di negeri ini adalah akibat dari ulah para pemimpin negeri ini yang abai terhadap hukum Allah. Islam hanya dibawa saat mereka di masjid, sedangkan saat mereka mengurus ekonomi negara menggunakan sistem ribawi. Saat mereka mengurus urusan pendidikan menggunakan sistem kapitalisme sekuler. Saat mereka mengurus urusan budaya mereka mengabaikan nilai-nilai Islam. Saat menata sistem sosial, mereka menggunakan sistem sosialis. Dan aspek-aspek kenergaraan lain yang sekulerisitk.

 

Paradigma sekuleristik pada intinya adalah bentuk pengabaian nilai-nilai Islam dalam mengatur urusan negara dan mengatur urusan rakyat. Sebaliknya mereka menggunakan logika dan konsensus manusia atas nama demokrasi. Suara terbanyak dijadikan acuan kebenaran meskipun jelas-jelas bertentangan dengan Islam. Padahal Allah melarang umat Islam menggunakan pertimbangan suara terbanyak sebagai tolok ukur kebenaran. Sebab kebenaran hanyalah miliki Allah bukan suara rakyat yang terbanyak.

 

Dengan demikian, ketika jalan sekulerisme dan demokrasi tak lagi menjanjikan perubahan yang lebih baik dan terus akan menjadikan Indonesia sebagai negeri terjajah oleh kapitalisme global. Saatnya kita menjadi orang-orang cerdas yang yakin akan Islam. Islam menjadi paradigma politik alternatif setelah tumbangnya sosialisme komunis dan sekaratnya kapitalisme sekuler sekarang ini. Masihkan kita mempertahankan hukum jahiliyah ini, sementara Allah telah memberikan alternatif terbaiknya. Islam secara normatif dan historis telah menjadi cahaya kebaikan bagi manusia. Islam telah menjadi rahmat bagi alam semesta. Mungkinkah hari ini Islam menjadi rahmat bagi dunia jika tidak diterapkan.

 

Islam bukanlah semata-mata suatu agama, adalah suatu pandangan-hidup jang meliputi soal-soal politik, ekonomi, sosial dan kebudajaan. Baginya Islam itu adalah sumber dari segala perdjuangan atau revolusi itu sendiri, sumber dari penentangan setiap macam penjajahan : eksploitasi manusia atas manusia ; pemberantasan kebodohan, kejahilan, pendewaan dan juga sumber pemberantasan kemelaratan dan kemiskinan. Islam tidak memisahkan antara keagamaan dan kenegaraan. Sebab itu, Islam itu adalah primer (M Natsir)

Sayyid Qutb mengatakan bahwa sejarah Islam, sebagaimana yang pernah ada, merupakan sejarah dakwah dan seruan, sistem dan pemerintahan. Tidak asumsi lain yang dapat diklaim sebagai Islam, atau diklaim sebagai agama ini, kecuali jika ketaatan kepada Rasul direalisasikan dalam satu keadaan dan sistem (Tafsir fi Dhilal al Qur’an, Juz II hlm. 696)

 

Sebagai way of life, ia mempergunakan segala aspek eksistensi manusia dan prestasinya. Tidak satupun aspek yang diberikan mendahului yang lain atau bertentangan antara satu dengan lainnya. Tiap-Tiap aspek kebudayaan dan peradaban secara penuh dipelihara dari kelebihan dan keekstreman pada kedua sisinya. Semua sisi kehidupan sosial tetap berada dalam timbangan yang sempurna(A. Rahman, 2003:251). Tentu saja timbangan yang sempurna menurut Allah Yang Maha Sempurna yang telah menurukan Islam yang sempurna kepada Rasulullah, manusia sempurna.

 

Melanjuti pembahasannya tentang refleksi kepemimpinan, Rocky Gerung menyoroti nilai-nilai kepemimpinan Nabi Muhammad SAW. Fakta pertama adalah kepemimpinan beliau terus menjadi model dari sepertiga umat manusia, kalau sekarang 9 miliar maka ada 3 miliar orang secara statistik yang menganggap desain keadilan sosial ada pada Islam.  

 

Islam telah mencapai kesempurnaan sebagai sebuah ideologi dan konsepsi kehidupan bagi masyarakat dunia. Sementara kapitalisme dan komunisme adalah dua ideologi penjajah yang destruktif dan tak memiliki rasa kemanusiaan. Islam harus diperjuangkan oleh orang-orang beriman dan bertaqwa hingga tegak melindungi dunia, merawat jahad dan menebar kebajikan yang tiada batas.

 

Allah dengan tegas telah menjanjikan kekuasaan bagi orang-orang yang beriman dan beramal sholeh : Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh- sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan aku. dan Barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, Maka mereka Itulah orang-orang yang fasik. (QS Annur : 55)

Dr. Ahmad Sastra 
Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa 
__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad


Sabtu, 03 Desember 2022

Sarankan Sebar Islam Nusantara Jelang Pemilu, Gus Tuhu: Mereka Terjangkit Islamofobia Akut

Tinta Media - Menanggapi adanya Tokoh yang menyarankan agar pemerintah lebih agresif menyebarkan Islam Nusantara jelang pemilu 2024, Pengasuh Majelis Taklim Al-Mustanir Probolinggo Gus Tuhu menduga hal tersebut terjangkit penyakit islamofobia akut. 

“Jika dugaan ini benar, berarti mereka terjangkit penyakit Islamofobia yang akut,” tuturnya kepada Tinta Media, Jumat (2/12/2022). 

Karena menurutnya, tidak ada hubungannya Islam Nusantara dengan pemilu, yang ada hanya munculnya ketakutan dari sejumlah kalangan kandidat Presiden, bakal ada yang menggunakan identitas Islam untuk meraih dukungan.

“Maka mereka ramai-ramai memunculkan slogan 'jangan gunakan politik identitas'. Mereka membenci semangat dan sentimen Islam muncul di permukaan. Dengan ide Islam Nusantara dianggap akan bisa membelokkan semangat dan sentimen keislaman tersebut,” jelasnya.

Pengasuh Majelis Taklim Al-Mustanir Probolinggo ini melanjutkan, Islam Nusantara adalah istilah baru mengada-ada untuk membelokkan Umat dari gambaran hakikat universalitas Islam, membelokkan kerahmatan Islam bagi seluruh alam, bersifat lokal pada Islam, hakikatnya menggiring Islam ke dalam fakta sempit kedaerahan.

“Ini sangat berbahaya, mengapa? Sebab hal ini akan merubah fakta Islam, sama saja dengan merubah agama Islam. Lalu diada-adakan pula gambaran tentang Islam Nusantara sebagai Islam khas ala Indonesia, gabungan nilai Islam teologis dengan nilai-nilai tradisi lokal, budaya, adat istiadat di tanah air. Jelas sekali dalam hal ini bukan Islam yang menjadi tolok ukur melainkan budaya lokal,” bebernya.

Dengan adanya Istilah Islam Nusantara, katanya, Islam mengharuskan sesuai adat istiadat lokal, sangat berbahaya bagi Umat dan jahat karena memoles Islam sedemikian rupa seolah-olah melahirkan semangat keislaman yang damai, toleran dan lebih manusiawi dibanding Islam di luar Nusantara.

“Tentu saja hal ini tidak benar, ide sesat ini tidak akan pernah melahirkan kebaikan karena pada hakikatnya ide ini adalah racun pemikiran Barat sebagai kelanjutan dari nasionalisme sempit. Ini adalah rekayasa Barat untuk membenturkan atau mengadu domba antar kaum muslimin,” tegasnya.

“Contoh kecil, mereka yang terpengaruh dengan ide Islam Nusantara ini akan membenci dari saudara mereka kaum muslimin yang "berpenampilan" ke arab-araban karena Arab bukan nusantara. Hal kecil seperti ini saja sudah menunjukkan fakta bahwa ide ini tidak mungkin melahirkan perdamaian,” tambahnya.

Oleh karena itu, lanjutnya, Umat Islam harus sadar dan disadarkan bahwa hendaknya tidak boleh jatuh pada kesalahan berbahaya dengan mengikuti ide sesat apapun yang berasal dari Barat, yang hanya akan memecah belah umat.

“Umat Islam harus faham dan difahamkan bahwa Islam yang hakiki adalah Islam yang berasal dari Nabi saw bukan rekayasa manusia manapun. Islam yang berasal dari Nabi saw adalah Islam yang berlandaskan kitab suci Al Quran dan Hadits Rasul saw, bukan ujaran manusia manapun,” lanjutnya.

“Ajaran Islam yang murni sajalah yang akan melahirkan kebaikan, keadilan dan perdamaian hakiki bagi umat manusia di seluruh dunia” pungkasnya.[] Lukman Indra Bayu
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab